Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus Dispepsia Fungsional

dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga


Deonard Rantetampang/FF 23/102015150
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
e-mail: deonardr@yahoo.com

Pendahuluan
Pada Jumat, 20 Juli 2018, saya berserta kelompok Family Folder 23 diberi tugas
melakukan kunjungan ke Puskesmas Jelambar Baru dan juga membuat Family folder dari
keluarga pasien yang mendapatkan perawatan di Puskesmas tersebut. Pada kunjungan tersebut,
saya diberikan kesempatan untuk mewawancara dan mengunjungi pasien yang bernama ibu
Betaria Suhenda yang berusia 59 tahun di Jalan Sukajaya No.32 RT 5/RW1, Jelambar Baru,
Kota Jakarta Barat. Ibu Betaria pergi ke puskesmas karena merasakan sakit perut setelah makan
pedas, oreo dan makan keripik seperti (keripik kusuka) dan ibu Betaria pergi ke puskesmas
untuk meminta surat rujukan dari puskesmas ke dokter penyakit dalam untuk dilakukan USG
dan Endoskopi.

Family folder merupakan dokumen lengkap suatu keluarga terutama dalam


hubungannya dengan derajat kesehatan. Menurut Hendrick L. Blumm, terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat yaitu: faktor perilaku, lingkungan, keturunan dan
pelayanan kesehatan.1 Sistem family folder ini adalah pencatatan rekam medis dengan cara satu
file untuk satu keluarga.

Makalah ini dibuat dengan tujuan mengkaji dan membahas keadaan kesehatan yang
diderita oleh pasien dan keluarganya dan juga tatalaksana terhadap penyakit tersebut dengan
berbasiskan pendekatan kedokteran keluarga. Kedokteran keluarga adalah dokter praktek
umum yang dalam prakteknya melayani pasien menerapkan prinsip-prinsip kedokteran
keluarga. Kompetensi dokter keluarga tercermin dalam profil the five stars doctor yaitu care
provider, decision maker, communicator, community leader dan manager.
Tinjauan Pustaka

Dispepsia

Dispepsia diklasifikasikan menjadi dua bagian besar/mayor, yaitu organik (struktural)


dan fungsional (non organik). Pada dispepsia organik terdapat penyebab yang mendasari,
terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya seperti penyakit ulkus peptikum
(Peptic Ulcer Disease/PUD), stomach cancer, gastritis, penggunaan alkohol atau obat kronis.
Non-organik (fungsional) ditandai dengan nyeri atau tidak nyaman perut bagian atas, mual,
muntah dan rasa penuh setelah makan yang menunjukkan perubahan sensitivitas syaraf di
sekeliling abdomen dan kontraksi otot yang tidak terkoordinasi di dalam perut yang kronis atau
berulang, tanpa abnomalitas pada pemeriksaan Klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi
(teropong saluran cerna). Penyebab ini secara umum tidak sama walaupun beberapa kasus
berhubungan dengan stres, kecemasan, infeksi, obat-obatan dan ada beberapa berhubungan
dengan IBS (irritable bowel syndrome).2,3
Dispepsia Fungsional
Dalam konsensus Rome III (tahun 2006) yang khusus membicarakan tentang kelainan
gastrointestinal fungsional, dispepsia fungsional didefinisikan sebagai adanya gejala yang
diperkirakan berasal di saluran cerna atas, tanpa adanya penyakit organik, sitemik, atau
metabolik.4

Tabel 1. Kriteria Dispepsia Fungsional Menurut Konsensus Rome III.

Kriteria diagnostik terpenuhi* bila 2 poin dibawah ini seluruhnya terpenuhi :


1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala dibawah ini:
a. Rasa penuh setelah makan yang terganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
d. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium
2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan timbulnya gejala
(termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas [SCBA])
*
Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala diatas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan
awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.
Sumber : Appexdix B. Rome III diagnostic criteria for fungsional gastrointestinal disorders.
Gastroenterology. 2006. h. 1466-9.
Saat ini dibagi menjadi dua sub tipe, yaitu postprandial distress syndrom dan Epigastric pain
syndrome. Hal tersebut dikarenakan lebih banyak gejala saat ini di picu oleh makanan.3,4

1 Postprandial Distress Syndrome

Gejala yang dirasakan pada tahap ini yaitu


a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan dengan porsi biasa,
sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu.
b. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan porsi makan biasa,
sedikitnya terjadi beberapa kali seminggu.
Kriteria penunjang sindrom dispepsia jenis ini adalah adanya rasa kembung didaerah perut
bagian atas atau mual setelah makan atau bersendawa yang berlebihan dan dapat timbul
bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium.3

2 Epigatric Pain Syndrome

Gejala yang dirasakan pada tahap ini yaitu


a. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epoigastrium dengan tingkat keparahan
moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali dalam seminggu
b. Nyeri timbul secara berulang
c. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah perut bagian
atas/epigastrium
d. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin
e. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung empedu dan
sfinger oddi
Kriteria penunjang sindrom dispepsia ini adalah
a. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, tetapi menjalar ke daerah retrosternal
b. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, tetapi timbul saat puasa
c. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distress setelah makan.4
Laporan Kasus Family Folder
Puskesmas : Kelurahan Jelambar Baru, Jl. Jelambar Barat
No.46,RT.13/RW.10, Jelambar Baru, Grogol Pertamburan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
Tanggal Kunjungan : 20 Juli 2018

A. Pasien Utama
1. Identitas Pasien
Nama : Betaria Suhenda
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan Sukajaya No.32 RT/RW :05/01
Telepon : 08179180096

2. Keluhan Utama
Saat saya berada di puskesmas, saya diberi kesempatan untuk mewawancarai
pasien dari hasil wawancara saya dengan pasien, pasien datang ke puskesmas
dengan keluhan utama merasakan perut terasa mules.
3. Keluhan Tambahan
-
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan perut mules dan sakit sejak 3 bulan yang lalu dimana pasien
merasakan mules apabila mengkonsumsi makanan seperti makanan pedas,
minum teh, makan snack-snack seperti oreo, keripik dan makanan lainnya.
Namun keluhan utama yang dirasakan pasien ini tidak terjadi terus-menerus dan
hanya kadang-kadang saja terjadi apabila dia makan-makanan yang di sebutkan
diatas. Dari puskesmas sendiri memberikan obat untuk mengurangi rasa mules,
sakit pada perut pasien yaitu obat antasida. Dari pemeriksaan lab didapatkan
kadar kolesterol pasien 220 dimana kadar kolesterol pasien tinggi sehingga
diberikan juga obat menurunkan kolesterol berupa simvastatin. Pasien juga
sudah pernah melakukan endoskopi dan dari hasil endoskopi normal tidak
terdapat adanya kelaianan pada saluran cerna bagian atas pasien.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah tidak dapat tidur seharian karena merasakan perutnya sangat sakit
dan mual yang disertai muntah sesudah makan pedas dan minum es teh manis
di warung makan.
6. Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Pasien tinggal didalam rumah bersama 5 orang lainnya. Pasien mengaku bahwa
anaknya mengalami gatal-gatal pada bagian kaki karena sebelumya anaknya
makan- makanan seafood. Untuk selebihnya pasien mengaku anggota keluarga
dalam keadaan sehat walafiat.
7. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien mengaku untuk berolahraga biasanya mengikuti senam satu minggu
sekali dilakukan pada hari minggu bersama tetangga di kompleks rumah. Pasien
jarang jajan makanan luar dan pasien lebih suka makan di rumah. Untuk pola
makan pasien sendiri teratur dan dirumah pasien sendiri tidak ada yang merokok
dan minum minuman yang beralkohol. Rekreasi biasanya dilakukan pasien
bersama anak dan cucunya setiap hari sabtu.
8. Hubungan Psikologis dengan Keluarga
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga
9. Aktifitas Sosial
Pasien tidak pernah ikut kegiatan di kelurahan. Namun hubungan dengan
tetangga sekitar baik
10. Kegiatan Kerohanian
Pasien bersama keluarga rajin beribadah di gereja

B. Keluarga
1. Riwayat Biologis Keluarga (ayah dari pasien meninggal karena penyakit jantung pada
tahun 2002 di usia 69 tahun dan kakak dari pasien juga sudah meninggal akibat penyakit
jantung)
a. Keadaan Kesehatan Keluarga sekarang berada dalam status kesehatan yang baik
hanya anaknya yang merasakan gatal di bagian kaki.
b. Kebersihan perorangan baik, hanya saja bagian rumah dari pasien kurang baik karena
rumah pasien dalam tahap renovasi
c. Penyakit yang sedang diderita keluarga : adik dari pasien menderita penyakit tiroid
dan sudah sekitar enam bulan mengkonsumsi obat.
d. Terdapat penyakit keturunan didalam keluarga berupa penyakit jantung
e. Tidak ada penyakit menular yang diderita oleh keluarga.
f. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami kecacatan.
g. Pola makan baik, yaitu tiga kali sehari. Pasien mengaku makan apapun yang ada. Hal
ini juga berlaku untuk suami dan anaknya.
h. Pola istirahat didalam keluarga baik
2. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk dalam keluarga tidak ada
b. Pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan dengan cara berunding. Pasien
mengaku bahwa cara ini dilakukan sekaligus untuk membangun hubungan yang baik
antar anggota keluarga.
c. Ketergantungan obat tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan yaitu dipuskesmas karena keluarga pasien
memiliki akses ke puskesmas yang terjangkau. Pasien sendiri hanya ke rumah sakit saat
pertama kali melakukan endoskopi pada saluran cerna bagian atas.
e. Pola rekreasi cukup baik dimana keluarga sering rekreasi atau menghabiskan waktu
bersama saat liburan sekolah
3. Identifikasi Keadaan Rumah/Lingkungan
a.Jenis bangunan permanen
b. Lantai rumah terbuat dari keramik
c. Luas rumah 5 X 18 M2
d. Penerangan cukup baik, terdapat 5 buah lampu untuk menerangi 3 ruangan . Sinar
matahari yang masuk kerumah kurang di karenakan jendela pada rumah pasien hanya
terdapat 3 buah jendela sedangkan bagian belakang rumah tidak ada jendela dan pada
bagian rumah juga kurang ventilasi sehingga terasa panas dan pengap.
e. Kebersihan dalam keluarga juga cukup baik tetapi terdapat cukup banyak tumpukan
bahan – bahan sisa renovasi rumah dan barang bekas yang sudah tidak terpakai di
bagian teras rumah dan didalam rumah.
f. Ventilasi rumah juga kurang baik dimana tidak terdapat ventilasi di setiap ruagan.
Pertukaran udara dalam rumah kurang baik dan di kamar hanya menggunakan kipas
angin.
g. Dapur keluarga ada 1 didalam rumah kemudian terdapat dua buah kompor untuk
memasak.
h. Jamban keluarga ada dan terletak dekat dengan dapur dan tempat makan serta
penampungan air minum keluarga. Namun, jamban rutin dibersihkan sehingga pasien
bersama keluarga merasa tidak ada masalah dalam penggunaan jamban sehari-hari.
i. Sumber air minum keluarga berasal dari air galon
j. Sumber pencemaran tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan tidak ada karena rumah tidak memiliki pekarangan.
l. Sistem pembuangan air limbah dari rumah langsung mengalir ke saluran selokan di
samping rumah.
m.Tempat pembuangan sampah tersedia di depan rumah yang diangkut oleh petugas
kebersihan sekali dua hari.
n. Sanitasi lingkungan baik.
4. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah baik
b. Keyakinan tentang kesehatan baik
5. Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan sedang
b. Hubungan antar anggota keluarga baik
c. Hubungan dengan orang lain terutama tetangga sekitar baik karena pasien sering
berkumpul bercerita dengan ibu-ibu di sekitar rumah
6. Kultur Keluarga
a. Adat yang berpengaruh tidak ada.
7. Daftar Anggota Keluarga
Nama Status Umur pendidikan Pekerjaan agama kesehatan Status
gizi
William Suami/ 62 th SMA Wiraswasta Kristen Terkontrol Baik
Ayah

Betaria Isteri/ 59 th SMA /Ibu rumah Kristen terkontrol Baik


Ibu tangga

Steven Anak 32 th SMA Wiraswasta Kristen terkontrol Baik


C. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : compos mentis
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
TTV :
- Tekanan Darah : 115/80 mmHg
- Nadi : 88 kali/menit
- Pernapasan : 18 kali/menit
- Suhu :-
BB : 57 kg
TB : 155 cm
Sklera tidak ikterik, Konjungtiva tidak anemis, penglihatan normal (mata tidak buram),
pergerakan sendi baik, tidak ada bekas luka (jaringan parut) pada kulit dan luka yang bau pada
ekstremitas dan anggota tubuh
D. Pemeriksaan Penunjang yang Dianjurkan
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan endoskopi untuk memastikan apakah terdapat adanya
kelainan struktural pada saluran cerna bagian atas.
E. Diagnosis
Biologi : Dispepsia Fungsional
Psikologi : -
Sosial : -
F. Penatalaksanaan Penyakit dan Edukasi (five level of prevention)
a. Untuk tatalaksana penyakitnya secara farmakologis, pasien mendapat obat sesuai
dengan gangguan fungsional yang ada seperti penggunaan prokinetik yaitu
metoklopramid, domperidon serta untuk mengatasi masalah pada perut pasien bisa di
berikan obat golongan PPI.
b. Untuk tatalaksana nonfarmakologis, pasien dapat dianjurkan mengubah pola makan
yang sering makan pedas, makan snack-snack, teh dan juga apabila megkonsumsi kopi
untuk di hentikan dahulu. Jaga berat badan tetap ideal dengan berolahraga, perbanyak
minum air putih dan sesudah makan pasien di edukasi untuk tidak langsung berbaring
atau tidur dan jangan makan- makan yang benyak mengandung minyak seperti
gorengan.
c. Five level of prevention
 Health promotion : Memberikan penyuluhan ke masyarakat mengenai penyakit
dispepsia terutama dispepsia fungsional, tentang faktor risiko serta cara pencegahan
yaitu menjalankan pola hidup yang sehat dengan kurangi makanan pedas, minuman
yang mengandung kafein seperti kopi dan teh, makanan yang mengandung minyak
berlebih seperti gorengan, makan sering dengan porsi kecil, setelah makan jangan
langsung tidur dan diusahakan saat tidur kepala lebih tinggi dari badan.
 Spesific protection : Hindari makan tinggi asam, makanan pedas, jangan makan
berlebihan atau melewatkan makanan dan berhenti merokok
 Early diagnosis and prompt treatment : Pengobatan dapat diberikan prokinetik berupa
metoklopramid atau domperidon, namun apabila dari endoskopi SCBA terdapat adanya
kelainan struktural maka dapat diberikan obat proton pump inhibitor seperti
lanzoprazole, omeprazole dan lainnya.
 Disability Limitation : Pengobatan dan perawatan yang sempurna dilakukan agar
mencegah terjadinya komplikasi. Pengobatan dengan prokinetik seperti obat cisaprid
hati-hati pada pasien dengan riwayat penyakit jantung.
 Rehabilitation : Rehabilitasi dalam mencegah terjadinya penyakit dispepsia yaitu dapat
dilakukan dengan cara makanan harus yang mudah dicerna dan tidak merangsang
seperti makan makanan yang berserat hindari makanan tinggi lemak. Jaga berat badan
selalu ideal.
G. Prognosis
Penyakit : Dubia ad bonam
Keluarga : Dubia ad bonam
Masyarakat : Dubia ad bonam
H. Resume
Dari hasil pemeriksaan pada kunjungan rumah pada tanggal 20 juli 2018, pasien yang
dikunjungi adalah seorang ibu bernama Betaria Suhenda dengan usia 59 tahun. Pasien diduga
menderita dispepsia fungsional karena dari hasil endoskopi terdahulu pasien tidak tampak
adanya kelainan struktural pada SCBA. Dahulu pasien pernah tidak dapat tidur seharian di
akibatkan karena sakit perut yang dialaminya. Pasien datang ke puskesmas untuk meminta
surat rujukan untuk di endoskopi lagi karena apabila dia memakan makanan seperti makanan
pedas, snack-snack dan minum teh penyakitnya kambuh lagi.
Pasien memiliki seorang anak dan 2 orang cucu. Anaknya bekerja sebagai wiraswasta
bersama dengan ayahnya (suami dari ibu betaria). Anaknya sendiri memiliki seorang istri dan
2 orang anak (istrinya bekerja sebagai suster dan 2 orang anaknya masih bersekolah). Anak
dari pasien sendiri pada saat kunjungan mengalami gatal-gatal pada kaki di karenakan
sebelumnya mengkonsumsi makanan seafood.
Rumah pasien baik, hanya ada beberapa masalah sedikit pada bagian jendela terlalu
sedikit sehingga sinar matahari kurang dan pada rumah pasien sirkulasi udaranya kurang
karena pada rumah pasien ventilasinya masih kurang. Didalam rumah sendiri banyak pakaian
bertumpuk dan banyak barang bekas di depan teras yang tidak tertatah dengan baik dikarenakan
rumah pasien baru di renovasi. Aspek yang menjadi perhatian dari rumah pasien adalah
dekatnya toilet dengan dapur dan ruang makan keluarga. Sebenarnya pasien sudah tahu
bagaimana dia mencegah penyakitnya kambuh lagi tapi karena pola makan pasien tersebut
yang ingin selalu makan yang dia inginkan sehingga penyakit yang dia alami kambuh lagi.
I. Kesimpulan
Ibu Betaria Suhenda yang datang dengan keluhan perut mules diduga menderita dispepsia
fungsional di karenakan dari hasil endoskopi terdahulu pasien tidak terdapat adanya kelainan
struktural pada SCBA. Penyakit dispepsia sendiri sebenarnya dapat dicegah dengan mudah
yaitu mengubah pola makan yang sehat dengan makan makanan yang berserat rendah lemak
dan kurangi makan yang merangsang lambung seperti makanan pedas, berkafein, sesudah
makan jangan langsung tidur dan jaga berat badan tetap ideal dengan berolahraga. Penerapan
five level of prevention menjadi hal penting yang dapat membantu meningkatkan kualitas
kehidupan dan menanggulangi masalah kesehatan baik secara individu, keluarga, maupun
masyarakat

Daftar Pustaka
1. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat: administrasi dan praktik. Edisi-9. Jakarta :
EGC; 2009. h.301-3.
2. Purnamasari L. Faktor Risiko, Klasifikasi dan Terapi Sindrom Dispepsia. Contiuning
Medical Education. 2017. Vol 44(12). h. 870-3.
3. Abdullah M, Gunawan J. Dispepsia. Contiuning Medical Education. 2012. Vol 39(9). h.
647-50.
4. Djojonigrat D. Dispepsia fungsional dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2,edisi 6.
Jakarta. Interna Publishing.2014. h. 1807-15.
LAMPIRAN FOTO

Gambar 1. Tampak Depan dari Rumah Ibu Betaria Suhenda

Gambar 2. Tampak Depan dari Rumah Ibu Betaria Suhenda


Gambar 3. Ruang Tamu dari Rumah Ibu Betaria Suhenda

Gambar 4. Ruang Tamu dari Rumah Ibu Betaria Suhenda


Gambar 5. Ruang makan dari Rumah Ibu Betaria Suhenda

Gambar 6. Dapur Rumah Ibu Betaria Suhenda


Gambar 6. Kamar Mandi dari Rumah Ibu Betaria Suhenda

Anda mungkin juga menyukai