Anda di halaman 1dari 29

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013

PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI

MODUL : Biochemical Oxygen Demand (BOD)

PEMBIMBING : Endang Kusumawati, MT

Tanggal Praktikum : 10 April 2013

Tanggal Penyerahan laporan : 17 April 2013

Oleh :
Kelompok : 5
Nama : Nevy Puspitasari NIM. 111431020
Nur Fauziyyah Ambar NIM. 111431021
Nurul Latipah NIM. 111431022
Octaviani Ratnasari NIM. 111431023
Kelas : 2A
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2013

A. Tujuan Praktikum
Dapat menentukan nilai BOD dari suatu sampel limbah.

B. Teori Dasar
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai
banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada
saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik.
Pemecahan bahan organik diartikan bahwabahan organik
ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan
energinya diperoleh dari proses oksidasi (PESCOD,1973).
Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk
menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan
BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran
dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD
merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut
pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh
organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan
organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang
harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama
pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari
udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang
ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel
tersebut juga harus berada pada suatu tingkat
pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya
oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini
penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam
air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pads suhu 20C
(SAWYER & MC CARTY, 1978).
Penguraian bahan organik secara biologis di alam,
melibatkan bermacam-macam organisme dan
menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon
dioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut
dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana
organisme hidup bertindak sebagai medium untuk
menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi
oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari
aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang
berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan
suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus
diusahakan konstan pada 20C yang merupakan suhu yang
umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan
untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan
organik terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas.
Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung
selama 5 hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu
persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD 5
hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari
merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (SAWYER & MC
CARTY, 1978). Metoda penentuan yang dilakukan adalah
dengan metoda titrasi dengan cara WINKLER. Metoda
titrasi dengan cara WINKLER secara umum banyak
digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut.
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel
yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan
MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2.
Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan
yang terjadi akan larut kembali dan juga akan
membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan
oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya
dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203)
dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan
organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan
organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable
organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai
suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh
populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai
respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat
diurai. Dari pengertianpengertian ini dapat dikatakan
bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen,
tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai
gambaran jumlah bahan organik mudah urai
(biodegradable organics) yang ada di perairan. Faktor yang
mempengaruhi hasil BOD adalah :
Bibit biological yang dipakai
pH jika tidak dekat dengan aslinya (netral)
Temperatur jika selain 20 0C (68 0F)
Keracunan sampel
Waktu inkubasi
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa
harus bebas dari udara luar mencegah kontaminasi dari
oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/
sampel tersebut yang harus berada pada suatu tingkat
pencemaran tertentu. Hal ini untuk menjaga supaya
oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini
penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen salam
air terbatas dan hanya berkisar 9 ppm pada suhu 200C
(Salmin. 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD
adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan,
tersedianya mirkoorganisme aerob dan tersedianya
sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses
penguraian tersebut (barus, 1990 dalamSembiring, 2008).
Oksidasi biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu
20 hari, oksidasi bahan organik karbon mencapai 95 99 %,
dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 70 % bahan organik
telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari
inkubasi adalah kesepakatan umum dalam penentuan
BOD. Jika sampel air BOD pada 20 0C diukur berdasarkan
fungsi waktu, maka akan diperoleh kurva seperti gambar
7.8.10.untuk 10 sd 15 hari, kurva mendekati eksponensial,
tapi sekitar 15 hari, kurva meningkat tajam yang
menurunkankan kestabilan laju BOD. Karena panjangnya
waktu dan kurvanya tidak datar, maka para engineer
lingkungan mengambil secara universal untuk test standar
pada 5 hari untuk prosedur BOD.

C. Alat dan Bahan

Alat Bahan
Batang Aquadest
pengaduk
Bola isap Indikator
Amilum
Botol BOD Kertas isap
Buret Lar. Buffer
phosfat
Erlenmeyer Lar. CaCl2
Gelas kimia Lar. FeCl3
Hot plate Lar. H2SO4
Inkubator Lar. KMnO4
Pipet seukuran Lar. MgSO4
Lar. Na2S2O3
Lar. NaOH
Sampel
Tissue
Bibit mikroba

D. Prosedur Kerja
- Pembebasan Reduktor dari Labu Erlenmeyer
100 mL Air Kran 3 butir batu didih 5 mL H2SO4 6 N KMnO4 0,01 N

Erlenmeyer 250 mL

Pemanasan
10 menit

Warna KMnO4 tidak hilang dengan pendidihan

Cairan dibuang

- Penetapan Angka KMnO4


10 mL Sampel 90 mL Aquadest 10 mL H2SO4 6 N

Erlenmeyer 250 mL

Pemanasan
Sampai terjadi gelembung

Terjadi gelembung di dasar cairan 10 mL KMnO4 0,01 N

Mendidihkan 10 menit 10 mL H2C2O4 0,01 N

Titrasi dengan KMnO4 0,01 N


- Penetapan Faktor Ketelitian KMnO4 0,01 N
10 mL H2C2O4 0,01 N

Erlenmeyer 250 mL

Titrasi dengan KMnO4 0,01 N

Larutan berwarna merah muda

- Pembuatan Pengencer
1 Liter aquadest
1 mL buffer posfat 1 mL
FeCl3
1 mL CaCl 1 mL
MgSO4

Penambahan 1 mL bibit
mikroba

Pengaerasian pada
kompresor selama 30
Pemindahan
menit
kedalam botol BOD
(blanko)

Pengambilan larutan
pengencer sebanyak
1839,36 mL (diambil P5)
160,64 mL sampel DO0 DO5

Pemindahan kedalam botol Titrasi Inkubasi


BOD (sebagai DO sampel) winkler pada suhu
20oC 5 hari

DO0 DO5

Titrasi Inkubasi
winkler pada suhu
20oC 5 hari

- Penetapan Oksigen Terlarut dengan Metoda Winkler


1 mL lar. MgSO4 1 mL Pereaksi Oksigen
Botol BOD berisi sampel

Pengocokan

Membiarkan 10 menit

Menuangkan cairan
dalam botol 13 sampai
isi botol

Cairan dalam botol & erlenmeyer

Titrasi dengan Na2S2O3 1/80 N 1 mL H2SO4 pekat

Larutan berwarna kuning jerami Beberapa tetes lar. kanji

Titrasi dengan Na2S2O3 1/80 N

Larutan berwarna biru hilang


E. Data Pengamatan

Prosedur Pengamatan
Pembebasan Setelah asam sulfat, batu didih, KMnO4,
reduktor air kran dimasukan dan setelah
dipanaskan larutan tetap berwarna
ungu dan tidak menghilang
Angka KMnO4 Letika ditambahkan KMnO4 10 mL
larutan menjadi berwarna merah ungu,
kemudian ketika ditambahkan 10 mL
larutan H2C2O4 larutan menjadi bening.
Kemudian dilakukan titrasi dimana
larutan berubah menjadi warna merah
muda (TA)
Faktor ketelitian Larutan yang telah ditirasi berwarna
KMnO4 merah muda, kemudian ketika
ditambah 10 mL asam oksalat larutan
menjadi bening kembali dan ditirasi
lagi dengan KMnO4 dimana warna
berubah menjadi warna merah muda.
Pembuatan Larutan sedikit keruh setelah CaCl2,
pengencer FeCl3, MgSO4, Buffer phosfat, bibit
mikroba.
Penetapan DO Ketika ditambahkan MgSO4 larutan
metode winkler tetap bening, ketika ditambahkan
pereaksi oksigen terdapat endapan
halus berwarna coklat. Ketika
ditambahkan H2SO4 pekat endapan
coklat menjadi menghilang dan larutan
menjadi warna kuning. Ketika
ditambahkan Na2S2O3 larutan menjadi
warna kuning jerami kemudian
ditambahkan indikator kanji sehingga
warna hitam kebiruan,kemudian warna
biru dari larutan menjadi hilang (TA)

F. Perhitungan

Penetapan angka KMnO4


- Standarisasi KMnO4
NH2C2O4 : 0,01 N
VH2C2O4 : 10 mL
V KMnO4 : 9,70 mL
NKMnO4 x VKmnO4 = NOksalat x VOksalat
NKMnO4 x 9,70 = 0,01 x 10
0,01 x 10
NFAS =
9,70
NFAS = 0,0103 N

- Penetapan Faktor Ketelitian KMnO4


1. N H2C2O4 = 0,01 N
2. V H2C2O4 = 10 mL
3. V KMnO4 rata-rata = 9,15 mL
Rata-
I II
Rata
9,1 mL 9,2 mL 9,15 mL

10
Faktor Ketelitian (f) =
mL KMnO4

10
=
9,15

= 1,0929
- Angka KMnO4

O2
mg L KMnO4
1000
=( ) x [(10 + mL titrasi)x f
mL sampel
10] x 0,0103 x 31,6

1000
=( ) x [(10 + 0,9)x 1,0920
10
10] x 0,0103 x 31,6

mg
= 62,25 L KMnO4

- Pengenceran
Angka KMnO4
Pengenceran =
Hari
62,25
=
5
= 12,45
Artinya, 1 bagian sampel + 11,45 bagian pengencer
1
Bagian Sampel = x 2000 mL
12,45
= 160,64 mL sampel
11,45
Bagian Pengencer = x 2000 mL
12,45
= 1839,36 mL pengencer

- DO Metoda Winkler
1000
O2 ( ) x Nthiosulfat x 8
mg mL thiosulfat
L = volume botol 2 mL
Titrasi Volume Volume
Na2S2O3 botol
Sampel DO0 13 mL 327 mL
13 mL 338 mL
Blanko DO0 10,1 mL 335 mL
Sampel DO5 24,45 mL 334 mL
22,30 mL 340 mL
Blanko DO5 21,30 mL 305 mL
21,15 mL 335 mL

1. Blanko hari ke-0


1000
( ) x0,01 x 8 O2
10,1
Mg O2/L = = 0.0238 mg L
3352 mL

2. DO hari ke-0
1000
O2 ( ) x0,01 x 8 O2
13
1) mg L = 3272 mL
= 0,0189 mg L
1000
O ( ) x0,01 x 8 O2
2) mg 2L = 13
= 0,0183 mg L
3382 mL
0,0189 + 0,0183
Rata rata =
2
O
= 0,0186 mg 2L
3. Blanko hari ke-5
1000
O2 ( ) x0,01 x 8 O2
21,3
1) mg L = = 0,0124 mg L
3052 mL
1000
O2 ( ) x0,01 x 8 O2
21,15
2) mg L = = 0,0114 mg L
3352 mL
0,0124 + 0,0114
Rata rata =
2
O
= 0,0119 mg 2L

4. DO hari ke-5
1000
O2 ( ) x0,01 x 8 O2
24,45
1) mg L = = 0,0099 mg L
3342 mL
1000
O ( ) x0,01 x 8 O2
2) mg 2L = 22,30 = 0,0106 mg L
3402 mL
0,0099 + 0,0104
Rata rata =
2
O
= 0,0102 mg 2L

Selisih pengurangan DO5 dengan DO0


0 5
% Selisih pengurangan = 100%
0
0,0186/0,0102/
% Selisih pengurangan = 100%
0,0186 /

% Selisih pengurangan = 45,16 %

Nilai BOD
BOD = P (DO0 sampel DO5 sampel ) (DO0 blanko DO5
blanko)
BOD = 12,45 (0,0186 mg/L - 0,0102 mg/L) (0,0238 mg/L -
0,0119 mg/L)
BOD = 12,45 = 0,0927 mg/L
Nilai BOD sebenarnya = nilai BOD x pengenceran
Nilai BOD sebenarnya = 0,0927 x 100 = 9,27 ppm
Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pengolahan limbah untuk
mengetahui oksigen yang diperlukan untuk mikroba dalam
mengoksidasi bahan organik. Semakin banyak bahan organik
yang ada dalam sampel air limbah maka semakin banyak juga
oksigen yang diperlukan oleh mikroba. Untuk mengetahui
oksigen yang diperlukan oleh mikroba maka ditentukan DO
awal dan DO setelah diinkubasi selama 5 hari, dimana selisih
yang dihasilkan adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroba.
Sebelum dilakukan analisa BOD, agar hasil yang
didapatkan sangat teliti maka terlebih dahulu dilakukan
pembebasan reduktor dari erlenmeyer. Hal ini dilakukan
karena apabila masih ada zat atau partikel yang tertinggal
atau menempel pada dinding erlenmeyer yang digunakan,
maka kemungkinan zat tersebut mengganggu dan akan
mempengaruhi hasil analisa karena partikel yang bersifat
reduktor akan ikut bereaksi dengan KMnO4 pada titrasi
permanganimetri untuk penetapan angka KMnO4 sehingga
volume KMnO4 lebih banyak dari yang seharusnya. Sehingga
Untuk pembebasan reduktor digunakan KMnO4 dalam
keadaan asam karena penambahan H2SO4 dan panas,
sehingga dalam keadaan asam dan panas ini KMnO4 akan
mengoksidasi secara optimal zat/partikel reduktor yang
menempel pada erlenmeyer, sehingga zat reduktor yang
mungkin menempel pada erlenmeyer akan teroksidasi.
Adanya zat reduktor pada erlenmeyer akan membuat warna
KMnO4 menjadi merah muda hingga bening. Apabila
ditambahkan KMnO4 berlebih hingga warna KMnO4 tidak
hilang maka dapat dipastikan semua zat/pertikel reduktor
yang menempel pada erlenmeyer telah habis berekasi
dengan KMnO4 sehingga erlenmeyer telah bebas reduktor.
Setelah erlenmeyer bebas reduktor, kemudian dilakukan
penetapan angka KMnO4. Penetapan angka KMnO4 ini
digunakan untuk menentukan jumlah pengencer dan jumlah
sampel yang akan ditambahkan. Dimana angka KMnO4 ini
untuk mengetahui zat organik yang terkandung dalam
sampel air limbah, dimana dengan mengetahui jumlah zat
organik dalam sampel maka kebutuhan oksigen yang
diperlukan dapat ditentukan sehingga didapatkan
pengenceran yang mendekati. Sampel yang telah diasamkan
dengan H2SO4 ditambahkan KMnO4 berlebih, sehingga bahan
organik akan mengalami rekasi redoks dengan KMnO4.
KMnO4 sisa ini kemudian ditambahkan asam oksalat berlebih,
dimana sisa asam oksalat akan bereaksi dengan KMnO4 pada
titrasi.
Agar hasil analisa yang didapat didapatkan ketelitian
maka dilakukan faktor ketelitian KMnO4, dimana hasil titrasi
KMnO4 sebelumnya ditambahkan kembali dengan asam
oksalat dan dititrasi dengan KMnO4 dimana jumlah KMnO4
seharusnya 10 mL sesuai dengan penambahan KMnO4
sebelumnya. Dari percobaan didapat angka KMnO4 yang
dihasilkan dari sampel adalah sebesar 62,25 mg/L. Dari angka
ini maka didapat sebesar 62,25 mg KMnO4 untuk
mengoksidasi zat organik dalam tiap 1 Liter sampel.
Sedangkan berdasarkan literatur zat organik (KMnO4) tidak
boleh lebih dari 10 mg/L (PP No. 20 tahun 1990), sehingga air
sampel limbah ini dapat dikatakan tercemar zat organik
karena mengandung angka KMnO4 yang melebihi seharusnya.
Angka KMnO4 yang didapat ini digunakan untuk perhitungan
jumlah sampel dan pengencer yang ditambahkan.
Pengenceran yang digunakan adalah P2 dikarenakan
sampel BOD akan diinkubasikan selama 5 hari, sedangkan
angka KMnO4 yang didapat ialah sebesar 62,25 mg/L ini
dihasilkan nilai P2 sebesar 12,45 artinya 1 bagian sampel dan
11,45 bagian pengencer. Dari data percobaan didapat
sebanyak 160, 64 mL sampel yang ditambahkan dan 1839,36
mL pengencer yang ditambahkan. Fungsi dari larutan
pengencer adalah sebagai bahan makanan/nutrien mikroba
sehingga makanan mikroba ini sebagai sumber energi untuk
mikroba untuk mengoksidasi bahan organik yang ada dalam
sampel. Pada larutan pengencer ini terlebih dahulu dilakukan
aerasi, fungsi dari aerasi adalah sebagai pengadukan serta
untuk menambahkan oksigen kedalam larutan pengencer
dimana oksigen ini akan digunakan untuk mikroba dalam
mengoksidasi bahan organik karena dimungkinkan oksigen
dalam sampel saja tidak akan cukup untuk memenuhi
kebutuhan mikroba untuk mengoksidasi organik. Aerasi
dilakukan 30 menit agar mikroba mendapatkan oksigen yang
cukup. Makanan mikroba serta oksigen yang cukup untuk
mikroba kemudian dicampurkan dengan sampel sebagai
sumber bahan organik, maka diharapkan akan didapatkan
hasil kerja mikroba yang optimum dalam mengoksidasi bahan
organik sehingga diketahui berapa oksigen yang dibutuhkan.
Dari sampel yang telah tercampur, langsung ditetapkan DO
serta blankonya (berisi pengencer saja) dengan metode
winkler, sedangkan untuk sampel yang telah dicampur
pengencer serta blankonya yang lainnya diinkubasi selama 5
hari pada suhu 20oC.
Untuk DO hari 0, larutan sampel yang telah dicampur
dengan pengencer serta blanko ditambahkan MnSO4 dan
pereaksi oksigen(KI+NaOH) dimana MnSO4 dalam keadaan
basa ini akan membentuk endapan MnO2, kemudian
ditambahkan H2SO4 sehingga endapan larut dan akan
melepas I2 yang ekivalen dengan oksigen terlarut. I2 yang
terbentuk ditirasi dengan Na2S2O3 dengan metode iodometri.
Dari data percobaan yang didapat, DO pada hari nol adalah
sebesar 0,0186 mg/L dimana DO pada nol hari sangat sedikit.
Serta DO pada blanko sebesar 0,0238 mg/L. Pada hari ke-0 ini
dapat dilihat nilai DO pada sampel lebih kecil dibanding nilai
DO pada blanko. Hal ini dikarenakan nilai DO pada blanko
oksigen yang ditambahkan tidak banyak digunakan untuk
mikroba, sedangkan pada sampel dikarenakan didalamnya
mengandung bahan organik sehingga memungkinkan
mikroba melakukan aktivitasnya yaitu mengoksidasi bahan
organik dalam sampel walaupun masih dalam jumlah yang
sedikit sehingga oksigen yang digunakan oleh mikroba pada
sampel lebih banyak dibanding pada blanko.
Sedangkan untuk DO pada hari kelima didapat nilai DO
sampel sebesar 0,0102 mg/L serta blanko sebesar 0,0119
mg/L dimana nilai DO pada sampel ini lebih kecil dibanding
dengan nilai DO pada hari ke 0 hal ini dikarenakan oksigen
terlarut berkurang karena digunakan oleh mikroba untuk
mengoksidasi bahan organik. Apabila dihitung, maka selisih
DO hari ke-0 dengan DO pada hari ke 5 adalah sebesar 45,16%
serta DO hari ke 5 memiliki nilai kurang dari 0,5 mg/L. Apabila
kedua nilai tersebut (nilai DO pada hari ke 5 dan persentase
selisih DO0 dan DO5 ) dibandingkan dengan literatur dimana
selisih DO0 dengan DO5 harus 40%-70% serta nilai DO akhir
harus >0,5 mg/L. Dari persyaratan penetapan BOD tersebut
salah satu persyaratan penetapan tidak terpenuhi dimana
nilai DO akhir masih kurang dari 0,5 mg/L. Walaupun selisih
pengurangan DO0 dengan DO5 telah lebih dari 40%-70%
sehingga dapat dikatakan kinerja mikroba untuk
mengoksidasi zat organik ini sudah optimal sehingga selisih
DO0 dan DO5 begitu besar akan tetapi nilai DO5 masih kurang
dari 0,5 mg/L. Telah optimalnya kinerja mikroba untuk
mengoksidasi zat organik, kondisi proses yang telah optimal
seperti temperatur yang digunakan dimana temperatur yang
digunakan adalah sebesar 20oC, adanya mikroba didalamnya
denganwaktu inkubasi yang digunakan adalah selama 5 hari
dengan ketersediaan oksigen yang cukup (Salmin, 2005).
Selain itu tepatnya kondisi pH dimana pH harus netral, serta
tidak terdapatnya senyawa toksik maka mikroba tidak akan
teracuni/optimal dalam mengoksidasi bahan organik
(Sembiring, 2008). Akan tetapi nilai BOD akhir kurang dari
0,5 mg/L hal ini dikarenakan pada saat DO awal nilai DO telah
kurang dari 0,5 mg/L sehingga untuk DO lima dapat
dipastikan nilai yang dihasilkannya pasti akan lebih kecil
sehingga nilai DO lima pasti akan kurang dari 0,5 mg/L.
Sehingga percobaan BOD ini selisih DO nol dengan DO lima
telah masuk range persyaratan penetapan yaitu 45,16%,
walaupun nilai akhir DO lima kurang dari 0,5 mg/L akan
tetapi percobaan ini memenuhi persyaratan penetapan.
Dari hasil analisa BOD ini dihasilkan nilai BOD sebesar
9,27 ppm, artinya 9,27 mgram oksigen akan dihabiskan oleh
mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama waktu
lima hari pada suhu 20oC. Sedangkan menurut literatur BOD
pada air bersih tidak boleh lebih dari 10 ppm (Jobsheet
modul BOD, program studi D3-analis kimia). Sehingga dapat
dikatakan bahwa sampel air limbah ini tidak tercemar.
Kesimpulan
Dari percobaan yang didapat, dapat disimpulkan bahwa nilai
BOD pada sampel air limbah adalah sebesar 9,27 ppm,
sedangkan menurut literatur (Jobsheet modul BOD, program
studi D3-analis kimia) nilai BOD yang diperbolehkan untuk air
bersih tidak boleh lebih dari 10 ppm, sehingga sampel air
limbah dapat dikatakan tidak tercemar.
DAFTAR PUSTAKA

ANONIMOUS. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan


Hidup. No. 5 1 Tahun 2004. Tentang : Baku Mutu Air
Laut. 2004. 11 hal.
PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and
Stream Standards for Tropical Countries. A.I.T. Bangkok,
59 pp
Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (Do) Dan Kebutuhan Oksigen
Biologi (Bod) Sebagai Salah Satu Indikator Untuk
Menentukan Kualitas Perairan, (online),
(http://oseanografi.lipi.go.id diunduh 16 April 2013 pkl.
14.17)
SAWYER, C.N and P.L., MC CARTY, 1978. Chemistry for
Environmental Engineering. 3rd ed. Mc Graw Hill
Kogakusha Ltd.: 405 - 486 pp.

Anda mungkin juga menyukai