Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I. Pendahuluan

Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,

tetapi menurut teori ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah virus

herpes tipe 7, dimulai dengan sebuah lesi herald-patch berbentuk eritema dan

skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan

dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh

dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).

Istilah pityriasis rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan

pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,

Gilbert memberi nama Pityriasis rosea yang berarti skuama berwarna merah muda

(rosea) (Sterling, 2004).

Pityriasis rosea memiliki tempat predileksi yaitu bagian tubuh yang

tertutup pakaian, leher dan dagu. Apabila didapatkan pada bagian tubuh terbuka

maka disebut dengan pityriasis rosea inversa (Murtiastutik, 2009). Pityriasis rosea

didapati pada usia antara 10 tahun hingga 43 tahun, tetapi pityriasis rosea juga

pernah ditemukan pada infants dan orang tua (McGraw, 2007).

Diagnosis pityriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk

memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis pityriasis rosea.

Biasanya pityriasis rosea didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak

nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe), lalu setelah itu

muncul gatal dan lesi dikulit (Lichenstein, 2010).

1
Pityriasis rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh

karena itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang

diberikan dapat berupa kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk

mengurangi pruritus (Murtiastutik, 2009). Prognosis pada penderita Pityriasis

rosea adalah baik karena penyakit ini bersifat self limited disease sehingga dapat

sembuh spontan dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).

II. Definisi

Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,

tetapi menurut teori ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah virus

herpes tipe 7, dimulai dengan sebuah lesi herald-patch berbentuk eritema dan

skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan

dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh

dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).

Gambar 1.1 Pityriasis Rosea (McGraw, 2007).

2
Gambar 1.2 Herald-patch dan Distribusi Lesi (McGraw, 2007).

III. Epidemiologi

Pityriasis rosea didapati pada usia antara 10 tahun hingga 43 tahun, tetapi

pityriasis rosea juga pernah ditemukan pada infants dan orang tua. Pityriasis rosea

sering ditemukan pada saat musim semi dan musim gugur (McGraw, 2007).

IV. Etiologi

Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa pityriasis

rosea disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus

(HHV) 6 dan 7 pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian

mengidentifikasi virus pada sampel serum penderita (Sterling, 2004). Jadi,

pityriasis rosea ini merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi virus yang

didapatkan pada masa lampau dan menetap pada fase laten sebagai sel

mononuklear (James, 2006). Berdasarkan buku Fitzpatrick Dermatology Atlas

menyebutkan bahwa penyebab dari pityriasis rosea merupakan virus herpes tipe 7

(McGraw, 2007).

3
V. Patofisiologi

Terjadinya pityriasis rosea masih dalam perdebatan, Watanabe et al telah

membuktikan kepercayaan yang sudah lama ada bahwa pityriasis rosea

merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh virus. Mereka

mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV 6 dan HHV 7 dalam sel

mononuklear pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virus-virus

pada sampel serum pasien. Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan

pada masa kanak-kanak dan tetap ada pada fase laten dalam sel mononuklear

darah perifer, terutama CD4 dan sel T dan pada air liur. Erupsi kulit yang timbul

dianggap sebagai reaksi sekunder akibat reaktivasi virus HHV 6 atau HHV 7

(terkadang juga bisa keduanya) (Blauvelt, 2008).

Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif HHV

6 dan HHV 7 pada kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, sel mononuklear

darah perifer dan serum dari pasien penderita pityriasis rosea. Terdapat hipotesis

bahwa reaktivasi HHV 7 memicu terjadinya reaktivasi HHV 6. Namun apa yang

menjadi pemicu utama reaktivasi HHV 7 masih belum jelas. Pityriasis rosea tidak

disebabkan langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit, tapi kemungkinan

disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang tersembunyi pada

waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain menyebutkan reaktivasi virus mencakup

kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya pityriasis rosea pada saat

status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan sedikit peningkatan

insiden pityriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti ibu

hamil dan penderita transplantasi sumsum tulang (Permata, 2011).

4
VI. Gejala Klinis

Tempat predileksi pityriasis rosea adalah badan, lengan atas bagian

proksimal dan paha. Sinar matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi

dapat terjadi pada daerah yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus,

sinar matahari melindungi kulit dari Pityriasis rosea. Pada 75% penderita biasanya

timbul gatal didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita (James, 2006). Pada

beberapa pasien terkadang terdapat gejala prodormal seperti malaise, headache,

nausea, loss of appetite, fever dan arthralgia (Blauvelt, 2008).

1. Gejala klasik

Gejala klasik dari pityriasis rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai

dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular

dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh

skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama

tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang juga melekat pada kulit normal

(skuama collarette). Lesi ini dikenal dengan nama herald-patch (Sterling, 2004).

Gambar 1.3 Double Herald-Patch (Blauvelt, 2008).

5
Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul lesi

sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri

dari lesi dengan bentuk yang sama dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil

(diameter 0,5-1,5 cm) dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan

sejajar dengan costae sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain

berupa papul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan

garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan tersebar

perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan (Blauvelt, 2008).

Gambar 1.4 Christmas Tree Distribution in Pityriasis Rosea (Blauvelt, 2008).

2. Gejala Atipikal

Terjadi pada 20% penderita pityriasis rosea. Ditemukannya lesi yang tidak

sesuai dengan lesi pada pityriasis rosea pada umunya. Berupa tidak ditemukannya

herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih bervariasi berupa

urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan vesikuler (Sterling, 2004).

Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal, wajah, telapak

tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat diagnosis dari pityriasis

6
rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan pemeriksaan

lanjutan.

Gambar 1.5 Diagram Skematik Plak Primer (herald patch) dan distribusi tipikal
plak sekunder sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree
(Sterling, 2004).

VII. Diagnosis

Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan

pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesa

Penderita datang dengan keluhan gatal sekujur tubuh. Terdapat Herald-

patch sebagai lesi yang pertama. Terdapat juga makula bulat lonjong, pada

beberapa makula terdapat tepi yang meninggi. Beberapa pasien mengeluh demam,

malaise dan nafsu makan berkurang (Murtiastutik, 2009).

b. Pemeriksaan Fisik

Kelainan dapat berupa makula eritematosa berbentuk bulat lonjong, tepi

meninggi dan lekat pada tepi. Terdapat Herald-patch sebagai lesi pertama.

7
Tempat predileksi adalah bagian tubuh yang tertutup pakaian, leher dagu, tetapi

ada juga yang dibagian tubuh yang terbuka disebut pityriasis rosea inversa

(Murtiastutik, 2009).

c. Pemeriksaan Penunjang

Umumnya untuk menegakkan diagnosis pityriasis rosea tidak dibutuhkan

pemeriksaan penunjang, tetapi terkadang kita perlu pemeriksaan penunjang untuk

pityriasis rosea dengan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu

dalam menegakkan diagnosis pityriasis rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan

epidermis ditemukan adanya parakeratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal,

eksositosis limfosit, akantosis ringan dan menghilang atau menipisnya lapisan

granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan adanya ekstravasasi eritrosit serta

beberapa monosit (McGraw, 2007).

Gambar 1.6 Gambar histologik non spesifik tipikal dari pityriasis rosea,
menunjukkan parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan,
spongiosis dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superficial (McGraw, 2007).

VII. Diagnosis Banding

1. Sifilis Sekunder

Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan

lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya chancre.

Gejala klinisnya berupa lesi kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya non

8
purpura, makula, papul, pustul atau kombinasi, walaupun umumnya

makulopapular lebih sering muncul disebut makula sifilitika.

Perbedaannya dengan pityriasis rosea adalah sifilis memiliki riwayat

primary chancre (makula eritem yang berkembang menjadi papul dan

pecah sehingga mengalami ulserasi di tengah), tidak ada herald patch,

limfadenopati, lesi melibatkan telapak tangan dan telapak kaki, dari tes

laboratorium VDRL (+) (Blauvelt, 2008).

2. Tinea Korporis

Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton rubrum

pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya

adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir berskuama dan

penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan pitiyriasis rosea adalah

pada tinea korporis skuama berada di tepi, plak tidak berbentuk oval, dari

pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada pemeriksaan KOH

10% (McPhee, 2009).

3. Dermatitis Numularis

Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang ditandai

dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin (numuler) dan dapat

ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di ekstensor.

Perbedaan dengan pityriasis rosea adalah pada dermatitis numularis, lesi

berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan didominasi vesikel

serta tidak berskuama (Blauvelt, 2008).

9
4. Psoriasis Gutata

Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan erupsi papul di trunkus bagian

superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan pityriasis

rosea adalah pada psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak sejajar dengan

garis kulit, skuama tebal (Blauvelt, 2008).

IX. Penatalaksanaan

1. Umum

Walaupun pityriasis rosea bersifat self limited disease (dapat sembuh

sendiri), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi

yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :

- Pityriasis rosea akan sembuh dalam waktu yang lama

- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap

selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2

minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pityriasis rosea

berlangsung hingga 3-4 bulan

- Penatalaksanaan yang penting pada pityriasis rosea adalah dengan

mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang

mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi

menjadi bertambah berat.

2. Khusus

Topikal

Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin

losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang

luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja

10
menengah (bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali sehari)

(Zawar, 2010).

Sistemik

Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa

gatal. Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan

kortikosteroid sistemik (Murtiastutik, 2009). Penggunaan eritromisin

masih diperdebatkan. Eritromisin oral pernah dilaporkan cukup berhasil

pada penderita pityriasis rosea yang diberikan selama 2 minggu

(Sterling, 2004). Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90

penderita pityriasis rosea yang mendapat eritromisin oral mengalami

kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek

sebagai anti inflamasi (Broccolo, 2005).

X. Prognosis

Prognosis baik karena penyakit pityriasis rosea sembuh spontan biasanya

dalam waktu antara 4-10 minggu (Djuanda, 2009).

11
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Penderita

Nama : An. MA

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Sumobito

Tanggal Periksa : 22 Juni 2015

No. RM : 27 52 92

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Gatal pada sekujur tubuh.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Jombang dengan keluhan

gatal pada bagian dada depan dan belakang serta perut, sejak sekitar 1

minggu yang lalu, gatal kumat kumatan dan sudah diberikan obat tetapi

lupa nama obatnya dan keluhan tetap. Orang tua pasien juga mengeluhkan

bahwa sebelumnya ada demam dan nafsu makan menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah sakit seperti ini.

12
Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini, tidak ada

riwayat alergi pada keluarga.

Riwayat Penyakit Alergi

Pasien menyangkal tentang alergi.

Riwayat Psikososial

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaraan : Compos Mentis

Vital sign : Dalam Batas Normal

Kepala : Dalam Batas Normal

Leher : Dalam Batas Normal

Thorax : Dijabarkan dalam Status Dermatologis

Abdomen : Dijabarkan dalam Status Dermatologis

Ekstermitas : Dalam Batas Normal

Status Dermatologi

Pada regio thorax, abdomen dan punggung tampak makula eritematosa,

batas jelas, bentuk oval dan pada beberapa macula tepinya meninggi, skuama (-).

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

13
2.5 Resume

Anak laki-laki usia 14 tahun mengeluh gatal-gatal pada sekujur tubuh,

gatal-gatal semenjak 1 minggu yang lalu, gatal kumat-kumatan, sudah diberi obat

minum dan salep, tidak ada perubahan. Pada effloresensi didapatkan makula

eritematosa, batas jelas, bentuk oval dan pada beberapa makula tepinya meninggi,

skuama (-). Keluarga pasien mengeluh nafsu makan pasien menurun dan

sebelumnya ada demam.

2.6 Diagnosis

Pityriasis Rosea

2.7 Diagnosis Banding

2.8 Planning

Planning diagnosa: anamnesis dan pemeriksaan fisik

Planning terapi:

Topikal : R/ Mometasone furoate 0,1% dioleskan pagi dan malam

Sistemik : R/ Cetirizine 10 mg, diminum 1 kali sehari malam hari selama

10 hari.

R/ Dexamethasone 0,5 mg, diminum 1 kali sehari pagi hari

selama 10 hari.

2.9 Prognosis

Prognosis baik karena penyakit pityriasis rosea sembuh spontan biasanya

dalam waktu antara 4-10 minggu.

14
FOTO KASUS

15
BAB III

PEMBAHASAN

Anak laki-laki usia 14 tahun mengeluh gatal-gatal pada sekujur tubuh,

gatal-gatal semenjak 1 minggu yang lalu, gatal kumat-kumatan, sudah diberi obat

minum dan salep, tidak ada perubahan. Pada effloresensi didapatkan makula

eritematosa, batas jelas, bentuk oval dan pada beberapa makula tepinya meninggi,

skuama (-). Keluarga pasien mengeluh nafsu makan pasien menurun dan

sebelumnya ada demam. Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas

normal. Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dapat didiagnosis sebagai pityriasis

rosea. Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,

tetapi menurut teori ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah virus

herpes tipe 7, dimulai dengan sebuah lesi herald-patch berbentuk eritema dan

skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan

dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh

dalam waktu 6 minggu (McGraw, 2007).

Berdasarkan epidemiologinya pityriasis rosea terjadi pada usia 10-43

tahun, tetapi didapatkan sedikit peningkatan insiden pityriasis rosea pada pasien

yang sedang menurun imunitasnya, seperti ibu hamil dan penderita transplantasi

sumsum tulang (Permata, 2011). Pada laki-laki dan perempuan sama banyaknya

terinfeksi pityriasis rosea (Djuanda, 2009). Pada kasus ini pasien laki-laki berumur

14 tahun sehingga sesuai dengan epidemiologi pada pityriasis rosea. Menurut

McGrow-Hill Companies tahun 2007, insiden pityriasis lebih banyak terjadi pada

saat musim semi dan musim gugur. Hal ini kurang sesuai dengan iklim indonesia

16
yang cenderung beriklim tropis dan tidak memiliki musim semi atau musim

gugur.

Pada pasien tersebut didapatkan keluhannya terdapat pada daerah dada,

punggung dan perut. Pada pityriasis rosea tempat predileksinya adalah daerah

yang tertutup oleh pakaian (dada, perut dan punggung), leher dan dagu

(Murtiastutik, 2009). Pada pasien ini terjadi penurunan nafsu makan yang akan

secara otomatis berpengaruh terhadap kondisi imunitasnya, karena imunitas yang

menurun merupakan faktor resiko terjadinya pityriasis rosea (Permata, 2011).

Pada pasien diberikan terapi sistemik dengan cetirizine 10 mg yang

memiliki mekanisme kerja sebagai antihistamin untuk mengurangi keluhan gatal

pada pasien. Cetirizine diminum 1 kali sehari selama 10 hari. Selain itu pada

pasien diberikan pula dexamethasone 0,5 mg. Dexamethasone merupakan anti

inflamasi sebagai reaksi akut dan gejala yang berat. Salep atau krim mometasone

furoate 0,1 % diberikan pula untuk mengurangi rasa gatal (Blauvelt, 2008).

Pada pityriasis rosea pengobatan bersifat simtomatik karena penyakit ini

dapat sembuh secara spontan selama 4-10 minggu dan kekambuhan jarang terjadi.

Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik karena bersifat self limited

disease.

Diagnosis Banding

Diagnosis Pityriasis Sifilis Tinea Dermatitis


Banding Rosea Sekunder Korporis Numularis
Definisi Penyakit kulit Penyakit yang Lesi kulit yang Dermatitis
yang belum disebabkan disebabkan yang
diketahui oleh oleh umumnya
penyebabnya, Treponema dermatofit terjadi pada
tetapi pallidum, Trichophyton dewasa yang
menurut teori merupakan rubrum pada ditandai
ada yang lanjutan dari daerah muka, dengan plak
mengatakan sifilis primer tangan, berbatas

17
bahwa yang timbul trunkus atau tegas yang
penyebabnya setelah 6 bulan ekstremitas. berbentuk
adalah virus timbulnya Gejala koin
herpes tipe 7, chancre. Gejala klinisnya (numuler)
dimulai klinisnya adalah gatal, dan dapat
dengan berupa lesi eritema yang ditutupi oleh
sebuah lesi kulit dan lesi berbentuk krusta. Kulit
herald-patch mukosa. Lesi cincin dengan sekitarnya
berbentuk kulitnya non pinggir normal.
eritema dan purpura, berskuama Predileksinya
skuama makula, papul, dan di ekstensor
halus. pustul atau penyembuhan
Kemudian kombinasi, di bagian
disusul oleh walaupun tengah
lesi-lesi yang umumnya
lebih kecil di makulopapular
badan, lengan lebih sering
dan paha atas muncul
yang tersusun
sesuai dengan
lipatan kulit
Epidemiologi Terjadi pada Insiden di Terjadi pada Sering terjadi
usia 10-43 Indonesia usia 18-25 pada pria,
tahun sekitar 0,61% tahun dan 40- usia antara
50 tahun 55-65, pada
wanita usia
15-25 tahun
Etiologi HHV 7 & Treponema Trichophyton Diduga
HHV 6 pallidum rubrum staphylococc
us dan
micrococcus
Gejala Gejala Anoreksia, Gatal Terdapat
Klinis prodormal turunnya berat papul,
(malaise, loss badan, malaise, makula dan
of appetite, nyeri kepala, vesikula lalu
febris), gatal. demam tidak bergabung
terlalu tinggi membentuk
dan atralgia seperti mata
uang
Pemeriksaan Herald- Roseolae Eritema yang Ditandai
Kulit patch, syphilitica, berbentuk dengan plak
makula bulat papulo sirsiner, cincin dengan berbatas
lonjong, tepi korona veneris, pinggir tegas yang
meninggi, lesi pada mulut berskuama berbentuk
sumbu (mucous dan koin
panjang patch), snail penyembuhan (numuler)
sejajar track ulcer, lesi di bagian dan dapat
pelipatan dikepala tengah ditutupi oleh

18
kulit rambut, krusta. Kulit
limfadenopati, sekitarnya
primary normal
chancre
(makula eritem
yang
berkembang
menjadi papul
dan pecah
sehingga
mengalami
ulserasi di
tengah)
Gambar

19
BAB IV

KESIMPULAN

Pityriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,

tetapi menurut teori ada yang mengatakan bahwa penyebabnya adalah virus

herpes tipe 7, dimulai dengan sebuah lesi herald-patch berbentuk eritema dan

skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan

dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh

dalam waktu 6 minggu. Predileksi pityriasis rosea adalah bagian yang tertutup

pakaian, leher-dagu, tetapi apabila didapatkan pada bagian tubuh terbuka disebut

pityriasis rosea inversa. Pityriasis rosea terjadi pada usia antara 10 tahun hingga

43 tahun, tetapi pityriasis rosea juga pernah ditemukan pada infants dan orang tua.

Pityriasis rosea sering ditemukan pada saat musim semi dan musim gugur.

Pityriasis jarang sampai menyebabkan komplikasi karena bersifat self limited

diseases dan sembuh spontan sekitar 4-10 minggu, rekurensi juga jarang terjadi.

Terapi pityriasis rosea terdiri dari antihistamin, steroid topikal/sistemik

bila parah dan konseling. Untuk prognosis pityriasis rosea adalah dubia et bonam

karena bersifat self limited diseases.

20
DAFTAR PUSTAKA

Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine


Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362.
Broccolo F, Drago F, Careddu AM, et al. Additional evidence that pityriasis rosea
is associated with reactivation of human herpesvirus-6 and -7. J Invest
Dermatol. 2005; 124:1234-1240.
Djuanda Adhi. Pityriasis Rosea. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. hal 197.
James, William D., Timothy G.B, Dirk M.E. Pityriasis Rosea. In: James WD
Berger TG, Eston DM. Andrews diseases of the skin, 10th ed. WB Saunders
Company, Canada.2006; 207-216.
Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada
tanggal 29 Juli 2015.
McGraw-Hill Companies. 2007. Pityriasis Rosea In: Fitzpatrick Dermatology
Atlas.
McPhee, S J, Maxine A P. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment forty
eighth edition. Mc Graw Hill Companies:USA.
Murtiastutik Dwi, dkk. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-2 Cetakan
kedua. Surabaya: Dep/SMF Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RSUD
dr.Soetomo. 2009. Hal 138.
Permata, Iva. 2011. Pityriasis Rosea. Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanegara.
Sterling, J.C. Viral Infections. In : Rooks textbook of dermatology.7th ed.
2004. 25.79-82.
Zawar, Vijay. 2010. Giant Pityriasis Rosea. Indian Journal Dermatology. Aprl-
Jun; 55(2): 192194.

21

Anda mungkin juga menyukai