Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika profesi sangatlah dibutuhkan dalam berbagai bidang khususnya bidang


teknologi informasi.Kode etik sangat dibutuhkan dalam bidang TI (Teknologi
Informasi),karena kode etik tersebut dapat menentukan apa yang baik dan yang tidak
baik serta apakah suatu kegiatan yang dilakukan oleh IT-er itu dapat dikatakan
bertanggung jawab atau tidak. Kode etik profesi dalam bidang apapun merupakan
bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma
yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik
ini lebih memperjelas,mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih
sempurna walaupun sebenarnya norma-norma terebut sudah tersirat dalam etika
profesi.

Dewasa ini setelah era reformasi, makin banyak bermunculan organisasi profesi dari
kelompok profesi sejenis, contoh: IAI untuk para akuntan, IDI untuk para dokter, dan
PGRI untuk para guru, dan wadah organisasi untuk pejabat keuangan publik
(pemerintah/negara) adalah Departemen Keuangan RI. Setiap organisasi tersebut
makin menyadari perlunya membuat kode etik untuk menjadi pedoman perilaku bagi
para anggotanya, tujuan khususnya adalah untuk mengembangkan kompetensi secara
berkelanjutan sekaligus untuk melakukan pengendalian perilaku para anggotanya
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah nya adalah:
1. Bagaimana Keberadaan Berbagai Profesi?
2. Apa Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia(BPK-RI)?
3. Apa Kode Etik Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII)?
4. Apa Kode Etik Psikologi Indonesia?
5. Apa Kode Etik Profesi Advokat?
6. Bagaimana Perbandingan Kode Etik antara BPK, PAII, Psikologi, dan
Advokat?
7. Apakah Profesi dan Hakikat Manusia Utuh?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Keberadaan Berbagai Profesi

Dewasa ini makin banyak banyak bermunculan organisasi profesi dari kelompok
profesi sejenis dan setiap organisasi makin menyadari perlunya membuat kode etik
untuk menjadi pedoman perilaku bagi para anggotanya. Tujuan khusus dari setiap
organisasi profesi adalah untuk mengembangkan kompetensi para anggota secara
berkelanjutan sekaligus untuk melakukan pengendalian perilaku para anggotanya
dengan berpedoman pada kode etik yang telah disepakati bersama. Kelompok-
kelompok organisasi profesi seperti ini tidak membeda-bedakan latar belakang status
para anggota mereka, baik dari sektor swasta atau sektor publik.

Setiap organisasi profesi mempunyai pedoman kode etik untuk menjadi standar/acuan
perilaku bagi para anggotanya. Karena banyaknya organisasi profesi yang ada, maka
pada kesempatan ini hanya akan dibahas beberapa contoh kode etik dari beberapa
organisasi profesi, yaitu profesi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
(BPK-RI), Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII), Himpunan Psikologi
Indonesia, dan Advokat Indonesia. Setelah mempelajari masing-masing kode etik
profesi ini, dapat diketahui bahwa: (1) tidak ada sistematika baku dalam penulisan
kode etik; (2) terdapat banyak istilah dan konsep yang sama, tetapi pemaknaan atas
istilah-istilah atau konsep tersebut bias jadi berbeda; dan (3) banyak konsep dan
istilah yang maknanya tumpang-tindih. Mengingat adanya perbedaan dalam
sistematika, substansi, konsep, dan istilah yang dipergunakan, maka untuk lebih
memudahkan pemahaman atas masing-masing kode etik akan digunakan model
penalaran kode etik berdasarkan acuan pada unsur-unsur pokok suatu profesi
sebagaimana terlihat pada gambar berikut!

Gambar 9.1
Model Penalaran Kode Etik Profesi

Kepentingan Tanggung Jawab


Umum

Kompetensi

Pengetahuan Keterampilan Sikap-perilaku


(Knowledge) (Skill) (Attitude)

2.2 Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia(BPK-RI)

Kode Etik BPK dituangkan dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2007, serta telah diumumkan dalam Lembaran Berita
Negara Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2007. Kode Etik ini berlaku untuk
Anggota dan Pemeriksa BPK. Anggota BPK dan Pemeriksa BPK mempunyai
pengertian yang berbeda menurut pasal 1 ayat 2 dan 3 Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007, yaitu :
a) Anggota BPK adalah pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh DPR dan
diresmikan berdasarkan Keputusan Presiden.
b) Pemeriksa BPK adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan
pengeloaan dan tanggung jawab keuangan Negara untuk dan atas nama BPK.

Proses penalaran atas kode etik BPK-RI ini dengan mengacu pada cirri-ciri utama
suatu profesi. Pasal 2 kode etik BPK mengatur tentang nilai-nilai dasar yang wajib
dimiliki oleh anggota dan pemeriksa BPK. Nilai-nilai dasar ini terdiri atas:
a) Mematuhi peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang
berlaku.
b) Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
c) Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan profesionalitas.
d) Menjunnjung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.

Tabel 9.1
Proses Penalaran Kode Etik BPK
CIRI PROFESI KODE ETIK BPK
1. Kepentingan Publik Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan
pribadi dan golongan (Pasal 2b)
2. Tanggung Jawab Mengembangkan standar kompetensi tinggi yang
menyangkut knowledge, skill, dan attitude
3. Kompetensi: Dilihat dari tiga unsure kompetensi (knowledge, skill,
attitude):
a. Pengetahuan (knowledge) Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian tertentu (Pasal 1 ayat 8)
b. Keterampilan (skill) Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
merupakan patokan pemeriksaan yang menyangkut
standar umum, standar pelaksanaan pekerjaan, dan standar
pelatoran (Pasal 1 ayat 5)
c. Sikap perilaku (attitude) Menyangkut diri (pribadi) dan hubungan dengan
lembaga/pihak lain.
Menyangkut diri Bagi setiap anggota dan pemeriksa wajib mematuhi,
(pribadi) memiliki, dan menjunjung nilai-nilai dasar (Pasal 2):
Taat pada peraturan (ayat 2)
Mengutamakan kepentingan Negara (ayat b)
Menjunjung tinggi indepedensi, integritas, dan
profesionalitas (ayat c)
Menjujung tinggi martabat, kehormatan, citra, dan
kredibilitas BPK
Hubungan rekan Menghormati dan memercayai serta saling membantu di
sejawat antara pemeriksa sehingga dapat bekerja sama dengan
baik dalam melaksanakan tugas (Pasal 8 ayat 1g)
Hubungan klien Menghindari terjadinya benturan kepentingan (Pasal 6
ayat 1b)
Dilarang menerima pemberian dalam bentuk apa pun
baik langsung maupun tidak langsung yang diduga
atau patut diduga dapat memengaruhi pelaksanaan
tigas dan wewenangnya (Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 7
ayat 2a)
Dilarang membocorkan informasi yang
diperolehnya dari auditee (Pasal 6 ayat 2d)
Hubungan Lain Dilarang merangkap jabatan pada badan, lembaga,
atau perusahaan lain untuk anggota dan pemeriksa
(Pasal 3 ayat 2a dan Pasal 6 ayat 2a)
Dilarang menjadi anggota partai politik bagi
anggota BPK (Pasal 3 ayat 2b)
Pengawasan Melalui Majelis Kehormatan Kode Etik (Bab III Pasal 9-
32)
Selanjutnya, penjelasan lebih lanjut atas nilai-nilai dasar indepedensi, integritas, dan
profesionalitas diberikan pada tabel berikut.

Tabel 9.2
Indepedensi, Integritas, dan Profesionalitas BPK

NILAI DASAR ANGGOTA BPK PEMERIKSA


Indepedensi Memegang sumpah jabatan Netral dan tidak berpihak
Netral dan tidak berpihak Menghindari benturan
Menghindari banturan kepentingan
kepentingan Menghindari hal-hal yang dapat
Menghindari hal-hal yang memengaruhi objektivitas
dapat memengaruhi Mempertimbangkan informasi,
objektivitas pandangan, dan tanggapan pihak
lain diperiksa
Bersikap tenang dan mampu
mengendalikan diri

Dilarang : Dilarang:
Merangkap jabatan Merangkap jabatan
Menjadi anggota partai Menunjukkan sikap dan
politik perilaku yang menyebabkan
Menunjukkan sikap dan orang lain meragukan
perilaku yang menyebabkan indepedensinya
orang lain meragukan Tunduk pada
indepedensinya intimidasi/tekanan orang lain
Membocorkan informasi
auditee
Dipengaruhi oleh prasangka,
interpretasi atau kepentingan
tertentu baik untuk kepentingan
pribadi pemeriksa maupun
pihak lain

Integritas Bersikap tegas Bersikap tegas


Jujur Jujur
Memegang rahasia pihak yang Memegang rahasia pihak yang
diperiksa diperiksa

Dilarang menerima pemberian Dilarang:


dalam bentuk apa pun, baik Menerima pemberian dalam
langsung maupun tidak langsung bentuk apa pun, baik langsung
maupun tidak langsung
Menyalahgunakan wewenang
Profesionalitas Prinsip kehati-hatian, Prinsip kehati-hatian, ketelitian,
ketelitian, kecermatan kecermatan
Menyimpan rahasia Negara dan Menyimpan rahasia Negara dan
jabatan jabatan
Tidak menyalahgunakan Tidak menyalahgunakan rahasia
rahasia Negara untuk Negara untuk kepentingan
kepentingan pribadi dan pribadi dan golongan/pihak lain
golongan/pihak lain Menghindari perbuatan di luar
Menghindari perbuatan di luar tugas dan wewenangnya
tugas dan wewenangnya Komitmen tinggi
Meningkatkan kemampuan
Profesionalisme secara
berkelanjutkan
Kerja sama saling menghormati
dan memercayai antar rekan
sejawat
Berkomunikasi dan berdiskusi
antar rekan sejawat
Menggunakan sumber daya
publik secara efisien, efektif,
dan ekonomis.

2.3 Kode Etik Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII)

Ada dua kategori kode etik yang diterapkan oleh PAII, yaitu kode etik PAII dan kode
etik Qualified Internal Auditor (QIA). Kode etik PAII berlaku bagi organisasi profesi
dan semua anggota PAII yang bekerja pada departemen/bagian audit internal suatu
organisasi/perusahaan. Kode etik QIA adalah kode etik bagi anggota yang telah
memperoleh sertifikasi QIA melalui suatu pendidikan formal yang diterapkan oleh
PAII. Perlu dipahami bahwa saat ini yang berprofesi pada departemen/bagian audit
internal tidak seluruhnya mempunyai kualifikasi gelar atau sertifikat QIA. Kode etik
QIA ditetapkan oleh Dewan Sertifikasi QIA. Pasal-pasal dalam kode etik QIA adalah
sama dengan kode etik PAII, kecuali dalam kode etik QIA tidak memasukkan Pasal 1
dan 9 dari kode etik PAII.
Tabel 9.3
Ringkasan prosespenalaran kode etik PAII
Ciri profesi Kode etik PAII
1. Kepentingan Publik Untuk mempertahankan kepercayaan dari
pemberi tugas, para anggota harus menunjukkan
loyalitas kepada pemberi tugas ( manajemen ).
Anggota dilarang untuk mengambil bagian
dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang.
2. Tanggung Jawab Mengembangkan standar kompetensi tinggi yang
menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku.
3. Kompetensi : Dilihat dari tiga unsur kompetensi (
pengetahuan, keterampilan, dan prilaku ).

a. Pengetahuan ( Knowledge ) Tidak secara eksplisit diungkapkan.


b. Keterampilan ( Skill ) 1. Para anggota harus terus berusaha untuk
meningkatkan keahlian dan keefektifan dalam
melakukan pekerjaannya.
2. Dalam berpendapat, para anggota harus
menggunakan semua kemampuannya untuk
memperoleh bukti yang memadai yang dapat
mendukung pernyataannya.
c. Sikap prilaku ( attitude )
Menyangkut Diri 1. PAII berasaskan pancasila dan UUD 1945 (
pasal 2)
2. Para anggota diwajibkan bersikap jujur,
objektif, dan hati-hati dalam menjalankan
tugas maupun kewajibannya ( pasal 3 )
3. Para anggota harus menghindari untuk
terlibat kegiatan yang dapat menimbulkan
konflik dengan kepentingan pemberi tugas,
atau yang dapat menimbulkan prasangka
yang meragukan kemampuannya untuk
secara objektif menyelesaikan tugas dan
kewajibannya (pasal 5 )
4. Para anggota harus mematuhi peraturan dan
mendukung pencapaian tujuan PAII. Dalam
menjalankan profesinya, para anggota harus
sadar akan kewajibannya untuk memelihara
standar yang tinggi tentang kompetensi,
moralitas, dan kehormatan yang telah
ditetapkan oleh PAII dan para anggotanya (
pasal 10 )
Hubungan rekan sejawat Tidak diatur.
Hubungan klien 1. Para anggota dilarang untuk menerima
imbalan atau hadiah dari pemberi tugas,
klien, pelanggan, atau relasi bisnis pemberi
tugas, kecuali yang menjadi haknya ( pasal
6)
2. Para anggota harus bersikap bijaksana dan
hati-hati dalam menggunakan informasi
yang diperoleh dalam melaksanakan
tugasnya. Para anggota dilarang untuk
menggunakan informasi rahasia untuk
kepentingan pribadi, atau merugikan
kepentingan pemberi tugas ( pasal 7 )
Hubungan lain Tidak diatur.
Pengawasan Tidak diatur.
Kode etik PAII terlihat sangat singkat dan sederhana. Karena terlalu singkat dan
sederhana, ada beberapa hal yang pengaturannya tidak jelas dan/atau tidak lengkap,
yaitu:
1. Kompetensi yang menyangkut persyaratan pengetahuan minimal yang
diperlukan melalui pendidikan formal tidak diatur secara eksplisit.
2. Tanggung jawab profesi auditor internal hanya disebutkan kepada pemberi
tugas, tidak ada pernyataan yang menyebutkan hubunganya dengan atau
dampaknya bagi kepentingan umum yang lebih luas.
3. Tidak ada pasal yang mengatur hubungan dengan rekan sejawat dan hubungan
lainnya.
4. Tidak ada pasal yang mengatur tentang pengawasan dalam hal timbulnya
penyimpangan terhadap kode etik yang dilakukan oleh anggotanya.
Hal yang patut dicatat adalah dalam kode etik PAII dicantumkan asas Panasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, sesuatu yang jarang dijumpai kode etik profesi lainnya.

2.4 Kode Etik Psikologi Indonesia

Kode etik yang berlaku bagi Ilmuwan psikologi dan psikolog dibedakan berdasarkan
latar belakang pendidikan mereka, di mana latar belakang pendidikan ini menetukan
boleh atau tidaknya seseorang melakukan prakyik psikologi. Para Ilmuwan psikologi
dalam batas-batas tertentu dapat memberika jasa psikologi, tetapi tidak boleh
menjalankan praktik psikologi. Prakti psikologi hanya boleh dilakukan ileh para
psikolig. Dengan menggunakan model penalaran pada gambar 9.1 esensi dari kode
etik psikolgi dapat dirangkum seperti terlihat pada Tabel 9.4 berikut ini:

Tabel 9.4
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Psikolog

Ciri Profesi Kode Etik Psikologi


1. Kepentingan publik Mengabdikan pengetahuan tentang perilaku
manusia bagi kesejahteraan manusia (pembukaan)
Mengutamakan kepentingan umum daripada pribadi
atau golongan ( Pasal 14a)
2. Tanggung Jawab Pentingnya setiap Ilmuwan psikologi mempunyai
rasa tanggung jawab menyangkut kompetensi,
objektivitas, kejujuran, integritas, bersikap bijak,
dan hati-hati.
3. Kompetensi: Mencakup pengetahuan, keterampilan, perilaku
3.1 Pengetahuan Ilmuwan Psikologi adalah para lulusan
(Knowladge) perguruan tinggi dan universitas di dalam maupun
luar negeri, yaitu mereka yang telah mengikuti
pendidikan dengan kurikulum nasional (SK
Mendikbud Nomor 18/D/0/1993 untuk pendidikan
program akademik (Sarjana Psikologi); lulusan
pendidikan tinggi strata 2 (S2) dan strata 3 (S3)
dalam bidang psikologi, yang pendidikan strata (S1)
diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuwan
Psikologi yang tergolong kriteria tersebut
dinyatakan dapat memberika jasa psikologi, tetapi
tidak berhak dan tidak berwenang untuk melakukan
praktik psikologi di Indonesia.
3.2 Keterampilan (skill) Psikolog adalah Sarjana Psikologi yang telah
mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1)
dengan kurikulum lama (Sistem Paket Murni)
Perguruan Tinggi Negeri (PTN); atau sistem Kredit
Semester (SKS) PTN; atau pendidikan program
akademik (Sarjana Psikologi) dan program
pendidikan profesi (Psikologi); atau kurikulum
lama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah
mengikuti ujian negara sarjana psikologi; atau
pendidikan tinggi psikologi di luar negeri yang
sudah mendapat akreditasi dan disetarakan dengan
psikologi Indonesia oleh Direktorat Pendidikan
Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas RI). Sarjana Psikologi dengan kriteria
tersebut dinyatakan berhak dan berwenang untuk
melakukan praktik psikologi di wilayah hukum
Negara Republik Indonesi. Sarjana Psikolog
menurut kriteria ini juga dikenal dan disebut
sebagai psikolog. Untuk melakukan praktik
psikologi , Sarjana Psikolog yang tergolong kriteria
ini diwajibkan memiliki izin praktik psikolog sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
3.3 3.3 Sikap perilaku
(attitude)
Menyangkut diri Kesadaran diri tentang Pancasila dan UUD 1945
(Pribadi) Mengindahkan etika dan nilai-nilai moral yang
berlaku di masyarakat (Pasal 4a)
Menjaga citra profesi (Pasal 4b)
Memiliki objektivitas, kejujuran, integritas,
bersikap bijak, dan hati-hati (Pasal 2)
Hubungan rekan Saling menghormati dan menjaga hak-hak serta
sejawat nama baik rekan sejawat (Pasal 5a)
Saling memberi umpan balik (Pasal 5b)
Saling mengingatkan untuk mencegah pelanggaran
kode etik (Pasal 5c)
Menghargai karya cipta rekan sejawat/pihak lain
(Pasal 15)
Hubungan klien Melindungi klien dari akibat yang merugikan
sebagai dampak pemberian jasa/praktik yang
dilakukan (Pasal 8c)
Melindungli kerahasiaan data klien, kecuali ada
persetujuan dari klien, atau ada hubungannya
dengan pihak berwenang (Pasal 12)
Mengutamakan ketidakberpihakan dalam
kepentingan pemakai jasa, atau klien dan pihak-
pihak terkait (Pasal 8d)
Hubungan lain Menghargai kompetensi profesi lain (Pasal 6a)
Mencegah pemberian jasa dari pihak yang tidak
berkompeten (Pasal 6b)
Pengawasan Melalui Majelis Psikologi (Pasal 18)

2.5 Kode Etik Profesi Advokat

Advokat merupakan salah satu subprofesi di bidang hukum. Sebagaimana dikatakan


oleh Abdulkadir Muhammad (2006), peraturan hukum mengatur dan menjelaskan
bagaimana seharusnya:
a) Legislator menciptakan hokum
b) Pejabat melaksanakan administrasi Negara
c) Notaris merumuskan kontrak-kontrak harta kekayaan
d) Polisi dan jaksa menegakkan ketertiban hokum
e) Pengacara membela kliennya dalam menginterpretasikan hokum
f) Hakim menerapkan hukum dan menetapkan keputusannya
g) Pengusaha menjalankan kegiatan bisnisnya
h) Konsultan hukum memberikan nasihat hukum kepada kliennya
i) Pendidik hukum menghasilkan ahli hukum
Selanjutnya dikatakan bahwa pekerjaan yang ditangani oleh para profesional hukum
tersebut merupakan bidang-bidang profesi hukum, yang jika dirinci adalah sebagai
berikut:

a) Profesi legislator
b) Profesi administrator hukum
c) Profesi notaris
d) Profesi polisi
e) Profesi jaksa
f) Profesi advokat (pengacara)
g) Profesi hakim
h) Profesi hukum bisnis
i) Profesi konsultan hukum
j) Profesi dosen hukum

Menurut Notohamidjojo (dalam Abdulkadir Muhammad, 2006), seorang profesional


di bidang hukum perlu memiliki :

a) Sikap manusiawi, artinya tidak hanya menghadapi hukum secara formal,


melainkan kebenaran yang sesuai dengan hati nurani.
b) Sikap adil, artinya mencari kelayakan yang dengan perasaan masyarakat.
c) Sikap patut, artinya mencari pertimbangan untuk menentukan keadilan dalam
suatu perkara konkret.
d) Sikap jujur, artinya menyatakan suatu hal benar menurut apa adanya, serta
menjauhi yang tidak benar dan tidak patut.

Seperti telah disebutkan sebelumnya subcabang profesi di bidang hukum cukup


banyak. Pada kesempatan ini hanya dibahas kode etik profesi advokat (pengacara)
sebagai salah satu subcabang profesi di bidang hukum. Kode etik profesi advokat
(pengacara) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8 di bagian akhir buku ini. Di
Indonesia terdapat lebih dari satu organisasi profesi advokat. Kode Etik Profesi
Advokat berlaku sejak tanggal ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002 dan disepakati
berlaku bersama untuk organisasi profesi advokat yang tergabung dalam Komite
Kerja Sama Advokat Indonesia (KKAI), yang terdiri atas tujuh organisasi, yaitu:
Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan
Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),
Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Serikat Pengacara Indonesia
(SPI), dan Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI). Kode etik advokat
Indonesia secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8 di bagian akhir buku ini.

Dengan menggunakan model penalaran pada Gambar 9.1, esensi kode etik profesi
advokat dapat dirangkum sebagaimana terlihat pada Tabel 9.5 berikut ini.

Tabel 9.5
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Profesi Advokat Indonesia
Ciri Profesi Kode Etik Advokat
1. Kepentingan publik a. Tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh
imbalan materi, tetapi lebih mengutamakan tegaknya
hukum, kebenaran, dan keadilan (Pasal 3b)
b. Wajib memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi
orang yang tidak mampu (Pasal 7h)
2. Tanggung jawab Menjaga citra dan martabat kehormatan profesi,
menjunjung tinggi kode etik dan sumpah jabatan
(pembukaan), dan memelihara kompetensi
3. Kompetensi : Mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
a. Pengetahuan Berpraktik memberi jasa hukum, baik di dalam maupun
(knowledge) di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan
berdasarkan undang-undang yang berlaku (Pasal 1a)
b. Keterampilan (skill) Sama dengan Pasal 1a.
c. Sikap perilaku
(attitude) :
Menyangkut diri a) Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap
(kepribadian) satria, jujur, serta menjunjung tinggi hukum dan
Undang Undang Dasar (Pasal 2)
b) Bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum tanpa
membedakan agama, suku, keturunan, kedudukan
sosial, keyakinan politik (Pasal 3a)
c) Bekerja dengan bebas dan mandiri serta tidak
dipengaruhi oleh siapa pun dan wajib menjunjung
tinggi hak asasi manusia dalam negara hukum
Indonesia (Pasal 3c)
d) Tidak dibenarkan melakukan pekeraan lain yang
dapat merugikan kebebasan, derajat, dan martabat
advokat (Pasal 3f)
e) Bersikap sopan terhadap semua pihak (Pasal 3h)

Tabel 9.5
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Profesi Advokat Indonesia (lanjutan)
Ciri Profesi Kode Etik Advokat

Hubungan rekan sejawat a. Memegang teguh rasa solidaritas sesama


advokat dan wajib membela secara cuma -cuma
teman sejawat yang diajukan sebagai tersangka
dalam perkara pidana (Pasal 3d dan 3e)
b. Hubungan antara teman sejawat advokat
berdasarkan sikap saling menghormati,
menghargai, dan memercayai (Pasal 5a)
c. Tidak menggunakan kata-kata tidak sopan atau
yang menyakitkan hati (Pasal 5b)
d. Keberatan terhadap tindakan teman sejawat
harus diadukan kepada Dewan Kehormatan
(Pasal 5c)
e. Tidak diperkenankan menarik klien teman
sejawat (Pasal 5d)
f. Advokat baru hanya dapat menerima perkara
setelah menerima bukti pencabutan pemberian
kuasa kepada advokat terdahulu (Pasal 5e)
g. Advokat lama wajib memberikan kepada avokat
yang baru semua surat dan keterangan penting
untuk mengurus perkara itu (Pasal 5f)

Hubungan klien a. Mengutamakan penyelesaian damai dalam


perkara perdata (Pasal 4a)
b. Tidak memberikan keterangan yang dapat
menyesatkan klien (Pasal 4b)
c. Tidak dibenarkan menjamin kepada klien bahwa
perkaranya akan menang (Pasal 4c)
d. Penetapan honor berdasarkan kemampuan klien
(Pasal 4d)
e. Tidak dibenarkan membebani klien dengan
biaya-biaya yang tidak perlu (Pasal 4e)
f. Perhatian yang sama diberikan terhadap perkara
yang diurus secara cuma-cuma (Pasal 4f)
g. Harus menolak mengurus perkara yang tidak ada
dasar hukumnya (Pasal 4g)
h. Wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal
yang menyangkut klien(Pasal 4h)
i. Dilarang melepaskan tugas yang dibebankan
kepadanya pada saat yangtidak menguntungkan
klien atau akan merugikan klien yang tidak
dapat diperbaiki lagi (Pasal 4i)
j. Mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan
kepentingan bersama dua pihak atau lebih
apabila kemudian timbul pertentangan
kepentingan diantara pihak-pihak yang
bersangkutan (Pasal 4j)
k Mempunyai hak retensi terhadap klien tetapi
tidak dapat digunakan apabila dengan retensi
itu kepentingan klien akan dirugikan yang
tidak dapat diperbaiki lagi (Pasal 4k)

Tabel 9.5
Ringkasan Proses Penalaran Kode Etik Profesi Advokat Indonesia (lanjutan)
Ciri Profesi Kode Etik Advokat
Hubungan lain a. Sebagai profesi mulia, advokat dalam
menjalankan profesinya di bawah
perlindungan hukum, undang-undang,
dan kode etik (Pasal 8a)
b. Tidak diperkenankan memasang
iklan, termasuk pemasangan papan
nama dengan ukuran yang berlebihan
(Pasal 8b)
c. Tidak mengadakan kantor cabang di
tempat yang merugikan kedudukan
advokat, misalnya di rumah atau di
kantor seorang yang bukan advokat
(Pasal 8c)
d. Tidak mengizinkan pencantuman
namanya di papan nama, iklan, atau
cara lain oleh orang bukan advokat,
tetapi memperkenalkan diri sebagai
wakil advokat (Pasal 8d)
e. Tidak mengizinkan karyawan yang
tidak berkualitas untuk mengurus
sendiri perkara, memberi nasihat
kepada klien secara lisan atau tertulis
(Pasal 8e)
f. Tidak memublikasikan diri melalui
media massa untuk menarik perhatian
masyarakat mengenai perkara yang
sedang ditanganinya, kecuali untuk
menegakkan prinsip hukum yang
wajib diperjuangkan oleh semua
advokat(Pasal 8f)
g. Advokat dapat mengundurkan diri
dari per yang diurusnya bila dicapai
kesepakatan dengan kliennya (Pasal
8g)
h. Tidak mengizinkan advokat mantan
hakim/panitera menangani perkara di
pengadilan yang bersangkutan selama
tiga tahun sejak ia berhenti dari
pengadilan tersebut (Pasal h)

Pengawasan Pengawasan atas pelaksanaan kode etik


ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan
(Pasal 9)
2.6 Perbandingan Kode Etik

Dengan membandingkan keempat contoh kode etik profesi ( profesi BPK, auditor
internal, psikologi, dan advokat),tidaklah mudah untuk mencoba memahami apakah
ada nilai-nilai, prinsip, atau norma-norma dasar yang berlaku universal untuk semua
profesi. Hal ini mengingat adanya keragaman menggunakan penulisan, isi, dan
konsep-konsep yang digunakan. Meskipun agak sulit, dengan pendekatan model
Gambar 9.1. dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1) Semua profesi berdampak atau bermanfaat bagi kepentingan umum, meskipun


arti umum mempunyai tingkat keluasan yang berbeda.Contoh pengertian
umum untuk :
BPK adalah kepentingan negara.
Auditor Internal adalah manajemen suatu entitas (suatu bisnis).
Psikologi adalah klien (individu, kelompok, institusi).
Advokat adalah klien dan demi penegakan hukum dan keadilan.
2) Untuk menjaga kepercayaan publik dalam setiap kode etik profesi pada
umumnya ditekankan pentingnya memelihara kompetensi tinggi secara
berkelanjutan.
3) Kompetensi mencakup pengetahuan melalui pendidikan formal sesuai dengan
latar belakang profesinya, keterampilan teknis, dan sikap perilaku. Meskipun
kompetensi yang menyangkut pengetahuan ada yang secara eksplisit diatur
dalam kode etik (misalnya, kode etik psikologi, ada juga yang tidak diatur
dalam kode etik karena sudah diatur dalam peraturan/perundangan (misalnya,
kode etik advokat dan BPK), atau tidak diatur dalam kode etik tetapi
diserahkan pada kebijakan/peraturan perusahaan (misalnya, kode etik auditor
internal).
4) Aturan mengenai sikap perilaku umumnya menyangkut tanggung jawab dan
kesadaran diri sebagai pribadi, hubungan dengan rekan sejawat, hubungan
dengan klien, dan hubungan lainnya.
5) Tanggung jawab dan kesadaran diri berkaitan dengan karakter utama, prinsip-
prinsip, atau nilai-nilai dasar yang harus dimiliki seorang profesional untuk
menunjang citra dan martabat rofesinya yang luhur. Semua kode etik
menjelaskan karakter utama, prinsip-prinsip, atau nilai dasar ini, walaupun
tidak ada keseragaman mengenai jumlah, konsep, atau istilah yang digunakan.
Berikut adalah contoh karakter, prinsip, atau nilai-nilai dasar dari beberapa
profesi.

Tabel 9.6
Perbandingan Kode Etik

Institusi/Profesi Penekanan Kode Etik


BPK Independensi, integritas, dan profesionalitas
PAII Bersikap jujur,objektif, hati-hati, dan menghindari konflik
kepentingan
Psikologi Menjaga kompetensi, objektivitas, kejujuran, integritas,
bersikap bijak, dan hati-hati
Advokat Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria,
jujur, tidak membeda-bedakan agama, suku, keturunan,
kedudukan sosial, keyakinan politik, mandiri, serta tidak
dipengaruhi oleh siapa pun dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia

2.7 Profesi dan Hakikat Manusia Utuh

Bila seorang profesional benar-benar menghayati profesinya dan betul-betul mau


mematuhi kode etik yang ditetapkan atas dasar kesadaran diri dalam melaksanakan
profesinya, maka sebenarnya ia telah menjalani kehidupan sesuai dengan hakikat
manusia seutuhnya. Hakikat manusia utuh adalah hidup dengan menyeimbangkan
pemenuhan EQ, IQ, SQ, dan PQ. Kesadaran untuk terus-menerus memelihara unsur
kompetensi ilmu pengtahuan dan keterampilan teknis mencerminkan upaya untuk
meningkatkan IQ. Kesadaran untuk menumbuhkan sikap perilaku yang baik dalam
menjalankan profesi sebenarnya sekaligus untuk memupuk EQ, dan SQ. Membangun
karakter, prinsip-prinsip, dan nilai-nilai dasar seperti bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, menanamkan integritas, kejujuran, independensi, objektivitas, dan
sejenisnya merupakan fondasi untuk membangun SQ. Melayani klien dengan
kompentesi tinggi, menjaga hubungan harmonis dengan rekan sejawat atas dasar
saling menghormati, mengahargai, dan mempercayai, berbicara sopan dengan siapa
pun, merupakan dasar bagi pembangunan EQ. Dengan demikian, walaupun tidak
dijelaskan secara eksplisit di dalam setiap kode etik, seorang profesional yang
benar0benar telah mematuhi dan mengikuti kode etik profesi dalam menjalankan
profesinya, sebenarnya disadari atau tidak, ia telah mejalani kehidupan sebagai
manusia seutuhnya.

2.8 Kasus Mulya Lubis Diberhentikan

Kronologis kasus:
Pada 2002, Todung merupakan anggota Tim Bantuan Hukum (TBH) Pemerintah
Indonesia cq menteri keuangan cq Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
melakukan legal audit terhadap Salim Group yang juga pemilik Sugar Group
Companies (SGC). Setelah SGC dijual, pada 2006 pemilik baru (Gunawan Yusuf)
ternyata beperkara melawan keluarga Salim dan Pemerintah Indonesia di Pengadilan
Negeri Kotabumi dan Gunung Sugih, Lampung. Dalam perkara itu, Todung bertindak
sebagai kuasa hukum keluarga Salim. Atas hal ini, majelis menilai Todung
berbenturan dengan keluarga Salim. Bertolak dari fakta-fakta tersebut, menjadi jelas
bahwa Teradu I sebenarnya masih terkait dengan kepentingan Sugar Group
Companies yang dulunya termasuk perusahaan Salim Group, ujar Jack.
Laporan Todung ke Peradi diajukan Hotman Paris Hutapea yang juga pengacara
senior pada Maret lalu. Dalam laporannya, Hotman yang banyak membela kalangan
selebriti itu menuduh Todung menjadi kuasa hukum dua pihak yang saling
berseberangan. Selain personal, firma Lubis, Santosa, and Maulana juga diperkarakan
Hotman. Namun, aduan itu ditepis majelis. Perseteruan Hotman dengan Todung
sudah berlangsung panjang. Hotman adalah lawan Todung dalam persidangan di
Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah, dan PN Kota Bumi, Lampung
Utara. Meski dalam dokumen TBH dinyatakan bahwa keluarga Salim atau Salim
Group melanggar MSAA, dalam persidangan teradu I justru menyatakan bahwa
keluarga Salim/Salim Group tidak melanggar MSAA, lanjut pengacara paro baya
itu.

Jadi dapat disimpulkan posisi Todung dalam perkara Salim versus Sugar Group
Companies milik Gunawan Yusuf berihwal dari jual-beli aset yang dikelola
BPPN. Yang Semula, pada 2002, Todung menjadi kuasa hukum pemerintah untuk
melakukan audit terhadap keluarga Salim di antaranya perusahaan Sugar Group
Company. Belakangan, pada tahun 2006, yang bersangkutan menjadi kuasa hukum
keluarga Salim dalam perkara buntut penjualan aset itu.

Jawaban dari pertanyaan:


1. Menurut pendapat penulis Majelis Kehormatan Daerah DKI Jakarta telah
mengambil keputusan yang tepat dan adil karena dalam kasus tersebut Tudong
telah melanggar kode etik advokat Indonesia dengan membocorkan sedikit
informasi terkait hasil legal audit SGC, walaupun dalam kasus tersebut Tudong
telah selesai menjabat TBH-KKSK di SGC. Bagaimanapun juga sebagai seorang
advokat, Tudong seharusnya tetap mempertahankan dan merahasiakan hasil legal
audit SGC. Kemudian sebagai seorang Advokat juga seharusnya mengutamakan
tegaknya hukum, kebeneran, dan keadilan. Selain itu dalam kasus tersebut
Tudong tidak mengindahkan peringatan sehubungan dengan adanya iklan di
media massa mengenai putusan pengadilan, dimana isi iklan tersebut berbeda
dengan putusan pengadilan. Seorang Advokat tidak seharusnya memberikan
informasi yang berbeda apalagi menyangkut putusan pengadilan.
2. Menrut pendapat penulis reaksi Tudong Mulyo Lubid di media massa dalam
menanggapi keputusan Majelis tidak wajar dan tidak dapat dibenarkan. Menurut
pendapat penulis reaksi Tudong terlalu berlebihan, karena sebagai seorang
advokat yang sudah jelas melanggar kode etiknya tidak seharusya bereaksi seperti
itu.
3. Menurut pendapat penulis seharusnya Tudong introspeksi diri terlebih
dahulu,karena dalam kasus tersebut Tudong telah melanggar kode etik sebagai
Advokat, yaitu melanggar larangan konflik kepentingan dan lebih
mengedepankan materi dalam menjalankan profesi dibandingkan dengan
penegakan hukum, kebenara, dan keadilan. Bagaimana bisa disebut tindakan
beliau tidak melanggar Kode Etik Advokat. Sudah terpampang jelas bahwa
tindakan yang telah beliau lakukan jelas melanggar Kode Etik Advokat
Indonesia ( KEAI ) Pasal 3 huruf a, b dan c serta Pasal 4 huruf g dan j.
Selain itu, Todung mulya Lubis jelas tidak melaksanakan KEAI Pasal 3 huruf g.
KEAI pasal 3 akan dijelaskan dibawah ini sebagai berikut:

Dalam KEAI (Kode Etik Advokad Indonesia) Pasal 3, menjelaskan.


a) Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada
setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan
pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan
dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena
perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan
politik dan kedudukan sosialnya.
b) Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk
memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya Hukum,
Kebenaran dan Keadilan.
c) Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta tidak
dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia
dalam Negara Hukum Indonesia.
d) Advokat wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.
e) Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada teman
sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana atas
permintaannya atau karena enunjukan organisasi profesi.
f) Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat
merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat.
g) Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai profesi
terhormat ( officium nobile ).
h) Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap semua
pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat advokat.
i) Seorang Advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan
Negara ( Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif ) tidak dibenarkan untuk
berpraktek sebagai Advokat dan tidak diperkenankan namanya dicantumkan
atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun dalam suatu
perkara yang sedang diproses atau berjalan selama ia menduduki jabatan
tersebut.

Dalam pasal 4 KEAI, menjelaskan.


a) Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian
dengan jalan damai.
b) Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan
klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
c) Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang
ditanganinya akan menang.
d) Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan
kemampuan klien.
e) Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak
perlu.
f) Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan perhatian
yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.
g) Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak
ada dasar hukumnya.
h) Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan
oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah
berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.
i) Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada
saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan
dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang
bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 huruf a.
j) Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus
mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan
tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara
pihak-pihak yang bersangkutan.
k) Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan
kerugian kepentingan klien.
DAFTAR PUSTAKA

Sukrino Agoes, Cenik Ardana. 2011. Etika Bisnis dan Profesi-Tantangan


Membangun Manusia Seutuhnya. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai