PENDAHULUAN
Dewasa ini setelah era reformasi, makin banyak bermunculan organisasi profesi dari
kelompok profesi sejenis, contoh: IAI untuk para akuntan, IDI untuk para dokter, dan
PGRI untuk para guru, dan wadah organisasi untuk pejabat keuangan publik
(pemerintah/negara) adalah Departemen Keuangan RI. Setiap organisasi tersebut
makin menyadari perlunya membuat kode etik untuk menjadi pedoman perilaku bagi
para anggotanya, tujuan khususnya adalah untuk mengembangkan kompetensi secara
berkelanjutan sekaligus untuk melakukan pengendalian perilaku para anggotanya
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah nya adalah:
1. Bagaimana Keberadaan Berbagai Profesi?
2. Apa Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia(BPK-RI)?
3. Apa Kode Etik Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII)?
4. Apa Kode Etik Psikologi Indonesia?
5. Apa Kode Etik Profesi Advokat?
6. Bagaimana Perbandingan Kode Etik antara BPK, PAII, Psikologi, dan
Advokat?
7. Apakah Profesi dan Hakikat Manusia Utuh?
BAB II
PEMBAHASAN
Dewasa ini makin banyak banyak bermunculan organisasi profesi dari kelompok
profesi sejenis dan setiap organisasi makin menyadari perlunya membuat kode etik
untuk menjadi pedoman perilaku bagi para anggotanya. Tujuan khusus dari setiap
organisasi profesi adalah untuk mengembangkan kompetensi para anggota secara
berkelanjutan sekaligus untuk melakukan pengendalian perilaku para anggotanya
dengan berpedoman pada kode etik yang telah disepakati bersama. Kelompok-
kelompok organisasi profesi seperti ini tidak membeda-bedakan latar belakang status
para anggota mereka, baik dari sektor swasta atau sektor publik.
Setiap organisasi profesi mempunyai pedoman kode etik untuk menjadi standar/acuan
perilaku bagi para anggotanya. Karena banyaknya organisasi profesi yang ada, maka
pada kesempatan ini hanya akan dibahas beberapa contoh kode etik dari beberapa
organisasi profesi, yaitu profesi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(BPK-RI), Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII), Himpunan Psikologi
Indonesia, dan Advokat Indonesia. Setelah mempelajari masing-masing kode etik
profesi ini, dapat diketahui bahwa: (1) tidak ada sistematika baku dalam penulisan
kode etik; (2) terdapat banyak istilah dan konsep yang sama, tetapi pemaknaan atas
istilah-istilah atau konsep tersebut bias jadi berbeda; dan (3) banyak konsep dan
istilah yang maknanya tumpang-tindih. Mengingat adanya perbedaan dalam
sistematika, substansi, konsep, dan istilah yang dipergunakan, maka untuk lebih
memudahkan pemahaman atas masing-masing kode etik akan digunakan model
penalaran kode etik berdasarkan acuan pada unsur-unsur pokok suatu profesi
sebagaimana terlihat pada gambar berikut!
Gambar 9.1
Model Penalaran Kode Etik Profesi
Kompetensi
Kode Etik BPK dituangkan dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2007, serta telah diumumkan dalam Lembaran Berita
Negara Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2007. Kode Etik ini berlaku untuk
Anggota dan Pemeriksa BPK. Anggota BPK dan Pemeriksa BPK mempunyai
pengertian yang berbeda menurut pasal 1 ayat 2 dan 3 Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007, yaitu :
a) Anggota BPK adalah pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh DPR dan
diresmikan berdasarkan Keputusan Presiden.
b) Pemeriksa BPK adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan
pengeloaan dan tanggung jawab keuangan Negara untuk dan atas nama BPK.
Proses penalaran atas kode etik BPK-RI ini dengan mengacu pada cirri-ciri utama
suatu profesi. Pasal 2 kode etik BPK mengatur tentang nilai-nilai dasar yang wajib
dimiliki oleh anggota dan pemeriksa BPK. Nilai-nilai dasar ini terdiri atas:
a) Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku.
b) Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
c) Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan profesionalitas.
d) Menjunnjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
Tabel 9.1
Proses Penalaran Kode Etik BPK
CIRI PROFESI KODE ETIK BPK
1. Kepentingan Publik Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan
pribadi dan golongan (Pasal 2b)
2. Tanggung Jawab Mengembangkan standar kompetensi tinggi yang
menyangkut knowledge, skill, dan attitude
3. Kompetensi: Dilihat dari tiga unsure kompetensi (knowledge, skill,
attitude):
a. Pengetahuan (knowledge) Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian tertentu (Pasal 1 ayat 8)
b. Keterampilan (skill) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
merupakan patokan pemeriksaan yang menyangkut
standar umum, standar pelaksanaan pekerjaan, dan standar
pelatoran (Pasal 1 ayat 5)
c. Sikap perilaku (attitude) Menyangkut diri (pribadi) dan hubungan dengan
lembaga/pihak lain.
Menyangkut diri Bagi setiap anggota dan pemeriksa wajib mematuhi,
(pribadi) memiliki, dan menjunjung nilai-nilai dasar (Pasal 2):
Taat pada peraturan (ayat 2)
Mengutamakan kepentingan Negara (ayat b)
Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan
profesionalitas (ayat c)
Menjujung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan
kredibilitas BPK
Hubungan rekan Menghormati dan memercayai serta saling membantu di
sejawat antara pemeriksa sehingga dapat bekerja sama dengan
baik dalam melaksanakan tugas (Pasal 8 ayat 1g)
Hubungan klien Menghindari terjadinya benturan kepentingan (Pasal 6
ayat 1b)
Dilarang menerima pemberian dalam bentuk apa pun
baik langsung maupun tidak langsung yang diduga
atau patut diduga dapat memengaruhi pelaksanaan
tigas dan wewenangnya (Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 7
ayat 2a)
Dilarang membocorkan informasi yang
diperolehnya dari auditee (Pasal 6 ayat 2d)
Hubungan Lain Dilarang merangkap jabatan pada badan, lembaga,
atau perusahaan lain untuk anggota dan pemeriksa
(Pasal 3 ayat 2a dan Pasal 6 ayat 2a)
Dilarang menjadi anggota partai politik bagi
anggota BPK (Pasal 3 ayat 2b)
Pengawasan Melalui Majelis Kehormatan Kode Etik (Bab III Pasal 9-
32)
Selanjutnya, penjelasan lebih lanjut atas nilai-nilai dasar indepedensi, integritas, dan
profesionalitas diberikan pada tabel berikut.
Tabel 9.2
Indepedensi, Integritas, dan Profesionalitas BPK
Dilarang : Dilarang:
Merangkap jabatan Merangkap jabatan
Menjadi anggota partai Menunjukkan sikap dan
politik perilaku yang menyebabkan
Menunjukkan sikap dan orang lain meragukan
perilaku yang menyebabkan indepedensinya
orang lain meragukan Tunduk pada
indepedensinya intimidasi/tekanan orang lain
Membocorkan informasi
auditee
Dipengaruhi oleh prasangka,
interpretasi atau kepentingan
tertentu baik untuk kepentingan
pribadi pemeriksa maupun
pihak lain
Ada dua kategori kode etik yang diterapkan oleh PAII, yaitu kode etik PAII dan kode
etik Qualified Internal Auditor (QIA). Kode etik PAII berlaku bagi organisasi profesi
dan semua anggota PAII yang bekerja pada departemen/bagian audit internal suatu
organisasi/perusahaan. Kode etik QIA adalah kode etik bagi anggota yang telah
memperoleh sertifikasi QIA melalui suatu pendidikan formal yang diterapkan oleh
PAII. Perlu dipahami bahwa saat ini yang berprofesi pada departemen/bagian audit
internal tidak seluruhnya mempunyai kualifikasi gelar atau sertifikat QIA. Kode etik
QIA ditetapkan oleh Dewan Sertifikasi QIA. Pasal-pasal dalam kode etik QIA adalah
sama dengan kode etik PAII, kecuali dalam kode etik QIA tidak memasukkan Pasal 1
dan 9 dari kode etik PAII.
Tabel 9.3
Ringkasan prosespenalaran kode etik PAII
Ciri profesi Kode etik PAII
1. Kepentingan Publik Untuk mempertahankan kepercayaan dari
pemberi tugas, para anggota harus menunjukkan
loyalitas kepada pemberi tugas ( manajemen ).
Anggota dilarang untuk mengambil bagian
dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang.
2. Tanggung Jawab Mengembangkan standar kompetensi tinggi yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku.
3. Kompetensi : Dilihat dari tiga unsur kompetensi (
pengetahuan, keterampilan, dan prilaku ).
Kode etik yang berlaku bagi Ilmuwan psikologi dan psikolog dibedakan berdasarkan
latar belakang pendidikan mereka, di mana latar belakang pendidikan ini menetukan
boleh atau tidaknya seseorang melakukan prakyik psikologi. Para Ilmuwan psikologi
dalam batas-batas tertentu dapat memberika jasa psikologi, tetapi tidak boleh
menjalankan praktik psikologi. Prakti psikologi hanya boleh dilakukan ileh para
psikolig. Dengan menggunakan model penalaran pada gambar 9.1 esensi dari kode
etik psikolgi dapat dirangkum seperti terlihat pada Tabel 9.4 berikut ini:
Tabel 9.4
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Psikolog
a) Profesi legislator
b) Profesi administrator hukum
c) Profesi notaris
d) Profesi polisi
e) Profesi jaksa
f) Profesi advokat (pengacara)
g) Profesi hakim
h) Profesi hukum bisnis
i) Profesi konsultan hukum
j) Profesi dosen hukum
Dengan menggunakan model penalaran pada Gambar 9.1, esensi kode etik profesi
advokat dapat dirangkum sebagaimana terlihat pada Tabel 9.5 berikut ini.
Tabel 9.5
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Profesi Advokat Indonesia
Ciri Profesi Kode Etik Advokat
1. Kepentingan publik a. Tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh
imbalan materi, tetapi lebih mengutamakan tegaknya
hukum, kebenaran, dan keadilan (Pasal 3b)
b. Wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi
orang yang tidak mampu (Pasal 7h)
2. Tanggung jawab Menjaga citra dan martabat kehormatan profesi,
menjunjung tinggi kode etik dan sumpah jabatan
(pembukaan), dan memelihara kompetensi
3. Kompetensi : Mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
a. Pengetahuan Berpraktik memberi jasa hukum, baik di dalam maupun
(knowledge) di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan undang-undang yang berlaku (Pasal 1a)
b. Keterampilan (skill) Sama dengan Pasal 1a.
c. Sikap perilaku
(attitude) :
Menyangkut diri a) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap
(kepribadian) satria, jujur, serta menjunjung tinggi hukum dan
Undang Undang Dasar (Pasal 2)
b) Bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum tanpa
membedakan agama, suku, keturunan, kedudukan
sosial, keyakinan politik (Pasal 3a)
c) Bekerja dengan bebas dan mandiri serta tidak
dipengaruhi oleh siapa pun dan wajib menjunjung
tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum
Indonesia (Pasal 3c)
d) Tidak dibenarkan melakukan pekeraan lain yang
dapat merugikan kebebasan, derajat, dan martabat
advokat (Pasal 3f)
e) Bersikap sopan terhadap semua pihak (Pasal 3h)
Tabel 9.5
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Profesi Advokat Indonesia (lanjutan)
Ciri Profesi Kode Etik Advokat
Tabel 9.5
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Profesi Advokat Indonesia (lanjutan)
Ciri Profesi Kode Etik Advokat
Hubungan lain a. Sebagai profesi mulia, advokat dalam
menjalankan profesinya di bawah
perlindungan hukum, undang-undang,
dan kode etik (Pasal 8a)
b. Tidak diperkenankan memasang
iklan, termasuk pemasangan papan
nama dengan ukuran yang berlebihan
(Pasal 8b)
c. Tidak mengadakan kantor cabang di
tempat yang merugikan kedudukan
advokat, misalnya di rumah atau di
kantor seorang yang bukan advokat
(Pasal 8c)
d. Tidak mengizinkan pencantuman
namanya di papan nama, iklan, atau
cara lain oleh orang bukan advokat,
tetapi memperkenalkan diri sebagai
wakil advokat (Pasal 8d)
e. Tidak mengizinkan karyawan yang
tidak berkualitas untuk mengurus
sendiri perkara, memberi nasihat
kepada klien secara lisan atau tertulis
(Pasal 8e)
f. Tidak memublikasikan diri melalui
media massa untuk menarik perhatian
masyarakat mengenai perkara yang
sedang ditanganinya, kecuali untuk
menegakkan prinsip hukum yang
wajib diperjuangkan oleh semua
advokat(Pasal 8f)
g. Advokat dapat mengundurkan diri
dari per yang diurusnya bila dicapai
kesepakatan dengan kliennya (Pasal
8g)
h. Tidak mengizinkan advokat mantan
hakim/panitera menangani perkara di
pengadilan yang bersangkutan selama
tiga tahun sejak ia berhenti dari
pengadilan tersebut (Pasal h)
Dengan membandingkan keempat contoh kode etik profesi ( profesi BPK, auditor
internal, psikologi, dan advokat),tidaklah mudah untuk mencoba memahami apakah
ada nilai-nilai, prinsip, atau norma-norma dasar yang berlaku universal untuk semua
profesi. Hal ini mengingat adanya keragaman menggunakan penulisan, isi, dan
konsep-konsep yang digunakan. Meskipun agak sulit, dengan pendekatan model
Gambar 9.1. dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Tabel 9.6
Perbandingan Kode Etik
Kronologis kasus:
Pada 2002, Todung merupakan anggota Tim Bantuan Hukum (TBH) Pemerintah
Indonesia cq menteri keuangan cq Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
melakukan legal audit terhadap Salim Group yang juga pemilik Sugar Group
Companies (SGC). Setelah SGC dijual, pada 2006 pemilik baru (Gunawan Yusuf)
ternyata beperkara melawan keluarga Salim dan Pemerintah Indonesia di Pengadilan
Negeri Kotabumi dan Gunung Sugih, Lampung. Dalam perkara itu, Todung bertindak
sebagai kuasa hukum keluarga Salim. Atas hal ini, majelis menilai Todung
berbenturan dengan keluarga Salim. Bertolak dari fakta-fakta tersebut, menjadi jelas
bahwa Teradu I sebenarnya masih terkait dengan kepentingan Sugar Group
Companies yang dulunya termasuk perusahaan Salim Group, ujar Jack.
Laporan Todung ke Peradi diajukan Hotman Paris Hutapea yang juga pengacara
senior pada Maret lalu. Dalam laporannya, Hotman yang banyak membela kalangan
selebriti itu menuduh Todung menjadi kuasa hukum dua pihak yang saling
berseberangan. Selain personal, firma Lubis, Santosa, and Maulana juga diperkarakan
Hotman. Namun, aduan itu ditepis majelis. Perseteruan Hotman dengan Todung
sudah berlangsung panjang. Hotman adalah lawan Todung dalam persidangan di
Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, dan PN Kota Bumi, Lampung
Utara. Meski dalam dokumen TBH dinyatakan bahwa keluarga Salim atau Salim
Group melanggar MSAA, dalam persidangan teradu I justru menyatakan bahwa
keluarga Salim/Salim Group tidak melanggar MSAA, lanjut pengacara paro baya
itu.
Jadi dapat disimpulkan posisi Todung dalam perkara Salim versus Sugar Group
Companies milik Gunawan Yusuf berihwal dari jual-beli aset yang dikelola
BPPN. Yang Semula, pada 2002, Todung menjadi kuasa hukum pemerintah untuk
melakukan audit terhadap keluarga Salim di antaranya perusahaan Sugar Group
Company. Belakangan, pada tahun 2006, yang bersangkutan menjadi kuasa hukum
keluarga Salim dalam perkara buntut penjualan aset itu.