Anda di halaman 1dari 12

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMA Muhammadiyah Pohgading


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/ Genap
Materi Pokok : Teks editorial/opini
Alokasi waktu : 1 pertemuan x 4 jam pelajaran

A. KOMPETENSI INTI
KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong,
kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai
bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia
KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah
KI 4 : Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri serta bertindak secara
efektif dan kreatif, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan

B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR


1.1 Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannnya sesuai
dengan kaidah dan konteks untuk mempersatukan bangsa
2.1 Menunjukkan perilaku jujur, responsif dan santun dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk
menyampaikan cerita sejarah tentang tokoh-tokoh nasional dan internasional
3.2 Membandingkan teks editorial/opini baik melalui lisan maupun tulisan
3.2.1 Membaca dua teks editorial/opini.
3.2.2 Menyusun pertanyaan terhadap objek yang diamati.
3.2.3 Mengidentifikasi persamaan struktur isi dua teks editorial/opini yang dibaca
3.2.4 Mengidentifikasi persamaan ciri bahasa dua teks editorial/opini hasil observasi yang dibaca
3.2.5 Mengidentifikasi perbedaan struktur isi teks editorial/opini yang dibaca.
3.2.6 Mengidentifikasi perbedaan ciri bahasa dua teks editorial/opini yang dibaca.
4.2 Memproduksi teks editorial/opini yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan
maupun tulisan
4.2.1 Menulis teks editorial/opini berdasarkan langkah-langkah penulisan teks editorial/opini
sesuai dengan struktur isi teks
4.2.1 Menyimpulkan teks editorial/opini berdasarkan langkah-langkah penulisan teks
editorial/opini sesuai dengan struktur isi teks.
4.2.1 Menyajikan teks editorial/opini yang ditulis.
4.2.1 Menanggapi /mengomentari penyajian teks editorial/opini dari setiap kelompok.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah melalui proses mengamati, mempertanyakan, mengeksplorasi, mengasosiasikan, dan
mengemonikasikan siswa dapat:
3.2.1 Membaca dua teks editorial/opini.
3.2.2 Menyusun pertanyaan terhadap objek yang diamati.
3.2.3 Mengidentifikasi persamaan struktur isi dua teks editorial/opini yang dibaca
3.2.4 Mengidentifikasi persamaan ciri bahasa dua teks editorial/opini hasil observasi yang dibaca
3.2.5 Mengidentifikasi perbedaan struktur isi teks editorial/opini yang dibaca.
3.2.6 Mengidentifikasi perbedaan ciri bahasa dua teks editorial/opini yang dibaca.
4.2.1 Menulis teks editorial/opini berdasarkan langkah-langkah penulisan teks editorial/opini sesuai
dengan struktur isi teks
4.2.1 Menyimpulkan teks editorial/opini berdasarkan langkah-langkah penulisan teks editorial/opini
sesuai dengan struktur isi teks.
4.2.1 Menyajikan teks editorial/opini yang ditulis.
4.2.1 Menanggapi /mengomentari penyajian teks editorial/opini dari setiap kelompok.

D. MATERI PEMBELAJARAN (terlampir)


Pengklasifikasian teks editorial/opini berdasarkan isinya
Karakteristik teks editorial/opini

E. KEGIATN PEMBELAJARAN
Pertemuan Pertama
Kegiatan Deskripsi Alokasi waktu
Pembuka Peserta didik merespon salam dan pertanyaan guru yang 15 menit
berhubungan dengan kesyukuran kepada Tuhan.
Peserta didik menerima informasi tentang keterkaitan
pembelajaran sebelumnya dengan yang akan dilaksanakan.
Peserta didik menerima informasi tentang kompetensi, materi,
tujuan, manfaat, dan langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
Peserta didik menerima pengarahan bahwa melalui topik
pembelajaran ini agar dapat mengembangkan sikap santun, jujur,
kerja sama, tanggung jawab, dan cinta damai.
Kegiatan Inti Mengamati: 150 menit
membaca dua buah teks editorial/opini
mencermati uraian yang berkaitan dengan persamaan dan
perbedaan dua buah teks editorial/opini yang dibaca.

Mempertanyakan
bertanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan isi
bacaan.

Mengeksplorasi:
Mencari dari berbagai sumber informasi tentang teks
editorial/opini

Mengasosiasikan:
mendiskusikan persamaan dan perbedaan dua buah teks
editorial/opini yang dibaca.
menyimpulkan hal-hal terpenting dari persamaan dan
perbedaan dua buah teks editorial/opini yang dibaca.

Mengomunikasikan:
menuliskan laporan kerja kelompok tentang persamaan dan
perbedaan dua buah teks editorial/opini yang dibaca.
membacakan hasil kerja kelompok di depan kelas,
siswa lain memberikan tanggapan
memproduksi teks editorial/opini yang koheren sesuai dengan
karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisan

Penutup Peserta didik dan guru menyimpulkan materi pelajaran. 15 menit
Refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilakukan.
Peserta didik menerima tugas dari guru.

F. METODE PEMBELAJARN (rincian dari kegiatan pembelajaran)


1. Iinquiry, Discovery Learning, Project Based Learning;
2. Diskusi;
3. Eksperimen;
4. Kerja individu;
Kerja kelompok dan Kaji Pustaka

G. MEDIA, ALAT DAN SUMBER PEMBELAJARAN


1. Media dan Alat/Bahan
LCD
Naskah teks perbandingan teks editorial/opini
2. Sumber Belajar
Bahasa Indonesi: Ekspresi Diri dan Akademik . 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

H. PENILAIAN (terlampir)
Tugas:
para siswa diminta berdiskusi untuk memahami persamaan dan perbedaan dua buah teks
editorial/opini yang dibaca.
secara individual peserta didik diminta memproduksi teks editorial/opini yang koheren sesuai
dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisan

Observasi,: mengamati kegiatan peserta didik dalam proses mengumpulkan data, analisis data dan
pembuatan laporan.

Portofolio : menilai laporan peserta didik tentang persamaan dan perbedaan dua buah teks
editorial/opini yang dibaca.

Tes tertulis : menilai kemampuan peserta didik dalam memahami, menerapkan, dan memproduksi teks
editorial/opini yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisan

naskah soal dan format penilaian terlampir

Pohgading, 02 Januari 2017


Mengetahui,
Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran,

Saiful, S.Pd Susianto, S.Pd


NIP. 196512312007011304
Membandingkan Teks Opini
Posted by Nanang Ajim | Posted on 4:10 PM | with No comments | Print

Membandingkan teks adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan persamaan dan perbedaan atas
suatu teks. Membandingkan dua teks opini dapat diartikan sebagai usaha menemukan persamaan dan
perbedaan atas kedua teks berdasarkan data-data yang ada dalam teks. Persamaan dan perbedaan teks
tersebut dapat dilihat dari segi struktur teks, isi teks. Perbandingan struktur teks merujuk pada persamaan
dan perbedaan penyajian isi struktur dalam dua buah teks yang dibandingkan. Perbandingan tersebut
bertujuan untuk menelaah kelengkapan struktur. Perbandingan isi teks merujuk pada kegiatan
membandingkan persamaan dan perbedaan dalam pengolahan unsur kebahasaan kedua teks.

Tekas 1
Menjual Sembari Menjaga Nirwana
Teks 2
Tentang Baik dan Benar oleh: Agus Sri Danardana

No. Struktur Kalimat

1. Pernyataan Tak dapat dimungkiri bahwa dalam berbahasa (Indonesia), ukuran baik dan benar
Pendapat masih sering menjadi perbalahan. Sekalipun mudah didefinisikan, ukuran baik dan
benar itu acap kali bias dalam implementasinya. Mungkin karena secara terminologis
kata baik dan benar itu sudah menyaran pada hal yang sempurna, tanpa cacat
sehingga orang pun tidak segan-segan memaknai slogan penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar itu sama dengan bahasa Indonesia baku. Sebagai
akibatnya, tidak jarang orang (Indonesia) merasa tidak memiliki kemampuan untuk
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahkan, banyak pula orang yang
kemudian berantipati pada slogan itu karena merasa telah dibelenggunya.
Menganggap bahasa Indonesia yang baik dan benar sama dengan bahasa Indonesia
baku adalah sebuah kekeliruan. Bahasa Indonesia baku sesungguhnya hanyalah salah
satu ragam bahasa Indonesia yang secara kebijakan (policy) ditetapkan sebagai acuan
penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi. Padahal, dalam kehidupan sehari-
hari, kebanyakan orang lebih sering berada dalam situasi tidak resmi sehingga
tuntutan untuk selalu berbahasa Indonesia ragam baku itu memang tidak ada.

2. Argumentasi Secara sederhana, bahasa yang baik dan benar dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan situasi pemakaiannya,
sedangkan bahasa yang benar adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah
(aturan) bahasa. Karena ditentukan oleh banyak hal (seperti tempat, topik, dan tujuan
pembicaraan serta kawan/lawan bicara), yang dapat memunculkan banyak ragam
bahasa, ukuran bahasa yang baik (sesuai dengan situasi pemakaian bahasa) sering
dipahami secara salah oleh banyak orang. Pada umumnya, orang cenderung
menyederhanakan cakupan pengertian situasi pemakaian bahasa itu, misalnya, hanya
terbatas pada tempat saja. Hal itu diperparah lagi oleh rendahnya penguasaan kaidah
bahasa (Indonesia) mereka. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat
(Indonesia) gemar melanggar aturan, tak terkecuali aturan bahasa yang meliputi tata
bunyi/lafal, tatatulis/ejaan, tatakata, tatakalimat, dan tatamakna itu..
Rupanya, di sinilah letak persoalannya. Banyak orang yang menganggap bahwa bahasa
Indonesia hanya memiliki satu warna/ ragam. Mereka tidak (mau) menyadari bahwa
bahasa Indonesia memiliki banyak ragam, identik dengan keanekaragaman
masyarakat penggunanya. Pada umumnya, karena tidak memiliki kesadaran itu,
mereka hanya menguasai satu ragam bahasa sehingga di mana pun dan kapan pun
selalu menggunakan ragam bahasa yang dikuasainya itu. Ibarat berpakaian, di mana
pun dan kapan pun mereka selalu memakai pakaian yang sama.

Atas dasar itu, sesungguhnya orang tidak perlu berbahasa baku saat tawar-menawar
di pasar atau sedang mengobrol dengan tetangga saat ronda. Dalam situasi tidak
resmi seperti itu, bentuk-bentuk tidak baku, seperti duit alih-alih uang;
awak/aku/ane/gue alih-alih saya; dan biarin alih-alih biarkan, justru layak digunakan.
Bayangkan, betapa lucu dan aneh jika dalam tawarmenawar terjadi dialog seperti
berikut ini.

Bang, berapakah harga satu kilo daging ini?


Satu kilo daging ini saya jual Rp100.000,00, Bu.
Apakah tidak boleh ditawar, Bang.
Boleh, boleh. Berapa Ibu menawar?
Rp90.000,00 saja ya, Bang.

Pun sebaliknya, sangatlah tidak pantas jika ada orang menggunakan bentuk-bentuk
tidak baku itu dalam sebuah seminar, dengan teman akrabnya sekalipun.

Dalam batas-batas tertentu, pelanggaran atas penggunaan bahasa Indonesia yang


baik dan benar mungkin masih dapat dimaklumi. Penghilangan imbuhan (awalan)
pada judul tulisan di surat kabar, misalnya, masih dapat dimaklumi karena surat kabar
memiliki keterbatasan ruang. Konon, setiap jengkal ruang (karakter) di surat kabar
bernilai bisnis. Oleh karena itu, permakluman yang sama seharusnya tidak diberikan
kepada penyiar yang membacakan tulisan itu untuk pendengar/pemirsanya.
Mengapa? Karena penyiar tidak terikat oleh ruang. Kalaupun penyiar terikat oleh
waktu, sesungguhnya ia tetap memiliki kebebasan untuk menyiasatinya: dengan
mempercepat tempo, misalnya.

Bagaimana dengan bahasa iklan dan sastra? Tidak berbeda dengan ragam bahasa
yang lain, ukuran baik dan benar tetap dapat diterapkan pada dua ragam (iklan dan
sastra) itu. Keanehan berbahasa dalam iklan dan sastra (kalau memang ada) harus
dipandang sebagai kreativitas berbahasa pembuat/pengarang selama tidak
bertentangan dengan kaidah bahasa yang berlaku. Semua orang mungkin sepakat
bahwa iklan yang berbunyi: Terus terang, terang terus, misalnya, adalah contoh
kreativitas berbahasa yang berestetika tinggi. Akan tetapi, bagaimana dengan iklan
yang berbunyi: melindungi dari kuman? Sebagai contoh yang baikkah bunyi iklan
itu? Tentu tidak. Mengapa? Karena bunyi iklan yang terakhir itu, di samping tidak
mengajari orang berlogika dengan baik, juga dapat mengecoh dan membodohi
konsumen. Betapa tidak, seandainya tangan konsumen tiba-tiba gatal-gatal atau
bahkan melepuh setelah menggunakan produk yang diiklankan itu, perusahaan
pembuat produk itu pun akan dapat lepas tanggung jawab atas tuntutan konsumen
karena bunyi iklannya memang tidak menjanjikan dapat melindungi apa pun, apalagi
tangan konsumen.

Keanehan berbahasa, karena sudah berlangsung lama dan berterima, sering tidak
dianggap sebagai kesalahan. Dalam surat-menyurat atau dalam pidato-pidato,
misalnya, kalimat yang berbunyi Atas perhatiannya, diucapkan terima kasih seolah-
olah sudah menjadi baku dan dianggap benar. Padahal, jika ditanya siapa yang
memberi perhatian dan siapa yang memberi ucapan, pasti tidak ditemukan jawaban
yang benar karena -nya dan di mengacu kepada orang ketiga: bukan orang pertama
dan kedua yang sedang berdialog, baik dalam surat maupun pidato.

3. Pernyataan Begitulah, berbahasa dengan baik dan benar ternyata tidak hanya dapat
Ulang memperlancar komunikasi, tetapi juga dapat meluruskan cara berpikir (berlogika) dan
Pendapat sekaligus mengajarkan cara bertanggung jawab.

(Sumber: Agus Sri Danardana [Ed.], Paradoks: Kumpulan Tulisan Alinea di Riau Pos
2013, Pekanbaru: Palagan Press, 2013, halaman 14)

Bagaimanakah berbahasa yang baik dan benar itu? Berbahasa yang baik dan benar menurut saya adalah
menggunakan bahasa sesuai dengan situasi pemakaiannya (resmi atau tidak resmi) dan sesuai dengan
kaidah (aturan) bahasa.
Teks opini berisi gagasan pribadi atau usulan mengenai sesuatu. Pada teks Tentang Baik dan Benar,
gagasan apa yang hendak diungkapkan penulis? Penulis ingin menyampaikan tentang berbahasa Indonesia
yang baik dan benar.
Baca dan cermati kembai teks tersebut. Argumentasi apa saja yang diutarakan penulis untuk mendukung
gagasannya?
1. Pada umumnya, orang cenderung menyederhanakan cakupan pengertian situasi pemakaian bahasa
itu, misalnya, hanya terbatas pada tempat saja.
2. Banyak orang yang menganggap bahwa bahasa Indonesia hanya memiliki satu warna/ ragam.
3. Atas dasar itu, sesungguhnya orang tidak perlu berbahasa baku saat tawar-menawar di pasar atau
sedang mengobrol dengan tetangga saat ronda.
4. Dalam batas-batas tertentu, pelanggaran atas penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
mungkin masih dapat dimaklumi.
5. Tidak berbeda dengan ragam bahasa yang lain, ukuran baik dan benar tetap dapat diterapkan pada
dua ragam (iklan dan sastra) itu.
6. Keanehan berbahasa, karena sudah berlangsung lama dan berterima, sering tidak dianggap sebagai
kesalahan.
Teks opini memuat argumentasi satu sisi, dan jumlah argumentasi tidak ditentukan. Selain merupakan milik
pencipta teks, argumentasi dapat dikembangkan dari pendapat umum yang diambil dari sumber lain,
sepanjang sumber itu disebutkan sebagai referensi. Beberapa argumentasi yang dikembangkan dari
pendapat lain adalah sebagai berikut.
No. Argumentasi Referensi
1. Pada umumnya, orang cenderung Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat
menyederhanakan cakupan pengertian (Indonesia) gemar melanggar aturan, tak terkecuali
situasi pemakaian bahasa itu, misalnya, aturan bahasa yang meliputi tata bunyi/lafal,
hanya terbatas pada tempat saja. tatatulis/ejaan, tatakata, tatakalimat, dan tatamakna itu.
2. Banyak orang yang menganggap bahwa Mereka tidak (mau) menyadari bahwa bahasa Indonesia
bahasa Indonesia hanya memiliki satu memiliki banyak ragam, identik dengan keanekaragaman
warna/ ragam. masyarakat penggunanya.
3. Atas dasar itu, sesungguhnya orang tidak Dalam situasi tidak resmi seperti itu, bentuk-bentuk tidak
perlu berbahasa baku saat tawar-menawar baku, seperti duit alih-alih uang; awak/aku/ane/gue alih-
di pasar atau sedang mengobrol dengan alih saya; dan biarin alih-alih biarkan, justru layak
tetangga saat ronda. digunakan
4. Dalam batas-batas tertentu, pelanggaran Penghilangan imbuhan (awalan) pada judul tulisan di
atas penggunaan bahasa Indonesia yang surat kabar, misalnya, masih dapat dimaklumi karena
baik dan benar mungkin masih dapat surat kabar memiliki keterbatasan ruang.
dimaklumi.
5. Tidak berbeda dengan ragam bahasa yang Keanehan berbahasa dalam iklan dan sastra (kalau
lain, ukuran baik dan benar tetap dapat memang ada) harus dipandang sebagai kreativitas
diterapkan pada dua ragam (iklan dan berbahasa pembuat/pengarang selama tidak
sastra) itu. bertentangan dengan kaidah bahasa yang berlaku.
6. Keanehan berbahasa, karena sudah Dalam surat-menyurat atau dalam pidato-pidato,
berlangsung lama dan berterima, sering misalnya, kalimat yang berbunyi Atas perhatiannya,
tidak dianggap sebagai kesalahan. diucapkan terima kasih seolah-olah sudah menjadi baku
dan dianggap benar.

Terdapat dua macam teks opini, yaitu opini analitis dan opini hortatoris. Opini analitis berkenaan dengan
konsep atau teori tentang sesuatu, sedangkan opini hortatoris berkenaan dengan tindakan yang perlu
dilakukan atau kebijakan yang perlu dibuat. Bandingkanlah teks Menjual Sembari Menjaga Nirwana dan
Tentang Baik dan Benar teks tersebut termasuk teks opini analitis atau hortatoris?
1. Teks "Menjual Sembari Menjaga Nirwana" merupakan opini hotatoris karena teks tersebut
berhubungan dengan tindakan yang perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian alam di Indonesia.
2. Teks "Tentang Baik dan Benar" merupakan opini analitis karena teks tersebut berhubungan dengan
konsep berbahasa Indonesia yanga baik dan benar.

Teks opini mencakup penggunaan verba material, relasional, dan mental sekaligus. Verba relasional adalah
verba yang menunjukkan hubungan intensitas (yang mengandung pengertian A adalah B), sirkumstansi
(yang mengandung pengertian A pada/di dalam B), dan milik (yang mengandung pengertian A mempunyai
B). Verba yang pertama tergolong ke dalam verba relasional identifikatif, sedangkan verba yang kedua dan
ketiga tergolong ke dalam verba relasional atributif. Pada verba relasional identifikatif terdapat partisipan
token (token) atau teridentifikasi (identified) dan nilai (value) atau pengidentifikasi (identifier). Misal: Ayah
(token) adalah (verba relasional identifikasi) pelindung keluarga (nilai). Pada verba relasional atributif
terdapat partisipan penyandang (carrier) dan sandangan (attribute). Misal: Ayah (penyandang) mempunyai
(verba relasional atributif) mobil baru (sandangan).

Verba mental, pada umumnya digunakan untuk mengajukan klaim. Verba ini menerangkan persepsi
(misalnya: melihat, merasa), afeksi (misalnya: suka, khawatir), dan kognisi (misalnya: berpikir, mengerti).
Pada verba mental ini terdapat partisipan pengindera (senser) dan fenomena. Contohnya dalam klausa:
Saya mempercayai bahwa..., Menurut saya..., Saya berpendapat.... Contoh lain dalam kalimat: Ayah
(pengindera) mendengar (verba mental) kabar itu (fenomena).

Beberapa contoh verba yang terdapat dalam teks "Tentang Baik dan Benar" adalah sebagai berikut.
No. Kalimat Verba Jenis Verba
1. Sebagai akibatnya, tidak jarang orang (Indonesia) merasa Merasa Verba Mental
tidak memiliki kemampuan untuk berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
2. Bahkan, banyak pula orang yang kemudian berantipati pada Merasa Verba Mental
slogan itu karena merasa telah dibelenggunya.
3. Begitulah, berbahasa dengan baik dan benar ternyata tidak Berpikir Verba Mental
hanya dapat memperlancar komunikasi, tetapi juga dapat
meluruskan cara berpikir (berlogika) dan sekaligus
mengajarkan cara bertanggung jawab.
4. Menganggap bahasa Indonesia yang baik dan benar sama Adalah Verba Relasional
dengan bahasa Indonesia baku adalah sebuah kekeliruan. Identifikatif
5. Bahasa yang baik adalah bahasa yang digunakan sesuai Adalah Verba relasional
dengan situasi pemakaiannya, sedangkan bahasa yang benar Identitikatif
adalah bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah (aturan)
bahasa.
5. Sebagai akibatnya, tidak jarang orang (Indonesia) merasa Memiliki Verba Relasional Atributif
tidak memiliki kemampuan untuk berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
6. Penghilangan imbuhan (awalan) pada judul tulisan di surat Memiliki Verba Relasional Atributif
kabar, misalnya, masih dapat dimaklumi karena surat kabar
memiliki keterbatasan ruang.
7. Karena penyiar tidak terikat oleh ruang. Kalaupun penyiar Memiliki Verba Relasional Atributif
terikat oleh waktu, sesungguhnya ia tetap memiliki
kebebasan untuk menyiasatinya: dengan mempercepat
tempo, misalnya.
8. Rupanya, di sinilah letak persoalannya. Banyak orang yang Memiliki Verba Relasional Atributif
menganggap bahwa bahasa Indonesia hanya memiliki satu
warna/ ragam.
9. Semua orang mungkin sepakat bahwa iklan yang berbunyi: Adalah Verba Relasional
Terus terang, terang terus, misalnya, adalah contoh Identifikatif
kreativitas berbahasa yang berestetika tinggi.
10. Rupanya, di sinilah letak persoalannya. Banyak orang yang Menganggap Verba Mental
menganggap bahwa bahasa Indonesia hanya memiliki satu
warna/ ragam.

Konjungsi
Konjungsi yang banyak dijumpai pada teks opini adalah konjungsi yang digunakan untuk menata
argumentasi, seperti pertama, kedua, berikutnya, dan sebagainya; atau konjungsi yang digunakan untuk
memperkuat argumentasi, seperti bahkan, juga, selain itu, lagi pula, sebagai contoh, misalnya, padahal,
justru dan lain-lain; atau konjungsi yang menyatakan hubungan sebab akibat, seperti sejak, sebelumnya,
dan sebagainya; konjungsi yang menyatakan harapan, seperti agar, supaya, dan sebagainya.
No. Kalimat Konjungsi Fungsi Konjungsi
1. Bahkan, banyak pula orang yang kemudian berantipati pada Bahkan Untuk memperkuat
slogan itu karena merasa telah dibelenggunya. argumentasi
2. Betapa tidak, seandainya tangan konsumen tiba-tiba gatal-gatal Bahkan Untuk menyatakan
atau bahkan melepuh setelah menggunakan produk yang harapan
diiklankan itu, perusahaan pembuat produk itu pun akan dapat
lepas tanggung jawab atas tuntutan konsumen karena bunyi
iklannya memang tidak menjanjikan dapat melindungi apa pun,
apalagi tangan konsumen.
3. Karena bunyi iklan yang terakhir itu, di samping tidak mengajari Juga Untuk memperkuat
orang berlogika dengan baik, juga dapat mengecoh dan argumentasi
membodohi konsumen.
4. Begitulah, berbahasa dengan baik dan benar ternyata tidak Juga Untuk memperkuat
hanya dapat memperlancar komunikasi, tetapi juga dapat argumentasi
meluruskan cara berpikir (berlogika) dan sekaligus mengajarkan
cara bertanggung jawab.
5. Sebagai contoh yang baikkah bunyi iklan itu? Tentu tidak. Sebagai Untuk memperkuat
Mengapa? Karena bunyi iklan yang terakhir itu, di samping contoh argumentasi
tidak mengajari orang berlogika dengan baik, juga dapat
mengecoh dan membodohi konsumen.
5. Namun, di sana juga berlangsung perusakan alam yang kerap Juga Untuk memperkuat
didukung para politikus. argumentasi
6. Pada umumnya, orang cenderung menyederhanakan cakupan Misalnya Untuk memperkuat
pengertian situasi pemakaian bahasa itu, misalnya, hanya argumentasi
terbatas pada tempat saja.
7. Penghilangan imbuhan (awalan) pada judul tulisan di surat Misalnya Untuk memperkuat
kabar, misalnya, masih dapat dimaklumi karena surat kabar argumentasi
memiliki keterbatasan ruang.
8. Dalam surat-menyurat atau dalam pidato-pidato, misalnya, Misalnya Untuk memperkuat
kalimat yang berbunyi Atas perhatiannya, diucapkan terima argumentasi
kasih seolah-olah sudah menjadi baku dan dianggap benar.
9. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang lebih Padahal Untuk memperkuat
sering berada dalam situasi tidak resmi sehingga tuntutan argumentasi
untuk selalu berbahasa Indonesia ragam baku itu memang
tidak ada.
10. Padahal, jika ditanya siapa yang memberi perhatian dan siapa Padahal Untuk memperkuat
yang memberi ucapan, pasti tidak ditemukan jawaban yang argumentasi
benar karena -nya dan di mengacu kepada orang ketiga: bukan
orang pertama dan kedua

Modalitas
Teks opini/editorial mengandung modalitas untuk membangun opini yang mengarah kepada saran atau
anjuran. Modalitas merupakan cara seseorang menyatakan sikap dalam sebuah komunikasi. Beberapa
bentuk modalitas antara lain: memang, niscaya, pasti, sungguh, tentu, tidak, bukan, bukannya, dan
sebagainya (untuk menyatakan kepastian); iya, benar, betul, sebenarnya, malahan, dan sebagainya (untuk
menyatakan pengakuan); agaknya, barangkali, entah, mungkin, rasanya, rupanya, sebagainya (untuk
menyatakan kesangsian); semoga, mudah-mudahan, dan sebagainya (untuk menyatakan keinginan); baik,
mari, hendaknya, kiranya, dan sebagainya (untuk menyatakan ajakan); jangan (untuk menyatakan larangan);
serta mustahil, tidak masuk akal, dan sebagainya (untuk menyatakan keheranan).
No. Kalimat dalam Teks Modalitas Fungsi Modalitas
1. Padahal, dalam kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang lebih Memang Untuk menyatakan
sering berada dalam situasi tidak resmi sehingga tuntutan untuk kepastian
selalu berbahasa Indonesia ragam baku itu memang tidak ada.
2. Padahal, jika ditanya siapa yang memberi perhatian dan siapa Pasti Untuk menyatakan
yang memberi ucapan, pasti tidak ditemukan jawaban yang kepastian
benar karena -nya dan di mengacu kepada orang ketiga: bukan
orang pertama dan kedua
3. Tentu tidak. Mengapa? Karena bunyi iklan yang terakhir itu, di Tentu Untuk menyatakan
samping tidak mengajari orang berlogika dengan baik, juga kepastian
dapat mengecoh dan membodohi konsumen.
4. Sebagai akibatnya, tidak jarang orang (Indonesia) merasa tidak Tidak Untuk menyatakan
memiliki kemampuan untuk berbahasa Indonesia dengan baik kepastian
dan benar.
5. Padahal, jika ditanya siapa yang memberi perhatian dan siapa Bukan Untuk menyatakan
yang memberi ucapan, pasti tidak ditemukan jawaban yang kepastian
benar karena -nya dan di mengacu kepada orang ketiga: bukan
orang pertama dan kedua
5. Dalam batas-batas tertentu, pelanggaran atas penggunaan Mungkin Untuk menyatakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar mungkin masih dapat kesangsian
dimaklumi.
6. Semua orang mungkin sepakat bahwa iklan yang berbunyi: Mungkin Untuk menyatakan
Terus terang, terang terus, misalnya, adalah contoh kesangsian
kreativitas berbahasa yang berestetika tinggi.
7. Rupanya, di sinilah letak persoalannya. Banyak orang yang Rupanya Untuk menyatakan
menganggap bahwa bahasa Indonesia hanya memiliki satu kesangsian
warna/ ragam.
8. Padahal, jika ditanya siapa yang memberi perhatian dan siapa Baik Untuk menyatakan
yang memberi ucapan, pasti tidak ditemukan jawaban yang ajakan
benar karena -nya dan di mengacu kepada orang ketiga: bukan
orang pertama dan kedua yang sedang berdialog, baik dalam
surat maupun pidato.
9. Betapa tidak, seandainya tangan konsumen tiba-tiba gatal-gatal Memang Untuk menyatakan
atau bahkan melepuh setelah menggunakan produk yang kepastian
diiklankan itu, perusahaan pembuat produk itu pun akan dapat
lepas tanggung jawab atas tuntutan konsumen karena bunyi
iklannya memang tidak menjanjikan dapat melindungi apa pun,
apalagi tangan konsumen.
10. Sebagai akibatnya, tidak jarang orang (Indonesia) merasa tidak Tidak Untuk menyatakan
memiliki kemampuan untuk berbahasa Indonesia dengan baik kepastian
dan benar.

Teks opini memuat pendapat atau pandangan penulis yang biasanya diterbitkan pada media cetak. Dalam
sebuah teks opini terkandung subjektivitas, tidak hanya fakta belaka. Dalam sebuah media cetak, artikel
opini, surat pembaca, dan tajuk rencana merupakan jenis teks opini. Artikel opini dan surat pembaca
merupakan pendapat pembaca terhadap suatu masalah, peristiwa, atau kejadian tertentu. Sedangkan tajuk
rencana, atau dikenal juga dengan istilah editorial merupakan opini atau pendapat redaksi media cetak
tersebut terhadap persoalan aktual, fenomenal, atau kontroversial yang berkembang di masyarakat. Opini
yang ditulis pihak redaksi diasumsikan mewakili redaksi sekaligus mencerminkan pendapat dan sikap media
yang bersangkutan. Berbeda dengan artikel opini yang ditulis pembaca, sebuah tajuk rencana tidak
mencantumkan nama penulisnya karena merupakan suara lembaga.
Perhatikan secara saksama teks Menjual Sembari Menjaga Nirwana dan Tentang Baik dan Benar. Teks
"Menjual Sembari Menjaga Nirwana" merupakan teks editorial karena tidak mencantumkan nama penulis
(Sumber: Tempo, 1824 November 2013). Sedangkan teks "Tentang Baik dan Benar" merupakan opini
karena ditulis oleh: Agus Sri Danardana.

Memproduksi Teks Opini/Editorial


Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan atau diikuti dalam memproduksi atau membuat teks
opini/editorial. Untuk dapat memproduksi teks opini/editorial langkah pertama dalam menulis adalah
menentukan tema. Untuk memilih tema dalam menulis teks opini, ikutilah isu aktual yang berkembang. Isu
tersebut bisa diperoleh dari membaca media cetak atau berbagai media lainnya, menonton televisi, diskusi,
atau melakukan wawancara. Banyak sekali isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat saat ini, salah
satunya adalah mengnai bencana kabut asap yang melanda beberapa daerah di Indonesia. Jika kita
memperhatikan isu-isu tersebut maka tema yang kita pilih adalah kabut asap.
Setelah memilih isu yang akan dijadikan tema tulisan, tindakan selanjutnya adalah mengumpulkan data
sebanyak mungkin. Data bisa kalian dapatkan dari buku, media cetak, internet, dan sebagainya. Misalnya
data yang kita peroleh adalah sebagai berikut.
1. Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra, seperti Riau, Jambi, Sumatra Selatan serta sebagian
Kalimantan, telah menyebabkan kabut asap setidaknya dalam tiga bulan terakhir.
2. Setelah musim penghujan datang hampir sepekan ini kita sudah dapat kembali melihat langit yang
biru dan udara yang mulai cerah.
3. Kita juga mendengar bahwa akan ada tindakan hukum yang serius diterapkan terhadap mereka
yang terbukti sebagai penyebab timbulnya kabut asap, baik perorangan maupun korporasi.
4. Pernyataan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang mengakui bahwa pertimbangan ekonomi
membuat pemerintah belum ingin mengumumkan perusahaan-perusahaan besar yang menjadi
tersangka pembakar hutan.
5. Pernyataan Menko Polhukam bahwa pemerintah sungguh-sungguh melancarkan penegakan
hukum, khususnya atas perusahaan perkebunan dan pengelolaan hutan.
6. Kelemahan aparat hukum dalam menangani isu lingkungan serta sanksi hukuman yang ringan juga
dirasakan sebagai penyebab berulangnya kasus pembakaran hutan dari tahun ke tahun.

Baca dan perhatikan sekali lagi data yang telah diperoleh. Pilihlah data yang sesuai dengan tujuan dan dapat
mendukung kekuatan tulisan.
Berilah judul untuk tulisan kalian. Sebuah judul sangat menentukan ketertarikan pembaca. Oleh sebab itu,
pilihlah judul yang bagus dengan mencari sudut pandang yang menarik. Pemberian judul dapat berupa
pernyataan atau pertanyaan. Sebagai contoh : Penegakan Hukum Jangan Ikut Lesap Bersama Perginya
Kabut Asap
Sebuah teks opini memiliki struktur pernyataan pendapat^argumentasi^ pernyataan ulang pendapat.
Nyatakanlah pendapat sebagai pembuka teks opini yang dibangun. Untuk memancing pembaca agar
menuntaskan pembacaan terhadap tulisan, berikanlah kalimat pembuka yang menarik. Bagian yang
terpenting dalam sebuah teks opini adalah argumentasi. Bagian ini dianggap jantung sebuah teks opini.
Argumentasi yang diberikan harus mampu meyakinkan pembaca, tentu saja didukung oleh data yang telah
dikumpulkan.
1. Kita tidak boleh larut dalam kegembiraan yang berlebihan karena kita baru saja mengalami bencana.
2. Jangan sampai kasus hukum ikut lesap bersamaan dengan perginya kabut-asap.
3. Ada hal-hal yang merisaukan dari pemberitaan yang kita baca terkait penanganan secara hukum
kasus kabut asap ini.
4. Sudah seharusnya "pertimbangan ekonomi" dikesampingkan mengingat akibat yang ditimbulkan
oleh kabut asap.
5. Upaya penegakan hukum terhadap sejumlah perusahaan yang terlibat pembakaran hutan diragukan
efektivitasnya oleh para pegiat lingkungan.

Kecenderungan pembaca teks opini adalah membaca tulisan yang tidak panjang, enak dibaca, dan mudah
dicerna. Oleh sebab itu, sebagai penulis, gunakanlah bahasa yang komunikatif, tidak bertele-tele, serta
ringkas penyajiannya. Dalam mengeksplorasi gagasan dan argumentasi, gunakanlah kalimat yang efektif,
efisien, dan mudah dimengerti. Kata yang tidak efektif bisa dipangkas. Jika menggunakan istilah asing atau
bahasa daerah, buatlah padanannya dalam bahasa Indonesia.
Satu hal yang perlu kalian ingat, tulisan yang dibangun bukan untuk menggurui, tetapi hanya berbagi
gagasan dan berharap pembaca dapat menerima pendapat terhadap suatu hal. Argumentasi yang dibangun
haruslah konstruktif, agar pesan dalam tulisan bisa diserap secara baik oleh pembaca. Kemudian, berikanlah
solusi yang komprehensif. Pada bagian akhir teks opini, bisa memberikan pernyataan ulang pendapat yang
berfungsi mempertegas gagasan yang ditawarkan kepada pembaca. Perhatikan contoh di bawah ini.

No. Struktur Kalimat


1. Pernyataan Kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra, seperti Riau, Jambi, Sumatra Selatan
Pendapat serta sebagian Kalimantan, telah menyebabkan kabut asap setidaknya dalam tiga
bulan terakhir. Di Riau dan Sumatra selatan, kualitas udara di Kota Pekanbaru dan
Palembang sempat masuk kategori berbahaya seiring dengan meningkatnya jumlah
titik api di Pulau Sumatera. Penyebab kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi
dan berulang setiap tahunnya di Sumatera dan Kalimantan disebabkan karena
lemahnya penegakan hukum.
2. Argumentasi Setelah musim penghujan datang hampir sepekan ini kita sudah dapat kembali
melihat langit yang biru dan udara yang mulai cerah. Semoga kondisi udara terus
membaik, normal seperti sediakala. Kondisi udara membaik yang kini disambut lega
hendaknya tidak membuat kita larut dalam kegembiraan yang berlebihan. Kita baru
saja melewati masa-masa menyedihkan yang sangat panjang akibat kabut asap hasil
pembakaran hutan dan lahan.
Ketika peristiwa itu terjadi, kita juga mendengar bahwa akan ada tindakan hukum
yang serius diterapkan terhadap mereka yang terbukti sebagai penyebab timbulnya
kabut asap, baik perorangan maupun korporasi. Sejauh ini kepolisian telah
menetapkan 132 tersangka dalam kasus kebakaran hutan yang sebagian besar
pelakunya perorangan yaitu 127. Ini yang hendaknya terus dikawal, jangan sampai
ikut lesap bersamaan dengan perginya kabut-asap.
Mengingat ada hal-hal yang merisaukan dari pemberitaan yang kita baca terkait
penanganan secara hukum kasus kabut asap ini. Mulai dari dianulirnya status
tersangka yang semula disematkan kepada sebuah korporasi besar. Kapolri Jenderal
Badrodin Haiti menyebut ada 10 perusahaan yang sudah masuk tahap penyidikan
terkait kebakaran hutan di Sumatra.
Pernyataan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan yang mengakui bahwa pertimbangan
ekonomi membuat pemerintah belum ingin mengumumkan perusahaan-perusahaan
besar yang menjadi tersangka pembakar hutan. Apa pertimbangan ekonomi yang
dimaksud masih kurang jelas. Namun jika kita melihat akibat yang ditimbulkan oleh
kabut asap tersebut yang telah merugikan trilyunan rupiah serta mengakibatkan
hilangnya jam belajar efektif, termasuk gangguan kesehatan hingga jatuhnya korban
jiwa. Sudah seharusnya "pertimbangan ekonomi" dikesampingkan.
Walaupun berhembus aroma pesimis dari perkembangan yang terbaca ini, ada bagian
dari pernyataan Menko Polhukam yang agaknya patut kita pegang, bahwa pemerintah
sungguh-sungguh melancarkan penegakan hukum, khususnya atas perusahaan
perkebunan dan pengelolaan hutan. Upaya penegakan hukum terhadap sejumlah
perusahaan yang terlibat pembakaran hutan diragukan efektivitasnya oleh para pegiat
lingkungan selama upaya itu bersifat tebang pilih.

3. Pernyataan Kelemahan aparat hukum dalam menangani isu lingkungan serta sanksi hukuman
Ulang yang ringan juga dirasakan sebagai penyebab berulangnya kasus pembakaran hutan
Pendapat dari tahun ke tahun. Kita catat dan pegang janji ini dengan serius karena semua ini
diperlukan agar kabut asap tidak muncul lagi di masa mendatang. Semoga kabut asap
bukan merupakan bencana tahunan seperti banjir di negara kita.

Anda mungkin juga menyukai