Anda di halaman 1dari 7

Diagnostik Holistik Pasien Dispepsia dengan Dibaetes Melitus tipe 2

di Puskesmas Bahu

Rafaela Ekklesia Milianti Loho


Program Pendidikan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Email: Rafaela85loho@gmail.com

Abstrak : Dispepsia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemui pada
praktek sehari‐hari. Diperkirakan hampir 30% kasus yang dijumpai pada
praktek umum dan 60% pada praktek gastroenterologi merupakan dispepsia.
Dispepsia menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa
penuh di perut, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada.
Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan oleh berbagai penyakit tentunya
terutama penyakit lambung. Pada pembahasan kasus ini terhadap seorang
perempuan 59 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu.
Nyeri yang dirasakan seperti sensasi terbakar. Keluhan dirasakan sejak 1 hari
yang lalu dan hilang timbul. Diketahui pasien memiliki kebiasaan makan yang
tidak teratur. Pasien diketahui memiliki penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 dan
menggunakan insulin. Pembahasan ini mengenai pendekatan diagnostik
holistik terhadap penyakit pasien. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui
dengan lebih baik lagi mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan
terjadinya penyakit pada pasien.

Kata Kunci: Dispepsia, pendekatan holistik

PENDAHULUAN kembung, cepat kenyang, rasa penuh di


Dispepsia merupakan salah satu masalah perut, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas
kesehatan yang sering ditemui pada yang menjalar di dada. Sindrom atau
praktek sehari‐hari. Diperkirakan hampir keluhan ini dapat disebabkan oleh berbagai
30% kasus yang dijumpai pada praktek penyakit tentunya terutama penyakit
umum dan 60% pada praktek lambung.1 Dispepsia bukan merupakan
gastroenterologi merupakan dispepsia. kasus yang mengancam jiwa namun
Dispepsia menggambarkan keluhan atau gejala–gejala tersebut terjadi dalam waktu
kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri lama. Dispepsia merupakan suatu masalah
dari nyeri epigastrium, mual, muntah, penting apabila mengakibatkan penurunan

1
kualitas hidup individu tersebut. Meskipun memotivasi, mengingatkan, serta
demikian, sebagian besar kasus merupakan memperhatikan pasien dalam
dispepsia fungsional dan dispepsia tersebut penatalaksanaan penyakitnya.
jarang berakibat fatal. Dispepsia KASUS
memberikan dampak yang kuat terhadap Pasien Ny. YP adalah seorang ibu
health‐related quality of life karena rumah tangga berusia 59 tahun. Pasien
perjalanan alamiah penyakit dispepsia beragama Kristen Protestan, bertempat
berjalan kronis dan sering kambuh dan tinggal di Kleak. Pasien mempunyai 3
pemberian terapi kurang efektif untuk orang anak, dan pasien tinggal dengan
mengontrol gejala.2 Gejala‐gejala suaminya. Anak-anak pasien tinggal
dispepsia dapat mengganggu aktifitas terpisah dengan pasien karena sudah
sehari‐ hari dan mengakibatkan suatu berkeluarga
dampak yangbermakna terhadap kualitas Pada tanggal 22 Juni 2022, pasien
hidup dan peningkatan biaya pengobatan.3 datang ke Puskesmas Bahu untuk
Sebagian besar pasien masih merasakan melakukan pemeriksaan kesehatan. Pasien
nyeri abdomen dengan tingkat yang mengeluhkan nyeri pada ulu hati. Keluhan
bermakna sehingga menghentikan aktifitas tersebut dirasakan sejak 1 hari yang lalu
sehari–hari dan pemberian terapi masih dan hilang timbul. Nyeri yang dirasakan
belum memuaskan untuk kondisi kronis seperti sensasi terbakar. Keluhan dirasakan
tersebut.4 semakin memberat dikarenakan pasien
Menurut profil data kesehatan akhir-akhir ini makan tidak teratur. Pasien
tahun 2011, dispepsia termasuk dalam juga mengeluhkan menggigil serta lemah
sepuluh besar penyakit rawat inap di badan, terdapat mual tapi tidak muntah.
rumah sakit, sedangkan untuk sepuluh Diketahui pasien juga sudah menggunakan
besar penyakit rawat jalan di rumah sakit insulin novomix 2 x 16 IU sejak 9 tahun
dispepsia berada pada urutan ke‐ 6 dengan yang lalu.
angka kejadian kasus sebesar 34.981 kasus Pasien tinggal bersama dengan
pada pria dan 53.618 kasus pada wanita, suaminya di kelurahan kleak. Rumah
jumlah kasus baru sebesar 88.599 terletak di permukiman yang cukup padat
kasus.5 Perlu penatalaksanaan secara dengan ukuran rumah 15x10 meter. Jenis
menyeluruh terhadap dispepsia untuk dinding beton, atap rumah seng dan lantai
mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain ubin. Lingkungan rumah bersih, ventilasi
itu, dibutuhkan partisipasi dan dukungan dan pencahayaan lingkungan baik, sumber
pelaku rawat keluarga yang optimal dalam air berasal dari sumur bor.
2
Pada pemeriksaan fisik, keadaan sakit. Pasien mandiri dalam perawatan diri,
umum tampak baik dengan kesadaran bekerja di dalam dan luar rumah
compos mentis, tekanan darah 130/70 pekerjaannya.
mmHg, nadi 62 kali per menit, pernafasan Pasien diberikan edukasi untuk
20 kali per menit, dan suhu 36,5°C. menerapakan PHBS baik dalam keluarga
Terdapat nyeri tekan pada regio maupun saat berada di lingkungan luar.
epigastrium. Pasien juga diberikan edukasi mengenai
Diagnostik holistik aspek personal penyakitnya (Definisi, penyebab, faktor
menunjukkan adanya keluhan nyeri perut risiko, gejala, komplikasi dan tatalaksana)
di sekitar ulu hati. Harapan pasien ialah serta bagaimana cara mencegah dan factor
nyeri yang dirasakan berkurang agar dapat apa saja yang dapat memperberat keluhan
beraktivitas dengan baik. Pasien khawatir pasien. Selain itu memberikan informasi
penyakitnya bertambah parah sehingga lebih lanjut mengenai penyakit komorbid
dapat mempengaruhi aktivitas setiap hari. yang diderita pasien yaitu diabetes melitus
Persepsi pemeriksa adalah bahwa dengan tipe 2 dimana pengaturan apa yang
perawatan yang baik, maka keluhan pasien dimakan sangat mempengaruhi kondisi
akan berkurang dan penyakit pasien dapat penyakit pasien. Keluarga pasien juga
sembuh. diedukasi untuk selalu memperhatikan
Dari aspek klinis didapatkan pasien pola makan dari pasien agar tidak memicu
didiagnosis dengan dispepsia dengan keluhan serupa pada pasien. Terapi kuratif
diabetes melitus tipe 2. non-medikamentosa berupa mengatur pola
Faktor risiko internal pasien adalah makan, serta mengelola stress sehingga
waktu pola makan yang tidak teratur, jenis tidak memicu terjadinya peningkatan asam
makanan yang dikonsumsi pasien, serta lambung. Terapi medikamentosa berupa
manajemen stress yang kurang baik. Lanzoprazole 2x 20mg, sucralfat dan
Faktor eksternal pada pasien adalah pasien domperidone jika muntah dan insulin
hanya tinggal bersama dengan suami di novomix 2 x 16 IU
usia tua dimana kadang pasien merasa DISKUSI
kesepian karena tinggal terpisah dengan Dispepsia menurut kriteria Roma III
anaknya dan sering memikirkan anak- adalah suatu penyakit dengan satu atau
anaknya. lebih gejala yang berhubungan dengan
Derajat fungsional pada pasien ini gangguan di gastroduodenal berupa:
adalah derajat satu dimana pasien mampu 1. Nyeri epigastrium
melakukan pekerjaan seperti sebelum 2. Rasa terbakar di epigastrium
3
3. Rasa tidak nyaman setelah makan. Frekuensi makan yang tidak sesuai
4. Rasa cepat kenyang. mengakibatkan jeda waktu makan yang
Dispepsia yang telah diinvestigasi lama sehingga produksi asam lambung
terdiri dari dispepsia organik dan yang berlebihan dapat mengakibatkan
fungsional. Dispepsia organik terdiri dari terjadinya sindroma dispepsia7,8
ulkus gaster, ulkus duodenum, gastritis (4)Pada pasien ini terdapat keluhan
erosi, gastritis, duodenitis, dan proses nyeri di daerah epigastrium dan terdapat
keganasan. Dispepsia fungsional mengacu sensasi seperti terbakar. Selain itu terdapat
kepada kriteria Roma III. Kriteria Roma juga keluhan mual. Manifestasi klinis pada
III belum divalidasi di Indonesia. Oleh sindrom dispepsia antara lain rasa nyeri
karena itu, diagnosis ditegakkan dengan atau ketidaknyamanan di perut, rasa penuh
mengikuti konsep kriteria diagnosis Roma di perut setelah makan, kembung, rasa
III dengan penambahan gejala berupa kenyang lebih awal, mual, muntah, atau
kembung pada abdomen bagian atas yang bersendawa. Pada dispepsia organik,
umum ditemui sebagai gejala dispepsia kecenderungkan keluhan tersebut
fungsional.6 Evaluasi tanda bahaya harus menentap, disertai rasa kesakitan dan
selalu menjadi bagian dari evaluasi pasien‐ jarang memiliki riwayat psikiatri
pasien yang datang dengan keluhan sebelumnya. Sedangkan pada dispepsia
dispepsia. Tanda bahaya pada dispepsia fungsional terdapat dua pola yang telah
yaitu: ditentukan yaitu postprandial distres
1. Penurunan berat badan syndrome dan epigastric pain syndrome.4
2. Disfagia progresif. Berdasarkan gejala yang ditimbulkan
3. Muntah rekuren atau persisten   pasien dapat didiagnosis dengan dispepsia
4. Perdarahan saluran cerna   fungsional dengan tipe epigastric pain
5. Anemia syndrome. Hal tersebut disebabkan karena
6. Demam gejala khas dari pasien yaitu nyeri di
7. Massa abdomen bagian atas   daerah ulu hati dengan sensari seperti
8.Riwayat keluarga kanker lambung   terbakar, yang di mana hal tersebut sudah
9. Dispepsia awitan baru pada pasien di memenuhi 2 dari 5 kriteria diagnosis
atas 45 tahun(6) dispepsia fungsional.
Diketahui pasein memiliki kebiasan Pasien diberi edukasi mengenai
makan tidak teratur. Kebiasaan dari pasien penyakitnya dan edukasi PHBS. Selain itu,
merupakan faktor-faktor yang dapat pasien juga diminta untuk mengatur pola
menyebabkan penyakit dyspepsia. makan dan mengurangi konsumsi
4
makanan pedas dan yang mengandung sebanyak 62 orang mengalami sindrom
kafein seperti kopi/teh. Pasien juga dispepsia dan sebanyak 38 orang tidak
disarankan untuk mengkonsumsi obat mengalami sindrom dispepsia. 10
secara teratur. Ada beberapa terapi Diabetes melitus (DM) adalah suatu
farmakologi yang bisa diberikan pada penyakit metabolik kronik yang ditandai
pasien dispepsia fungsional antara lain, dengan kondisi hiperglikemia akibat
antasida, Histamine H2 receptor gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau
antagonists (H2RA), Proton pump keduanya. Dampak atau komplikasi akibat
inhibitors (PPI), sitoprotektif, golongan DM dapat dihubungkan dengan kerusakan,
prokinetik, dan obat-obat psikotropik disfungsi dan kegagalan organorgan tubuh
antara lain antipsikotik, antidepresan, seperti mata, ginjal, saraf, jantung dan
antianxiety, mood stablizer. 9 pembuluh darah.11,12
Pada pasien ini diberikan obat Menurut PERKENI, Sasaran
golongan proton pump inhibitors (PPI) pengendalian DM untuk kadar HbA1c
yaitu lanzoprazol 2 x 20 mg. PPI banyak adalah < 7%.1 Hemoglobin yang
digunakan karena efektivitasnya sangat terglikosilasi atau fraksi hemoglobin yang
kuat dalam menghambat sekresi asam berikatan langsung dengan glukosa dikenal
lambung. Mekanisme kerja obat ini adalah dengan HbA1c. Untuk melihat hasil terapi
dengan mengontrol sekresi asam lambung dan rencana perubahan terapi, HbA1c
dengan menghambat pompa proton yang diperiksa setiap 3 bulan atau tiap bulan
mentransfer ion H+ keluar dari sel parental pada keadaan HbA1c yang sangat tinggi
lambung. Dosis harian untuk omeprazole (>10%).1 Hemoglobin terglikasi terbentuk
adalah 20-40 mg per hari. Selain itu dari glukosa yang terikat pada ujung rantai
diberikan juga obat domperidone 3 x 10 beta molekul hemoglobin pada kadar
mg. Obat ini merupakan golongan glukosa darah tinggi, sehingga jumlah
prokinetik untuk menguragi keluhan mual HbA1c yang terbentuk dalam tubuh sangat
dan muntah.9 dipengaruhi oleh rata-rata konsentrasi
Pada kasus ini pasien diketahui glukosa darah. Hemoglobin terglikasi yang
memiliki penyakit penyerta (komorbid) terbentuk dalam tubuh akan terakumulasi
yaitu diabetes mellitus tipe 2. Menurut dalam sel-sel darah merah dan akan terurai
penelitian Felicia (2014), dari 100 perlahan bersamaan dengan berakhirnya
responden yang diambil dari penderita DM masa hidup sel darah merah (+120 hari
Tipe 2 yang berkunjung ke Poliklinik atau 3 bulan), dengan demikian
Endokrin RSUD Dr. Pirngadi Medan, pemeriksaan HbA1c dapat
5
menggambarkan konsentrasi glukosa darah of Nutrition and Food. Ed II. USA:
rata-rata selama 2–3 bulan.13,1424,25 CRC Press; 2008.
5. Kementrian Kesehatan RI. Profil
SIMPULAN kesehatan Indonesia 2012. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2013.
Dispepsia merupakan penyakit yang 6. Perkumpulan Gastroenterologi
mengganggu saluran pencernaan yang Indonesia, Kelompok Studi
disebabkan oleh berbagai penyakit. Gejala Helicobacter pylori Indonesia.
Konsensus Nasional:
yang dialami oleh pasien sesuai dengan
penatalaksanaan dispesia dan
gejala yang ditemukan pada penyakit Helicobacter pylori. Jakarta: PGI
dispepsia. Pengetahuan pasien tentang dan KSHPI; 2014.
7. Berdanier CD, Dwyer J, Feldman
penyakitnya sudah baik, meskipun pasien
EB. Handbook of Nutrition and
masih kurang konsisten dalam merubah Food. Ed II. USA: CRC Press;
pola hidup yang sehat. Perlu adanya peran 2008.
8. Susilawati, Palar S, Waleleng BJ.
khusus dari keluarga untuk menjaga pola
Hubungan Pola Makan Dengan
hidup yang sehat serta menjaga kepatuhan Kejadian Sindroma Dispepsia
minum obat dari pasien sehingga faktor- Fungsional Pada Remaja Di
faktor pencetus yang dapat menimbulkan 9. Zakiyah W, Agustin AE, Fauziah
A, Sa’diyyah N, Mukti GI.
keluhan pada pasien bisa dihindari. Definisi, Penyebab, Klasifikasi dan
Terapi Sindrom Dispepsia. J Heal
DAFTAR PUSTAKA Sains. 2021;2(7):979.
1. Dharmika D. Pendekatan klinis 10. Anisa. Hubungan ketidakteraturan
penyakit gastrointestinal. Dalam: makan dengan sindroma dispepsia
Aru WS, Bambang S, Idrus A, remaja perempuan di SMA plus
Marcellus SK, Siti S, editor. Buku Al-Azhar, Medan. Medan: Skripsi
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke‐ Mahasiswa Universitas Sumatera
6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; Utara. 2009
2014. hlm. 285. 11. Perkeni. Konsensus pengelolaan
2. Mahadeva S, Goh KL. dan pencegahan DM tipe 2 di
Epidemiology of functional Indonesia. Jakarta: Perkumpulan
dyspepsia: a global perspective. Endokrinologi Indonesia; 2015. 2.
World J Gastroenterol. 2006; 12. Kemenkes RI. Riset kesehatan
12(17):2661‐6. dasar (RISKESDAS) tahun 2013.
3. 3. Murdani A, Jeffri G. Continuing Jakarta: Badan Penelitian dan
medical education: dispepsia. Pengembangan Kementrian
CDK. 2012; 39(9):647‐51.  Kesehatan RI; 2013.
4. Arvind K, Jignesh P, Prabha S. 13. Marzuki, S. Standarisasi dan
Epidemiologi of dyspepsia. JAPI. harmonisasi pemeriksaan HbA1c.
2012; 60:9‐12Berdanier CD, Dalam: PBPK. 2010.
Dwyer J, Feldman EB. Handbook

6
14. Marzuki, S. Pra analitik
pemeriksaan laboratorium pada
penatalaksanaan diabetes melitus.
Dalam: PBPK 2012.

Anda mungkin juga menyukai