Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemanfaatan lahan gambut dalam bidang pertanian terutama untuk
budidaya padi sawah memiliki beberapa hambatan secara kimia. Sifat kimia
tanah gambut Indonesia yang utama antara lain sifatnya yang sangat masam
dengan kisaran pH 35, basa-basa dapat ditukarkan yang rendah, serta unsur
mikro (Cu, Zn, dan Mo) yang sangat rendah dan diikat cukup kuat oleh bahan
organik sehingga tidak tersedia bagi tanaman (Agus dan Subiksa, 2008). Selain
itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan silikat pada tanah
gambut rendah dan hal ini diduga berkaitan dengan terganggunya pertumbuhan
tanaman padi. Mengingat cukup luasnya sebaran gambut di Indonesia sebagai
lahan pertanian, maka perlu adanya perbaikan sifat kimia tanah gambut agar
dapat menunjang program ketahanan pangan terutama pada lahan gambut dalam
yang kondisinya kurang subur jika dibandingkan dengan tipe gambut lainnya.
Maka pada penelitian ini dilakukan penelitian dengan pemberian bahan
amelioran tanah (electric furnace slag dan dolomit) serta pupuk mikro (CuSO4
dan ZnSO4) pada tanaman padi IR 64 di tanah gambut dalam dari Kumpeh,
Jambi.
Pengaruh dolomit terhadap sifat kimia tanah serta pertumbuhan dan
produksi tanaman padi pada tanah gambut. Penelitian dilakukan melalui
percobaan inkubasi di laboratorium dan percobaan pot di rumah kaca dengan
menggunakan tanah gambut yang berasal dari Kumpeh, Jambi. Perlakuan
dolomit nyata meningkatkan nilai pH tanah serta Ca dan Mg dapat ditukar dan
untuk perlakuan unsur mikro nyata meningkatkan nilai Cu dan Zn tersedia pada
tanah. Ketiga perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap N-total dan
kadar logam berat (Pb, Hg, dan Cd) tersedia tanah. Dolomit nyata meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu dolomite?


2. Apa fungsi dari dolomite di bidang pertanian?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui apa itu dolomite


2. Mengetahui kegunaan dari dolomite.
3. Mengetahui korelasi dolomite dengan adsorbsi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Kolerasi Terhadap Adsorbsi

Dolomit banyak mengandung unsur Ca tetapi pemberian kapur ke dalam tanah


pada umumnya bukan karena tanah kekurangan Ca melainkan karena tanah terlalu
asam. Sebetulnya ada beberapa jenis bahan pengapur yang dapat digunakan yaitu kapur
bakar (CaO), kapur hidrat (Ca(OH)2), kapur kalsit(CaCO3), dan kapur dolomit
(CaMg(CO3)2) (Hardjowigeno, 2003). Kalsit dan dolomit adalah senyawa karbonat
yang sering digunakan sebagai bahan pengapuran pada tanah pertanian. Kedua senyawa
ini mempunyai perbedaan dalam hal kecepatan bereaksi, kalsit bereaksi lebih cepat dari
dolomit (Soepardi, 1983). Namun, jika kecepatan reaksi bukan merupakan
pertimbangan dalam penggunaan bahan kapur, dolomit dirasa lebih menguntungkan
karena dalam dolomit terdapat unsur Mg. 11 Dolomit termasuk rumpun mineral
karbonat, mineral dolomit secara teoritis mengandung 45,6% MgCO3 atau 21,9% MgO
dan 54,3% CaCO3 atau 30,4% CaO.
Dolomit berasal dari bahan mineral alam yang mengandung unsur hara
magnesium dan kalsium berbentuk bubuk dengan rumus kimia CaMg(CO3)2. Dolomit
di alam jarang yang murni, karena umumnya mineral ini selalu terdapat bersama-sama
dengan batu gamping, kuarsa, batu api, pirit, dan lempung. Dalam mineral dolomit
terdapat juga pengotor, terutama ion besi. Dolomit berwarna putih keabu-abuan atau
kebiru-biruan dengan kekerasan lebih lunak dari batu gamping, yaitu berkisar antara
3,50-4,00, bersifat pejal, berat jenis antara 2,80- 2,90, berbutir halus hingga kasar dan
mempunyai sifat mudah menyerap air serta mudah dihancurkan. Dolomit lebih disukai
karena banyak terdapat di alam (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral
dan Batubara, 2005).
Pada bidang pertanian dolomit ini digunakan sebagai bahan pengapuran tanah
masam termasuk lahan gambut. Pengapuran pada lahan gambut dapat memperbaki
kesuburan tanah gambut, namun efek residunya tidak berlangsung lama hanya 3-4 kali
musim tanam, sehingga pengapuran harus dilakukan secara periodik. Pengapuran selain
dapat mengurangi kemasaman tanah juga meningkatkan kandungan kation basa yaitu
Ca dan Mg maupun kejenuhan basa gambut. Pengapuran mempengaruhi pertumbuhan
tanaman melalui dua cara yaitu peningkatan ketersediaan unsur Ca, Mg, dan perbaikan
ketersediaan unsur-unsur lain yang ketersediaannya tergantung pH tanah. Dolomit
merupakan salah satu jenis kapur yang mengandung Ca dan Mg. Kedua unsur ini
penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Untuk
meningkatkan pH tanah dari 3,3 menjadi 4,8 diperlukan kapur sebanyak 4,4 ton/ha
(Driessen, 1978 dalam Nurhayati, 2008).

2.2 Pembentukan Dolomite


Keterdapatan dolomit di alam tidak seperti batugamping, namun tersebar cukup
luas dalam jumlah relatif banyak. Hingga saat ini, mula jadi mineral dolomit masih
menjadi tanda tanya serta masih diperdebatkan oleh para ahli. Proses hidrotermal adalah
salah satu teori mula jadi dolomit. Walaupun demikian ada beberapa teori mula jadi
dolomit, diantaranya adalah :
Cara Primer : merupakan sedimentasi langsung dari air laut yang belum dapat
dibuktikan. Secara umum, dolomit berbentuk urat, terbentuk bersama-sama dalam
cebakan bijih;
Cara Sekunder : yaitu mineral dolomit terjadi karena penggantian mineral kalsit.
Beberapa mineral sekunder membentuk kristal yang tidak sempurna karena peresapan
magnesium dari air laut ke dalam batugamping, yang lebih dikenal dengan proses
dolomitisasi, yaitu proses perubahan mineral kalsit menjadi dolomit. Dolomit sekunder
dapat juga terbentuk karena proses presifitasi sebagai endapan evaporit.
Faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan dolomit sekunder, antara lain
adanya tekanan air yang banyak mengandung unsur magnesium dan prosesnya
berlangsung dalam waktu lama. Semakin tua umur batugamping, semakin besar
kemungkinan untuk berubah menjadi dolomit. Dapat dikatakan bahwa dolomit yang
sering kita jumpai terbentuk karena proses perubahan (diagenesis), peralihan mineral
kalsit maupun aragonit.
Dolomit terdapat dalam batuan segala umur, terutama pada batuan lebih tua dari
Holosen. Dolomit biasanya terdapat bersama-sama dengan kalsit atau biasa disebut juga
dengan dolomitisasi serta dedolomitisasi. Proses dolomitisasi sering terjadi apabila
kalsit berubah menjadi mineral dolomit, sedangkan dedolomitisasi bila dolomit berubah
kembali menjadi mineral kalsit. Secara umum proses dolomitisasi dapat terjadi sebagai
berikut :
Pemompaan kembalinya air laut yang terperangkap melalui batugamping,
Pencampuran antara air laut dan air tanah dalam lapisan batugamping,
Pengaruh air hujan melarutkan serta memindahkan ion magnesium dari mineral
kalsit yang satu ke mineral kalsit lain atau dari mineral lempung,
Proses penguapan dan pengendapan dari air laut,
Proses hidrotermal,
Peresapan air laut yang terperangkap ke dalam lapisan batugamping
dibawahnya.

2.2.1 Deskripsi Mineral Dolomit


Sebagai salah satu rumpun mineral karbonat, mineral dolomit murni secara
teoritis mengandung 45,6% MgCO3 atau 21,9% MgO dan 54,3% CaCO3 atau 30,4%
CaO. Rumus kimia mineral dolomit dapat ditulis sebagai CaCO3.MgCO3,
CaMg(CO3)2 atau CaxMg1-xCO3, dengan nilai x lebih kecil dari satu.
Dolomit yang ada di alam jarang dalam keadaan murni, karena umumnya
mineral ini selalu terdapat bersama-sama dengan batugamping. Dalam batuan dolomit,
mineral kalsit adalah pengotor paling utama, disamping kwarsa, rijang, pirit maupun
mineral lempung. Dalam mineral dolomit terdapat juga ion-ion pengotor, terutama ion
besi (Fe).
2.3 Kegunaan Dolomite

Secara keseluruhan manfaat dolomit yang mengandung hara Kalsium (Ca) dan
Magnesium (Mg) adalah :

1. Mengoreksi keasaman tanah agar sesuai dengan pH yang diperlukan tanaman


2. Menetralisir kejenuhan zat - zat yang meracuni tanah, tanaman, bilamana zat
tersebutberlebihan seperti zat Al (alumunium), Fe (zat besi), Cu (Tembaga)
3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyerapan zat - zat hara yang sudah ada
dalam tanahbaik yang berasal dari bahan organik maupun pemberian pupuk
lainnya seperti Urea, TSP dan Kcl
4. Menjaga tingkat ketersediaan unsur hara mikro sesuai kebutuhan tanaman.
Artinya denganKalsium (CaO) dan Magnesium (MgO) yang cukup unsur
mikropun memadai
5. Memperbaiki porositas tanah, struktur serta aerasi tanah sekaligus bermanfaat
bagimikrobiologi dan kimiawi tanah sehingga tanah menjadi gembur, sirkulasi
udara dalam tanahlancar dan menjadikan akar semai bebas bergerak menghisap
unsur hara dari tanah
6. Aktifator berbagai jenis enzim tanaman, merangsang pembentukan senyawa
lemak dan minyak,serta karbohidrat
7. Membantu translokasi pati dan distribusi phospor didalam tubuh tanaman
8. Unsur pembentuk warna daun (Klorofil), sehingga tercipta hijau daun yang
sempurna.
BAB III

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

1. Dolomit adalah pupuk dengan kandungan hara Kalsium (CaO) dan Magnesium
(MgO).
2. Pupuk dolomit berfungsi untuk menetralkan keasaman tanah atau menaikkan pH
tanah.
3. Terdapat dua proses pembentukan dolomite yaitu secara sekunder dan primer
Cara Primer : merupakan sedimentasi langsung dari air laut yang belum dapat
dibuktikan. Secara umum, dolomit berbentuk urat, terbentuk bersama-sama
dalam cebakan bijih;
Cara Sekunder : yaitu mineral dolomit terjadi karena penggantian mineral kalsit.
Beberapa mineral sekunder membentuk kristal yang tidak sempurna karena
peresapan magnesium dari air laut ke dalam batugamping, yang lebih dikenal
dengan proses dolomitisasi, yaitu proses perubahan mineral kalsit menjadi
dolomit. Dolomit sekunder dapat juga terbentuk karena proses presifitasi sebagai
endapan evaporit.
4. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi antara lain luas
permukaan adsorben, konsentrasi adsorbat, suhu, pH, dan waktu kontak. Pada
beberapa penelitian, adsorben yang sering kali digunakan dalam proses adsorpsi
adalah karbon aktif, silika, perlite, zeolit, tanah liat, abu layang, dan kayu.
Dengan adanya kandungan dolomit di tanah dapat meningkatkan perkembangan
tanaman dan menambah kualitas pada tanaman tersebut.

Anda mungkin juga menyukai