SKRIPSI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2011
INDEKS def-t DAN DMF-T PADA SISWA TUNARUNGU
DI SLB B NEGERI CICENDO BANDUNG
SKRIPSI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2011
JUDUL : INDEKS def-t DAN DMF-T PADA SISWA TUNARUNGU DI
SLB B NEGERI CICENDO BANDUNG
Pembimbing Utama
Pembimbing Pendamping
ABSTRAK
iv
def-t and DMF-T Index in Student with Hearing Impairment in SLB B Negeri
Cicendo Bandung- Nuni Prastika Atmanda- 160110070047
ABSTRACT
Children with hearing impairment are children who have complete or partial
loss of the ability to hear, and they usually have problem in speaking. Oral hygiene in
most of people with physical and mental disability are worse than in normal people.
The goal of this research is to get the information about def-t and DMF-T index in
student with hearing impairment in SLB B Negeri Cicendo Bandung.
The study is descriptive with survey method. Population inspected were 89
students with hearing impairment in SLB B Negeri Cicendo Bandung. Sample was
taken by total sampling technique. The result from this study categorized based on
WHO caries category.
The study showed that def-t index in student with hearing impairment in SLB
B Cicendo Bandung was 3.04 and index DMF-T was 2.13.
The conclusion of this study is def-t index in student with hearing impairment
in SLB B Negeri Cicendo Bandung is categorized moderate and DMF-T index in
student with hearing impairment in SLB B Negeri Cicendo Bandung is categorized
low.
v
Kata Pengantar
Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Indeks DMF-T dan def-t pada Siswa
Padjadjaran Bandung.
pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, pada
kesempatan ini dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Eky. S. Soeria Soemantri, drg., Sp. Ortho, selaku dekan Fakultas
2. Dra. Cucu Zubaedah, M. Kes sebagai dosen pembimbing utama yang telah
ini.
4. Hj. Yuliawati Zenab, drg, Sp. Ort sebagai dosen wali akademik yang telah banyak
vi
vii
5. Seluruh staf pengajar, staf akademik, dan staf perpustakaan FKG Unpad yang
Universitas Padajadjaran.
6. Kepala sekolah dan guru-guru SLB B Negeri Cicendo Bandung yang telah
bersedia dan membantu penulis hingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan
baik.
8. Mamah, Bapak, Nenek, Ega dan keluarga tercinta yang selalu memberikan
9. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-
persatu.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan
Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi bidang
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT ........................................................................................................... v
DAFTAR BAGAN................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
viii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.4.2 Substrat................................................................... 12
Pendengaran .......................................................... 22
ix
2.2.3 Karakteristik Tunarungu dalam Aspek Sosial Emosional . 24
Berbahasa 26
x
4.2 Hasil Penelitian ................................................................................ 37
GLOSARIUM....................................................................................................... 51
LAMPIRAN .......................................................................................................... 53
xi
DAFTAR TABEL
4.1 Distribusi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan. ... 36
4.2 Data def-t Pada Siswa TKLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung .......... 37
4.3 Data DMF-T Pada Siswa TKLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung ..... 38
4.4 Data def-t Pada Siswa SDLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung .......... 38
4.5 Data DMF-T pada siswa SDLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung ...... 39
4.6 Data DMF-T Pada Siswa SMPLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung... 39
4.7 Data DMF-T Pada Siswa SMALB di SLB B Negeri Cicendo Bandung. . 40
4.8 Indeks def-t dan DMF-T Pada Siswa SLB B Negeri Cicendo Bandung. . 41
4.9 Indeks def-t dan DMF-T pada siswa laki-laki dan perempuan di SLB B
Negeri Cicendo Bandung .......................................................................... 41
4.10 Indeks def-t dan DMF-T pada siswa SLB B Negeri Cicendo ................... 42
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR DIAGRAM
xiv
DAFTAR BAGAN
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
nondiskriminatif serta norma-norma agama. Oleh sebab itu sudah sewajarnya bila
hasil dari pembangunan kesehatan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat
menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial, ekonomi dan bermartabat
Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik, dan
atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya. Penyandang cacat terdiri dari
penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental (UU No.4 tahun 1997).
1
2
seorang yang normal karena kecacatan mereka tidak terlihat, seperti pada mereka
yang memiliki masalah penglihatan dan cacat mental. Mereka juga kurang mendapat
2008).
mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang
ataupun tidak memakai alat bantu dengar di mana batas pendengaran yang
memerlukan pelayanan kesehatan yang cukup memadai untuk menjaga kesehatan gigi
dan mulutnya.
Tunarungu adalah salah satu jenis cacat yang cukup banyak terdapat di
penduduk Indonesia dan sebanyak 2, 9 juta atau sekitar 1,25 % dari total keseluruhan
Dalam ilmu kedokteran gigi, perawatan penderita cacat disadari masih dalam
tahap awal, dan perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan kesehatan gigi dan
yang lebih buruk dibandingkan dengan individu normal, yang disebabkan diet
makanan yang buruk dan kurangnya pemeliharaan di rumah, sehingga banyak gigi
suatu penelitian untuk mengetahui indeks def-t (decayed, indicated for extraction,
filled teeth) untuk gigi sulung, dan indeks DMF-T (decayed, missing, filled teeth)
untuk gigi tetap pada siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung.
masalah adalah:
Berapa indeks def-t dan DMF-T pada siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo
Bandung.
kesehatan gigi dan mulut pada siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk medapatkan indeks def-t dan DMF-T pada
1. Dapat memberikan informasi mengenai indeks def-t dan DMF-T pada siswa
2. Untuk dapat dijadikan dasar bagi penelitian lebih lanjut bagi lembaga lainnya di
dalam upaya pembinaan kesehatan gigi dan mulut pada orang-orang cacat.
dalam menulis suatu karya ilmiah yang merupakan bagian dari tahapan persiapan
Penderita cacat, yaitu penderita yang mengalami hambatan rohani dan atau
cacat netra, cacat tubuh, cacat mental, dan cacat rungu wicara (Maulani, 2005).
baik permanen maupun tidak permanen dan biasanya memiliki hambatan dalam
Selain itu juga mereka sulit untuk menyampaikan apa yang mereka pikirkan.
Status karies seseorang dapat diukur dengan indeks karies agar penilaian yang
diberikan pemeriksa sama atau seragam. Ada beberapa indeks karies yang biasa
digunakan seperti indeks DMF yang diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE,
Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya (Pintauli dan
Hamada, 2008).
permukaan gigi (DMF-S). Sedangkan def-t dan def-s (decayed, indicated for
extraction, filled surface) digunakan untuk gigi sulung (Burt and Eklund, 2005).
Bandung dengan melihat keadaan giginya untuk melihat gigi yang karies, ditambal
dengan tambalan tetap, diindikasikan untuk dicabut pada gigi slulung atau dicabut
karena karies.
6
Penyandang Cacat
Keterbatasan
- Dalam pendengaran
- Dalam berbicara
Kondisi Oral
Indeks Karies
SMPLB dan SMALB di SLB B Negeri Cicendo Bandung pada bulan Maret 2011 dan
April 2011.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Karies berasal dari bahasa latin yaitu caries yang berarti pembusukan. Karies
gigi merupakan suatu destruksi yang terlokalisir pada jaringan gigi yang disebabkan
Karies adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang dimulai
Kelas 1: lesi terletak pada pit dan fisur pada bagian gigi manapun.
Kelas 2: lesi terletak pada permukaan proksimal gigi premolar dan molar.
Kelas 3:lesi terletak pada permukaan proksimal incisivus dan caninus yang tidak
8
9
Kelas 4: lesi terletak pada permukaan proksimal gigi incisivus dan caninus yang
Kelas 5: lesi terletak pada 1/3 gingival pada permukaan labial, buccal atau lingual.
2006):
1. Karies pada pit dan fisur (terdapat pada gigi molar, premolar, dan permukaan
2. Karies pada permukaan yang licin (terdapat pada permukaan aproximal, sedikit di
baru, yaitu berdasarkan letak (site) dan ukuran (size). Klasifikasi ini dirancang untuk
perbesaran lesi.
Site 1 : pit, fisur dan defek enamel pada bagian oklusal pada gigi posterior atau
Site 2 : enamel pada bagian aproximal. Dalam hal ini, area yang berkontak dengan
gigi tetangga.
Site 3 : bagian servikal sepertiga mahkota gigi atau yang disertai resesi gingival, akar
yang terbuka.
10
untuk restorasi dan perluasan lesinya. Oleh karena itu, lesi karies dapat dibedakan
Size 2 : melibatkan dentin yang cukup banyak. Biasanya pada lesi ini, diperlukan
preparasi kavitas menyisakan enamel dan didukung oleh dentin dengan cukup
baik dan masih mampu menahan beban oklusi yang normal. Struktur gigi
Size 3 : lesi sudah cukup besar. Struktur gigi yang tersisa cukup lemah. Karies sudah
melibatkan cusp atau permukaan incisal, atau sudah tidak mampu menahan
Size 4 : karies yang luas atau hilangnya beberapa struktur gigi. Contoh, hilangnya
semua cusp gigi atau permukaan insisal (Mount and Hume, 1998).
Lesi awal karies berupa lesi yang berbatas jelas, berwarna putih seperti kapur,
dan permukaan email tertembus. Lesi ini dapat sembuh atau mengalami
remineralisasi, dan oleh sebab itu pada tahap ini masih bersifat reversible. Meskipun
demikian, saat lesi berkembang, permukaan menjadi kasar dan terbentuk kavitas. Jika
11
lesi tersebut tidak ditangani, kavitas akan meluas ke dentin dan dapat menyebabkan
faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang
memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme,
substrat atau diet dan ditambah faktor waktu, yang digambarkan sebagai tiga
proses karies. Bakteri tersebut harus mampu melekat pada permukan gigi, bakteri
12
tersebut mampu memproduksi asam (acidogenic) dan bakteri dapat bertahan hidup
utama bakteri yang terlibat dalam awal terjadinya demineralisasi email. Fermentasi
sangat penting. Pada proses karies, saat pH pada plak mulai menurun di bawah level
kritis (sekitar 5,5), asam yang dihasilkan mulai menyebabkan demineralisasi email
2.1.4.2 Substrat
Dalam terjadinya proses karies, kualitas struktur gigi dan saliva merupakan
faktor tuan rumah utama yang perlu diperhatikan (Cameron and Widmer, 2008). Pit
dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan
mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu,
permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan
susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat,
fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Kepadatan kristal email sangat menentukan
kelarutan email. Semakin banyak email mengandung mineral, maka kristal email
semakin padat dan email akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang
Pertahanan utama alami terhadap karies adalah saliva. Saliva tidak hanya
menghilangkan sisa makanan dan menetralkan asam yang dihasilkan oleh plak, tetapi
juga memiliki efek buffer terhadap pH pada saliva dan plak (Wellburry, 2005).
2.1.4.4 Waktu
menyebabkan kerusakan pada permukaan email. Hal ini dapat terjadi beberapa bulan
sampai tahunan tergantung dari intensitas dan frekuensi konsumsi asam. Hal ini
kariogenik) terjadi demineralisasi dan remineralisasi yang terus menerus, oleh sebab
14
itu seorang individu tidak pernah terbebas dari karies. Proses demineralisasi dan
remineralisasi email secara konstan merupakan suatu siklus antara hilangnya dan
3. Paparan fluoride.
5. Kualitas email.
kemoparasitik yang dikemukakan oleh W. D Miller pada tahun 1980. Saat ini lebih
2. Produksi asam yang dapat menurunkan pH pada permukaan email di bawah level
3. Saat karbohidrat sudah tidak terdapat lagi pada plak, pH di dalam plak akan
meningkat karena adanya difusi asam yang keluar dan dapat terjadi pula
metabolisme dan netralisasi pada plak, sehingga dapat terjadi remineralisasi email
4. Peningkatan karies gigi hanya terjadi saat proses demineralisasi lebih besar
aktivitas asam yang dapat menyebabkan karies gigi atau erosi. Karies gigi terutama
disebabkan oleh asam asetat dan asam laktat yang berdifusi melalui plak dan masuk
ke dalam pori-pori email diantara enamel rods sebagai ion netral, dimana asam asetat
dan asam laktat mengalami disosiasi dan menurunkan pH cairan yang mengelilingi
kristal email. Pada saat pertama kali terpisah, proton melarutkan permukaan kristal
hidroksiapatit, pelarutan ini tergantung dari derajat kejenuhan apatit dan konsentrasi
ion kalsium dan fosfat di dalam cairan inter-rod meningkat (Cameron and Widmer,
2008).
Buffering calcium dan fosfat pada permukaan email dan pada plak mendorong
perubahan yang diakibatkan karena peningkatan ruangan di antara batang email yang
16
Indeks DMF, yang mencatat jumlah gigi tetap yang rusak (decayed), hilang
(missing) dan ditambal (filled) (DMF-T) atau pada permukaan gigi yaitu DMF-S,
pertama kali diperkenalkan oleh Klein dan Palmer dan sampai saat ini masih dipakai
secara luas di seluruh dunia. Untuk gigi sulung karena kesulitan dalam membedakan
apakah gigi dicabut karena karies atau karena tanggal alami, khususnya pada anak
usia lebih dari 5 tahun, digunakan def-t dan df (decayed, filled) (Pine and Harris,
2007).
Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya
tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor,
pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D, M, F dan kemudian dijumlahkan
sesuai kode. Rata-rata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah
Indeks DMF dapat digunakan pada seluruh gigi (disebut dengan DMF-T) atau
1. DMF-T
DMF-T adalah jumlah gigi tetap yang mengalami karies, berupa angka yang
2) Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan
dalam kategori D.
4) Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori
M.
7) Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F.
2. DMF-S
1) Permukaan gigi yang diperiksa adalah gigi anterior dengan empat permukaan,
fasial, lingual, distal dan mesial sedangkan gigi posterior dengan lima
3) Bila gigi sudah dicabut karena karies, maka pada waktu menghitung
3. def-t
def-t adalah jumlah gigi sulung yang mengalami karies dengan menghitung:
1) d (decayed) yaitu gigi sulung yang mengalami karies, dan jika sudah
2) e (indicated for extraction) yaitu terdapat karies yang besar pada gigi sulung
3) f (filled) yaitu gigi sulung yang karies dan sudah direstorasi tanpa adanya
penjumlahan kode 1 dan 2, komponen M untuk kode 4 pada subjek <30 tahun, dan
kode 4 dan 5 untuk subjek >30 tahun misalnya hilang karena karies atau sebab lain.
Komponen F hanya untuk kode 3. Untuk kode 6 (fisur silen) dan 7 (jembatan,
Kode
Gigi Gigi
Sulung Permanen Kondisi/ Status
Mahkota Mahkota Akar
Gigi Gigi Gigi
A 0 0 Permukaan gigi sehat/ keras
B 1 1 Gigi Karies
C 2 2 Gigi dengan tumpatan ada karies
D 3 3 Gigi dengan tumpatan baik, tidak ada karies
E 4 - Gigi yang hilang karena karies
- 5 - Gigi yang hilang karena sebab lain
F 6 - Gigi dengan tumpatan silen
G 7 7 Jembatan, mahkota gigi atau viner/ implan
- 8 8 Gigi yang tidak erupsi
T T - Trauma/ fraktur
- 9 9 Dan lain-lain: gigi yang memakai ortodonti
cekat atau gigi yang mengalami hipoplasia
enamel yang berat
(Sumber : Oral Health Basic Surveys, 1997)
indeks SiC digunakan sebagai standar pengukuran statistik epidemiologis yang lebih
ditekankan pada individu yang mempunyai angka karies yang tinggi pada suatu
populasi.
Indeks SiC mudah dihitung, skor SiC diperoleh dari rerata DMFT pada
sepertiga populasi yang mempunyai skor karies paling tinggi. Untuk menghitung
2) Memilih sepertiga dari populasi dengan skor karies paling tinggi dan
2.2 Tunarungu
Istilah tunarungu secara etimologi dari kata tuna dan rungu, tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran. Anak tunarungu adalah anak yang memiliki
hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen dan biasanya
mendengar secara total pada satu atau dua telinga. Sedangkan tunarungu (hearing
Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak yang
bisa mendengar pada umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa
1. Ringan (mild)
2) Memahami percakapan.
2. Sedang (moderate)
3) Memahami percakapan.
4) Orang yang ingin berbicara dengan mereka harus berbicara dengan keras.
4. Berat (severe)
2) Dapat mendengar bunyi yang keras pada jarak antara 0 hingga 30,5 cm
darinya.
5) Membutuhkan pendidikan khusus, alat bantu dengar dan latihan berbicara dan
komunikasi.
1. Tunarungu Bawaan
1) Sakit semasa hamil terutama oleh virus seperti rubella, demam glandular, dan
salesma.
2) Semasa hamil sang ibu mengonsumsi obat ataupun bahan kimia seperti kuanin
dan streptomycin.
4) Sering hamil.
1) Anak mengidap penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus seperti
3) Menangkap bunyi yang terlalu keras dalam jangka waktu lama (Muhammad,
2008).
Kecacatan ini terjadi akibat dari kerusakan pada telinga luar atau telinga tengah,
yang mengurangi intensitas bunyi yang sampai ke telinga dalam. Bunyi yang
tulang kecil dalam telinga tengah bergetar dan mengantar bunyi ke telinga dalam
telinga yang pecah, luka atau berlubang juga menghalangi bergetarnya tiga tulang
kecil yang menyebabkan terjadinya ketulian. Ketulian jenis ini dapat dibantu
Kecacatan ini terjadi akibat kerusakan pada telinga dalam atau saraf auditoris
yang membawa impuls ke otak. Kehilangan pendengaran pada jenis ini tak dapat
1. Tuli Prabahasa
2. Tuli Purnabahasa
2008).
Klasifikasi Ketunarunguan
Setelah Lahir
Tuli Sensoris
Sangat Berat
Purnabahasa
Tunarungu
Tunarungu
Konduktif
Prabahasa
Bawaan
Sedang
Rngan
Berat
Tuli
Tuli
Tuli
Uden (1971) dan Meadow (1980) dalam Bunawan dan Yuwati (2000)
mengemukakan beberapa ciri atau sifat yang sering ditemukan pada anak tunarungu
1. Sifat egosentris yang lebih besar dari pada anak mendengar. Sifat ini membuat
mereka sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan perasaan orang lain serta
yang hati-hati dan jelas serta tanpa mengantisipasi akibat yang mungkin timbul
akibat perbuatannya.
3. Sifat kaku (rigidity), menunjuk pada sikap kurang luwes dalam memandang dunia
Gerakan mata anak tunarungu lebih cepat, hal ini memnunjukkan bahwa ia
Dalam aspek kesehatan, secara umum tampaknya sama dengan anak lain
karena pada umumnya anak tunarungu mampu merawat diri sendiri. Namun bagi
26
2010).
akan membawa dampak juga pada kemampuan untuk memperoleh pendidikan bagi
penderitanya. Dari semua kendala yang ada, maka dampak paling besar pada
ketunarunguan adalah terjadinya kemiskinan bahasa (Uden, 1977 dan Meadow, 1980
dalam Bunawan dan Yuwati, 2000). Adalah suatu kenyataan bahwa kebanyakan
adalah kemiskinan dalam penguasaan bahasa secara keseluruhan (Leigh, 1994 dalam
Nugroho, 2004).
dalam segala kegiatan pembelajaran, kegiatan berbahasa memegang peran baik dalam
bentuk lisan, tulisan maupun isyarat. Apabila anak mengerjakan tugas yang menuntut
daya logika dan abstraksi yang lebih tinggi, maka diharapkan keterampilan berbahasa
akan membawa anak didik belajar berfikir runtut dan logis (Kementrian Pendidikan
Nasional, 2010).
27
2.3.1.1 Visi
hidup, peduli terhadap lingkungan dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.3.1.2 Misi
pendidikan.
menyenangkan.
8. Mewujudkan warga sekolah yang berakhlak mulia dan peduli pada lingkungan.
28
SLB B Negeri Cicendo Bandung memiliki sarana dan prasarana yang menunjang
berikut:
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa siswa di SLB B Cicendo Bandung
memiliki 114 siswa yang didominasi oleh siswa kelas kecil atau sekolah dasar.
Tingkatan sekolah di SLB B Cicendo Bandung ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Siswa TKLB, SDLB (kecuali kelas 6), SMPLB (kecuali kelas 3), SMALB
sampling.
Jumlah seluruh siswa di SLB B Negeri Cicendo Bandung adalah 114 siswa.
Siswa yang masuk ke dalam kritera populasi sejumlah 89 siswa, terdiri dari siswa
30
31
1. def-t
2. DMF-T
1. def-t
def-t adalah jumlah gigi sulung yang mengalami karies dengan menghitung:
d (decayed) yaitu gigi sulung yang mengalami karies. Karies yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu ketika sonde tersangkut pada pit dan fissure permukaan buccal,
oklusal dan lingual. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan
permanen dan gigi dengan tumpatan sementara juga termasuk dalam kategori ini.
e (indicated for extraction) yaitu terdapat karies yang besar pada gigi sulung dan
f (filled) yaitu gigi sulung yang karies dan sudah direstorasi tanpa adanya karies
sekunder.
2. DMF-T
DMF-T adalah jumlah gigi tetap yang mengalami karies, berupa angka yang
D (decayed) yaitu semua gigi tetap yang mengalami karies. Karies yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu ketika sonde tersangkut pada pit dan fissure permukaan
buccal, oklusal dan lingual. Karies sekunder yang terjadi pada gigi tetap dengan
tumpatan permanen dan gigi dengan tumpatan sementara juga termasuk kategori ini.
M (missing) yaitu semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan
dalam kategori missing, tetapi gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut
untuk kebutuhan perawatan ortodonti, dan pencabutan normal selama pergantian gigi
F (filled) yaitu semua gigi dengan tumpatan permanen dan gigi yang sedang dalam
WHO memberikan kategori dalam perhitungan DMF-T dan def-t berupa derajat interval
langsung keadaan mulut objek penelitian, untuk mengetahui indeks def-t dan DMF-T
1. Baki
2. Sonde
3. Kaca mulut
4. Pinset
5. Formulir pemeriksaan
7. Alat tulis
1. Alkohol 70%
2. Kapas
Analisis univariat adalah suatu teknik analisis data terhadap satu variabel
secara mandiri, tiap variabel dianalisis tanpa dikaitkan dengan variabel lainnya.
34
Analisis univariat biasa juga disebut analisis deskriptif atau statistik deskriptif yang
Data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan
1. Objek penelitian diminta untuk mengisi informed consent yang dibimbing oleh
3. Objek penelitian duduk pada kursi dan diinstruksikan untuk membuka mulut.
4. Dilakukan pemeriksaan def-t pada gigi sulung dan pemeriksaan DMF-T pada gigi
Hasil penelitian mengenai indeks def-t dan DMF-T pada siswa tunarungu di
SLB B Negeri Cicendo Bandung, dilakukan pada 89 siswa yang terdiri dari siswa
TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret dan
April 2011.
Objek penelitian berusia 4 sampai 20 tahun, terdiri dari 49 siswa laki-laki dan
40 siswa perempuan. Jumlah objek penelitian pada siswa TKLB adalah 27 orang
(30%) dengan rentang usia 5 sampai 11 tahun, siswa SDLB adalah 39 orang (44%)
dengan rentang usia 8 sampai 14 tahun, siswa SMPLB 11 orang (12%) dengan
rentang usia12 sampai 18 tahun, siswa SMALB 12 orang (14%) dengan rentang usia
17 sampai 20 tahun. Data diperoleh dari hasil pemeriksaan klinis. Data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Dalam melakukan pemeriksaan
klinis, seluruh objek penelitian dapat bekerja sama dengan sangat baik. Hal tersebut
tidak terlepas dari bantuan guru-guru di SLB B Negeri Cicendo Bandung yang
35
36
Tabel 4.1 Distribusi Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan di
SLB B Negeri Cicendo Bandung
Tingkat Jumlah
Pendidikan L P
TKLB 14 13 27
SDLB 21 18 39
SMPLB 7 4 11
SMALB 7 5 12
Jumlah 49 40 89
Dari tabel di atas terlihat sebagian besar jumlah siswa yang dijadikan objek
14%
30%
12%
44%
Diagram 4.1 Persentasi Siswa SLB B Negeri Cicendo Bandung yang Menjadi Objek
Penelitian
37
dilakukan analisis untuk mengetahui indeks def-t dan DMF-T pada siswa tunarungu
Tabel 4.2 Data def-t Pada Siswa TKLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada siswa TKLB, gigi yang karies
(decayed) lebih banyak dimiliki oleh siswa perempuan dibandingkan siswa laki-laki.
perempuan. Pada siswa TKLB tidak ada gigi sulung yang ditambal (filled). Secara
keseluruhan jumlah def-t pada siswa perempuan lebih besar daripada siswa laki-laki.
Indeks def-t pada siswa TKLB di SLB B Cicendo adalah 6,11, berdasarkan kriteria
Tabel 4.3 Data DMF-T Pada Siswa TKLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung
Pada tabel 4.3 terlihat bahwa pada siswa TKLB, gigi permanen yang karies
lebih banyak dimiliki oleh siswa perempuan daripada siswa laki-laki. Tidak ada gigi
permanen karies yang ditambal dan dicabut. Secara keseluruhan jumlah DMF-T pada
siswa perempuan lebih besar daripada siswa laki-laki. Indeks DMF-T pada siswa
TKLB di SLB B Cicendo adalah 0,70, berdasarkan kriteria WHO, termasuk kategori
rendah.
Tabel 4.4 Data def-t Pada Siswa SDLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa seperti halnya pada siswa TKLB, gigi
sulung yang karies lebih banyak dimiliki oleh siswa perempuan, sedangkan gigi yang
diindikasikan untuk dilakukan pencabutan lebih banyak dimiliki oleh siswa laki-laki.
39
Tidak ada gigi sulung karies yang ditambal. Secara keseluruhan jumlah gigi def-t
pada siswa perempuan lebih besar dibandingkan pada siswa laki-laki. Indeks def-t
pada siswa SDLB di SLB B Cicendo adalah 2,72, berdasarkan kriteria WHO
Tabel 4.5 Data DMF-T pada siswa SDLB di SLB Negeri Cicendo Bandung
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada siswa SDLB, jumlah gigi permanen
yang karies pada siswa perempuan lebih besar daripada siswa laki-laki. Tidak ada
gigi permanen yang dicabut karena karies dan tidak ada gigi karies yang ditambal.
Indeks DMF-T pada siswa SDLB di SLB B Cicendo adalah 1,69, berdasarkan kriteria
Tabel 4.6 Data DMF-T Pada Siswa SMPLB di SLB B Negeri Cicendo Bandung
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada siswa SMPLB, jumlah gigi yang
karies lebih besar pada siswa laki-laki daripada perempuan. Tidak ada gigi karies
yang ditambal dan tidak ada gigi karies yang dicabut. Indeks DMF-T pada siswa
kategori sedang.
Tabel 4.7 Data DMF-T Pada Siswa SMALB di SLB B Negeri Cicendo Bandung
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa seperti halnya pada siswa SMPLB, jumlah
gigi yang karies pada siswa laki-laki di SMALB lebih besar daripada siswa
perempuan. Tidak ada gigi yang dicabut karena karies dan terdapat tiga gigi yang
ditambal yaitu pada salah seorang siswa laki-laki. Indeks DMF-T pada siswa SMALB
di SLB B Cicendo adalah 5,75, berdasarkan kriteria WHO, termasuk kategori tinggi.
41
Tabel 4.8 Indeks def-t dan DMF-T Pada Siswa SLB B Negeri Cicendo Bandung
Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa indeks def-t pada siswa perempuan lebih
tinggi daripada siswa laki-laki, pada siswa TKLB dan SDLB. Seperti halnya indeks
def-t, indeks DMF-T pada siswa perempuan juga lebih besar pada siswa TKLB,
Tabel 4.9 Indeks def-t dan DMF-T pada siswa laki-laki dan perempuan di SLB B
Negeri Cicendo Bandung
Indeks Total
def-t DMF-T
Laki-laki 2,53 1,86 4,39
Perempuan 3,68 2,48 6,16
Total 6,21 4,34 10,55
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa indeks def-t dan indeks DMF-T pada siswa
perempuan di SLB B Negeri Cicendo Bandung lebih besar daripada siswa laki-laki.
42
Secara keseluruhan, nilai indeks def-t dan indeks DMF-T pada siswa di SLB
Tabel 4.10 Indeks def-t dan DMF-T pada siswa SLB B Negeri Cicendo
Indeks
def-t DMF-T
SLB B Cicendo 3,04 2,13
Indeks def-t pada siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung adalah
3,04. Indeks def-t pada siswa tunarungu di SLB B Cicendo tergolong sedang,
berdasarkan standar karies menurut WHO. Sedangkan indeks DMF-T adalah 2,13.
Indeks DMF-T pada siswa tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung tergolong
4.3. Pembahasan
Dari tabel 4.10 dapat dilihat bahwa indeks def-t pada siswa tunarungu di SLB
B Negeri Cicendo Bandung adalah 3,04, dan indeks DMF-T adalah 2,13. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rao, et al pada anak cacat fisik dan mental
pada tahun 2001 di Karnataka India, yang menunjukkan bahwa indeks def-t pada
anak tunarungu adalah 2,26, dan indeks DMF-T adalah 2,48. Perbedaan ini dapat
tingkat sosial ekonomi, fasilitas kesehatan yang tersedia dan juga biaya kesehatan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Sunder Kote tahun 2005 pada anak-
43
anak yang mengalami cacat fisik usia 5-15 tahun di Davangere India menunjukkan
bahwa indeks def-t pada anak tunarungu adalah 0,36, dan indeks DMF-T adalah 0,87.
Perbedaan tersebut yang utama disebabkan oleh pola makan, yaitu karena sebagian
Indeks DMF-T pada siswa SMALB paling tinggi dibandingkan siswa TKLB,
SDLB dan SMPLB yaitu sebesar 5,75, berdasarkan standar WHO indeks DMF-T di
tahun. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Pintauli dan Hamada pada tahun 2008
prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya usia. Burt dan Eklund juga
menyatakan hal yang sama bahwa rata-rata skor DMF-T meningkat, sejalan dengan
bertambahnya usia.
Hasil penelitian indeks def-t dan DMF-T di SLB B Negeri Cicendo Bandung,
terdapat perbedaan indeks def-t dan DMF-T pada laki-laki dan perempuan. Indeks
def-t dan indeks DMF-T pada siswa perempuan di SLB B Negeri Cicendo Bandung
lebih tinggi daripada siswa laki-laki. Menurut Pintauli dan Hamada, jenis kelamin
merupakan salah satu faktor terjadinya karies. Jenis kelamin merupakan salah satu
kebiasaan antara laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat. Selama masa
kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF-T yang lebih tinggi
daripada pria. Menurut Burt dan Eklund, ketika dilakukan penelitian pada anak-anak,
perbedaan ini disebabkan karena lebih awalnya erupsi gigi pada perempuan daripada
44
laki-laki. Sedangkan pada orang dewasa perbedaan ini mungkin disebabkan karena
perawatan terhadap gigi yang karies. Laki-laki lebih banyak memiliki gigi karies
dari 89 siswa, hanya 6 siswa yang bebas karies. Sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hannah Ayukawa, et al pada tahun 2007 mengenai kesehatan gigi
kesehatan gigi yang buruk. Anak yang bebas karies pada usia 6 tahun sebesar 2,9%,
usia 12 tahun sebesar 6,7%, dan usia 16 tahun sebesar 0,7%. Hasil penelitian pada
siswa tunarungu di SLB B Cicendo sama dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pada tabel 4.2 sampai 4.7 dapat dilihat bahwa rata-rata gigi yang karies pada
siswa perempuan lebih besar daripada siswa laki-laki. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Ferraro dan Vieira, bahwa rata-rata karies pada perempuan lebih
dan laju aliran saliva, hormon, kebiasaan makan, variasi genetik, dan peran sosial
dalam masyarakat.
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 4.2 sampai 4.7 diketahui bahwa
jumlah gigi yang karies paling besar pada gigi sulung dan pada gigi permanen
ditambal. Pada gigi sulung tidak ada gigi karies yang ditambal dan pada gigi
permanen hanya satu orang yang ditemukan ada gigi yang ditambal. Hal ini
menunjukkan bahwa masih kurangnya perhatian orang tua siswa tunarungu di SLB B
Cicendo untuk membawa anaknya berobat ke dokter gigi. Mereka juga masih kurang
mengetahui tentang kesehatan gigi dan mulutnya, karena tidak adanya program
UKGS di sekolah dan juga karena jarang diadakan penyuluhan mengenai kesehatan
Penelitian mengenai indeks def-t dan DMF-T juga pernah dilakukan di SLB B
Cicendo Bandung oleh Tati Hartati pada tahun 1989, dan diperoleh hasil bahwa
indeks def-t sebesar 1,4 dan indeks DMF-T sebesar 2,86. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh penulis pada tahun 2011 menunjukkan bahwa indeks def-t di SLB B
Negeri Cicendo Bandung adalah 3,23 dan indeks DMF-T adalah 2,03. Indeks def-t di
masa sekarang lebih tinggi daripada indeks def-t pada tahun 1989. Peningkatan
indeks def-t ini disebabkan karena lebih beragamnya makanan yang dikonsumsi oleh
siswa anak-anak, sehingga indeks def-t mereka pada tahun 2011 lebih tinggi daripada
indeks def-t pada tahun 1989. Sedangkan indeks DMF-T di masa sekarang lebih
rendah daripada tahun 1989, sehingga menunjukkan bahwa tingkat kesehatan gigi dan
mulut mereka meningkat. Peningkatan kesehatan gigi dan mulut ini disebabkan
karena sudah semakin banyak informasi mengenai kesehatan gigi dan mulut yang
dapat diperoleh, seperti penyuluhan, dan juga informasi melaui media cetak dan
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai indeks def-t dan DMF-T pada siswa
berikut:
1. Indeks def-t pada siswa tunarungu di SLB B Cicendo termasuk kategori sedang.
rendah.
5.2 Saran
1. Perlu diadakan program pendidikan kesehatan gigi dan mulut pada siswa
tunarungu di SLB B Negeri Cicendo Bandung. Salah satu program yang dapat
diselenggarakan berupa penyuluhan dari tenaga kesehatan. Selain itu juga perlu
mulut.
2. Perlu adanya dukungan dan perhatian khusus dari tenaga kesehatan (dokter gigi
tunarungu, sehingga dapat meningkatkan kesehatan gigi dan mulut pada siswa
tunarungu.
46
47
3. Perlunya peran orang tua dalam memperhatikan kesehatan gigi dan mulut anak-
anaknya, terutama pada anak yang mengalami keterbatasan, seperti halnya pada
4. Perlu adanya kerja sama dan koordinasi dari instansi-instansi terkait agar dapat
tunarungu.
5. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kesehatan gigi dan mulut
Anonimous. 2010. Oral Health Fact Sheet for Dental Professionals. Children with
Hearing Impairment. Washington. University of Washington and Washington
State Oral Health Program. Available at.
www.thecentreforpediatricdentistry.com (diakses 26 Februari 2011).
Ayukawa, H., et al. 2007. Hearing Loss and Dental Health. Institut Natonal de Sante
Publique. Available at.
www.inspq.qc.ca/pdf/publications/659_esi_hearing_loss.pdf. (diakses 26 Februari
2011).
Burt, B.A., and S. A Eklund. 2005. Dentistry, Dental Practice and The Community.
6th ed. Philadelphia. Saunders Company. p 194-195, 239-243.
Fejerskov, O. and Edwina. A. M. Kidd. 2003. Dental Caries. The Disease and Its
Clinical Management. Denmark. Narayana Press.
48
49
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar
Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat.
Maulani, C. 2005. Kiat Merawat Gigi Anak. Jakarta: PT Elex media. Hal 59-60
Muhammad, J. K.A. 2008. Special Education for Special Children. Jakarta: Mizan
Media Utama. Hal. 55-67
Pine, C and Rebecca. H. 2007. Community Oral Health. Berlin: Quintessemce Publishing
Co. Ltd. p. 165-167
Pinkham, et al. 2005. Pediatric Dentistry. 4th ed. China: Elsevier Saunder. p 199-201
50
Pintauli, S., dan Taizo. H. 2008. Menuju Gigi dan Mulut Sehat: pencegahan dan
pemeliharaan. Medan. USU Press. h 12-14
Rao, D. B., et al. 2001. Caries Prevalence amongst handicapped children of South
Canara district, Karnataka. J Indian Soc Pedo Prev Dent 2001; 19:2:67-73.
Wellburry, R., et al. 2005. Pediatric Dentistry. New York: Oxford University Press
Inc. p 109-110
e (indicated for extraction) gigi sulung yang karies besar dan diindikasikan untuk
dicabut
UU Undang-Undang
suatu larutan
51
RIWAYAT AKADEMIK PENULIS
52
Lampiran 1
53
Lampiran 2
54
Lampiran 3
55
Lampiran 4
56
Lampiran 5
57
Lampiran 6
(Informed Consent)
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Indeks DMF-T dan def-t Pada Siswa Tunarungu di SLB B Cicendo Bandung
Nuni Prastika ()
160110070047
58
Lampiran 7
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Nama :
Umur :
Alamat :
Tanggal Pemeriksaan :
Status Karies Gigi DMF-T
5.5 5.4 5.3 5.2 5.1 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5
1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8
4.8 4.7 4.6 4.5 4.4 4.3 4.2 4.1 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8
8.5 8.4 8.3 8.2 8.1 7.1 7.2 7.3 7.4 7.5
Keterangan:
D = decayed d= decayed
M= missing e= indicated for extraction
F= filled f= filled
59
60
61
62
63