Laporan Kasus
Abstrak
Studi kasus ini menyajikan penatalaksanaan dispepsia pada seorang pasien dengan
pendekatan kedokteran keluarga yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu, dan
berkesinambungan. Didapatkan perbaikan masalah klinis pasien. Dilakukan pula pencegahan
melalui edukasi agar keluarga tidak menderita penyakit yang sama dengan pasien.
Pendahuluan
Dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau
rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,
dan sendawa. Dispepsia merupakan salah satu dari berbagai keluhan umum yang dapat ditemui
oleh dokter yakni hampir 30% di praktik umum2,4,6. Keluhan ini dapat disebabkan oleh karena
:
Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan tanpa tanda
bahaya merupakan dispepsia fungsional. Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara Asia
(Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam)
didapatkan 43-79,5% pasien dengan dispepsia adalah dispepsia fungsional. Dari hasil
endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia dalam beberapa senter di Indonesia pada
Januari 2003 sampai April 2004, didapatkan 44,7 % kasus kelainan minimal pada gastritis dan
duodenitis; 6,5% kasus dengan ulkus gaster; dan normal pada 8,2% kasus.1
Di Indonesia, data prevalensi infeksi Hp pada pasien ulkus peptikum (tanpa riwayat
pemakaian obat-obatan anti-inflamasi non-steroid/OAINS) bervariasi dari 90-100% dan untuk
pasien dispepsia fungsional sebanyak 20- 40% dengan berbagai metode diagnostik
(pemeriksaan serologi, kultur, dan histopatologi). Prevalensi infeksi Hp pada pasien dispepsia
yang menjalani pemeriksaan endoskopik di berbagai rumah sakit pendidikan kedokteran di
Indonesia (2003-2004) ditemukan sebesar 10.2%. Prevalensi yang cukup tinggi ditemui di
2
Makasar tahun 2011 (55%), Solo tahun 2008 (51,8%), Yogyakarta (30.6%) dan Surabaya tahun
2013 (23,5%), serta prevalensi terendah di Jakarta (8%).1
Pada studi kasus kali ini akan dikemukakan mengenai dispepsia dan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi keberhasilan penatalaksanaannya baik dari segi psikososial, perilaku, dan
pelayanan kesehatan. Mengingat penyakit ini sering berulang dan mengganggu aktivitas
pasien, maka diperlukan suatu pendekatan dokter keluarga agar penatalaksanaan yang
diberikan dapat optimal.
Ilustrasi Kasus
Pasien merupakan ibu rumah tangga yang tinggal bersama 2 orang anak dan 1 orang
cucunya. Pasien sudah menikah dan memiliki 4 anak yang dua diantaranya telah menikah dan
memiliki 2 cucu. Pasien tinggal di sebuah rumah dengan luas 21 m2. Rumah terdiri dari 2
kamar tidur,1 kamar mandi luar, dan dapur. Lantai rumah terbuat dari tanah semen dan tegel,
dinding rumah terbuat dari kayu tripleks dan bata tanpa plester,atap rumah terbuat dari seng.
Ventilasi rumah dan pencahayaan kurang. Kebersihan dan kerapihan rumah baik. Sumber air
yang dipakai untuk sehari-hari adalah dari air sumur. Sedangkan untuk minum, pasien
menggunakan air PDAM yang tidak dimasak. Pemasukan pasien berasal dari pendapatan anak
laki-lakinya dengan gaji Rp1.600.0000/bulan. Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk yang
beraneka ragam.
sebagai berikut. Pada poin I, alasan kedatangan: nyeri perut yang menyebabkan aktivitas pasien
terganggu. Pada poin II, diagnosis kerja yang ditegakkan adalah dispepsia. Pada poin III
didapatkan masalah perilaku berupa perilaku yang tidak sehat dengan rutin mengonsumsi air
PDAM yang tidak dimasak. Pada poin IV didapatkan masalah pendapatan kurang. Pada poin
V ditetapkan skala fungsional pasien derajat 2.
Tindakan yang dilakukan meliputi tindakan terhadap pasien dan keluarga. Pada pasien
diberikan obat antasida yang diminum 3 kali sehari sebelum makan dan bila dalam 3 hari tidak
membaik maka obat diganti dengan golongan proton pump inhibitor (omeprazole) yang
diminum 1 kali sehari sebelum makan dan dilakukan edukasi pada pasien dan keluarga
mengenai pola hidup sehat untuk mencegah terjadinya dispepsia seperti dengan mengganti air
minum menjadi air galon atau air masak dan tidak mengonsumsi dalam jumlah yang banyak
berupa kopi, teh, ataupun soda, makan teratur, dan hindari stress juga mewaspadai munculnya
gejala akibat penyakit lain.
Total Skor 14 18
Pembahasan :
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengn dispepsia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan dari
hasil anamnesis yang dilakukan saat pasien datang memeriksakan diri ke Puskesmas
Rappokalling.
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien datang dengan keluhan nyeri perut atas bagian tengah
yang mulai dirasakan sejak kemarin terutama saat makan dan saat setelah makan. Nyeri
menjalar ke arah belakang kedua hipokondrium. Keluhan disertai adanya rasa mual saat rasa
nyerinya meningkat. Riwayat keluhan yang sama dua tahun lalu dan telah rutin memeriksakan
diri ke dokter dan rutin minum obat. Pasien memiliki pola makan yang kurang teratur dan
jarang mengonsumsi teh, kopi, soda, alkohol ataupun makan makanan yang pedas. Riwayat
keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada. Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan
pengobatan teratur dan arthritis dengan pengobatan NSAID sejak tahun lalu. Dari faktor
psikoekonomi pasien mengaku stress karena faktor kemiskinan dan suaminya sudah 7 tahun
dipenjara.
mana pilihan ditentukan berdasarkan dominasi keluhan dan riwayat pengobatan pasien
sebelumnya. Masih ditunggu pengembangan obat baru yang bekerja melalui down-regulation
proton pump yang diharapkan memiliki mekanisme kerja yang lebih baik dari PPI, yaitu DLBS
2411. 1
Terkait dengan prevalensi infeksi Hp yang tinggi, strategi test and treat diterapkan pada
pasien dengan keluhan dispepsia tanpa tanda bahaya. Test and treat dilakukan pada 1:
Pasien dengan dispepsia tanpa komplikasi yang tidak berespon terhadap perubahan gaya
hidup, antasida, pemberian PPI tunggal selama 2-4 minggu dan tanpa tanda bahaya.
Pasien dengan riwayat ulkus gaster atau ulkus duodenum yang belum pernah diperiksa.
Pasien yang akan minum OAINS, terutama dengan riwayat ulkus gastroduodenal.
Anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan, purpura trombositopenik idiopatik dan
defisiensi vitamin B12.
Test and treat tidak dilakukan pada:
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD)
Anak-anak dengan dispepsia fungsional
Menurut teori H.L. Blum terdapat empat faktor yang mendasari munculnya suatu penyakit.
Faktor tersebut antara lain : faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan kesehatan, dan
faktor perilaku. Mengacu pada teori tersebut, kejadian dispepsia pada pasien ini dapat
dijabarkan sebagai berikut :5
1. Faktor biologi
Faktor biologi pada pasien ini adalah perempuan,usia pasien 54 tahun. Suatu penelitian
di Indonesia dengan sampel kecil didapatkan prevelensi dispepsia tertinggi ada pada rentang
usia 46-55 tahun. Hal ini dikaitkan dengan aktivitas olahraga rutin yang menurun dan
penurunan aktivitas hormonal fisiologis. Olahraga efektif meningkatkan kemampuan
manajemen stress, merangsang peningkatan sistem imun terhadap H.pylori, mereduksi
rangsangan asam lambung dan membantu seseorang bertahan terhadap stress. Adapun
faktor hormonal dalam suatu percobaan memperlihatkan adanya pengaruh progesteron,
estradiol dan prolaktin terhadap kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit
gastrointestinal.7
Faktor jenis kelamin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kejadian
dispepsia. Namun dalam beberapa studi didapatkan penderita perempuan lebih banyak. 7,8
2. Faktor lingkungan
Pasien memiliki masalah yang dapat menimbulkan stress psikis yaitu pisah dari suami
yang sudah dipenjara 7 tahun dan belum keluar juga masalah kemiskinan yang membuat
pasien harus menghemat biaya air minum dengan meminta air PDAM tetangga. Gangguan
psikososial merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam dispepsia fungsional.
Derajat beratnya gangguan psikososial sejalan dengan tingkat keparahan dispepsia.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa depresi dan ansietas berperan pada terjadinya
dispepsia fungsional 8
Hingga saat ini dispepsia selalu menjadi penyakit terbanyak di kunjungan puskesmas
karena beberapa hal seperti karena faktor ekonomi, psikologis, dan ketidakaturan penduduk
terhadapa pola dan waktu makan. Walaupun dispepsia mudah ditangani namun kasus
kekambuhannya sering terjadi dan untuk mengetahui penyebabnya penderita malas untuk
memeriksakan lebih lanjut di beberapa tempat pelayanan kesehatan yang lebih lanjut dan
masalah yang ditimbulkan dapat menurunkan produktivitas masyarakat. Oleh karena itu,
perlunya pendekatan dokter keluarga untuk memastikan,mendiagnosis dini dan mengawasi
para pasien dan keluarganya untuk tercapainya tujuan kesehatan. Prinsip pokok dari dokter
keluarga adalah untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kedokteran menyeluruh sehingga
dapat meningkatkan taraf mutu pelayanan kesehatan masyarakat. 3
9
DAFTAR PUSTAKA