STROKE
Yuyun Yueniwati
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau
pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana penjara paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan dan
barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana
dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
PENCITRAAN PADA
STROKE
Yuyun Yueniwati
UB
Press
2016
PENCITRAAN PADA STROKE
2016 UB Press
Cetakan Pertama, Februari 2016
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
All Right Reserved
Penulis : Dr. dr. Yuyun Yueniwati P.W., M.Kes. Sp.Rad.
Editor : Ruri Erlangga
Perancang Sampul : Jerry Katon
Penata Letak : Jerry Katon
Pracetak dan Produksi : Tim UB Press
Penerbit:
UB
Press
ISBN: 978-602-203-923-5
xxviii + 360 hlm, 15,5 cm x 23,5 cm
P
uji syukur kami panjatkan ke hadirat
Alloh Tuhan Yang Maha Esa atas
diterbitkannya buku yang berjudul
Pencitraan pada Stroke ini. Sebuah buku
yang diharapkan berguna bagi kita semua.
Dari tahun ke tahun angka kematian
akibat stroke semakin meningkat dan
cenderung terjadi pada usia lebih muda.
Sekitar 2 dari 10 orang yang mengalami
stroke akut akan meninggal dalam satu bulan
pertama dan 3 dari 10 orang meninggal dalam
satu tahun. Penulisan buku ini memang sangat
tepat untuk ikut serta menurunkan angka kematian akibat stroke. Dalam
buku ini dibahas berbagai macam metode pencitraan dan semua hal yang
terkait dengan masing-masing pencitraan, mulai dari pencitraan yang
menggunakan CT scan sebagai deteksi stroke awal kemudian berkembang
menggunakan teknik MRI yang dapat mendeteksi terjadinya stroke
lebih cepat. Seiring dengan kemajuan teknologi maka berkembang pula
teknik pencitraan vaskular mulai dari CTA, MRA, DSA, sampai dengan
TCD. Semua teknik pencitraan ini sangat penting diketahui oleh praktisi
kesehatan terkait dalam menangani penderita stroke. Dengan teknik
dan metode pencitraan yang benar, seorang praktisi dapat menentukan
jenis stroke yang diderita pasien. Hal ini sangat penting dipahami karena
penanganan penderita stroke hemoragik berbeda dengan stroke iskemia.
Semoga semua apa yang dituliskan di buku ini dapat dipahami
dengan baik dan dapat menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi
kita semua, tidak hanya oleh praktisi kesehatan, tapi juga oleh para
mahasiswa, para peneliti, dan masyarakat umum yang peduli terhadap
penanggulangan penyakit stroke.
v
vi
Kata Pengantar Ahli
S
ebuah ilmu memang harus
diamalkan dan dibagi sehing
ga manfaatnya dapat dirasakan
oleh kalangan terkait khususnya dan oleh
masyarakat pada umumnya. Saya sangat
mengapresiasi atas penulisan buku yang
berjudul Pencitraan pada Stroke ini. Saya
mengucapkan terima kasih kepada penulis
atas kontribusinya dalam memberikan
panduan, khususnya kepada tenaga
kesehatan terkait sehingga dapat melakukan
prosedur pencitraan yang tepat dan benar
terkait penyakit stroke.
Kita semua tahu bahwa sebagian penyakit stroke bersifat fatal dan
yang lain menyebabkan cacat tetap atau sementara. Peran radiolog
dalam melakukan pencitraan sangat penting untuk menentukan jenis
stroke. Sampai saat ini, telah ditemukan berbagai macam teknik
pencitraan otak mulai dari CT scan, MRI, dan pencitraan vaskular yang
meliputi CTA, MRA, dan DSA. Selain itu, juga ditemukan terobosan baru
di bidang ultrasonografi yaitu TCD. Semua alat mempunyai keunggulan
dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengetahui semua hal terkait alat-alat tersebut sehubungan dengan
pendeteksian penyakit stroke. Dengan demikian, diharapkan dapat
menemukan jenis stroke yang diderita kemudian menentukan jenis terapi
yang tepat. Dan pada akhirnya, dapat mengurangi risiko terjadinya stroke.
Semoga buku ini dapat memberikan jawaban terkait permasalahan
stroke di Indonesia. Saya berharap buku ini sangat berguna bagi banyak
kalangan, mulai dari praktisi kesehatan terkait, para peneliti, para
mahasiswa, dan pengampu kebijakan berkaitan dengan penatalaksanaan
stroke. Semoga penulis terus dapat berkarya untuk menularkan ilmunya
kepada kita semua.
vii
viii
Kata Pengantar Penulis
S
iapa yang tidak tahu penyakit stroke. Penyakit ini mengancam
semua kalangan usia dan menjadi penyebab kematian
terbanyak nomor tiga di dunia. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh para ahli medis internasional, mereka menyebutkan
bahwa peluang sembuh total yang dapat diperoleh para penderita stroke
hanya sebesar 15% dan 65% penderita stroke berujung dengan kematian.
Sementara itu, sisanya 20% menjalani sisa hidupnya dengan kelumpuhan.
Permasalahan inilah yang menjadi latar belakang mengapa saya
menulis buku ini. Bahaya stroke yang mengancam kita tidak akan terjadi
jika terdapat penangan awal yang cepat, tepat, dan benar. Berbagai
macam teknik pencitraan diciptakan untuk mendeteksi terjadinya stroke,
mulai dari teknologi yang standar sampai teknologi yang super canggih.
Buku ini mengulas berbagai macam modalitas pencitraan yang berperan
untuk mendeteksi terjadinya stroke lebih awal. Mulai dari penggunaan
CT scan dan MRI yang sudah tersedia di bagian gawat darurat dan
sudah merupakan prasyarat untuk perawatan pasien stroke akut sampai
penggunaan teknologi pencitraan vaskular. Pada saat ini, pencitraan
vaskular yang sudah berkembang antara lain digital subtraction
angiography (DSA), computed tomography angiography (CTA), magnetic
resonance angiography (MRA), dan transcranial color doppler (TCD).
Setiap modalitas mempunyai kelebihan dan keterbatasan tertentu.
Seorang radiolog berperan besar dalam manajemen pasien dengan stroke
sehingga pengetahuan tentang anatomi dasar vaskular otak, manifestasi
klinis, berbagai macam modalitas, dan gambaran radiologisnya sangat
penting.
Buku yang berjudul "Pencitraan pada Stroke" ini merupakan jenis
buku ajar yang sangat membantu untuk mengembangkan pengetahuan
dan wawasan kepada para kalangan kesehatan yaitu kedokteran, baik
untuk peserta didik maupun praktisi di bidang radiologi, khususnya bidang
pencitraan terkait penyakit stroke.
Puji syukur alhamdulillah atas peran serta banyak pihak sehingga
pada akhirnya buku ajar ini dapat selesai ditulis. Ucapan terima kasih tak
terhingga kepada ayah anak-anakku, suamiku tercinta atas sharing dan
dukungannya sehingga buku ini dapat hadir di tengah-tengah kita. Saya
juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Direktorat Jenderal Pembelajaran
dan Kemahasiswaan, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat pada Program Hibah Penulisan Buku Ajar Perguruan Tinggi
Tahun 2015 yang telah memberikan kepercayaan kepada saya. Kepada Ibu
ix
dr.Isnani A. Suryono, M.S. dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
sebagai pendamping yang telah memberikan masukan sehingga buku ini
tampil lebih baik, saya ucapkan banyak terima kasih. Terima kasih juga
kepada editor dan semua pihak yang terkait dalam penyelesaian buku
ini. Kepada UB Press terima kasih banyak atas diberikannya kesempatan
kepada saya untuk menerbitkan buku ini.
Semoga semua ilmu yang kami sampaikan dalam buku ini
dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya. Tiada gading yang tak retak, masukan dan saran
apapun demi kebaikan buku ini di kemudian hari sangat saya harapkan.
Semoga kita dapat melakukan hal terbaik untuk berusaha bersama dalam
mengatasistroke.
Penulis
x
Daftar Isi
xi
4.4 Etiologi Stroke Hemoragik .. . . . . . . . . . . . ...................................... 26
4.5 Patofisiologi Stroke Hemoragik . . . . . . ...................................... 32
4.6 Manifestasi Klinis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 33
4.7 Manifestasi Klinis ICH . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 35
4.8 Manifestasi Klinis SAH . . . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 36
4.9 Letak Perdarahan Stroke Hemoragik . .................................. 39
4.10 Stroke Hemoragik pada Pediatrik . . ...................................... 40
Rangkuman .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 41
xii
8.8 Pemeriksaan MRI Kepala .. . . . . . . ............................................ 119
8.9 Interpretasi MRI Kepala . . . . . . . . . . ............................................ 123
8.10 Artefak pada MRI dan Upaya Mengatasinya . ....................... 124
8.11 Tindakan yang Perlu Dilakukan Bila Terjadi Kecelakaan ....... 125
Rangkuman .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ............................................ 126
xiii
11.6 Persiapan Sebelum Pemeriksaan .. ....................................... 177
11.7 Prosedur Pemeriksaan MRA .. . . . . . . . . ...................................... 179
11.8 Kontraindikasi Pemeriksaan MRA . ...................................... 182
11.9 Unenhanced MRA (teknik MRA tanpa kontras) . .................. 182
11.10 Contrast-Enhanced MRA . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 187
Rangkuman .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 191
xiv
Daftar Tabel
xv
Tabel 14.4 Lima fase perubahan pada stroke hemoragik ................ 269
Tabel 14.5 Skala grading Fisher .. . . . . . . . . . . . ....................................... 275
Tabel 14.6 Sistem grading Spetzler Martin . ................................... 285
Tabel 14.7 Kriteria Boston yang umum digunakan untuk menegak-
kan diagnosis CA . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 287
Tabel 14.8 Sistem grading TH pada CT scan dan MRI ................... 293
xvi
Daftar Gambar
xvii
Gambar 5.11 Sirkulasi karotis .. . . . . . . . . . . . ....................................... 60
Gambar 5.12 Sirkulasi anterior . . . . . . . . . . . ....................................... 60
Gambar 5.13 Sirkulasi vertebro-basilar . ..................................... 61
Gambar 5.14 Arteriogram sirkulasi posterior . ............................. 61
Gambar 5.15 Sirkulus Wilisi . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 62
Gambar 5.16 Gambaran normal ICA, ACA, dan MCA:
(a) anterior view dan (b) lateral view .................... 63
Gambar 5.17 Ophtalmic artery dan post communicating artery
dan anterior choroidal artery ................................ 64
Gambar 5.18 Arteri trigeminal yang persisten ............................. 64
Gambar 5.19 a-d Sirkulasi anterior . . . . . . ...................................... 65
Gambar 5.20 MCA dan PCA normal dan duplikasi middle
cerebral artery kiri . . . . . . . . . ...................................... 66
Gambar 5.21 Vertebral artery kiri dengan opasifikasi BA,
cerebellar arteries, dan PCA dan sirkulasi posterior
dan inferior cerebellar artery kiri normal yang
berasal dari VA kiri . . . . . . . . ....................................... 66
Gambar 5.22 Sirkulasi posterior, anterior inferior cerebellar
artery dan superior cerebellar artery normal dan
penestrasi segmen proksimal arteri basilar . ........... 67
Gambar 5.23 Sirkulus Wilisi normal .. . . . ...................................... 68
Gambar 5.24 Skema sirkulus Wilisi . . . . ....................................... 68
Gambar 5.25 Skema arteri carotis interna . ................................. 69
Gambar 5.26 Variasi normal sirkulus Wilisi. Agenesis anterior
communicating artery dan posterior communica-
ting artery . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 70
Gambar 5.27 Variasi normal sirkulus Wilisi: (a) agenesis segmen
A1 kanan ACA dan (b) segmen P1 kiri PCA . ......... 70
Gambar 5.28 Sistem drainase vena serebri . ............................... 71
Gambar 5.29 Angiografi serebri . . . . . . . . . . . ...................................... 72
Gambar 5.30 Angiografi serebri . . . . . . . . . . . ...................................... 72
Gambar 5.31 Sistem vena profunda . . . . . ...................................... 73
Gambar 5.32 Angiografi serebri (a) Venous phase dan sistem vena
serebri superfisial dan profunda . ........................... 73
Gambar 5.33 Sinus venosus serebral pandangan superior . ......... 75
Gambar 6.1 Pesawat CT beserta pasien yang sudah siap
diperiksa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 78
Gambar 6.2 Scan unit yang terdapat di dalam ruang pemeriksa-
an dan operator konsul di ruang terpisah pada
sistem CT scan .. . . . . . . . . . . . ....................................... 79
Gambar 6.3 Bagian-bagian mesin CT scan ............................... 80
Gambar 6.4 Sistem CT scan secara lengkap ............................. 82
Gambar 6.5 Contoh window pada CT scan: (a) brain window
dan (b) bone window .. . . . . ...................................... 86
xviii
Gambar 6.6 Gambaran CT kepala normal: daerah fossa
posterior dan gambaran CT kepala normal daerah
serebellum . . . . . . . . . . . . . . . ............................................ 89
Gambar 6.7 Gambaran CT kepala normal daerah korona
radiata dan gambaran CT kepala normal daerah
sentrum semiovale . . . . ........................................... 89
Gambar 6.8 Gambaran anatomi CT kepala secara keseluruhan . 90
Gambar 6.9 Cara mengukur indeks cella media . ...................... 91
Gambar 6.10 Ukuran CT kepala. Ukuran ventrikel lateral dan
ukuran ventrikel III . . . . ........................................... 91
Gambar 6.11 Ukuran normal lebar vena optalmika . ................... 92
Gambar 6.12 (a) Ketebalan nervus optikus normal pada segmen
retrobular dan (b) ketebalan nervus optikus
terpendek (normal) pada pertengahan orbita . ........ 92
Gambar 6.13 Posisi normal bola mata dibandingkan arkus
interzigomatikus . . . . . . . ............................................ 92
Gambar 6.14 Potongan koronal: (1a) tinggi kelenjar hipofisis,
(1b) lebar kelenjar hipofisis, (2a) lebar chiasma
optikus, (2b) tinggi chiasma optikus, dan
(3) tangkai hipofisis .. ............................................ 93
Gambar 7.1 Kamera gamma yang memancarkan sinar gamma
pada mesin SPECT .. . . ........................................... 98
Gambar 7.2 Mesin SPECT dengan sepasang kamera gamma
berputar mengelilingi pasien yang ditempatkan di
atas meja untuk mengambil gambar pada organ
dalam dan struktur lainnya yang disorot oleh
tracer radioaktif dalam tubuh pasien ..................... 99
Gambar 7.3 Ruang komputer terletak pada ruang berbeda
yang memproses informasi pencitraan . ................. 103
Gambar 7.4 Skema mesin PET dengan detektor gammanya . .... 104
Gambar 8.1 Mesin MRI yang siap digunakan . .......................... 110
Gambar 8.2 Komponen MRI . . . . . . . . ............................................ 112
Gambar 8.3 Sistem MRI . . . . . . . . . . . . . . . ........................................... 113
Gambar 8.4 MRI terbuka dan MRI tertutup .............................. 113
Gambar 8.5 Atom hidrogen yang semula acak, akan mense-
jajarkan diri setelah pemberian medan magnet
luar .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........................................... 115
Gambar 8.6 Fungsi saling melengkapi antara CT scan dan
MRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........................................... 118
Gambar 8.7 Penggunaan head coil untuk pemeriksaan kepala.. 120
Gambar 8.8 Scout potongan aksial standar untuk otak ............. 121
Gambar 8.9 Scout potongan koronal standar untuk otak dan
scout potongan sagital untuk otak . ....................... 121
Gambar 8.10 Irisan aksial T1WI, T2WI, dan scoutnya . .............. 122
xix
Gambar 8.11 Irisan sagital T1WI, T2WI, dan scoutnya . ............. 122
Gambar 8.12 Irisan koronal T2WI dan scoutnya ......................... 122
Gambar 8.13 Irisan aksial proton densitiy dan scoutnya. ............ 122
Gambar 8.14 Pada kasus kecurigaan infark akut A: (T2-weighted
image irisan aksial) tampak area hiperintens pada
sentrum semiovale kiri. B: (diffusion weighted
image irisan aksial) tampak hiperintens . ............... 123
Gambar 8.15 Arah kiri ke kanan adalah fase encoding yang
telah dipilih untuk sebuah penelitian pada
kepala bagian aksial sehingga artefak gerakan
orbital tidak melampaui batas ke otak. ................. 124
Gambar 8.16 Sebuah artefak sinyal tinggi di ruang Csf karena
efek para magnetik akibat menghirup oksigen,
"Pseudo SAH" .. . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 125
Gambar 8.17 Emergency run down unit sederhana. Anda harus
membuka kotak plastik dan melepaskan penutup
tombol untuk memulai. Pemadaman magnet akan
terjadi dalam waktu 2 menit ................................. 126
Gambar 9.1 Pesawat DSA yang mempunyai struktur lengan
berbentuk huruf C (a) atau U (b) ........................... 130
Gambar 9.2 Citra mask dan citra live (citra kontras) pada
pencitraanDSA . . . . . . . . . . . . . ....................................... 131
Gambar 9.3 Skema protokol penggunaan bahan kontras untuk
radiologi intervensi . . . . . . . . . ...................................... 134
Gambar 9.4 Jarum akses yang umum digunakan untuk angio-
grafi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 135
Gambar 9.5 Kawat pemandu (guidewire) ................................ 136
Gambar 9.6 Dilator pembuluh darah .. ...................................... 137
Gambar 9.7 Kateter diagnostik yang direkomendasikan . ........... 138
Gambar 9.8 Typical hemostatic sheath. Ukuran French dari
sheaths menunjukkan diameter dalamnya . ........... 138
Gambar 9.9 Pedang pendek Romawi . ...................................... 140
Gambar 9.10 Cara memegang alat suntik . ................................. 141
Gambar 9.11 Proyeksi PA standar dan lateral ............................ 142
Gambar 9.12 Teknik Seldinger . . . . . . . . . . . . ....................................... 145
Gambar 9.13 Teknik untuk melokalisasi denyut arteri femoralis. .. 147
Gambar 9.14 Kateter angiogram yang diperoleh secara digital . ... 154
Gambar 9.15 Gambaran normal otak angiogram DSA ................ 155
Gambar 10.1 Pesawat CT scan yang digunakan untuk pemerik-
saan CTA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 160
Gambar 10.2 Bagian-bagian mesin CT scan ............................... 161
Gambar 10.3 Gambaran normal arteri otak dengan CTA . ............ 161
Gambar 10.4 Bagan prinsip kerja CT scanner . ........................... 162
Gambar 10.5 Collimator dan detektor . . ...................................... 163
xx
Gambar 10.6 Proses pembentukan citra. .................................... 163
Gambar 10.7 CTA 3D volume-rendered . .................................... 167
Gambar 11.1 MRI yang digunakan untuk pemeriksaan MRA . ..... 172
Gambar 11.2 Komponen MRI yang digunakan sebagai alat
pemeriksaanMRA . . . . . ........................................... 173
Gambar 11.3 Komputer berperan untuk menghasilkan gambar
dari serangkaian proses pencitraan . ...................... 180
Gambar 11.4 Diagram skematik yang menggambarkan prinsip
utama CEMRA . . . . . . . ............................................ 181
Gambar 11.5 Hasil TOF-MRA 3D menunjukkan aneurisme
setebal 6mm yang muncul dari ujung arteri
basillaris (proyeksi anterior) . ................................. 184
Gambar 11.6 Hasil TOF-MRA 3D sirkulus Willisi ...................... 185
Gambar 11.7 Hasil pencitraan CEMRA: arteriogram karotis
interna, proyeksi lateral, fase arteri . ...................... 188
Gambar 11.8 Arteriogram karotis interna: proyeksi AP, fase
arteri .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........................................... 189
Gambar 12.1 Probe ultrasound: (a) panah hitam Transcranial
Doppler, panah putih yaitu Transcranial color-
coded sonography. (b) (Ophthalmic), (c)(suboksi-
pital), (d) (temporal) yang menggambarkan ber-
bagai transcranial akustik window dan arah
pemeriksaan selama TCD . .................................... 194
Gambar 12.2 Pemeriksaan TCD pada kepala dan hasil penci-
traannya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........................................... 196
Gambar 12.3 Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan
TCD . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........................................... 198
Gambar 12.4 Prinsip kerja transducer pada TCD adalah dengan
memberikan suatu gelombang bunyi ke tubuh
manusia dengan menggunakan media transmiter. .. 198
Gambar 12.5 Posisi transduser yang dipakai untuk window TCD.
(A) Transtemporal, (B) transorbital, (C) suboccipital,
dan (D) submandibular ....................................... 199
Gambar 12.6 Skema sirkulus Willisi yang tervisualisasi pada
window transtemporal . ......................................... 201
Gambar 12.7 Sirkulus Willisi pada window transtemporal. Arteri
serebri media (MCA); arteri serebri anterior (ACA),
dan arteri serebri posterior (PCA) . ......................... 202
Gambar 12.8 Tampilan sirkulus Willisi dari window trans-
temporal dengan power Doppler . .......................... 202
Gambar 12.9 Sinyal Doppler dari a. serebri media (MCA)
dengan mean velocity 56cm/sec .......................... 203
Gambar 12.10 Diagram arteri serebri anterior (A), arteri karotis
interna terminal (B), dan arteri serebri posterior (C). .. 203
xxi
Gambar 12.11 Gelombang low-resistance PMD flow normal pada
vaskular sirkulasi posterior .................................... 205
Gambar 12.12 (Kiri) Arteri ophthalmica dan (kanan) carotid
siphon .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 208
Gambar 12.13 Kompresi arteri karotis kommunis. ........................ 209
Gambar 13.1 Infark pada wilayah arteri ACA, arteri serebri
media (MCA) dan arteri serebri posterior . .............. 218
Gambar 13.2 Stroke akut (6 jam evolusi) pada wanita 46 tahun
dengan hemiplegia kiri . . . ...................................... 219
Gambar 13.3 Nilai diffusion weighted imaging pada perdarahan
akut . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 222
Gambar 13.4 Perdarahan infark akut pada CT vs MRI . ............... 222
Gambar 13.5 Infark iskemia dari kortikal dan subkortikal sebelah
kanan (hari ke-3). Pada serangkaian pencitraan
T2WI (a) dan FLAIR (b) . ...................................... 224
Gambar 13.6 Iskemia akut pada genu korpus kallosum kanan
(24jam setelah serangan iskemia) . ...................... 225
Gambar 13.7 Iskemia akut di cabang terminal dari arteri serebri
kiri tengah saat 12 jam setelah onset . .................. 226
Gambar 13.8 Skala grading Qureshi . . . ....................................... 227
Gambar 13.9 Gambaran DSA pada kasus stroke iskemia ............ 228
Gambar 13.10 Gambaran Stroke akut pada wanita 43 tahun yang
telah kehilangan kesadaran . ................................. 229
Gambar 13.11 Pemeriksaan CT angiografi ................................... 230
Gambar 13.12 Trombosis arteri serebral tengah kanan pada TOF
MRA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 231
Gambar 13.13 MRI dengan sekuens time of flight (MRA) . ........... 231
Gambar 13.14 Concordant lesion pada MRA . .............................. 231
Gambar 13.15 Gelombang velocity yang tergambar dari TCD pada
pasien dengan stenosis arteri serebri media yang
berat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 232
Gambar 13.16 Tingkat aliran TBI (05) . . . ....................................... 233
Gambar 13.17 Angiografi pada pasien yang sama (contoh kasus
di atas) menunjukkan filling defek/stenosis pada
arteri serebri media kanan . ................................... 234
Gambar 13.18 Oklusi akut intrakranial .. ....................................... 234
Gambar 13.19 Deteksi M-mode TCD terhadap rekanalisasi komplit
dari MCA stem . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 235
Gambar 13.20 Stenosis MCA: velocity meningkat dengan musical
murmur yang mengindikasikan stenosis berat, pada
depth 45 mm pada MCA kiri . .................................. 236
Gambar 13.21 CT infark hiperakut-subakut .................................. 237
Gambar 13.22 Gambaran yang menunjukkan hilangnya normal
cortical ribbon . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 238
xxii
Gambar 13.23 Tampak gambaran insula kanan yang menghilang
(insula ribbon sign) . . ............................................ 239
Gambar 13.24 Akut infark pada basal ganglia . ............................. 239
Gambar 13.25 Penggunaan irisan tipis ......................................... 240
Gambar 13.26 Computed tomography angiography (CTA) dalam
mendeteksi infark hiperakut. ................................. 240
Gambar 13.27 Infark hiperakut yang menunjukkan penggunaan
computed tomography (CT) lebih baik daripada
FLAIR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........................................... 241
Gambar 13.28 Multimodal computed tomography (CT) dalam
penilaian infark akut .. ........................................... 242
Gambar 13.29 Insufisiensi vaskular pada MRI . ............................ 243
Gambar 13.30 Infark emboli hiperakut: CT pada 3 jam, MRI pada
3 jam 30 menit .. . . . . . . ............................................ 244
Gambar 13.31 Infark hiperakut. Gambaran Computed tomography
(CT) lebih baik daripada FLAIR ............................ 245
Gambar 13.32 Difusion-weighted imaging (DWI) infark akut yang
negatif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ............................................ 245
Gambar 13.33 Infark akut luas korteks subcortex lobus fronto-
temporoparietooccipital . ...................................... 246
Gambar 13.34 Infark akut luas di lobus frontotemporoparieto-
occipital kanan suspek emboli MCA kanan . .......... 247
Gambar 13.35 Infark lakunar akut di hemisfere serebellum kiri
pada MRI T1WI, T2WI dan FLAIR . ....................... 247
Gambar 13.36 Infark akut (24 jam) pada MRI . ............................ 248
Gambar 13.37 Infark akut pada white matter . ............................. 249
Gambar 13.38 Infark akut dengan transformasi hemoragik . .......... 249
Gambar 13.39 Akhir infark subakut infark pada CT dan MRI . ....... 250
Gambar 13.40 Infark subakut di beberapa bagian . ....................... 251
Gambar 13.41 Infark kronis pada CT scan dan MRI . ................... 252
Gambar 13.42 Infark kronis di lobus frontotemporal kanan,
nukleus kaudatus kanan, korona radiata kanan.
Senile brain atrophy . ........................................... 252
Gambar 13.43 Infark kronis dengan degenerasi wallerian . ............ 252
Gambar 14.1 Fungsi saling melengkapi antara CT scan dan
MRI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ............................................ 256
Gambar 14.2 CT scan kepala tanpa kontras serial menunjukkan
ICH pada thalamus kanan pada fase akut dengan
atenuasi 65 HU (A), 8 hari kemudian (B) dengan
atenuasi 45 HU, 13 hari kemudian (C), dan 5
bulan kemudian (D) . . ........................................... 257
Gambar 14.3 CT scan kepala tanpa kontras menunjukkan ICH
akut pada pasien tanpa riwayat koagulopati . ......... 258
Gambar 14.4 CT scan kepala tanpa kontras . .............................. 258
xxiii
Gambar 14.5 CT scan dengan kontras . ...................................... 259
Gambar 14.6 ICH pada thalamus disertai ekstensi IVH . ............. 260
Gambar 14.7 Area khas untuk ICH yang disebabkan oleh hiper-
tensi: thalamus (A), batang otak (B), dan nukleus
lentiformis (C) . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 260
Gambar 14.8 CT scan kepala tanpa kontras dari seorang wanita
berumur 59 tahun .. . . . . . . . ....................................... 262
Gambar 14.9 CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pria
berumur 27 tahun .. . . . . . . . ....................................... 262
Gambar 14.10 CT scan kepala tanpa kontras dr seorang wanita
berumur 59 tahun .. . . . . . . . ....................................... 263
Gambar 14.11 CTA dari seorang pasien dengan ICH . ................... 263
Gambar 14.12 CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pria
berusia 85 tahun .. . . . . . . . . . ....................................... 265
Gambar 14.13 CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pria
berumur 44 tahun .. . . . . . . . ....................................... 265
Gambar 14.14 CT scan kepala tanpa kontras dari seorang wanita
berumur 98 tahun .. . . . . . . . ....................................... 266
Gambar 14.15 CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pasien
pria berumur 16 tahun . . . ...................................... 267
Gambar 14.16 Pencitraan PET dari seorang pasien dengan ICH . .. 268
Gambar 14.17 18F-fluorodeoxyglucose PET dari seorang pasien
xxiv
Gambar 14.29 PET dari seorang pasien dengan perburukan
neurologis . . . . . . . . . . . . . . . . ............................................ 278
Gambar 14.30 Gambaran SAH pada CT, dan MRI berbagai
sekuens: T1, T2, GRE, dan FLAIR . ....................... 280
Gambar 14.31 Gambaran SAH pada CT (A) dan MRI berbagai
sekuens: T1 (B), T2 (B), FLAIR (D), dan GRE (E) . .. 280
Gambar 14.32 Seorang wanita berumur 56 tahun dengan SAH . ... 281
Gambar 14.33 Gambaran TCD SAH pada seorang pria 66 tahun
yang menjalani embolisasi koil . ............................ 282
Gambar 14.34 Kavernoma multipel . . ........................................... 284
Gambar 14.35 Gambaran MRI sekuen GRE dari pasien dengan
kavernoma multipel .. ............................................ 284
Gambar 14.36 Scan kepala tanpa kontras dari seorang pasien
wanita berusia 59 tahun. ...................................... 286
Gambar 14.37 Potongan aksial MRI sekuens T2. .......................... 287
Gambar 14.38 CT scan kepala tanpa kontras pada seorang pasien
pria berusia 42 tahun ........................................... 288
Gambar 14.39 CT scan kepala tanpa kepala kontras . ................... 289
Gambar 14.40 Potongan koronal CT scan kepala tanpa kontras
dari seorang pasien wanita berusia 21 tahun . ....... 289
Gambar 14.41 Hasil CT scan kepala tanpa pemberian kontras
dan paska pemberian kontras . .............................. 290
Gambar 14.42 Contoh khas SAH perimesensephalik non-aneurisma
pada pencitraan CT scan tanpa kontras (A).
Angiografi membuktikan ketiadaan aneurisma (B) . ... 291
Gambar 14.43 Stroke hemoragik pada pasien hamil/nifas . ........... 292
Gambar 14.44 TH terdeteksi menggunaan MRI sekuens GRE
(mata panah hitam) dan DWI sebagai lesi hipo-
intens dikelilingi oleh area hiperintens (mata panah
putih). Hal ini tidak tampak di CT scan ................. 293
Gambar 14.45 Gambaran TH pada MRI. ...................................... 294
Gambar 14.46 CT scan dari seorang pasien pria berumur 75
tahun yang menderita stroke emboli sesuai teritori
MCA kanan . . . . . . . . . . . . . . ............................................ 294
Gambar 14.47 CT scan dengan kontras dari seorang pasien 24
jam setelah serangan stroke iskemia teritori MCA
kanan. Tampak ekstravasasi kontras, membukti-
kan kerusakan BBB .. ............................................ 295
Gambar 14.48 TH pada pasien yang menerima trombolitik. TH
terjadi pada hari kedua paska onset stroke emboli
pada teritori MCA kanan ....................................... 295
Gambar 14.49 CT kepala tanpa kontras . ...................................... 296
Gambar 14.50 Kesepuluh segmen MCA yang dilibatkan dalam
ASPECTS . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........................................... 298
xxv
Gambar 14.51 CT scan kepala tanpa kontras pada pasien wanita
berusia 65 tahun .. . . . . . . . . . ....................................... 298
Gambar 14.52 CT scan kepala tanpa kontras pada pasien pria
berumur 68 tahun .. . . . . . . . ....................................... 299
Gambar 14.53 CT scan kepala tanpa kontras pada seorang
pasien wanita berusia 79 tahun ............................ 300
Gambar 14.54 Gambar yang menunjukkan kegunaan CTP dalam
menduga risiko terjadinya TH pada pasien dengan
stroke iskemia . . . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 300
Gambar 14.55 Infark akut dengan transformasi hemoragik . .......... 301
Gambar 14.56 Infark subakut dengan transformasi hemoragik . .... 302
Gambar 14.57 Infark subakut pada korteks subkorteks lobus
temporoparietal kanan dengan kecurigaan transfor-
masi hemoragik .. . . . . . . . . . . . ....................................... 302
Gambar 14.58 Malignant infark subakut CT scan pada 40 jam
setelah timbulnya gejala . ..................................... 302
Gambar 14.59 MRI infark subakut awal hingga kronis . ................ 303
Gambar 14.60 Pemeriksaan USG pada seorang anak dengan usia
gestasi 25 minggu .. . . . . . . . ....................................... 306
Gambar 14.61 MRI (baris atas dan tengah) dari seorang bayi
dengan usia gestasi 38 minggu dan follow up
setelah 3 bulan (baris bawah) . ............................. 307
Gambar 14.62 MRI (baris atas dan tengah) dari neonatus cukup
bulan dengan kesulitan minum dan apneu episodik
dan follow up setelah 2 tahun . ............................. 308
Gambar12.63 MRI pada seorang bayi .. . ...................................... 308
Gambar 14.64 MRI dari seorang bayi berusia 7 bulan . ................. 309
Gambar 14.65 Seorang neonatus dengan usia gestasi 38
minggu. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....................................... 309
Gambar 14.66 Pencitraan USG baseline pada neonatus dengan
usia gestasi 38 minggu . . ...................................... 310
Gambar 14.67 CT scan tanpa kontras menunjukkan SDH pada
seorang bayi dengan acquired prothrombin
complex deficiency . . . . . . . ....................................... 310
Gambar 14.68 Seorang neonatus prematur lahir per abdo-
minam. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ...................................... 311
Gambar 14.69 CT scan dari neonatus umur 1 hari post natal
dengan kejang menunjukkan ICH periventrikular
dan subkortikal pada lobus frontal, parietal, dan
oksipital bilateral . . . . . . . . . . . . ...................................... 312
Gambar 14.70 CT scan (A) dari neonatus umur 1 jam post natal
dan (B) setelah 10 hari . ....................................... 312
Gambar 14.71 Hasil USG kepala pada neonatus . ......................... 312
xxvi
Daftar Arti Singkatan/Istilah
xxvii
MAP : Mean Arterial Pressure
MCA : Middle Cerebral Artery
MRA : Magnetic Resonance Angiography
MRI : Magnetic Resonance Imaging
NINDS : National Institute of Neurological Disorders and Stroke
OA : Ophtalmic Artery
OEF : Oxygen Extraction Fraction
PA : Postero Anterior
PC : Phase Contrast
PCA : Posterior Cerebral Artery
PCoA : Posterior Communicating Artery
PET : Positron Emission Tomography
PI : Pulsatility Index
PICA : Posterior Inferior Cerebelli Artery
PT : Protrombin Time
PVHI : Peri-Ventricular Hemorrhagic Infarction
PWI : Perfussion-Weighted-Imaging
SAH : Subarachnoid Hemorrhage
SCA : Superior Cerebelli Artery
SCD : Sickle Cell Disease
SDH : Subdural Hemorrhage
SPECT : Single Photon Emission Computed Tomography
SPTA : Spasial Peak Temporal Average
SSS : Superior Sagittal Sinus
TCD : Transcranial Color Doppler
TIK : Tekanan Intrakranial
TICA : Terminal-Internal Carotid
TGC : Times Gain Compensation
TH : Transformasi Hemoragik
TIA : Transient Ischemic Attacks
TICA : Terminal Interna Carotid Artery
TOF : Time-of-Flight
TS : Transverse Sinus
USG : Ultrasonografi
VA : Vertebral Artery
VCD : Vascular Closure Devices
WFNS : World Federation of Neurological Surgeon
xxviii
Bab 1
Peran Penting Modalitas
Radiologi terhadap Stroke
K
ejadian stroke menyebabkan berkurangnya atau terhentinya
aliran darah yang mengakibatkan kematian sel-sel otak. Hal ini
menjadikan serangan stroke sebagai keadaan darurat medis.
Seseorang yang diperkirakan mendapat serangan stroke sebaiknya segera
dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan evaluasi dan penanganan
secepatnya. Dengan demikian, kematian sel saraf otak yang lebih
banyak dapat dihindari. Pada saat mendapatkan penanganan medis,
awalnya dokter akan melakukan wawancara untuk mengetahui riwayat
penyakit serta melakukan pemeriksaan fisik kepada pasien. Setelah
itu, dokter akan melakukan pencitraan otak, dapat melalui CT scan,
MRI, dan beberapa pencitraan vaskular untuk memastikan jenis stroke
1
yang diderita pasien. Pada saat ini, pencitraan vaskular yang sudah
berkembang antara lain digital subtraction angiography (DSA), computed
tomography angiography (CTA), magnetic resonance angiography (MRA),
dan transcranial color doppler (TCD). Di sinilah peran modalitas radiologi
dan seorang radiolog sangat diperlukan (Williandry, 2014).
Gambar 1.1Penanganan yang cepat dan tepat terhadap pasien stroke dapat
menyelamatkannya dari kecacatan bahkan kematian.
Rangkuman
1. Kejadian stroke menyebabkan berkurangnya atau terhentinya
aliran darah yang mengakibatkan kematian sel-sel otak. Hal ini
menjadikan serangan stroke sebagai keadaan darurat medis.
2. Setelah pasien stroke mendapatkan penananganan medis awal,
dokter akan melakukan pencitraan otak, dapat melalui CT scan,
MRI, dan beberapa pencitraan vaskular untuk memastikan
jenis stroke yang diderita pasien.
3. Pada saat ini, pencitraan vaskular yang sudah berkembang
antara lain digital subtraction angiography (DSA), computed
tomography angiography (CTA), magnetic resonance angio
graphy (MRA), dan transcranial color doppler (TCD).
M
endengar namanya, tidak salah jika orang langsung membayang
kannya sebagai sebuah penyakit yang menimbulkan kecacatan,
bahkan kematian. Saat ini, penyakit ini merupakan penyebab
kematian dan kecacatan nomor 1 di Indonesia. Itulah stroke. Kecacatan
fisik yang dideritanya menyebabkan ia tidak mampu mandiri dan dapat
menjadi beban keluarganya. Apakah stroke itu sebenarnya?
5
dengan tanda dan gejala klinik, baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak (Victor, M. dan Ropper,A.H.,
2001). Chandra B. pada tahun 1996 menjelaskan bahwa stroke adalah
gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena gangguan peredaran
darah otak yang disertai dengan timbulnya gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal pada otak yang terganggu, baik yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa
jam) (Noerjanto M., 2002). Stroke termasuk penyakit serebrovaskular
yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi
karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Arteri
karotis
normal
Gambar 2.1Seseorang yang terkena stroke maka jarigan otaknya akan mati
karena terjadi pengurangan aliran darah dan oksigen ke otak.
2.6.3 Pemeriksaan
Penunjang
Kemajuan teknologi kedok
teran memberikan kemudahan
untuk memb edak an antara
stroke hemoragik dan stroke
iskemia dengan ditemukannya
berbagai modalitas radiologi,
mulai dari computerized tomo
graph scanning (CT Scan),
cerebral angiografi, elektro
ensefalografi (EEG), magnetic
reson ance imaging (MRI),
elektrokardiografi (EKG), peme
riksaan labo r atorium dan
lainnya.
Sumber: dokumentasi pribadi
Rangkuman
1. Menurut World Health Organization (WHO) stroke
didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang
terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik, baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak.
S
troke iskemia atau yang dikenal juga dengan stroke non-hemoragik
merupakan jenis stroke yang paling banyak yang diderita orang.
Oleh karena itu, kita sangat perlu untuk memahami apakah stroke
iskemia itu dan berbagai hal terkait dengannya.
13
menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteri karotis interna dan
dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung
aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam
pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah
arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar
otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir
di dalam darah kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil (ASA, 2011,
Miscbach and Kalim,2011).
Otak
Embolus
menghalangi
aliran darah
Jaringan
yang mati
Ciri-ciri klinis:
Unilateral weaknessv 2 poin, atau
Gangguan berbicara tanpa adanya gangguan gerak 1 poin, atau
Yang lain 0 poin
Durasi TIA:
60 menit 2 poin, atau
1059 menit 1 poin, atau
< 10 menit 0 poin
Diabetes 1 poin
Risiko stroke setelah 2 hari
Tinggi: total 67 poin (risiko: 8,1%)
Sedang: total 45 poin (4,1%)
Rendah: total 03 poin (1,0%)
Sumber: Horton et al., 2013
M
orbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat
pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemia. Hanya 20%
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya
(Nasissi, Denise, 2010). Stroke hemoragik memegang peranan sebesar
15% sampai 20% dari semua jenis stroke (Lumbantobing, SM, 2003).
Sementara itu, perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari
seluruh stroke dan memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi daripada infark
serebral (Nasissi, Denise, 2010).
Literatur lain menyatakan hanya 8 18% dari stroke keseluruhan yang
bersifat hemoragik. Namun demikian, pengkajian retrospektif menemukan
bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke merupakan stroke hemoragik.
Namun, pendapat lain menyatakan bahwa peningkatan persentase
mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas pemeriksaan seperti
ketersediaan CT scan ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
23
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan (Nasissi,
Denise, 2010).
Subarachnoid
Hemorrhage
Perdarahan di ruang
subarachnoid
Sumber: (a) UF Health, 2015 dan (b) Joe Niekro Foundation, 2015
l. Aneurisma
Peluang menemukan aneurisma pada orang muda tanpa faktor
risiko lain adalah sebesar 2,3% (van Gijn, et al., 2007). Aneurisma
bertanggung jawab terhadap kejadian SAH. Namun penelitian lain
mencatat 34% ruptur aneurisma berkaitan dengan ICH dan sekitar 1,6%
ruptur ini terkait dengan ICH tanpa SAH. Kejadian yang terakhir ini
mungkin disebabkan oleh aneurisma yang terselimuti oleh atau menjorok
ke parenkim otak (Smith, et al., 2011). Sebagian besar aneurisma
berbentuk sakular (berry aneurysm) (Liebeskind, 2014.) Bentuk lainnya
yaitu fusiform. Sekitar 85% aneurisma sakular terdapat pada sirkulasi
anterior. Sekitar 3035% aneurisma muncul pada AcomA. Sebenarnya,
beberapa aneurisma ini tidak benar-benar melibatkan AcomA, melainkan
mereka muncul dari ACA pada peralihan segmen A1/A2. Sekitar 30%
Arteri serebral
tengah
40%
Arteri
karotis 20%
internal
Arteri komunikating
Arteri posterior
serebral
posterior
Arteri basilar
Tabel 4.2Daftar kontelasi klinis stroke (A) dan skor ROSIER (B)
Kasus simptom % Komponen Poin
Onset akut 96 Asymetrical facial 1
Tangan lemah 63 weakness
Kaki lemah 54 Asymetrical arm weakness 1
Gangguan bicara 53 Asymetrical leg weakness 1
Wajah tidak normal 23 Speech disturbance 1
Limb parasthesia 20 Visual field defect 1
Visual disturbances 11 Seizure 1
Facial parasthesia 9
Loss of consciousness 1
Vertigo 6
B
Impaired limb coordination 5 Sumber: Magistris, 2013
Convulsive fits 1
A
Tidak ada satu pun manifestasi klinis yang dapat membedakan antara
kedua subtipe stroke dengan meyakinkan. Meskipun demikian, manifestasi
sistemik seperti mual muntah, sakit kepala, kejang, hipertensi maligna,
dan penurunan kesadaran merupakan tanda peningkatan TIK sehingga
lebih mengarahkan diagnosis ke stroke hemoragik (Liebeskind, 2014).
Reaksi Cushing (hipertensi, bradikardia, dan irregularitas pernapasan)
merupakan tanda peningkatan TIK yang penting. Dibandingkan SAH yang
mendadak, manifestasi klinis ICH membutuhkan waktu hingga hitungan
jam untuk muncul (gradual). Namun tetap lebih dramatis daripada stroke
iskemia (Magistris, 2013). Meskipun demikian, manifestasi klinis yang
4.9.4. Serebelum
Serebelum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu archiserebelum
berfungsi untuk mempertahankan agar seseorang berorientasi terhadap
ruangan. Kerusakan pada daerah ini akan mengakibatkan ataxia tubuh,
limbung, dan terhuyung-huyung. Paleoserebelum, mengendalikan otot-
otot antigravitas dari tubuh. Apabila otot ini mengalami kerusakan akan
menyebabkan peningkatan refleks regangan pada otot-otot penyokong.
Neoserebelum, berfungsi sebagai pengerem pada gerakan di bawah
kemauan, terutama yang memerlukan pengawasan dan penghentian,
serta gerakan halus dari tangan. Kerusakan pada neoserebelum akan
mengakibatkan dysmetria, intenton tremor dan ketidakmampuan untuk
melakukan gerakan mengubah-ubah yang cepat.
Rangkuman
1. Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam
jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom
intraserebrum) atau perdarahan ke dalam ruang subarachnoid,
yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak (disebut hemoragia subarachnoid).
2. Terdapat dua bentuk stroke hemoragik, yaitu intracerebral
hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH).
Kedua bentuk ini memiliki epidemiologi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, dan gambaran radiologis.
3. Perdarahan intraserebral (ICH) adalah perdarahan primer yang
berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan
disebabkan oleh trauma.
4. Sebesar 70% kasus ICH terjadi di kapsula interna, 20% terjadi
di fosa posterior (batang otak dan serebelum) dan 10% di
hemisfer (di luar kapsula interna).
5. Perdarahan subarachnoid adalah keadaan akut yaitu
terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subarachnoid
atau perdarahan yang terjadi di pembuluh darah di luar otak,
M
asalah utama pada stroke adalah gangguan peredaran darah di
otak sehingga kita perlu memahami perihal tentang otak, mulai
dari embriologi otak, anatomi otak, cairan serebrospinal dan
subarachnoid space, serta anatomi vaskular otak.
45
23 hari dengan total waktu kurang lebih 60 hari pertama setelah
ovulasi. Pada akhir periode ini, panjang embrio sudah mencapai 30 mm
dan kemudian dilanjutkan dengan periode fetal. Pada periode fetal tidak
dibagi atas stadium-stadium, namun yang menjadi tolak ukur dalam
pemantauan perkembangan didasarkan atas ukuran dan usia janin
(Satyanegara et al., 2010).
Proses pembentukan susunan saraf pusat manusia dimulai pada
awal minggu ketiga sebagai lempeng penebalan lapisan ektoderm
(neural plate) yang memanjang dari kranial ke arah kaudal. Selanjutnya,
kedua bagian sisi kiri dan kanan akan bertambah tebal dan meninggi,
membentuk lipatan-lipatan saraf yang dikenal sebagai krista neuralis/
neural crest (bagian tengah yang cekung disebut alur saraf (neural
groove). Perkembangan selanjutnya yaitu krista neuralis akan semakin
meninggi dan mendekat satu sama lain serta menyatu di garis tengah
dan selanjutnya terbentuk tabung saraf (neural tube) (Gambar 5.2).
Penutupan tabung saraf tersebut umumnya dimulai dari bagian tengah
(setinggi somit ke-4) dan baru disusul oleh penutupan bagian kranial dan
kaudal. Kedua ujung tabung saraf menutup paling akhir. Dengan demikian,
tabung saraf masih mempunyai hubungan dengan rongga amnion, yakni
bagian (neuroporus) anterior menutup pada usia embrio pertengahan
minggu ketiga (somit 1820), sedangkan neuroporus posterior menutup
pada akhir minggu ketiga (somit25) (Satyanegara et al., 2010).
Setelah tabung neural tertutup, pada bagian anteriornya akan mulai
terbentuk tiga buah gelembung, masing-masing seperti penjelasan berikut
ini (Gambar 5.2) (Satyanegara et al., 2010).
(1) Prosensefalon (otak depan).
(2) Mesensefalon (otak tengah).
(3) Rhombensefalon (otak belakang).
Intraembryonic
coelom
Anterior Notochord
neuropore
Neural crest
Surface ectoderm
Posterior
neuropore
Notochord
Neural crest
Somite
Neural groove
DAYS 23 Intraembryonic
mesoderm
Anterior
neuropore
Neural canal
Posterior neuropore
Yolk stalk
DAYS 25
Somites SAGITTAL VIEW
Amnion
Posterior neuropore
Diensefalon
Telensefalon Mesensefalon
Metensefalon
Optik
Fisura pontine
Mielensefalon
Talamus
Mesensefalon
Polium
Isthmus
Corpus striatum
Resesus optikus
Serebelum
Hipotalamus Medula
oblongata
Sumber: Satyanegara et al., 2010.
Pedunkulus serebri
Korpus pienalis Akuaduktus serebri
Malamus Mesensefalon
Lamina kuadrigemina
Pleksus khoroideus
Isthmus
Serebelum
Korpus striatum Mesensefalon
Telensefalon Fosa rhomboideus
Loose
connectivetissue
Gambar 5.6Struktur tulang tengkorak dilihat dari sisi: (a) lateral, (b) frontal
dan (c) inferior.
5.2.3 Meningen
Meningen terdiri atas duramater, arachnoid, dan piamater. Berikut ini
penjelasannya masing-masing.
a. Duramater
Duramater disebut juga pachimeningen atau meningen fibrosa
karena tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Pada duramater
dapat diamati adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah, dan
limfe. Lapisan dalam duramater terdiri dari beberapa lapis fibrosit pipih
dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid (Beitz, A.J., Fletcher T.F., 2006).
Frontal lobe
Occipittal lobe
Temporal lobe
Cerebellum
(a) (metencephalon)
Pons (metencephalon)
Medulla oblongata (myelencephalon)
Diencephalon
Thalamus
Hypothalamus
Cerebellum
(metencephalon)
Midbrain (mesencephalon)
Pons (metencephalon)
Medulla oblongata (myelencephalon)
(b)
Sumber: Gray, 1918; Taveras, 1996
Bordering Structures
Ventricular Space
Genu of corpus callosum
Head of caucate nucleus Anterior horn of
lateral ventricle
Septum perucidum Body of lateral ventricle (ventral
to body of corpus callosum)
Body of caucate nucleus 3rd ventricle
Fornix Suprapineal recess
Amygdaloid nuclear
complex Inferior horn of
lateral ventricle
Tail of caudate nucleus
Hippocampal formation
Splenium of corpus Cerebral aqueduct
callosum Atrium of lateral ventricle
(contains glomus
Optic radiations chorodeum)
Tapetum Lateral recess of
4th ventricle
4th ventricle
(b) Posterior horn of
Lateral ventricle
Gambar 5.9Sistem ventrikel dilihat dari (a) lateral dan (b) kranial.
Subarachnoid space
C. cingulata
C. lamina terminalis
C. chiasmatis
C. magna (cerebello C. interpenducularis
medullaris) C. pontis
C. ambiens
Sumber: Gray, 1918; Taveras, 1996
III II
Sumber: Anzalone & Tartaro, 2005;
Moeller & Reif, 2000;
1 Patestas & Gartner, 2006
M4 (Cortical)
A5
A4
A3
A2
Lenticulostriate
A2 Braches of M1
A1
M3
(Opercular)
Petrous ICA
M1 (Insular)
A M1 B Cetrical ICA
III
c
b
II
Sumber: Anzalone & Tartaro, 2005;
Moeller & Reif, 2000;
a
I Patestas & Gartner, 2006
IV
Gambar 5.13Sirkulasi vertebro-basilar.
Posterior
Cerebral Arteries
Left SCA
Right SCA
Left AICA
Right PICA
Left PICA
Vertebral
Arteries
IV
b
I III
a
V c
II
Sumber: Anzalone & Tartaro, 2005; Moeller & Reif, 2000;
Patestas & Gartner, 2006
Gambar 5.16Gambaran normal ICA, ACA, dan MCA: (a) anterior view dan
(b)lateral view.
(a) (b)
Sumber: Patestas & Gartner, 2006; Netter & Craig, 2000
Anterior cerebral artery (ACA) dibagi lagi menjadi dua traktus, yaitu
traktus pre-communicating A1 yang merupakan asal dari arteri lentikular
striata dan arteri Heubners, serta traktus A2 yang bercabang ke arteri
a b
(a) anterior cerebral artery (b) callosal artery
d
(d) triple pericallosal artery
c
(c) azygos artery Sumber: Netter & Craig, 2000
a b
Sumber: Netter & Craig, 2000
Gambar 5.20(a) MCA dan PCA normal dan (b) duplikasi middle
cerebral artery kiri.
a b
Sumber: Anzalone & Tartaro, 2005; Netter & Craig, 2000; Tamraz & Comair, 2006
(a) (b)
Sumber: Anzalone & Tartaro, 2005; Netter & Craig, 2000; Tamraz & Comair, 2006
Pontine
Internal
auditory
striata. Kedua adalah sistem kortikal
yang berperan dalam mensuplai pia
matter, korteks dan jaringan otak
sekitar. Dua sistem tersebut tidak
ral
(Gray, 1918).
Anterior
a b
Sumber: Nitz W., 2006; Rohkamm, 2004
d I
I
II
II
IV
c
a
III
b
e
III
IV
V (a) V (b)
Sumber: Nitz, 2006; Tamraz & Comair, 2006; Osborn, Blaser, Salzman et al. 2004
a b
Sumber: Nitz, 2006; Tamraz & Comair, 2006; Osborn, Blaser, Salzman et al. 2004
a b
Sumber: Nitz, 2006; Tamraz & Comair, 2006; Osborn, Blaser, Salzman et al. 2004
a b
Sumber: Korosec, 2009; Osborn, Blaser, Salzman, et al. 2004
Superior
ophthalmic
vein Intercavernous
sinus
Sphenoparietal sinus
Site of section
for C
Cavernous
sinus
End of Sigmoid
sinus: beginning
Superior of internal jugular
petrosal vein.
sinus
Great
Inferior cereblar vein
petrosal
sinus
Tentorial
Simoid notch
sinus
Cerebellar
Straight sinus tentorium
Right
Superior Inferior transverse
sagittal sinus sagittal sinus
sinus
Sumber: Moore et al., 2007
C
omputed Tomography atau CT scan sering kali digunakan
untuk alat diagnosis pada berbagai permasalahan kesehatan di
dunia kedokteran. Pemindaian dengan teknologi computerized
tomography atau biasa disebut CT scan muncul pada awal tahun 1970-
an. Sejak itu, CT scan menjadi alat yang penting untuk pencitraan medis
77
bahkan dapat menghasilkan bentuk pencitraan tiga dimensi. Pencitraan
ini dapat dilihat pada monitor komputer dalam bentuk film yang diprint
atau disimpan di dalam CD atau DVD (Kohl, G., 2005).
Computer Tomography (CT) scanner merupakan alat diagnostik
dengan teknik radiografi yang menghasilkan gambar potongan tubuh
secara melintang berdasarkan penyerapan sinar-X pada irisan tubuh
yang ditampilkan pada layar monitor TV hitam putih. Computed
Tomography (CT) biasa juga disebut computed axial tomography (CAT),
computer-assisted tomography, atau (body section roentgenography)
yang merupakan suatu proses yang menggunakan digital processing
untuk menghasilkan suatu gambaran internal tiga dimensi suatu objek
dari satu rangkaian sinar-X yang menghasilkan gambar dua dimensi.
Kata " tomography" diperoleh dari Yunani tomos (irisan) dan graphia
(gambarkan) (Ramadhani, P., 2006).
6.2.1 Gantry
Di dalam CT scan, pasien berada di atas meja pemeriksaan dan meja
tersebut dapat bergerak menuju gantry. Gantry ini terdiri atas beberapa
perangkat yang keberadaannya sangat diperlukan untuk menghasilkan
suatu gambaran. Perangkat keras tersebut antara lain tabung sinar-X,
kolimator, dan detektor.
a. Tabung sinar X
Berdasarkan stukturnya, tabung sinar-X sangat mirip dengan tabung
sinar-X konvensional, perbedaannya yaitu terletak pada kemampuannya
untuk menahan panas dan output yang tinggi. Panas yang cukup tinggi
disebabkan karena perputaran anoda yang tinggi dengan elektron-elektron
yang menumbuknya. Ukuran fokal spot yang kecil (kurang dari 1 mm)
sangat dibutuhkan untuk menghasilkan resolusi yang tinggi.
b. Kolimator
Kolimator berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur, membatasi
jumlah sinar yang sampai ke tubuh pasien, serta untuk meningkatkan
kualitas gambar. CT scan menggunakan 2 buah kolimator yaitu pre
pasien kolimator dan pre detektor kolimator.
c. Detektor
Selama eksposi, berkas sinar-X (foton) menembus tubuh pasien dan
mengalami perlemahan (atenuasi). Sisa-sisa foton yang telah teratenuasi
kemudian ditangkap oleh detektor. Ketika detektor-detektor menerima sisa-
sisa foton tersebut, foton berinteraksi dengan detektor dan memproduksi
sinyal dengan arus yang kecil yang disebut sinyal output analog. Sinyal ini
Sorotan sinar-X
Mesin CT
Operator
Meja
6.4.2 Range
Range adalah perpaduan/kombinasi dari beberapa slice thickness.
Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan yang
berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
6.7 Windowing
Sebuah gambaran digital CT scan yang memiliki rentang dinamik 1216
bit per piksel, 212 (4096)216 (65.536) gradasi abu-abu per piksel, tampilan
layar CT scan mampu menampilkan 28 gradasi abu-abu, sedangkan mata
manusia hanya mampu membedakan 25 gradasi abu-abu. Oleh karena itu,
diperlukan suatu teknik dalam CT scan yang disebut dengan windowing,
yang memungkinkan pembaca CT scan untuk fokus pada jaringan tertentu
dalam parameter tertentu yang telah ditetapkan. Jaringan yang diinginkan
dapat diubah menjadi hitam atau putih, tidak hanya berbeda sedikit lebih
abu-abu. Dengan teknik ini, perbedaan dalam densitas jaringan dapat
dimaksimalkan. Gambaran yang dihasilkan bergantung pada window yang
digunakan. Umumnya, pencitraan CT scan menggunakan window yang
dioptimalkan untuk melihat jaringan otak, darah, dan tulang.
(a) (b)
Sumber: Xue, Z., et al., 2012
Gambar 6.5Contoh window pada CT scan: (a) brain window. (b) bone
window.
(a) (b)
Gambar 6.6(a) Gambaran CT kepala normal daerah fossa posterior dan
(b)gambaran CT kepala normal daerah serebellum.
(a) (b)
Gambar 6.7(a) Gambaran CT kepala normal daerah korona radiata dan
(b)gambaran CT kepala normal daerah sentrum semiovale.
Gambar 6.10Ukuran CT kepala: (2) ukuran ventrikel lateral dan (3) ukuran
ventrikel III.
e. Nervus optikus
Segmen retrobulbar 5.5 mm 0.8 mm
Jarak terpendek (pada pertengahan orbita) 4.2 mm 0.6 mm
(a) (b)
Gambar 6.12(a) Ketebalan nervus optikus normal pada segmen retrobular dan
(b)ketebalan nervus optikus terpendek (normal) pada pertengahan orbita.
Rangkuman
1. Computed Tomography atau CT scan adalah sebuah pemeriksaan
di bidang medis seperti sinar-X konvensional yang menghasilkan
pencitraan atau gambaran multipel dari struktur dalam tubuh.
2. Pencitraan cross-sectional yang dihasilkan CT scan dapat
direformat dalam multipel planar dan bahkan dapat meng
hasilkan bentuk pencitraan tiga dimensi.
3. Pencitraan ini dapat dilihat pada monitor komputer dalam
bentuk film yang diprint atau disimpan di dalam CD atau DVD.
4. Pencitraan CT dari organ dalam misalnya tulang, jaringan lunak,
dan pembuluh darah menghasilkan detil gambar yang jauh lebih
D
alam bidang kedokteran, penemuan radionuklida dilengkapi dengan
dirancangnya alat-alat deteksi radiasi seperti tabung Geiger-Muller
(GM tube), pencacah sintilasi, scanner, probes, kamera gamma
planar, serta terakhir kamera SPECT (Single Photon Emission Computed
Tomography) dan PET (Positron Emission Tomography). Apakah SPECT
dan PET itu? Berikut ini penjelasannya (Masjhur, J.S., 2009).
97
7.1.1 Definisi SPECT
Single photon emission computed tomography (SPECT) adalah
pencitraan fungsional otak dengantomografi emisi fotontunggal
(single photon emission tomography/SPET) yang memungkinkan
gambar tiga dimensi aliran darah serebral yang berasal dari data dua
dimensi. Tomografi emisi positron ini dapat digunakan untuk mengukur
metabolisme serebral regional dan karakteristik neurotransmitter reseptor
lain. Ketika tes pencitraan seperti sinar-X dapat menunjukkan struktur di
dalam tubuh pasien terlihat seperti apa maka pencitraan menggunakan
SPECT menghasilkan gambar yang menunjukkan bagaimana organ dalam
tubuh bekerja. Misalnya SPECT dapat menunjukkan bagaimana darah
mengalir ke jantung atau ke daerah otak yang lebih aktif atau kurang aktif
(Mayo Clinic Staff, 2015).
SPECT membentuk citra transversal dengan distribusi nuklida
pemancar sinar-X atau sinar gamma dalam tubuh pasien. Citra proyeksi
planar standar diperoleh dari putaran 180 (umumnya SPECT untuk
jantung) dan 360 (untuk SPECT bukan jantung). Pada umumnya, SPECT
menggunakan satu atau lebih head/kepala sintilasi kamera yang bergerak
mengelilingi pasien (Liy, N., 2014).
SPECT
scan image
SPECT scanner
Area of
reduced blood
flow
Gamma camera
Gamma rays
PET
scan image
PET scanner
Area of
reduced
blood flow
Gamma detectors
Gamma rays
Rangkuman
1. Single photon emission computed tomography (SPECT) adalah
pencitraan fungsional otak dengan tomografi emisi foton tunggal
(single photon emission tomography/SPET) yang memungkinkan
gambar tiga dimensi aliran darah serebral yang berasal dari data
dua dimensi.
2. Dalam tomografi dengan emisi ada 3 keterbatasan fundamental
yang harus diperhatikan yaitu collection effeciency, atenuasi
radiasi gamma oleh pasien, dan waktu koleksi hanya merupakan
fraksi waktu radiasi gamma yang dipancarkan.
3. Mesin SPECT merupakan sebuah perangkat berbentuk lingkaran
besar dan dilengkapi dengan kamera yang dapat mendeteksi
pelacak radioaktif yang diserap tubuh pasien.
4. Kolimator yang umum digunakan pada pesawat SPECT adalah
kolimator parallel-hole.
S
Saat ini, berbagai kelainan pada jaringan otak dan sekitarnya
sangatlah beragam. Kelainan-kelainan tersebut sering kali
menunjukkan gejala sama pada penyakit yang berbeda. Oleh
sebab itu, pemeriksaan penunjang khususnya imaging atau pencitraan
sangatlah berperan penting untuk membantu tegaknya diagnosis suatu
penyakit (Rasad, 2006).
109
dalam diagnosis noninvasif lesi suatu organ. MRI memiliki keunggulan
yaitu mampu melakukan 3 macam irisan dan dapat membedakan
jaringan lunak dibandingkan dengan alat pencitraan yang lain (Rasad,
2006 dan Rao, 1999).
Koil Pasien
radio
frekuensi
Meja pasien
Koil
gradien
Magnet
Pemindai
Komputer
Protokol Pengendali
proses
rekonstruksi
gambar
Papan tombol operator
Sumber: Sprawls, P., 2015
Bidang
magnetik
eksternal
Atom hidrogen acak Atom hidrogen sejajar
Tidak ada bidang eksternal
Sumber: Rasad, 2006
A B C
D E F
Pada tahap ini akan dibuat gambar T2 dan T1 weighted serta proton
density. Selanjutnya, dilakukan pengambilan potongan koronal dengan
orientasi pada potongan aksial. Potongan aksial dan koronal umumnya
dengan ketebalan irisan 6 mm.
a b
Sumber: Moeller, 2003
Gambar 8.9Scout potongan koronal standar untuk otak (a) dan scout
potongan sagital untuk otak (b).
Rangkuman
1. Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik
tertentu pada gambar Tl dan T2 maupun proton density.
2. Intensitas jaringan biasanya berbeda pada gambar Tl dan T2,
kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi, maupun peredaran darah
yang cepat. Intensitas jaringan tersebut mulai dari hipo, iso dan
hiper intensitas terlihat jelas pada T1 dan T2.
3. Cara kerja MRI mengacu pada komposisi tubuh yang terdiri atas
atom hidrogen atau proton.
S
eiring dengan perkembangan teknologi dalam perangkat keras,
perangkat lunak, dan teknologi analisis gambar maka digital
subtraction angiography (DSA), computed tomography angiography
(CTA), dan magnetic resonance angiography (MRA), sekarang telah
menjadi garda depan pencitraan pembuluh darah. Pada kenyataannya,
teknik-teknik tersebut dapat menggantikan angiografi konvensional
dan digolongkan ke dalam standar baku baru dengan memberikan
karakterisasi yang ekuivalen maupun superior terhadap abnormalitas
pembuluh darah otak (Weber, 2001).
129
9.1 Definisi Digital Subtraction Angiography (DSA)
Sejak tahun 1970-an gambar digital telah menggeser peran gambar-
gambar analog. Sementara itu, digital subtraction angiography (DSA)
dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. Generasi gambar DSA dimulai
dengan generasi sinar-X oleh tabung yang biasanya terletak di bawah
pasien. Tabung sinar-X bergerak di atas melewati meja radiolusen dan
pasien. Foton yang dikeluarkan ditangkap oleh detektor yang terletak di
atas pasien yang dirangkaikan ke tabung oleh struktur lengan berbentuk
huruf C atau huruf U (Gambar 9.1) (Rubin, 2009).
(a) Sumber: Rubin, 2009 (b) Sumber: The Bangalore Hospital, 2005
(a) (b)
Gambar 9.2(a) Citra mask dan (b) citra live (citra kontras) pada
pencitraanDSA.
Hasil pemeriksaan serebral DSA sangat komprehensif dalam
memberikan informasi tentang vaskularisasi otak dan tetap menjadi
standar emas untuk mengevaluasi kelainan pembuluh darah otak,
terutama stenosis arteri, malformasi arteriovenosa (AVM) dan aneurisma
otak. Selain itu, DSA juga dilakukan untuk menentukan aliran darah dan
kondisi pembuluh darah (seperti vasospasme, vaskulitis, vaskularisasi
tumor otak). Dengan melakukan prosedur ini, terapi yang optimal dapat
dicapai untuk setiap kelainan pembuluh darah otak (Usman et al., 2012).
Dalam dekade terakhir, telah dilakukan penggunaan agen kontras
yang lebih aman. Selain itu, telah ada kemajuan teknis yang penting
meliputi penggunaan kateter yang lebih kecil, hydrophylic guide wires,
dan sistem pencitraan digital. Namun, penggunaan serebral DSA untuk
beberapa kasus, khususnya di Indonesia, tampaknya telah dikembangkan
secara perlahan-lahan. Namun demikian, beberapa sumber masih
berpendapat bahwa DSA sebagai prosedur mahal dan invasif yang dapat
menyebabkan morbiditas serta mortalitas (Usman et al., 2012).
Ekspansi volume
intravena: diperlukan
cairan mengandung
Pemeriksaan nefrologis garam isotonik Cairan bening, 2 jam
sebelum prosedur Protokol: 1 mL/kg/jam, sebelum prosedur
Perhitungkan 12 jam sebelum dan 12 Pertimbangkan ekspansi
penggunaan CO2. sesudah prosedur atau volume intravena
3 mL/kg/jam, 1 jam
sebelum prosedur; dan
1 mL/kg/jam, 3-6 jam
setelah prosedur.
Pengobatan profilaksis
Perhitungkan NAC 1200
mg 2 x sehari; sehari Tidak direkomendasikan
sebelum hari prosedur
Menggunakan obat
nephrotoxic
Hentikan NSAIDs 24 jam
sebelum prosedur dan 24
jam setelah prosedur
Hentikan metformin
Follow up: SCr pada 48-96 jam, diorder oleh staf radiologi intervensional;
25 triger berhubungan dengan dokter utama, nefrologis, atau memesan dokter
untuk follow up assessment
AKI = cedera ginjal akut; CO2 = karbon dioksida; CrCl = kreatinin; eGFR = perkiraan laju filtrasi
glomerulus; MDRD = modifikasi diet pada renal disease; NSAID = non-steroid anti-inflamasi.
9.5.1. Jarum
Semua prosedur angiografi dimulai dengan akses jarum ke vaskular.
Ada berbagai variasi jarum akses ke vaskular, tetapi semua dirancang
untuk memungkinkan masuknya kawat pemandu melalui kanal tengahnya
(Gambar 9.4) (Weber, 2001).
Berdasarkan gambar di
samping dapat kita lihat dari kiri
ke kanan yaitu jarum 18-gauge
Seldinger yang berongga bagian
dalamnya, stylet tajam yang
melampaui ujung tumpul jarum;
stylet; jarum Seldinger dengan
stylet yang dikeluarkan; jarum
18-gauge yang berongga dan
ujungnya tajam (1 dinding);
jarum 21-gauge microaccess
(Kaufman, 2008). Sumber: Kaufman, 2008
Jarum yang paling sederhana
Gambar 9.4Jarum akses yang umum
adalah jarum one-piece dengan
digunakan untuk angiografi.
ujungnya yang tajam dan miring.
Kawat pemandu dimasukkan
langsung melalui jarum setelah ujungnya berada dalam lumen pembuluh
darah. Tipe jarum ini dapat digunakan untuk tusukan arteri dan vena.
Jarum two-piece biasanya memiliki stilet tajam yang membuat kedap
jarum dan meluas sedikit melampaui ujung jarum. Jarum ini memiliki
ujung tumpul, tidak traumatik, dan miring ketika stilet dilepas. Dengan
adanya stilet tajam tersebut memungkinkan jarum untuk menusuk
9.5.4 Kateter
Kateter angiografi biasanya terbuat dari plastik (polyurethane,
polyethylene, teflon, atau nilon). Mengenai bahan kateter yang
tepat, konstruksi, pelapis, diameter dalam, diameter luar, panjang,
bentuk ujung, pola lubang samping, hal itu ditentukan oleh tujuan
penggunaannya(Gambar 9.7). Kateter yang digunakan untuk aortografi
nonselektif yaitu yang berdinding tebal bertujuan untuk mengatasi
injeksi dengan volume besar dan tekanan tinggi. Biasanya, ujung kateter
menggulung mirip seperti ekor babi yang membuat ujung kateter jauh
dari dinding pembuluh darah. Pada kateter juga terdapat beberapa
lubang pada sisi proksimal dari ujung yang menggulung sehingga
sebagian besar media kontras dapat keluar dari kateter. Sebaliknya,
kateter selektif umumnya berdinding tipis dengan lubang tunggal
pada ujungnya, tingkat injeksi lebih rendah dan diarahkan ke sebuah
pembuluh darah kecil (Kaufman,2008).
Banyak kateter cocok untuk angiografi serebral. Ukuran luar
kateter dijelaskan dalam gauge French (French 3 = 1 mm), sedangkan
diameter lubang akhir (dan oleh karena itu ukuran maksimum dari
kawat pemandu kateter yang akan mengakomodasi) digambarkan
dalam per seratus inci. Sebagai aturan umum, penggunaan panjang
kateter 100 cm yang memiliki ujung lengkung, tepat untuk pembuluh
darah dengan lengkungan. Lengkungan sederhana (misalnya lengkung
Berenstein) dapat disesuaikan untuk banyak situasi anatomi dan yang
paling tepat untuk pasien muda dengan pembuluh darah yang lurus
(Harrigan etal,2013).
9.7 Sedasi/Analgesik
Beberapa jenis zat yang biasanya digunakan untuk sedasi atau
analgesik yaitu:
1. Midazolam (Versed) 12 mg IV untuk sedasi; berdurasi kurang
lebih 2 jam.
2. Fentanyl (Sublimaze) 2550 mg IV untuk analgesik; berdurasi
kurang lebih 2030 menit.
Penggunaan sedasi harus seminimal mungkin, jika penggunaan
obat penenang berlebih membuat sulit untuk mendeteksi perubahan
neurologis yang hampir tidak terlihat selama prosedur. Agitasi paradoks
telah dilaporkan hingga 10,2% dari pasien, terutama pada pasien tua dan
pasien dengan riwayat penyalahgunaan alkohol atau masalah psikologis
Flumazenil (Romazicon ) 0,20,3 mg IV dapat memulihkan efek ini
(Harrigan et al., 2013).
c d g
Gambar 9.11Proyeksi PA
standar dan lateral.
Tahap 1 Tahap 2
Tahap 3 Tahap 4
Tahap 5 Tahap 6
Sumber: Higgs, 2005; Schummer, 2002; Seldinger 1953
A B
C D
Sumber: Rubin, 2009
1 Vertebral artery
2 Posterior inferior cerebellar artery
2v Vermian branch of PICA
2h Hemispheric branch of PICA
3 Basilar artery
4 Anterior inferior cerebellar artery (AICA)
5 Superior cerebellar artery (SCA)
5h Hemispheric branch of SCA
6 Posterior cerebral artery (SCA)
6.2 P2 Segment of posterior cerebral artery
7 Posterior communicating artery
8 Posterior temporal branch of PCA
9 Parieto-occipital branch of PCA
10 Calcarine branch of PCA
11 Anterior thalamoperforators
12 Posterior thalamoperforators
13m Medial posterior choroidal arteries
13L Lateral posterior choroidal arteries
14 Vertebral-basilar junction
15 Splenial branch (posterior pericallosal artery) of PCA
17 Anterior spinal artery
Tampak depan ** Region of quadrigeminal plate cistern
Sumber: Rubin, 2009
Rangkuman
1. Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perangkat
keras, perangkat lunak, dan teknologi analisa gambar maka
computed tomography angiography (CTA), magnetic resonance
angiography (MRA), dan digital subtraction angiography
(DSA) sekarang telah menjadi garda depan pencitraan
pembuluhdarah.
2. Serebral DSA yaitu modifikasi cerebral angiografi yang
merupakan suatu upaya diagnostik dengan cara menginjeksikan
kontras ke arah pembuluh darah menuju otak yang akan
diperiksa melalui kateter.
C
omputed Tomographic Angiography (CTA) merupakan salah satu
terobosan dalam bidang radiologi diagnostik.
159
Sumber: Dokumen pribadi
Collimator Collimator
Sumber: Tasfir, Abel. 2012
I
ndikasi penggunaan modalitas diagnostik yang noninvasif pada
vaskular semakin meningkat pada dekade terakhir seiring dengan
perkembangan teknologi yang pesat. Kemajuan di bidang pencitraan
pembuluh darah otak juga semakin meningkat. Salah satu modalitas
diagnostik yang banyak digunakan saat ini khususnya di bidang neurologi
adalah Magnetic Resonance Angiography (MRA).
171
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 11.7Hasil
pencitraan CEMRA:
arteriogram karotis
interna, proyeksi lateral,
fase arteri.
Sifat unik k-space (susunan data dari mana gambar akhir yang
dihasilkan) dimana garis pusat menentukan kontras gambar dan garis-
garis perifer menentukan resolusi gambar, hal itu dapat dimanfaatkan
secara unik untuk menghasilkan gambar CEMRA yang sangat baik. Dalam
keadaan pada saat menahan napas tidak diperlukan (misalnya MRA perifer
dan pencitraan arteri karotis) selama pengumpulan garis tengah yang
ditandai oleh kontras di k-space selesai selama puncak arteri dan sebelum
media kontras mencapai vena maka pengumpulan yang terus-menerus di
garis perifer k-space selama peningkatan vena, hal itu tidak mengakibatkan
kontaminasi gambar. CEMRA kini menjadi standar acuan untuk MRA
terhadap semua teknik-teknik baru yang harus diukur (Rubin et al., 2009).
Pemeriksaan CEMRA didasarkan pada shortening effect T1 pada zat
kontras Gd-chelate di darah. Hal ini berbeda dengan teknik MRA time-
of-flight (TOF) dan phase contrast (PC) yang memanfaatkan pergerakan
aliran darah untuk menimbulkan sinyal pembuluh darah. Dengan adanya
Gd di pembuluh darah, sinyal vaskular pada CEMRA tidak terhalang oleh
sejumlah artefak seperti hilangnya sinyal dari aliran lambat yang dapat
Persiapan pasien
Sebagaimana pemeriksaan MR scan yang lain, persiapan pasien
yang baik akan mengurangi lama pemeriksaan dan meningkatkan efisiensi
klinis. Selain pemeriksaan terhadap kontraindikasi yang biasa pada
pemeriksaan magnetic resonance (misalnya pacemakers) dan penggunaan
zat kontras Gd-chelate (misalnya kehamilan), pasien yang akan menjalani
pemeriksaan CEMRA sebaiknya diperiksa oleh seorang dokter. Lebih baik
jika ahli radiologi atau anggota dari bagian radiologi harus memeriksa
pasien sebelum dilakukanya prosedur untuk menjelaskan apa yang harus
dilakukan, pastikan tidak ada kontraindikasi, periksa nadi dan pastikan
bahwa premedikasi cukup. Kualitas gambar pada CEMRA intra abdomen
dan toraks akan lebih baik bila dilakukan sambil menahan napas. Pangkal
paha harus dicukur jika yang akan digunakan pendekatan femoral. Hal
ini telah menjadi rutinitas bagi pasien untuk puasa dalam jangka waktu
yang tertentu sebelum prosedur dilakukan untuk menghindari risiko
aspirasi selama ada kemungkinan reaksi terhadap media kontras (Rubin
etal.,2009).
Pada hampir semua pemeriksaan CEMRA, pasien diposisikan dengan
kaki terlebih dulu pada scanner dengan posisi telentang, kecuali pada
pemeriksaan neurovaskular dimana digunakan koil kepala atau sistem
neurovaskular kepala dan leher. Dengan demikian, pasien harus diposisikan
dengan kepala terlebih dahulu masuk pada scanner (Anzalone & Tartaro,
2005; Moeller & Reif, 2003).
CEMRA biasanya dilakukan dengan menggunakan zat kontras
Gdchelate ekstraselular yang banyak dijual di pasaran. Kecepatan injeksi
berpengaruh terhadap konsentrasi puncak dari Gd serta pencapaian SNR
arteri. Pada umumnya, pemberian dengan kecepatan injeksi yang lebih
cepat akan menyebabkan peningkatan SNR arteri, namun menyebabkan
penyangatan vena yang lebih awal. Rata-rata kecepatan injeksi 2ml/
detik ideal untuk diterapkan pada hampir semua pemeriksaan CEMRA,
walaupun akan lebih baik jika diberikan dengan kecepatan yang lebih tinggi
(Anzalone & Tartaro, 2005; Moeller & Reif, 2003).
Pada kebanyakan pemeriksaan CEMRA, rata-rata dosis zat kontras
yang dibutuhkan yaitu 0,150,2 mmol/kg (sekitar 2030 ml). Jika waktu
pemberian sesuai, dapat diberikan dosis yang lebih rendah (0.1 mmol/kg).
Pada umumnya, penggunaan dosis zat kontras yang lebih besar memiliki
keuntungan karena dapat memperpanjang fase arterial dan sebagai
cadangan bila ternyata dibutuhkan waktu pemeriksaan yang lebih panjang
(Anzalone & Tartaro, 2005; Moeller & Reif, 2003).
Rangkuman
1. Magnetic resonance angiography (MRA) merupakan suatu
metode menciptakan gambaran pembuluh darah dengan MRI.
MRA telah mengalami revolusi lebih dari beberapa dekade,
menggantikan angiografi kateter sebagai alat diagnostik utama
untuk mengevaluasi hampir semua teritorial pembuluh darah
khususnya pada teknik yang menggunakan kontras.
2. MRA merupakan modalitas pencitraan di bidang medis yang
dapat memperlihatkan gambaran pembuluh darah untuk
tujuan diagnosis dan terapi. Kelebihan MRA dibandingkan
DSA yaitu MRA bersifat noninvasif dan memberikan gambaran
tigadimensi.
3. Angiografi dilakukan dengan menggunakan:
- Fluoroscopy (x-ray) untuk membantu menempatkan kateter
ke dalam pembuluh darah tubuh
- Computed tomography (CT)
- Magnetic resonance imaging (MRI)
4. Kelebihan MRA dibandingkan DSA yaitu MRA bersifat noninvasif
dan memberikan gambaran tiga dimensi. MRA merupakan
teknik pencitraan non-invasif yang tidak melibatkan paparan
radiasi pengion. Kelebihan utama MRA dibandingkan CTA untuk
menilai pembuluh darah intrakranial adalah karena sifatnya yang
tidak menggunakan sinar-X, tidak selalu harus menggunakan zat
kontras, dan lebih baik dalam membedakan arteri dan vena.
Dalam hal pemeriksaan pembuluh darah otak, gabungan antara
pemeriksaan MRI dan MRA kepala akan menghasilkan nilai
diagnostik yang lebih tinggi.
5. Pada pemeriksaan neuroimaging, MRA juga dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi mengenai difusi, perfusi (volume
darah serebri, aliran darah serebri, dan mean transit time) dan
fungsi otak yang memungkinkan evaluasi dengan menggunakan
modalitas tunggal.
6. Biasanya untuk melakukan pemeriksaan MRI, pasien diminta
untuk mengenakan baju khusus yang sudah disediakan rumah
sakit, pedoman aturan makan dan minum, masalah kesehatan
P
ada saat ini, terdapat kecenderungan bahwa stroke menyerang
generasi muda yang masih produktif. Tidak dapat dipungkiri bahwa
peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan
wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang
melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Kemajuan teknologi ultrasonografi terbaru saat ini telah memberikan
kemudahan bagi kita untuk mengevaluasi sistem arterial intrakranial
dengan menggunakan Transcranial Color Doppler (TCD), sebagai deteksi
kondisi patologis vaskular pada pasien berisiko (Katz, M.L., 2003).
Setelah transient ischemic attack (TIA), pasien berada pada risiko
tinggi untuk mendapatkan serangan vaskular lebih besar. Risiko stroke
193
pada 90 hari pertama setelah TIA sekitar 4% hingga 20%, dengan
separuh serangan terjadi pada 2 hari pertama. Sementara itu, risiko
stroke pada 1 tahun setelah TIA berkisar antara 7% sampai 21%, dan
setelah itu menurun dengan rata-rata per tahun 2% sampai 6% pada 4
hingga 5 tahun berikutnya (Holzer, K., et al., 2009).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Katrin Holzer pada tahun
2009, didapatkan data 13,8% pasien yang mengalami stroke iskemia
atau TIA, sebesar 3,1% juga mengalami infark miokard atau sindroma
koroner akut, dan 3,1% menjalani revaskularisasi arterial. Color Doppler
Ekstrakranial (Extracranial Doppler = ECD) menunjukkan adanya
stenosis ekstrakranial lebih dari 50% dan oklusi pada 19,3% pasien. TCD
menunjukkan adanya stenosis intrakranial pada 9,2% dan pola aliran
kolateral akibat stenosis ekstrakranial pada 3,1% kasus. Analisis data
menyimpulkan bahwa abnormalitas ECD dan TCD merupakan prediktor
untuk terjadinya serangan iskemia otak baru. Abnormalitas pada TCD juga
merupakan prediktor serangan iskemia kardiovaskular. Dengan demikian,
pasien TIA dengan TCD abnormal dikatakan mempunyai risiko tinggi
untuk berkembang menjadi serangan iskemia otak dan kardiovaskular di
masa yang akan datang (Holzer, K., et al., 2009).
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menguasai teknik
pemeriksaan TCD dan memberikan interpretasi yang tepat agar dapat
dilakukan terapi yang dini dan adekuat.
Transducer
Sumber: Interactive and Atracctive
Media dipindahkan Physics, 2010
Sudut Doppler
Gambar 12.4Prinsip
kerja transducer pada TCD
Sebaran isi Arah aliran adalah dengan memberikan
suatu gelombang bunyi
ke tubuh manusia dengan
Profil kecepatan
menggunakan media
transmiter.
A
C
D
Sumber: Katz M.L., 2001, Rasulo F.A., 2008
Cerebral penducles
Ipsilateral
2
M2 4
M1 6
A1
8
A2 P1 P2 10
Contralateral
210
Arah aliran Hubungan dengan
Depth (relatif terhadap TICA/MCA/ACA Kecepatan Respon terhadap
Arteri Window (mm) transducer) Juction (cm/detik) kompresi carotid
MCA (M1) Transtemporal 4565 Toward At 4686 , 0
MCA/ACA bifurcation Transtemporal 6065 Bidirectional At ... , 0
ACA Transtemporal 6075 Away Anterosuperior 4176 , 0, r
PCA (P1) Transtemporal 6075 Toward Posteroinferior 3364 0, (fetal origin:
, 0)
PCA (P2) Transtemporal 6075 Away Posteroinferior 3364 0, (fetal origin:
, 0)
TICAv Transtemporal 6075 Toward Inferior 3048 0, r
Opthalmic artery Transorbital 4560 Toward ... 2149 0
CS, supraclinoid Transorbital 6075 Away ... 5060 0, r
CS, genu Transorbital 6075 Bidirectional ... ... 0, r
CS, parasellar Transorbital 6075 Toward ... 5060 0, r
Vertebral artery Transforaminal 6585 Away ... 2755 ...
Basilar artery Transforaminal 90120 Away ... 3057 ...
Catatan: arteri kommunikating anterior dan posterior hanya terdeteksi oleh transcranial Doppler sonography jika mereka beraksi sebagai
rute sirkulasi kolateral (menunjukkan peningkatan aliran darah). ACA = anterior cerebral artery, CS = carotid siphon, MCA = middle
cerebral artery, PCA = posterior cerebral artery, r = reversal of flow, TICA = terminal internal carotid artery, = decreased flow,
= increased flow.
Sumber: Anthony R, 1996
Rangkuman
1. TCD menawarkan manfaat baru dan penting bagi pasien.
Dengan menggunakan landmark anatomi dan kontrol instrumen
yang memadai, akan didapatkan evaluasi yang akurat tentang
hemodinamik arteri intrakranial secara kompleks.
2. Ultrasonografi Transcranial Color Doppler (TCD) merupakan
pemeriksaan untuk mengukur blood flow velocity yang
ditimbulkan oleh pembuluh darah basal intraserebral.
3. Keuntungan utama TCD adalah non invasif, murah, dapat
dikerjakan dengan mesin yang portable, dan dapat digunakan
untuk monitoring jangka panjang, serta mempunyai resolusi yang
tinggi sehingga sangat ideal untuk memantau respon dinamik
serebrovaskular. Di samping itu, TCD saat ini telah dinyatakan
dapat digunakan untuk mendeteksi circulating cerebral emboli,
yang tidak dapat terdeteksi dengan modalitas imaging lainnya.
4. Hal yang penting diingat pada pemeriksaan TCD antara lain
sebagai berikut.
a. Gali riwayat penyakit pasien (fokus pada riwayat penyakit,
faktor risiko, dan gejala yang dialami).
b. Perhatikanlah status pembuluh darah ekstrakranial.
c. Pemeriksa harus familiar/memahami anatomi arteri
intrakranial.
d. Pemeriksa harus mengerti bagaimana kontrol masing-masing
warna Doppler dan pengaruhnya terhadap gambar, serta
bagaimana masing-masing kontrol saling mempengaruhi.
e. Gunakan display color/power Doppler sebagai petunjuk
untuk mendapat informasi spektral gelombang Doppler.
f. Gunakan sampel volume Doppler yang besar (1015mm)
dan perkirakan sudut 0.
g. Perhatikan konfigurasi spektral gelombang Doppler.
P
ada berbagai macam kasus stroke, pencitraan selalu berperan
dalam menentukan jenis stroke yang diderita pasien dan setelah itu
menentukan jenis terapi yang akan dilakukan. Dengan demikian,
kita perlu mengetahui bagaimana gambaran berbagai macam modalitas
radiologi pada stroke iskemia. Berikut ini penjelasannya.
217
dan volume darah otak normal atau meningkat (CBV), sedangkan jaringan
infark bermanifestasi dengan nyata menurun CBF dan CBV menurun.
CTangiografi dapat menggambarkan letak oklusi dan membantu
mencirikan penyakit aterosklerosis pada karotis. Sebuah studi lengkap
CT (CT tanpa kontras, CT perfusi, dan CT angiografi) dapat dilakukan
dan dianalisis dengan cepat dan mudah oleh ahli radiologi secara umum
dengan menggunakan protokol standar yang sederhana dan bahkan dapat
memfasilitasi untuk mendiagnosis pasien kepada ahli radiologi kurang
yang berpengalaman (Lucas et al., 2008).
Gambar 13.1Infark pada wilayah arteri ACA, arteri serebri media (MCA) dan
arteri serebri posterior.
Gambar 13.5Infark iskemia dari kortikal dan subkortikal sebelah kanan (hari
ke-3). Pada serangkaian pencitraan T2WI (a) dan FLAIR (b).
Jika kita perhatikan gambar terlihat T2WI (a) dan T1WI (b) gambar
DWI (c) menunjukkan fokus perubahan sinyal. Pergeseran ringan dan
kompresi anterior horn dari ventrikel lateral kanan terlihat. Infark lakunar
lama terlihat dalam kapsul eksternal kanan. Studi difusi (c) menunjukkan
karakteristik hiperintens yang menyingkirkan kemungkinan dari tumor.
Gambar 13.7Iskemia akut di cabang terminal dari arteri serebri kiri tengah
saat 12 jam setelah onset.
Keterangan: ACA, anterior cerebral artery; BA, basilar artery; LSA, lenticulostriate
arteries; LMC, leptomeningeal collaterals; MCA, middle cerebral artery; VA, vertebral
artery.
Gambar 13.8Skala grading Qureshi.
Berdasarkan Gambar 13.9 terlihat bagian (A) yaitu oklusi pada arteri
serebri media segmen M2 kanan (panah) dan bagian (B) yaitu reperfusi
setelah terapi endovaskular.
(a) (b)
Sumber: Lucas et al., 2008
5 Normal
4 Stenotic
3 Damperred
2 Blunted
1 Minimal
0 Absent
A B C D
Sumber: Zimmerman, 2010
A B C
Sumber: Zimmerman, 2010
Jika kita perhatikan gambar di atas terlihat paling kiri yaitu nukleus
kaudatus, kapsula interna kiri suspek karena emboli di arteri serebri
media kiri segmen M1 setelah cabang lentikulostriata. Sementara itu,
paling kanan menunjukkan infark lakunar subakut di kapsula interna
kanan limb anterior.
A B C
D E F
Sumber: Zimmerman, 2010
Rangkuman
1. Temuan pada CT dan MRI berubah dengan cepat pada minggu
awal setelah infark. Biasanya gambaran stroke iskemia pun dapat
kita lihat berdasarkan waktu , misalnya infark hiperakut (06
jam), infark akut (6 jam sampai 3 hari), infark subakut fase awal
(36 jam 5 hari), infark subakut fase akhir (514 hari), infark
kronis (lebih dari 2 minggu), dan di situlah terlihat perubahan
yang terjadi.
2. Pengetahuan tentang tanda-tanda klasik iskemia awal atau
gambaran perdarahan di computed tomography (CT) tanpa
kontras diperlukan untuk studi pencitraan yang memuaskan.
Pemeriksaan CT yang modern harus mencakup CT perfusi dan CT
angiografi.
3. Computed tomography perfusi melukiskan jaringan iskemia
(penumbra) dengan menunjukkan peningkatan waktu transit yang
berarti penurunan aliran darah otak (CBF) dan volume darah
otak normal atau meningkat (CBV), sedangkan jaringan infark
bermanifestasi dengan nyata menurun CBF dan CBV menurun.
4. CT angiography dapat menggambarkan letak oklusi dan
membantu mencirikan penyakit aterosklerosis pada karotis.
5. CT sangat sensitif untuk penggambaran lesi hemoragik dan peran
kunci CT tanpa kontras adalah deteksi perdarahan atau penyakit
T
ujuan utama pencitraan kepala di instalasi gawat darurat adalah
untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemia dan lesi
otak lainnya. Diharapkan pencitraan dapat menentukan vaskular
yang terlibat, perfusi otak, area penumbra, dan prognosis pasien. Semua
ini dilakukan dalam waktu yang singkat, tanpa menghalangi proses
diagnostik lain dan/atau terapi yang berjalan secara bersamaan. Sejak
diperkenalkan pada tahun 1970, CT scan terbukti sebagai modalitas
yang dapat diandalkan dalam pencitraan stroke. Melalui CT scan, seorang
tenaga kesehatan dapat mendeteksi tanda-tanda stroke yang paling
samarpun. CT scan terbukti lebih mudah dibaca oleh mereka yang
kurang berpengalaman (Lovbald & Pereira, 2013).
Sebenarnya, CT scan dan MRI merupakan sama-sama sebagai lini
pertama modalitas pencitraan untuk stroke (Kidwell et al., 2004). Akurasi
klinis dalam mendeteksi ICH pada CT scan tergantung pengalaman,
berkisar antara 73-87% (Merino & Warach, 2010). Jika MRI dapat
dilaksanakan secepat CT scan, pilihan modalitas jatuh pada MRI (Kidwell
et al., 2004). Namun demikian, MRI tidak dapat dilaksakan pada pasien
255
yang memiliki prosthesis logam (Magistris, 2013). Sekitar 10% pasien
yang masuk ke IRD AS memiliki alat pacu jantung dan prosthesis logam
(Smith, et al., 2011). MRI juga tidak dapat digunakan pada pasien
dengan klaustrofobia (Lovbald & Pereira, 2013).
CT unggul dalam menunjukkan ekstensi perdarahan ke intaventrikel,
sementara itu MRI menunjukkan edema dan herniasi dengan lebih
baik. Karena saat ini dalam praktiknya CT scan lebih tersebar luas dan
permintaan pencitraan CT scan umumnya dapat dilaksanakan dengan
lebih cepat sehingga CT scan menjadi modalitas pencitraan stroke yang
lazim dilaksanakan. CT scan memiliki spesifisitas hampir 100% dalam
mendeteksi perdarahan dan kalsifikasi. MRI saat ini umumnya digunakan
sebagai follow up dan mencari penyebab perdarahan atau iskemia,
misalnya malformasi vaskular atau cerebral amyloidosis (Magistris, 2013).
Dalam membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemia, CT scan terbukti
memiliki cost-benefit ratio paling tinggi (Smith, et al., 2011). Meskipun
terbukti untuk saat ini, CT scan merupakan modalitas yang paling sering
digunakan, namun demikian MRI terus berkembang untuk membuktikan
diri sebagai modalitas unggulan lainnya yang dalam penggunaannya saling
melengkapi dengan CT scan (Lovbald & Pereira,2013).
A B B
D E F
Gambar 14.2CT scan kepala tanpa kontras serial menunjukkan ICH pada
thalamus kanan pada fase akut (A) dengan atenuasi 65 HU (A), 8 hari
kemudian(B) dengan atenuasi 45 HU, 13 hari kemudian (C) dan 5 bulan
kemudian (D).
A B C D
Sumber: Xu et al., 2013
Gambar 14.5CT scan dengan kontras.
A B C
Sumber: Smith, et al., 2006
Sekitar 10% ICH bersifat sekunder, dalam arti memiliki kelainan yang
mendasari terjadinya ICH. Hal ini penting diingat karena stroke hemoragik
sekunder ini berpotensi terulang dan berpotensi disembuhkan (Almandoz,
2011). Penelitian membuktikan bahwa mortalitas terapi konservatif pada
pasien dengan ICH yang didasari oleh ruptur aneurisma (salah satu penyebab
ICH sekunder) mencapai 80% (Smith, et al., 2011). Karena pentingnya hal
ini untuk dikenali maka sebuah sistem skoring telah dikembangkan, yaitu
sistem skoring secondary ICH (SICH) (Almandoz,2011).
Tabel 14.1Sistem skoring SICH
Parameter Poin
Kategori NCCT
Probabilitas tinggi 2
Tak tentu 1
Probabilitas rendah 0
Kelompok umur (tahun)
18-45 2
A B
Gambar 14.8CT scan kepala tanpa kontras dari seorang wanita berumur 59 tahun.
A B
Gambar 14.9CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pria berumur 27 tahun.
Gambar 14.10CT scan kepala tanpa kontras dr seorang wanita berumur 59 tahun.
A B C D
A B C
Gambar 14.12CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pria berusia 85 tahun.
A B C
Gambar 14.14CT scan kepala tanpa kontras dari seorang wanita berumur
98 tahun.
A B C
Gambar 14.15CT scan kepala tanpa kontras dari seorang pasien pria
berumur 16 tahun.
Gambar 14.18Perbandingan ICH akut pada MRI sekuens T1 (A), T2 (B) dan
Gradient Recalled Echo (GRE) (C).
Kasus 1
Berikut ini merupakan
gambaran pencitraan pada
wanita 45 tahun yang tiba-
tiba mengalami serangan pada
hemiparesis kiri dan sakit kepala.
Berdasarkan gambar di
samping dapat kita perhatikan:
(a) Computed tomography
(CT) kepala menyaji kan ICH
dengan IVE. (b) CT angiografi
menunjukkan prominent
basal collaterals bilateral.
(c) DSA (kanan ICA injeksi)
menunjukkan kepulan asap
yang terlihat di ICA distal
dan MCA proksimal. ICH =
intraserebral hematoma, IVE
= intraventricular extension,
DSA = digital subtraction Gambar 14.19Pencitraan
angiography, ICA = internal menyajikan ICH dengan IVE dan DSA
carotid artery, MCA = middle yang menunjukkan MMD bilateral.
cerebral artery.
Kasus 2
Berikut ini merupakan
hasil pencitraan pada seorang wanita berusia 25 tahun yang
menunjukkan gejala sakit kepala tanpa disertai defisit fokal pada
pemeriksaan.
Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan pada ruang
subarachnoid manapun yang umumnya terisi oleh cairan serebrospinal,
misalnya sistem sisterna dan sulcii. Hiperdensitas darah di ruang
subarachnoid tampak pada gambaran CT scan dalam rentang beberapa
menit setelah terjadinya perdarahan. Perdarahan subarachnoid umumnya
disebabkan oleh aneurisma (75%80%). Namun demikian, dapat
juga disebabkan oleh trauma, tumor, arteri-vena malformasi, dan dural
malformasi. Akibat dari granulasi arachnoid menjadi gumpalan sel darah
merah atau produk degradasinya, terjadi komplikasi hidrosefalus pada
20% kasus perdarahan subarachnoid.
Gambar 14.27
Perdarahan
subarachnoid yang
mengisi sisterna
suprasellar (A) dan
fissura sylvii (B).
A B
perfusi. Hal yang perlu diingat adalah SPECT dan PET tidak menunjukkan
vasospasme secara langsung, melainkan efek dari vasospasme tersebut
(Lewis, et al., 2012).
ABaseline
BVasospasm
CPost angioplasty
and intraarterial
papaverline
Pada gambar ini SAH (mata panah) mudah dilihat sebagai pita
hiperintens pada MRI sekuens FLAIR.
Sekuens lain yang dapat dengan mudah menunjukkan SAH yaitu
GRE. Sekuens ini sangat sensitif terhadap ion ferri dan ferro, metabolit
hemoglobin yang bersifat para-magnetik. Sekuens GRE akan menampilkan
SAH sebagai area hipointens di antara CSF yang hiperintens. Sekuens
GRE paling sensitif untuk mendeteksi SAH yang berusia > 5 hari. Suatu
hal yang perlu diwaspadai untuk sekuens GRE yaitu artefak blooming
yang sering terbentuk di perbatasan otak dan tengkorak akibat perbedaan
suseptibilitas magnetik keduanya (Yuan, 2005). Meskipun demikian, hasil
pencitran MRI yang negatif terhadap darah belum dapat menyingkirkan
diagnosis SAH sepenuhnya (Kidwell et al., 2004).
A B C
Contoh kasus
Seorang pria 66 tahun menjalani embolisasi koil pada fusiform
besar aneurisma di arteri vertebralis kanan distal setelah SAH
besar melewati basal cisterns inferior, yang paling menonjol dalam
fossa posterior dan yang sumur perimesencephalic (Gambar
14.33 (E)). Pasien memerlukan ventilasi mekanis dan drainase
ventrikel eksternal. Status pasien poor neurologic (Skor Glasgow
Coma skala 3) menghindari kecurigaan klinis atau diagnosis
gejala vasospasme. Fungsi ginjal terganggu sebagai kontraindikasi
kontras studi. Pada hari ke6, vasospasme dari arteri serebri kiri
diidentifikasi pada Transkranial Doppler sonografi. Pada minggu
berikutnya, vasospasme dari arteri serebri kiri menjadi berat,
dan itu juga diidentifikasi di anterior bilateral arteri serebral dan
arteri serebral kanan tengah (Gambar 14.33 (A-D)). Vasospasme
merespon untuk terapi hiperdinamik dengan cairan intravena dan
vasopressor dan terselesaikan semua pada hari ke-12. Pasien
akhirnya dipindahkan ke fasilitas keperawatan terampil dengan
defisit residual sekunder infark tertunda (Gambar 14.33 (F-G)).
Sumber: Gyanendra
Kumar, MD, Andrei V.
Alexandrov. 2015
Gambar 14.33
Gambaran TCD
SAH pada seorang
pria 66 tahun
yang menjalani
embolisasi koil.
14.3.1 Kavernoma
Gambaran kavernoma pada CT scan tergantung pada jumlah
kalsifikasi, trombosis, dan perdarahan yang terjadi. Secara umum,
kavernoma akan tampak hiperdens. Pada kavernoma yang mengalami
trombosis, densitas bekuan darah menurun seiring berjalannya waktu.
Kalsifikasi memang tidak berubah, namun kavernoma cenderung untuk
mengalami kalsifikasi parsial. Pada pemberian kontras, sejumlah waktu
harus diberikan antara injeksi dengan pengambilan citra. Ini diakibatkan
oleh aliran darah yang lambat dalam kavernoma. Meskipun telah diberi
jeda antara 10-15 menit, penyangatan kavernoma berkisar dari tidak
menyangat hingga menyangat sangat kuat. Informasi klinis sangat
membantu dalam keadaan di mana kavernoma termasuk salah satu
diagnosis banding. Salah satu diagnosis banding yang penting adalah
oligodendroma yang juga sering mengalami perdarahan intratumoral
(Wanke, 2007).
A
Sumber: Wanke, 2007
Gambar 14.36Scan kepala tanpa kontras dari seorang pasien wanita berusia
59 tahun.
14.3.3 Vaskullitis
Kegunaan CT scan dalam mendeteksi vaskulitis akut terbatas. CT
scan hanya dapat mendeteksi adanya kalsifikasi pada lesi vaskulitis kronis
pada vaskular besar (Garg, 2011) . Angiografi pada pasien dengan ICH
akibat vaskulopati akan menunjukkan multiple beading pada vaskular
yang terkena (Ghandehari, 2012).
14.3.5 Tumor
Tumor primer maupun sekunder dapat menampakkan manifestasi
klinis stroke hemoragik. Beberapa tanda radiologi yang menimbulkan
kecurigaan ICH akibat perdarahan intratumoral antara lain berikut ini.
1. Edema vasogenik di sekitar ICH (Ghandehari, 2012).
Gambar 14.38CT scan kepala tanpa kontras pada seorang pasien pria
berusia 42 tahun.
A B
Sumber: Almandoz, 2011
Gambar
14.40Potongan
koronal CT scan
kepala tanpa kontras
dari seorang pasien
wanita berusia 21
tahun.
A B C
A B
A B
C D
Gambar 14.51CT scan kepala tanpa kontras pada pasien wanita berusia 65 tahun.
A B
C D
Gambar 14.52CT scan kepala tanpa kontras pada pasien pria berumur 68
tahun.
Gambar 14.58Malignant
infark subakut CT scan
pada 40 jam setelah
A B timbulnya gejala.
A B C
D E F
Sumber: Zimmerman, 2010
Gambar 14.61MRI (baris atas dan tengah) dari seorang bayi dengan usia
gestasi 38 minggu dan follow up setelah 3 bulan (baris bawah).
Gambar 14.62MRI (baris atas dan tengah) dari neonatus cukup bulan
dengan kesulitan minum dan apneu episodik dan follow up setelah 2 tahun.
Gambar 14.65Seorang
neonatus dengan usia
gestasi 38 minggu.
A B
C D
Gambar 14.66Pencitraan
USG baseline pada
neonatus dengan usia
gestasi 38 minggu.
A B
Gambar 14.71Hasil
USG kepala pada
C D neonatus.
Rangkuman
1. Tujuan utama pencitraan kepala di instalasi gawat darurat
adalah untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke
iskemia dan lesi otak lainnya. Diharapkan pencitraan dapat
menentukan vaskular yang terlibat, perfusi otak, area
penumbra, dan prognosis pasien. Semua ini dilakukan dalam
waktu yang singkat, tanpa menghalangi proses diagnostik lain
dan/atau terapi yang berjalan secara bersamaan.
2. ICH akut akan tampak sebagai lesi hiperdens oval atau bulat
pada CT scan kepala tanpa kontras.
3. Volume ICH dapat diperkirakan menggunakan rumur Broderick
yaitu ABC/2 (cc), di mana A adalah diameter terbesar
hematoma, B adalah diameter tegak lurus terhadap A, dan C
adalah jumlah 10-mm-thickness CT slice.
4. Hipertensi adalah penyebab ICH tersering. ICH supratentorial
dapat dibagi menjadi lobar ICH (pusat area perdarahan
terdapat pada white-grey matter junction) dan deep ICH (pusat
area perdarahan pada ganglia basalis dan thalamus).
5. Beberapa tanda yang mendukung hipertensi sebagai penyebab
ICH antara lain sebagai berikut (Ghandehari, 2012).
- Terdapat di area yang divaskularisasi oleh r.perforantes
MCA atau a.basilaris. Sekitar 2/3 terletak di basal nuklei
dan sekitar 50% berkaitan dengan IVH.
- Terdapat di pons atau serebellum.
- Disertai dengan infark lakuner atau white matter disease.
6. Sekitar 10% ICH bersifat sekunder, dalam arti memiliki
kelainan yang mendasari terjadinya ICH. Hal ini penting diingat
karena stroke hemoragik sekunder ini berpotensi terulang dan
berpotensi disembuhkan.
7. Sistem skoring SICH menggunakan gambaran perdarahan pada
CT scan kepala tanpa indikasi kontras, umur dan jenis kelamin
pasien, serta latar belakang klinis.
8. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan adanya spot sign
yang hanya muncul pada delayed CT scan.
Adam, Andy, E. Jane Adam, Judith E. Adam, et al. 2008. Adam: Grainger
& Allisons, Diagnostic Radiology, 5th ed. Churchill Livingstone,
Elsevier.
Adamczyk P. & Liebeskind D.S., 2012. Neuroimaging Vascular Imaging:
Computed Tomographic Angiography, Magnetic Resonance
Angiography, and Ultrasound. Elsevier.
ADC, The Austin Diagnostic Clinic, 2015. What is magnetic resonance
angiography? Available at: https://www.adclinic.com/what-is-
magnetic-resonance-angiography/#.VgQ4Ni7pVyw. [Accessed
24 September 2015]
Adnan, et al. 2011. Diagnostic Cerebral Angiography. Textboot of
Interventional Neurology. Cambridge University Press, New
York. hal 1215. http://books.google.co.id/books?id=ajjJwKEC
Dd8C&pg=PA10&lpg=PA10&dq=indication+angiography+ce
rebral.
Ahmed, A. 2013. Imaging of The Pediatric Paranasal Sinuses. South
African Journal of Radiology , 17(3):9197.
Aichi Medical University Hospital, 2012. Stroke Center. Facilities.
Transcranial Doppler supersonic wave device. Guidance of
medical treatment Departments. Available at: http://www.
aichi-med-u.ac.jp.e.gy.hp.transer.com/hospital/sh04/sh0404/
sh040407/index.html. [Accessed 13 Oktober 2015].
Albers G.W., Thijs V.N., Wechsler L et al. 2006. Magnetic Resonance
Imaging Profiles Predict Clinical Response to Early Reperfusion:
The Diffusion and Perfusion Imaging Evaluation for
Understanding Stroke Evolution (DEFUSE) Study. Ann. Neurol.
60(5), 508517.
Almandoz, J. E. D. R. J. E., 2011. Advanced CT Imaging in the Evaluation
of Hemorrhagic Stroke. Neuroimag Clin N Am, Volume 21, pp.
197200.
Alurkar A, Karanam L.S.P., et al. 2012. Endovascular Management of
Fusiform Superior Cerebellar Artery Aneurysms: A Series of
Three Cases with Review of Literature. J Clin Imaging Sci2012,
2:47. DOI: 10.4103/2156-7514.99181. Available at: http://
www.clinicalimagingscience.org/article.asp?issn=2156-
7514;year=2012;volume=2;issue=1;spage=47;epage=47;a
ulast=Alurar.
317
American College of Surgeon Comitte on Trauma. 2004. Cedera Kepala.
Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah
Indonesia, penerjemahan edisi 7, Kondisi Trauma IKABI.
American Stroke Association (ASA). Types of stroke. 2011. Available:http://
www.strokeassociation.org/STROKEORG/AboutStroke/Typesof
Stroke/IschemicClots/Ischemic-Clots_UCM_310939_Article.jsp.
[Accessed 22 September 2011].
Anderson, G.B., Rob Ashforth, David E. Steinke, and J. Max Findlay.2000.
CTAngiography for the Detection of Cerebral Vasospasm in
Patients with Acute Subarachnoid Hemorrhage. AJNR Am J
Neuroradiol 21:10111015, June/July 2000.
Andrei V. Alexandrov, 2002. Ultrasound-Enhanced Thrombolysis
for Stroke: Clinical Significance, Department of Neurology
and Radiology, Houston Medical School, The University of
Texas, MSB 7.044-6431 Fannin Street, Houston, TX 77030,
USA, Department of Cerebrovascular Ultrasound, Center for
Noninvasive Brain Perfusion Studies, Stroke Treatment Team,
Houston Medical School, The University of Texas, Houston, TX
77030, USA. [Accessed 24 Februari 2015]
AndyC, 2010. Gantry, CT Gantry External View. Wiki Radiography.
Available at: http://www.wikiradiography.net/page/Gantry.
(Accessed 10 November 2015)
AngioCalc, 2015. Neurovascular Coils. Available at: http://www.angiocalc.
com/percent_volume.php. [Accessed 18 September 2015].
Ansga Erlis R., Helmi Lutsep, Stan Barnwell, Alexander Norbash,
Lawrence Wechsler, Jungreis, Charles A. Woolfenden, Andrew;
Redekop, Gary; Hartmann, Marius, Schumacher, Martin, 2004.
Mechanical Thrombolysis in Acute Ischemic Stroke With
Endovascular Photoacoustic Recanalization, Available at: http://
stroke.ahajournals.org.
Anthony R., Lupetin, M.D., et al, 1996. Transcranial Doppler Sonography
Part 1. Principles, Technique, and Normal Appearances,
RadioGraphics, 15:179191.
Anvekars, B., 2012. Neuroradiology Cases. Effects of Oxygen on FLAIR.
Neuroradiology Unit, S P Institute of Neurosciences,Solapur,Ma
harashtra, INDIA. Available at: http://www.neuroradiologycases.
com/2012_05_01_archive.html. [Accessed 11 Oktober 2015].
Anzalone N., Tartaro A. 2005. Intracranial MR Angiography. In: Schneider
G, Prince M.R, Meaney J.F.M, Ho V.B (eds) Magnetic Resonance
Angiography. Italia. Springer.pp. 103-112.
Arepally Aravind, M.D. FSIR, 2011. Endovascular Therapy for Acute
Ischemic Stroke, Stroke Conference Radiology Associates of
347
membantu menentukan letak oklusi, menggambarkan diseksi
arteri, aliran darah kolateral, dan penyakit aterosklerosis.
CT scan = sebuah pemeriksaan di bidang medis seperti sinar-X
konvensional yang menghasilkan pencitraan atau gambaran
multipel dari struktur dalam tubuh.
Digital subtraction angiography = modifikasi cerebral angiografi yang
merupakan suatu upaya diagnostik dengan cara menginjeksikan
kontras ke arah pembuluh darah menuju otak yang akan
diperiksa melalui kateter.
Dilator = kateter plastik pendek dengan ujung meruncing dan biasanya
terbuat dari bahan yang lebih kaku daripada kateter angiografi
diagnostik.
Duramater = lapisan yang terdiri atas 2 lapis dan menempel rapat
kecuali pada tempat-tempat tertentu yang terpisah dan
membentuk sinus-sinus venosus, menutupi tabula interna
kalvaria dan basis kranii.
Embriologi = bidang ilmu yang mempelajari bagaimana sel tunggal
membelah dan berubah selama perkembangan untuk
membentuk organisme multiseluler.
Faktor eksposi = faktor-faktor yang berpengaruh terhadap eksposi
yang meliputi tegangan tabung (KV), arus tabung (mA), dan
waktu eksposi.
Gantry = beberapa perangkat yang keberadaannya sangat diperlukan
untuk menghasilkan suatu gambaran yang terdiri atas tabung
sinar-X, kolimator, dan detektor.
Gantry tilt = sudut yang dibentuk antara bidang vertikal dengan gantry
(tabung sinar-X dan detektor).
Hematokrit = merupakan persentase dari jumlah sel darah merah
yang menentukan viskositas darah.
Infark lakunar = lesi kecil yang disebabkan oleh oklusi arteri perforans
yang disebut juga microstroke, dengan ukuran mulai dari 11,5
cm.
Iskemia penumbra = didefinisikan sebagai jaringan dengan fungsi
yang terganggu, namun secara struktural bentuknya utuh yang
mengelilingi daerah yang infark.
Glosarium 349
Range = perpaduan/kombinasi dari beberapa slice thickness.
Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan ketebalan irisan
yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
Rekonstruksi algoritma = prosedur matematis yang digunakan dalam
merekonstruksi gambar.
Rekonstruksi matriks = deretan baris dan kolom dari picture element
(piksel) dalam proses perekonstruksian gambar.
Sindroma subclavian steal = sindroma dimana darah dicuri dari
sirkulus Willisi untuk mencukupi aliran darah ke ekstremitas
superior.
Single photon emission computed tomography (SPECT) = pencitraan
fungsional otak dengan tomografi emisi foton tunggal (single
photon emission tomography/SPET) yang memungkinkan
gambar tiga dimensi aliran darah serebral yang berasal dari data
dua dimensi.
Sirkulasi vertebro-basilar = sirkulasi yang terdiri atas arteri vertebral,
arteri basilar, dan posterior serebral anterior.
Sirkulus Willisi = sistem anastomose yang terpenting di antara sistem
karotid dan vertebrobasilar. Sirkulus ini juga menghubungkan
sirkulasi hemisfer kiri dan kanan karena itu memberikan
mekanisme yang memungkinkan untuk kompensasi
hemodinamik pada kasus-kasus stenosis berat atau oklusi ICA
dan/atau arteri basilar.
Sistem vena profunda = sistem vena yang terdiri atas subependimal,
terminal, kaudatus anterior, dan vena-vena septal yang
bergabung menjadi internal cerebral vein (ICV).
Slice thickness = tebalnya irisan atau potongan dari objek yang
diperiksa.
Stroke = gangguan pasokan darah otak yang dapat terjadi karena
beberapa kondisi patologis termasuk aterosklerosis, trombosis,
emboli, hipoperfusi, vaskulitis dan stasis vena yang dapat
mempengaruhi pembuluh otak dan menyebabkan stroke.
Stroke iskemia = tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke
iskemia merupakan akibat yang ditimbulkan secara umum
oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar
maupun yang kecil.
Glosarium 351
352 Pencitraan pada Stroke
Indeks
A CT Scan 8788
Chiasma Optikus 93
ACA 64
Cold spot 105
Agen pelindung saraf 15
Collection effeciency 98
Agitasi paradoks 139
Computed tomographic angi-
Anamnesis 11
ography 159
Aneurisma 29
Computed Tomography 93
Anatomi otak 45
Constant flush 138
Angiogram
Contrast-Enhanced MRA 187
Persiapan -- 133
Cornu anterior 91
Anterior cerebral artery 64
Couch 80
Aplikasi Klinis TCD 195
CTA 159, 169
Arachnoid 53
Indikasi --
arteri basilaris 60 Kontraindikasi --
Arteri karotis interna 60, 62 CT angiografi
Arteriotomi 148 Peran utama -- , 229
Arteri vertebralis 60 CT scan 93
Ateroma 14 Checklist membaca -- 87
Aterotrombotik Dasar-dasar -- 81
Stroke -- 16 CT Scan
AVM 285 prinsip kerja -- 81
B D
Bahan kontras 139 Daerah penumbra 15
Berat otak 59 Defisit neurologis fokal 35
Biplane angiography 141 Detektor 79
Botterell Diabetes
Skala klinis -- 38 Pasien -- 151
Diagnosis 10
C Diagnostik kateter angiografi
Cairan Serebrospinal 56 131
Cavernoma 28 Diencephalon 55
Cella media index 90 Dilator 137
CEMRA 187 DSA
Cerebral amyloidosis 286 Definisi -- 130
Indikasi -- 131
Cerebral hemispheres 55 Kontraindikasi -- 131
Checklist Peralatan -- 135
353
Pesawat -- 130 Gray matter 54
Serebral -- 130 Guidewire 136
Duramater 52 Gyri serebri 55
E H
eGFR 134 Hamil
Emboli jantung 16 Pasien -- 151
Embriologi otak 45 Hand injection 140
Endapan lemak 14 Hct. lihatHematokrit
Epidemiologi stroke 7 Hematokrit 213
Evaluasi Hemodinamik 17
preprosedur DSA 132 Hipertensi 26
MRI 123 Hipofisis 93
preprosedur
Hipoglikemia 213
DSA 132
Houndsfield unit. lihat jugaNilai
F rata-rata HU
Faktor eksposi 83 I
risiko 9
Falx 53 Impairment 10
Fase Indikasi
kronis 16 CTA
subakut 18 DSA 131
Field of View 83 Infark hiperakut 237
lakunar 17
Fissura sylvii 55
Isian gas 80
FLAIR imaging 223
Flow effects 183186 J
Flushing 140
ganda 140 Janin 64
Foley catheter 135 Jarum 135
Foramen 56,58 K
Foton 79
FOV 83 Kaku kuduk 36
Katerisasi
G arteri karotis 147
arteri vertebralis 148
Ganglionik
Sistem -- 68 Kateter 137
angiografi 137
Gantry tilt 83 diagnostik 138
Germinal Matrix Hemorrhage- Navigasi -- 140
IntraVentricular Hemor- Katrin Holzer 194
rhage 304
Indeks 355
P Proyeksi foto
angiografi 141
Pars servikal 69 Proyeksi PA standar dan lateral
Pasien 142
diabetes 151
Pulsatility index 198
hamil 151
Pediatrik 40 R
Pemeriksaan fisik 11
penunjang 11 radio frekuensi tinggi 114
TCD 199 Radio frequency pulses 115
Pencitraan Radiografi 81, 94
CEMRA 188 Radiolog
vaskular invasif 144 Peran -- 2
perfusi otak 225 Radiologi intervensi 134
Pengelolaan stroke 10 Radiopaque contrast 130
Penumbra Range 83
Daerah -- 15 Rekonstruksi algoritma 84
Penurunan aliran darah 15 matriks 83
Peralatan DSA 135 Restorasi aliran darah 15
Perangkat penutupan vaskular
149 S
Perbaikan stroke 9 SCALP 76
Perfusion-Weighted Imaging Scan
225 parameter 85
Periode unit 78
embrionik 45 Sedasi 139
Persiapan pasien 84 Seldinger
Pesawat DSA 130 Metode -- 144
PET 101, 102 Teknik -- 145
Risiko -- 105 Seldinger, Sven 144
PET-CT 102 Selubung 138
Phase Contrast 186 Serebral DSA 156
Piamater 53 Sheath 138
Piksel 85 Sinar-X 8182
Posisi bola mata 92 Sinus
Posisi pasien 84 dural 72
Positron Emission Tomography kavernosus 73, 74
occipitalis 74
102
petrosal 73
Post angiografi petrosus inferior 75
Manajemen -- 150 petrosus superior 75
Prosedur rektus 74
CT scan 84
356 Pencitraan pada Stroke
sagitalis 74 iskemia 13
sagitalis inferior 74 Stroke iskemia
sagitalis superior 74 Definisi -- 13
sigmoideus 74 Superakut 17
transversus 74
Sven Seldinger 144
venosus 7374
Sirkulasi T
karotis 60
vertebro-basilar 60, 61 TCD 193
Sirkulasi karotis 60 Aplikasi Klinis -- 195
Sirkulasi vertebro-basilar 61, 66 Definisi -- 195
Kelemahan -- 214
Sirkulus wilisi 62, 68, 70 operator 199
Sirkulus willisi Pemeriksaan -- 199
Skema -- 68 Peralatan -- 198
Sistem posisi pasien 199
arterial intrakranial 60 Prinsip Dasar -- 196
ganglionik 68 Teknik -- 195
konsul 80 Teknik
kortikal 68 Seldinger 145
skoring 34 subtraksi 130
Allen 34 TCD 195
Siriraj 35 Terapi insulin 151
Skala Hess dan Hund 38 TGC 201
klinis 38 TIA 19, 21
Skema pembagian otak 54 Time-Of-Flight 183
Skor Times gain compensation 201
ABCD 20
ROSIER 33 Tirah baring 149, 150
Skrening faktor risiko AKI 134 TOF MRA 184
Slice thickness 83 Transcranial Color Doppler 193
Definisi -- 195
Solid state 80
Transducer 198
SPECT 98
Mesin -- 99, 100 Transformasi hemoragik 292
Risiko -- 101 Transient ischemic attack 19, 21
Spektral gelombang Doppler Trombositopenia 151
196 Tulang tengkorak 51
Sphenoid wing 202 Tumor 29, 287
Standar emas 148, 149 Tusukan arteri femoralis 146
Stroke U
aterotrombotik 16
Definisi WHO 5 Ukuran-ukuran normal dalam CT
hemodinamik 17 scan 9092
hemoragik 23
Indeks 357
Ultrasonografi 3
V
Vascular closure devices 149
Vaskulitis 29
Vaskullitis 286
VCD. lihatPerangkat penutupan
vaskular
Velocity 197
Vena serebri 71
Venosus 73
Ventrikel 50, 57
Viscerocranium 51
Volume investigasi 85
W
Warfarin 151
Watershed infark 19, 21
WFNS 38
White matter 54
Window 205
Contoh -- 86
level 84
submandibular 208
suboccipital 205
transorbital 207
transtemporal 200
width 84
Windowing 86
X
Xanthochromia 36
Z
Zat kontras intravaskular
D
oktor yang bernama lengkap Yuyun Yueniwati
ini lahir di Malang, 31 Oktober 1968. Ia
merupakan anak pertama dari Bapak Wadjib
(almarhum) dan Ibu R.A. Siti Suparsiyah (almarhum).
Hasil pernikahannya dengan dr. Eko Arisetijono Sp.S.
(K) membuahkan 2 orang putra dan seorang putri.
Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di
SDN Ngaglik I Batu, Malang pada tahun 1981 lalu
menempuh pendidikan menengah pertama di SMPN I
Batu, Malang. Setelah itu, masuk pendidikan menengah atas di
SMA PPSP IKIP Malang dan lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1987,
ia diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang dan lulus
pada tahun 1994. Untuk mengembangkan kemampuannya sebagai dokter,
ia mengambil Program Pasca Sarjana di Universitas Airlangga Surabaya dan
lulus sebagai Magister (M.Kes.) dalam bidang ilmu FAAL pada tahun 2000.
Ia berhasil menjadi lulusan terbaik IKD Pasca Sarjana UNAIR. Tidak berhenti
di situ, ia pun melanjutkan studinya dengan mengambil spesialisasi radiologi
di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, dan lulus pada tahun
2007. Saat itu, ia berhasil meraih prestasi sebagai juara III Ujian Nasional
BPNRI. Pendidikan tertingginya ia tempuh dengan mengambil Program
Doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, dan lulus
sebagai Doktor pada tahun 2012 dengan prestasi lulus dengan predikat
cum laude dan sebagai wisudawan terbaik UNAIR periode Juli 2012. Pada
tahun 2013, ia mendapatkan gelar konsultan Neuroradiologi dari Kolegium
Radiologi Indonesia (KRI). Selain menempuh pendidikan formal di atas, ia
juga menempuh beberapa pendidikan nonformal yang diikutinya baik di
dalam maupun di luar negeri.
Dalam dunia tulis menulis, ia telah menerbitkan dua buku. Buku
pertamanya yang berjudul Prosedur Pemeriksaan Radiologi dan buku
keduanya dengan judul Deteksi Dini Stroke Iskemia telah mendapatkan
insentif buku ajar dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Sementara itu, untuk buku ketiganya ini telah
mendapatkan Program Hibah Penulisan Buku Ajar Perguruan Tinggi Tahun
2015 dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Direktorat
359
Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat.
Awal karirnya dimulai dengan menjadi seorang dokter PTT di
Puskesmas Bareng, Malang. Pada tahun 1996-sekarang, ia aktif sebagai
pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya-RSUD dr. Saiful
Anwar Malang. Ia juga dipercaya sebagai Sekretaris Program Studi
Radiologi FKUB dari tahun 2012 sampai sekarang.