Anda di halaman 1dari 3

Cultural Norms Theory

Mata Najwa dalam Metro TV, 7 Oktober 2015 tetang Para Penantang Ahok pada
Pilkada DKI Jakarta 2017.

Para penantang Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilkada DKI Jakarta 2017
mulai membangun kekuatan. Mereka menimbang kelebihan dan kekuatan Ahok sebagai rival.
Para penantang ada yang memuji dan ada pula yang mengkritisi program-program Ahok
selama memimpin Ibu Kota. Dengan bijaksana, para penantang ingin bersaing secara fair.
Mereka juga bertekad siap kalah maupun menang menjadi DKI I.

Hal yang menjadi sorotan kelompok kami yaitu pada sesi diskusi/perbincangan pembawa
acara (Najwa Shihab) dengan 2 Gerakan yang sedang menjadi perbincangan di DKI Jakarta
yaitu Teman Ahok dan Lawan Ahok. Sekilas dari nama gerakan tersebut dapat kita ketahui
bahwa Teman Ahok adalah gerakan yang PRO terhadap Ahok dan Lawan Ahok adalah
gerakan yang KONTRA terhadap Ahok. Dan memang sesuai dengan nama gerakan tersebut,
Teman Ahok adalah gerakan yang setuju dengan kebijakan-kebijakan Ahok, dan mendukung
Ahok untuk maju di Pilkada DKI 2017 melalui jalur independen. Sedangkan Lawan Ahok
adalah gerakan yang tidak menyetujui kebijakan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama
selama memimpin DKI Jakarta dan mengkritisi keras terhadapa cara Ahok yang dinilai
menindas rakyat dengan gaya komunikasi yang kurang baik (suka berbicara kotor).

Dalam sesi diskusi/perbincangan antara Teman Ahok dan Lawan Ahok, sedikit terjadi
perdebatan karena masing-masing gerakan saling beradu argumen Pro dan Kontra tentang
model kepemimpinan Ahok selama menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Kelompok kami mencoba untuk menganalisis gaya komunikasi antara kedua gerakan
tersebut melalui pendekatan Cultural Norms Theory (Teori Norma-Norma Budaya). Teori ini
menyatakan bahwa komunikasi massa mempunyai efek tidak langsung (indirect effect)
terhadap perilaku individu melalui kemampuannya untuk membentuk norma-norma.
(Suprapto, 2009).

Ada 3 hal yang menjadi tujuan dari Teori ini dalam komunikasi massa, yaitu: memperkuat
pola-pola yang sedang berlangsung, menciptakan keyakinan baru, serta mengubah norma-
norma yang sedang berlaku.

1. Memperkuat pola-pola yang sedang berlangsung


Fakta yang berkembang pada masyarakat DKI Jakarta yakni adanya warga yang
Pro terhadap Ahok dan warga yang Kontra terhadap Ahok. Inisiator kedua gerakan
tersebut berusaha memahami kondisi warga DKI Jakarta, bahwa mereka membutuhkan
wadah untuk menyampaikan aspirasi terhadap kepemimpinan Ahok, baik yang bersifat
pro maupun kontra, sehingga terbentuklah kedua gerakan tersebut.
Gerakan Teman Ahok terbentuk lebih dahulu sejak Maret 2015, dan sampai saat
ini gerakan tersebut berhasil mengumpulkan dukungan warga jakarta yang Pro Ahok
sebanyak 275 ribu KTP dari target 1 juta KTP untuk mendukung Ahok menjadi calon
independen pada Pilkada 2017. Dengan adanya gerakan Teman Ahok, aspirasi warga
Jakarta yang Pro terhadap Ahok dapat tersampaikan, sehingga mereka semakin yakin
untuk mendukung Ahok maju pada Pilkada 2017
Gerakan Lawan Ahok terbentuk setelah Ahok melakukan penggusuran di
Kampung Pulo sekitar bulan Agustus 2015. Gerakan ini di inisiasi oleh beberapa aktivis
yang merasa bahwa Ahok tidak dapat memposisikan diri sebagai pemimpin yang
mengayomi masyarakat dan menindas masyarakat miskin. Dengan adanya gerakan
lawan Ahok, aspirasi warga Jakarta yang Kontra terhadap Ahok dapat tersampaikan,
sehingga mereka semakin yakin untuk tidak mendukung Ahok pada Pilkada 2017.
2. Menciptakan keyakinan baru
Munculnya kedua gerakan tersebut pasti memilik maksud dan tujuan tertentu.
- Teman Ahok berusaha menciptakan keyakinan baru pada warga Jakarta, bahwa
Ahok layak untuk mencalonkan diri secara Independen pada Pilkada DKI Jakarta
2017, dengan menunjukkan hasil kinerja dan track record terbaik Ahok selama
menjadi Gubernur.
- Lawan Ahok berusaha untuk menciptakan keyakinan baru pada warga Jakarta
bahwa Ahok bukan sosok pemimpin yang teladan karena suka berbicara kotor dan
terkesan menindas rakyat. Ahok juga tidak pantas untuk mencalonkan diri pada
Pilkada 2017 akibat attitude nya yang kurang baik.

Bagi warga Jakarta yang awam dengan pemberitaan Ahok akan mudah terpersuasi
dengan adanya gerakan tersebut yang saling berargumen untuk memihak ataupun
melawan Ahok.

3. Mengubah norma-norma yang sedang berlaku


Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam,
aturan dalam Islam bahwa pemimpin haruslah seorang Muslim yang beriman, sehingga
norma-norma yang terbentuk di masyarakat yaitu setiap Pemimpin dalam tingkat
apapun haruslah seorang Muslim.
Disahkannnya Ahok (seorang non-Islam) sebagai Gubernur Jakarta, sempat
menuai penolakan dan kritikan dari warga Jakarta. Bahkan sampai saat ini
permasalahan tentang agama Ahok masih menjadi polemik di kalangan masyarakat.
Salah satu penantang Ahok dalam Pilkada 2017 (Adhyaksa Dault) pernah menyarankan
Ahok untuk masuk Islam. Jika Ahok masuk Islam, beliau akan mendukung Ahok pada
Pilkada 2017.
Adanya gerakan Teman Ahok, menunjukkan bahwa masyarakat yang tergabung
dalam gerakan tersebut secara tidak langsung mendukung seorang pemimpin yang
meskipun bukan seorang Muslim tetapi memiliki kemampuan untuk merubah Jakarta
menjadi lebih baik.

Reference:
Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Jogjakarta:
MedPress.

Anda mungkin juga menyukai