MAKALAH
MEKANIKA TANAH
Oleh :
Juni 2020
1
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Proses Pembentukan Tanah dengan lancar.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
sangat berterimakasih kepada semua pihak yang berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari itu, kami juga menyadari sepenuhnya bahwa masih ada banyak
kekurangan baik dari segi susunan kata dan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2.5 Apa saja Faktor-Faktor dalam Pembentukan Tanah?
1.2.6 Bagaimana Susunan Lapisan pada Tanah?
1.2.7 Bagaimana Peran Penting Tanah dalam bidang Teknik Sipil?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Tanah.
1.3.2 Untuk mengetahui Jenis-Jenis tanah yang ada di Indonesia.
1.3.3 Untuk mengetahui Pembagian Klasifikasi Tanah.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana Proses Terbentuknya Tanah.
1.3.5 Untuk mengetahui Faktor-Faktor dalam Pembentukan Tanah.
1.3.6 Untuk mengetahui Bagaimana Susunan Lapisan pada Tanah.
1.3.7 Untuk mengetahui Peran Penting Tanah dalam bidang Teknik Sipil.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
bahasa Rusia pedologiya, yang dalam bahasa Yunani pedon = tanah. Dalam pedologi
dipelajari genesa tanah, morfologi tanah, dan klasifikasi tanah. Serta dilihat dari
Pendekatan Edaphologi, Tanah adalah media tumbuh tanaman. Arti “Edaphos” =
bahan tanah subur. Tanah digunakan untuk menjadi dasaran atau tumpuan suatu
pondasi bangunan dan juga menjadi bahan utama dalam membuat suatu material
bangunan seperti batu bata dan sebagainya.
4
Pening (Jawa Tengah), Rawa Lakbok (Ciamis, Jawa Barat), dan Segara
Anakan (Cilacap, Jawa Tengah).
c. Gambut pegunungan : terbentuk di daerah topografi pegunungan, berasal
dari sisa tumbuhan yang hidupnya di daerah sedang (vegetasi spagnum).
Contoh penyebarannya di Dataran Tinggi Dieng.
Berdasarkan susunan kimianya tanah gambut dibedakan menjadi:
a. Gambut eutrop, bersifat agak asam, kandungan O2 serta unsur haranya
lebih tinggi.
b. Gambut oligotrop, sangat asam, miskin O2 , miskin unsur hara, biasanya
selalu tergenang air.
c. Gambut mesotrop, peralihan antara eutrop dan oligotrop.
2.2.2 Aluvial
5
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur
pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral,
kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau
pasir pantai. Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah
beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
2.2.4 Litosol
6
2.2.6 Grumusol
7
2.2.8 Podsol
8
tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari
batuan induk abu atau tuff vulkanik.
2.2.10 Mediteran Merah – Kuning
Jenis tanah ini mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga
dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur
geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat
bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorbsi
sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras
(limestone) dan tuff vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub
humid dan bulan kering nyata dengan curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun,
di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di
bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi
Karst disebut terra rossa.
2.2.11 Hodmorf Kelabu (gleisol)
9
2.2.12 Tanah sawah (paddy soil)
10
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang
berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan
sub-sub kelompok berdasarkan pemakaiannya (Das,1993). Sistem klasfikikasi
memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat
umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang rinci. Klasifikasi tanah
sangat membantu perancang dalam memberikan pengarahan melalui cara empiris
yang tersedia dari hasil penelitian yang telah lalu. Terdapat 2 macam klasifikasi tanah
diantaranya :
11
Gambar 2.13 Tabel Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
Gambar 2.14 Tabel Klasifikasi Tanah untuk tanah dasar jalan raya
12
Gambar 2.15 Tabel Klasifikasi Tanah Menurut USCS
G = Kerikil (Gravel)
S = Pasir (Sand)
C = Lempung (Clay)
M = Lanau (Slit)
1. Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (ini adalah fraksi halus)
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40
13
3. Koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien gradasi (Cc) untuk tanah dimana 0-
12% lolos ayakan No. 200 Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (IP) bagian
tanah yang lolos ayakan No. 40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos
ayakan No. 200)
Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah Sistem Unified adalah sebagai
berikut :
1) Tentukan apakah tanah berupa burtiran halus atau butiran kasar secara visual
atau dengan cara menyaringnya dengan saringan No.200.
2) Jika tanah berupa butiran kasar :
a) Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran.
b) Tentukan persen butiran lolos saringan No.4. Bila persentase butiran yang
lolos kurang dari 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil. Bila
persen butiran yang lolos lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai pasir.
c) Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan No.200. Jika persentase
butiran yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi
butiran dengan menghitung Cu dan Cc. jika termasuk bergradasi baik,
maka klasifikasikan sebagai GW (bila kerikil) atau SW (bila pasir). Jika
termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila kerikil) atau
SP (bila pasir). Jika persentase butiran tanah yang lolos saringan No.200
diantara 5 sampai 12%, tanah akan mempunyai symbol dobel dan
mempunyai sifat keplastisan (GW – GM, SW – SM, dan sebagainya).
d) Jika pesentase butiran yang lolos saringan No.200 lebih besar 12%, harus
dilakukan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah
yang tinggal dalam saringan No.40. Kemudian, dengan menggunakan
diagram plastisitas, ditentukan klasifikasinya (GM, GC, SM, SC, GM –
GC atau SM – SC)
3) Jika tanah berbutir halus :
a) Kerjakan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah
yang tinggal dalam saringan No.40. Jika batas cair lebih dari 50,
klasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50,
klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah).
b) Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau
14
anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai
CH.
c) Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi
tanah tersebut sebagai organic (OL) atau anorganik (ML) berdasarkan
warna, bau atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan
mengeringkannya di dalam oven.
d) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang
diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, gunakan simbol
dobel.
15
ataupun di dalam solum (pedochemical weathering, pelapukan pada solum tanah,
horizon A dan B)
a. Dekomposisi
Dekomposisi atau pelapukan kimia berlangsung dalam kondisi tanah cukup
air. Oleh karena itu di daerah humid yang biasanya ditumbuhi vegetasi prises
dekomposisi lebih dominan terjadi dari proses desintegrasi. Dekomposisi akan
menyebabkan perubahan sebagian atau seluruh mineral menjadi mineral baru.
Tanah yang dihasilkan akan mempunyai susunan yang sangat berbeda dengan
susunan bahan induknya. Dengan perantaraan air, dekomposisi diselenggarakan
oleh tumbuh-tumbuhan, hewan, dan bahan terlarut.
Dekomposisi oleh Tumbuh-Tumbuhan
Tumbuhan tingkat tinggi akan melpukkan batuan melalui perakaran
tanaman, sehingga disekitar daerah perakaran proses pelapukan mineral akan
berlangsung cepat,hal ini disebabkan oleh adanya sexret akar yang bersifat
masam. Kemudian sisa-sisa tumbuhan banyak mengandung asam anorganik
dan asam organik. Asam anorganik lebih efektif dalam dekomposisi
dibandingkan dengan asam organik, sehingga perbedaan ini dapat dilihat dari
perbedaan morfologi tanah.
Dekomposisi oleh Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan faktor penting dalam dekomposisi batuan,
karena metabolism dari mikroorgannisme menghasilkan karbondioksida, asam
anorganik, dan asam organik. Dalam keadaan anaerob, senyawa-senyawa
tertentu yang mengandung oxygen, seperti nitrat dan sulfat,brtindak sebagai
sumber O. Juga unsur-unsur mineral seperti Fe, S, Mn, dan senyawa anorganik
oleh bakteri tertentu juga digunakan sebagai sumber energi.
Dekomposisi oleh Hewan
Hewan juga dapat melakukan dekomposisi, baik pada saat masih hidup
maupun pada saat telah mati. Pengaruh vertebrata yang masih hidup terhadap
dekomposisi batuan induk masih relatif kurang, meskipun sering ditemukan
tmbun-timbunan Ca, Mg, Fosfat, bikarbonat, nitrat, dan lain-lain di gua-gua
binatang. Sisa-sisa vetebrata akan menghasilkan karbondioxida, nitrat dan
senyawa-senyawa yang dapat mempercepat proses dekomposisi. Kemudia
serangga mengangkut bahan organic kedalam tanah yang telah terbentuk
dengan membuat liang-liang yang dapat meresapkan air dan udara kedalam
16
tanah, sehingga akan mendukung proses dekomposisi. Sedangkan cacing
berfungsi untuk memisahkan butir-butir tanah yang halus dari bagian yang
kasar, dan mencampurkannya dengan bahan organik tanah.
Dekomposisi Geokemik (geochemical weathering)
Dekomposisi geokemik dalam proses pembentukan tanah dapat dibedakan
atas:
1. Oksidasi Reaksi
Oksidasi merupakan berkurangnya electron atau muatan negatif
yang terjadi akibat penambahan oksigen kedalam tanah. Senyawa
anorganik terpenting dalam oksidasi adalah Fe. Jika unsur ini terkandung
dalam karbonat, sulfide, atau silikat, maka senyawa ini akan mengalami
dekomposisi secara cepat. Oksidsai selalu diikuti oleh penambahan
volume, sehingga akan mempertinggi kepekatan bahan terhadap pelapukan
lanjutan reaksi oksidasi di satu pihak dan reduksi di pihak lain. Akibat dari
reaksi oksidasi akan menyebabkan warna tanah menjadi merah atau
ditemukan bercak-bercak merah dalam tanah. Peristiwa oksidasi ini sangat
intensif terjadi apabila tata udara tanah sangat baik, sehingga terjadi proses
oksidasi besi ferro menjadi besi ferri, sehingga mineral-mineral menjadi
hancur.
2. Reduksi
Reduksi terjadi pada daerah atau tanah-tanah yang tergenanh air atau
pada tanahtanah dengan tata udara yang buruk, persediaan oksigen rendah
sedangkan kebutuhan organisme akan oksigen cukup tinggi. Proses ini
akan mengubah besi ferri menjadi ferro yang sangat mudah bergerak,
sehingga besi akan mudah hilang dari tanah kalau terjadi pencucian oleh
air.
3. Hidratasi
Mineral yang terendam air, bidang permukaan, rusuk Kristal, dan
sudut kristalnya akan dijenuhi oleh molekul air sehingga akan membentuk
mantel-hidrat yang berfungsi sebagai isolator terhadap pengaruh luar, yang
akan mengakibatkan rusaknya kisi dan bentuk Kristal. Akibat proses
hidratasi ini mineral akan menjadi lunak dan daya larutnya makin tinggi,
sehingga akan memperbesar kepekaan bahan induk terhadap proses
pelapukan selanjutnya, baik disintegrasi maupun dekomposisi.
17
4. Hidroilisis
Hidrolisis merupakan disosiasi molekul H₂O menjadi H ᶧ dan OH
sehingga akan menimbulkan reaksi masam (H ᶧ) atau basa (OH )yang
terjadi akibat kandungan air yang cukup dalam tanah. Dalam hal ini air
bertindak sebagai asam lemah dan akibat pengaruhnya pada mineral silikat
tergantung pada kegiatan ion H ᶧ. Dekomposisi hidrolisis sederhana berupa
pengantian ion alkali atau alkali tanah dalam lapisan kisi mineral oleh ion
H ᶧ, sehingga akan menghasilkan pembentukan asam-alumino-silikat atau
asam ferosilikat, dan bebasnya hidroksida-alkali tanah. Secara umum, hasil
umum proses hidrolisis adalah: desilifikasi,merupakan penghanyutan asam
silikat oleh air perkolasi yang umumnya terjadi didaerah tropis,
dealkalisasi, merupakan pembebasan alkali dan alkali tanah oleh proses
pelindian yang umumnya juga terjadi di daerah tropis, dan pembentukan
senyawa-senyawa baru akibat perubahan mineral atau resistensi partial
hasil dekomposisi, sehingga akan membentuk kompleks lempung atau
kompleks koloid anorganik.
Dekomposisi pedokemik (pedochemical weathering)
Proses dekomposisi yang terjadi didalam tubuh tanah adalah umumnya
proses redox (reduksi-oksidasi) yang berlangsung secara bersamaan atau
berganti-ganti. Perubahanperubahan keadaan oksidasi dan reduksi
menyebabkan terjadinya pelapukan Fe dan Mn dari mineral-mineral primer
yang kemudian membentuk karatan atau konkresi dalam solum tanah. Karena
pergantian proses oksidasi-reduksi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
mineral.
b. Desintegrasi
Desintegrasi atau pelapukan fisika dapat disebabkan oleh pengaruh
temperatur, air, dingin, cuaca, dan glacier. Desintegrasi adalah proses mekanik,
dimana batuan-batuan massif (tidak lepas) pecah menjadi fragment-fragment yang
berukuran kecil tanpa adanya perubuhan sifat kimia fragment.
Desintegrasi akibat Temperatur
Batuan yang bertekstur kasar akan mudah mengalami desintegrasi dari
batuan bertekstur halus, sedangkan mineral-mineral yang berwarna kelam
lebih banyak menyerap panas daripada yang berwarna kelam lebih banyak
menyerap panas dari pada yang berwarna cerah. Karena batuan tersusun atas
18
berbagai mineral yang mempunyai koefisien exspansi dan kontraksi berlainan,
maka fluktuasi temperatur menyebabkan pecahnya batuan menjadi butirbutir
mineral tunggal.
Desintegrasi akibat Air
Aliran air mempunyai daya angkut yang cukup besar. Makin cepat air
mengalir makin besar pula daya angkutnya, sedangkan makin miring
permukaan tanah makin cepat air mengalir. Kemudian bahan yang
dihanyutkan akan menimbulkan proses pengikisan pada batuan yang dilalui,
sehingga batu-batuan akan pecah dengan permukaan batuan yang licin.
Desintegrasi akibat Angin
Pengaruh angin hampir sama dengan pengaruh air. Aliran angina selain
disebabkan bentuk permukaan bumi juga disebabkan oleh perbedaan
temperatur ditempat-tempat tertentu. Angina dalam kecepatan besar mampu
mengangkut batuan dan selanjutnya bahan yang diangkutnya sanggup pula
mengikis dan memecahkan batuan. Karena secara tidak langsung proses
desintegrasi ini merupakan akibat perbedaan temperatur, maka proses ini
banyak terjadi didaerah kering (gurun pasir).
Desintegrasi akibat Cuaca yang Membekukan
Proses desintegrasi ini terjadi apabila temperatur mencapai titik beku
sedangkan batuan juga mengandung air, sehingga terjadi proses pembekuan air
dalam batuan. Pada umumnya batuan yang retakannya terisi air tidak kuat
untuk menahan perubahan volume es yang membeku sehingga batuan akan
pecah. Syarat utama terjadinya desintegrasi ini adalah adanya retakan-retakan
dalam batuan yang dapat mengabsorbsi air. Pelapukan ini umumnya terjadi
pada daerah kutub dan di daerah pegunungan tinggi diatas garis salju.
Desintegrasi Makhluk Hidup
Dibawah vegetasi, pertumbuhan akar akan mengadakan tekanan yang kuat,
sehingga dapat memecahkan batuan yang disusupi oleh akar tersebut.
Peristiwa ini diikuti oleh proses dekomposisi akibat keluarnya excret-excret
tertentu dari akar, umumnya terjadi di daerah tropika basah. Proses
desintegrasi yang diikuti oleh proses dekomposisi tersebut dengan alterasi.
c. Iklim
Unsur-unsur iklim yang memengaruhi proses pembentukan tanah terutama
unsur suhu dan curah hujan. Suhu/Temperatur Suhu akan berpengaruh terhadap
19
proses pelapukan bahan induk. Apabila fluktuasi suhu tinggi, maka proses
pelapukan akan berlangsung cepat sehingga pembentukan tanah juga cepat. Curah
Hujan Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian
tanah, sedangkan pencucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam
(ph tanah menjadi rendah)
d. Organisme (Vegetasi, Jasad Renik/Mikroorganisme)
Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah dalam hal:
Membantu proses pelapukan baik pelapukan organik maupun pelapukan
kimiawi. Pelapukan organik adalah pelapukan yang dilakukan oleh makhluk
hidup (hewan dan tumbuhan), sedangkan pelapukan kimiawi terjadi oleh
proses kimia seperti batu kapur yang larut oleh air.
Membantu proses pembentukan humus. Tumbuhan akan menghasilkan dan
menyisakan daun-daunan dan ranting-ranting yang menumpuk di permukaan
tanah. Daun dan ranting itu akan membusuk dengan bantuan jasad
renik/mikroorganisme yang ada di dalam tanah.
Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah sangat nyata terjadi di daerah
beriklim sedang seperti di Eropa dan Amerika. Vegetasi hutan dapat membentuk
tanah hutan dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput membentuk tanah
berwarna hitam karena banyak kandungan bahan organik yang berasal dari akar-
akar dan sisa-sisa rumput.
Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh
terhadap sifat-sifat tanah. Contoh, jenis tanaman cemara akan memberi unsur-
unsur kimia seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah, akibatnya tanah di bawah
pohon cemara, derajat keasamannya lebih tinggi daripada tanah di bawah pohon
jati.
e. Bahan Induk
Bahan induk terdiri atas batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen
(endapan), dan batuan metamorf. Batuan induk itu akan hancur menjadi bahan
induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah. Tanah yang
terdapat di permukaan Bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama sifat kimia)
yang sama dengan bahan induknya. Bahan induk terkadang masih terlihat pada
tanah baru, misalnya tanah bertekstur pasir berasal dari bahan induk yang
kandungan pasirnya tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan
memengaruhi intensitas tingkat pelapukan dan vegetasi di atasnya. Bahan induk
20
yang banyak mengandung unsur Ca akan membentuk tanah dengan kadar ion Ca
yang banyak pula, akibatnya pencucian asam silikat dapat dihindari dan sebagian
lagi dapat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang
kurang kandungan kapurnya membentuk tanah yang warnanya lebih merah.
f. Topografi/Relief
Keadaan relief suatu daerah akan memengaruhi: Tebal atau Tipisnya
Lapisan Tanah Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit, lapisan
tanahnya lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya
tebal karena terjadi sedimentasi. Sistem Drainase/Pengaliran Daerah yang
drainasenya jelek seperti sering tergenang menyebabkan tanahnya menjadi asam.
g. Waktu
Tanah merupakan benda alam yang terus-menerus berubah, akibat
pelapukan dan pencucian yang terus-menerus. Oleh karena itu, tanah akan menjadi
semakin tua. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami
pelapukan, sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk seperti kuarsa. Karena
proses pembentukan tanah yang terus berjalan, maka induk tanah berubah
berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua.tanah muda
ditandai oleh masih tampaknya pencampuran antara bahan organik dan bahan
mineral atau masih tampaknya struktur bahan induknya. Contoh tanah muda
adalah tanah aluvial, regosol, dan litosol. Tanah dewasa ditandai oleh proses yang
lebih lanjut sehingga tanah muda dapat berubah menjadi tanah dewasa, yaitu
dengan proses pembentukan horizon B. Contoh tanah dewasa adalah andosol,
latosol, dan grumusol. Tanah tua proses pembentukan tanah berlangsung lebih
lanjut sehingga terjadi proses perubahan-perubahan yang nyata pada perlapisan
tanah. Contoh tanah pada tingkat tua adalah jenis tanah podsolik dan latosol tua
(laterit). Lamanya waktu yang diperlukan untuk pembentukan tanah berbeda-beda.
Bahan induk vulkanik yang lepas-lepas seperti abu vulkanik memerlukan waktu
100 tahun untuk membentuk tanah muda dan 1.000 10.000 tahun untuk
membentuk tanah dewasa. Dengan melihat perbedaan sifat faktor-faktor
pembentuk tanah tersebut, pada suatu tempat tentunya akan menghasilkan ciri dan
jenis tanah yang berbeda-beda pula. Sifat dan jenis tanah sangat tergantung pada
sifat-sifat faktor pembentukan tanah. Kepulauan Indonesia mempunyai berbagai
tipe kondisi alam yang menyebabkan adanya perbedaan sifat dan jenis tanah di
21
berbagai wilayah, akibatnya tingkat kesuburan tanah di Indonesia juga berbeda-
beda.
S= f (Cl,O,P,t)
Kemudian dilengkapi lagi oleh Jenny (1941) dimana dari 4 faktor tersebut
ditambahkan Faktor Topografi (r = relief) ditunjukkan dengan persamaan
S = f (Cl, O, R, P, t)
22
tumbuhan, cacing tanah, rayap, semut, dsb. Bersama dengan makhluk-makhluk
tersebut, tanah membentuk suatu ekosistem. Organisme tersebut mengaduk tanah,
mempercepat pelapukan batuan, menjalankan perombakan bahan organik,
mencampur bahan organik dengan bahan mineral, membuat lorong-lorong di
dalam tanah yang memperlancar pergerakan air dan udara, dan mengalihkan bahan
tanah dari satu bagian ke bagian lain tanah (Notohadiprawiro, 2006).
d. Timbulan/ Faktor Topografi (R = Relief)
Timbulan (relief)/ bentuk lahan (landform) menampilkan tampakan lahan
berupa tinggi tempat, kelerengan dan kiblat lereng. Timbulan merupakan faktor
pensyarat (Conditioning factor) yang mengendalikan pengaruh faktor iklim dan
organisme hidup, dan selanjutnya mengendalikan laju dan arah proses
pembentukan tanah (Notohadiprawiro, 2006)
e. Waktu (T= time)
Waktu dimasukkan faktor karena semua proses maju sejalan dengan waktu.
Tidak ada proses yang mulai dan selesai secara seketika. Tahap evolusi yang
dicapai tanah tidak selalu bergantung pada lama kerja berbagai faktor, karena
intensitas faktor dan interaksinya mungkin berubah-berubah sepanjang perjalanan
waktu. Tanah yang berhenti berubah sepanjang perjalanan waktu menandakan
bahwa tanah tersebut telah mencapai keseimbangan dengan lingkungannya dan
disebut telah mencapai klimaksnya (Notohadiprawiro, 2006).
23
Tanah memiliki sifat yang terus berkembang, pada umumnya perkembangan tanah
mengarah secara vertikal, oleh karenanya menghasilkan lapisan-lapisan yang disebut
juga sebagai horizon tanah. Tanah sendiri terdiri atas beberapa lapisan, sedikitnya
terdapat enam lapisan tanah yang dibagi ke dalam kelompok Horizon O, A, E, B, C,
dan R.
a. Horizon R
Horizon R (batuan induk) atau dikenal juga Horizon D adalah tanah yang
paling bawah dalam susunan lapisan tanah (profil tanah). Kendati demikian,
Horizon R termasuk jenis-jenis tanah pertama yang terbentuk pada profil tanah.
Komponen pembentuk lapisan ini di antaranya batuan-batuan dasar yang keras,
serta dapat dikatakan masih utuh dan belum mengalami pelapukan. Sehingga, tak
heran apabila struktur dari tanah ini cenderung keras dan tersementasi. Bahkan,
sulit rasanya menggali lapisan tanah ini hanya menggunakan sekop saja.
b. Horizon C
Berbeda dengan Horizon R, Horizon C terdiri atas campuran lapukan batuan dan
mineral. Lapisan ini juga biasa disebut sebagai regolith, atau lapisan yang masih
memiliki fragmen (pecahan) lapukan batuan asal. Letaknya sendiri biasanya
berada di atas lapisan tanah terdalam. Oleh sebab itu, jenis-jenis tanah yang
tergolong dalam lapisan ini biasanya sulit ditembus oleh akar tumbuhan. Akan
tetapi, meski sebuah lapisan tersusun dari bahan lapukan atau kaya bahan
lempung, namun belum memperlihatkan pedogen, maka lapisan tersebut tetap
disebut Horizon C.
c. Horizon B
Pada Horizon B, kandungan lempung dan partikel mineral yang ada di
dalamnya dapat dikatakan cukup sedikit, sebab lapisan ini hanya berfungsi sebagai
alur perembesan air dari lapisan atasnya. Terdapat empat cara yang
memungkinkan terbentuknya Horizon B, diantaranya:
Terjadinya proses illuvial lempung aluminasilikat, besi, aluminium, humus,
karbonat, gipsum, atau silika yang terbentuk dalam suatu kombinasi ataupun
berdiri sendiri.
Adaya pengendapan secara residual (horizon oksik).
Penyelapuran zarah-zarah tanah dengan seskuioksida yang membentuk insitu.
Neomineralisasi lempung atau mineral oksida in situ.
24
d. Horizon E
Jenis tanah ini memiliki karakteristik berpasir dan berwarna terang. Horizon
E adalah horizon lapisan eluvial yang memiliki warna cerah. Serupa dengan
Horizon B, lapisan tanah ini juga memiliki kandungan mineral yang sedikit karena
merupakan jalur rembesan air yang menembus hingga ke lapisan tanah terakhir.
Letak dari Horizon ini bisa berada di bawah Horizon O ataupun Horizon A. Jika ia
berada di bawah Horizon A, maka warna Horizon E jadi lebih muda dan
kandungan bahan organik yang lebih sedikit dari Horizon A.
e. Horizon A
Ciri-ciri lapisan Horizon A, diantaranya memiliki warna gelap, serta terdiri atas
kandungan humus dan campuran partikel mineral. Terdapat tiga jenis Horizon A,
yakni:
Horizon A1 adalah bentuk pencampuran antara bahan organik dan mineral,
sehingga tak heran jika warna dari lapisan ini terlihat lebih gelap.
Horizon A2 adalah lapisan tanah yang mengalami pencucian secara maksimal.
Jenis-jenis tanah yang termasuk dalam golongan Horizon A2 biasanya
memiliki warna yang pucat atau terang.
Horizon A3 merupakan zona peralihan dari Horizon A ke Horizon B atau ke
Horizon C. Warna tanah ini sendiri hampir menyerupai warna Horizon A2.
d. Horizon O
Lapisan tanah O merupakan lapisan teratas dan paling akhir terbentuk pada
profil tanah. Lapisan tanah ini tergolong subur karena mengandung bahan organik.
Kandungan bahan organik yang terdapat pada Horizon O mencapai 20 persen lebih.
Sehingga, jenis-jenis tanah Horizon O sangat baik untuk dijadikan sebagai lahan
pertanian. Terdapat 2 jenis Horizon O, yaitu Horizon O1 dan O2. Horizon O1
memiliki ciri berupa guguran dedaunan dan sisa organik yang belum terlihat dan
belum terambil. Sedang pada Horizon O2, sisa-sisa organik seperti dedaunan tak
lagi terlihat karena telah tercampur dengan rombakan bahan organik lain.
25
lapisan atau kedalaman tertentu. Sehingga kuat atau tidaknya bangunan/konstruksi itu
juga dipengaruhi oleh kondisi tanah yang ada. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum disahkan Presiden DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada
tanggal 14 Januari 2012. UU Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum mulai berlaku dan diundangkan oleh Amir
Syamsudin, Menkumham RI dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 22 dan Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ke dalam Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5280 pada tanggal 14 Januari 2012 di
Jakarta. Salah satu tanah yang biasa ditemukan pada suatu konstruksi yaitu jenis tanah
organik. Tanah organik memiliki sifat dan karakteristik yang sangat berbeda dengan
tanah lempung. Misalnya, dalam hal sifat fisik tanah organik adalah tanah yang
mempunyai kandungan organik tinggi, kadar air tinggi, angka pori besar, dan adanya
serat yang mengakibatkan tanah organik tidak mempunyai sifat plastis. Untuk
mengetahui karakteristik kimia tanah organik pula diperlukan pengujian - pengujian
kadar organik, kadar abu, dan kadar serat sebagai pertimbangan untuk mengetahui
karakteristik tanah organik. Sifat fisik tanah yaitu dengan melakukan uji kadar air,
berat volume, analisa saringan, berat jenis, dan batas atterberg. Dari Sifat teknis tanah
gambut yang paling menonjol adalah daya dukungnya yang rendah dan
kemampumampatannya yang tinggi. Berbagai penyelidikan terhadap daya dukung
tanah gambut menunjukkan bahwa daya dukungnya bahkan lebih rendah dari soft
clay.Pada tanah organik jika dibuat bangunan diatasnya akan menimbulkan tegangan
air pori, yang apabila tanah organik menerima beban diatasnya akan mengalami
penurunan yang tinggi. Dalam waktu lama hal ini dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada bangunan akibat penurunan yang berlebihan.
Pembangunan konstruksi di atas tanah organik akan mendapatkan beberapa
masalah geoteknik. Salah satunya adalah terjadinya penurunan (konsolidasi) tanah
yang apabila mengalami pembebanan diatasnya maka tekanan air pori akan naik
sehingga air-pori ke luar yang menyebabkan berkurangnya volume tanah, oleh karena
itu akan terjadi penurunan signifikan pada tanah yang akan mempengaruhi
berkurangnya daya dukung tanah untuk menahan beban yang ada di atas tanah
tersebut.Permasalahan yang timbul dewasa ini adalah meningkatnya jumlah konstruksi
sipil untuk memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana yang menunjang aktifitas
26
manusia. Akibatnya tanah sebagai tempat berdirinya suatu konstruksi cenderung
semakin sempit, dan karena tuntutan perencanaan yang harus memenuhi spesifikasi
atau standar tertentu, maka penelitian terhadap pengaruh derajat kejenuhan tanah
organik pada perilaku penurunan perlu dilakukan. Kemampuan tanah dalam menahan
tegangan yang mengakibatkan pergeseran pada tanah dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah derajat kejenuhan. Derajat kejenuhan adalah
perbandingan antara volume air dengan volume pori dari suatu tanah. Meningkatnya
jumlah air yang dikandung oleh suatu tanah (derajat kejenuhannya meningkat) akan
menyebabkan volume tanah meningkat namun kepadatan tanah tersebut akan
menurun. Fenomena tersebut dikenal sebagai swelling. Terjadinya penurunan
kepadatan tanah akan menyebabkan gaya tarik antara partikel-partikel padat tanah
semakin berkurang dan kecenderungan partikel-partikel padat untuk tergelincir dan
terguling akan semakin meningkat.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam pandangan Teknik Sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik,
dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar
(bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh
karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-
partikel (Hardiyatmo, 2010).
2. Jenis jenis tanah yang ada di Indonesia diantaranya : tanah organik, grumusol,
andosol, litosol, latosol, podsol, alluvial, tanah sawah, regosol, pedsolik merah
kuning dan lain-lainya.
3. Sistem Mengklasifikasi tanah dibedakan menjadi 2 yaitu berdasarkan tekstur dan
pemakaian jika berdasarkan pemakaian terdapat 2 sistem yang digunakan yaitu
sistem AASHTO (American Association of State Highway and Transportation
Officials) dan sistem USCS (Unified Soil Classification System).
4. Proses pembentukan tanah diawali dari pelapukan batuan, baik pelapukan fisik
maupun pelapukan kimia. Dari proses pelapukan ini, batuan akan menjadi lunak
dan berubah komposisinya. Pada tahap ini batuan yang lapuk belum dikatakan
sebagai tanah, tetapi sebagai bahan tanah (regolith) karena masih menunjukkan
struktur batuan induk. Proses pelapukan terus berlangsung hingga akhirnya bahan
induk tanah berubah menjadi tanah.
5. Faktor-faktor dari pembentukan tanah biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya bahan induk, iklim, organisme, topografi, dan waktu.
6. Tanah sendiri terdiri atas beberapa lapisan, sedikitnya terdapat enam lapisan
tanah yang dibagi ke dalam kelompok Horizon O, A, E, B, C, dan R.
7. Dalam pembangunan konstruksi sipil tanah mempunyai peranan yang sangat
penting. Dalam hal ini, tanah berfungsi sebagai penahan beban akibat konstruksi
di atas tanah yang harus bisa memikul seluruh beban bangunan dan beban
lainnya yang turut diperhitungkan, kemudian dapat meneruskannya ke dalam
tanah sampai ke lapisan atau kedalaman tertentu.
28
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat mempelajari materi
tentang proses pembentukan tanah dengan baik. Pada saat pembuatan makalah
Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut . Oleh sebab itu
penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.
29
DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya, H.M.I. 1992. Kebutuhan pembakuan sistem klasifikasi dan metode survei
tanah Dalam Prosiding Pertemuan Teknis Pembakuan Sistem Klasifikasi dan Metode
Survei Tanah. Cibinong - Bogor 29-31 Agustus 1988. Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian,
hal 1-21.
Das, B.M. (2002), Principle of Geotechnical Engineering, 5th edition,Brooks/Cole,
Thomson learning.
Dema Amalia. Tanpa Tahun. Tanah. Online https://www.studiobelajar.com/tanah/, diakses
27 Juni 2020
Hardiyatmo, H.C. (2004), Mekanika Tanah I, UGM Press, Yogyakarta.
Hardjowigeno, S. 1985. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Fakultas Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor. 284 halaman. Institut Pertanian Bogor. 1976. Laporan Survei
Kapabilitas Tanah dan Agricultural Plan Daerah Calon Lokasi Transmigrasi Rimbo
Bujang-Teluk Kuali, Jambi. Institut Pertanian Bogor.
Notohadiprawiro.2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efisiensi
Pemupukan. Online http://soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1981/1984%20penge.pdf. Diakses
tanggal 27 Juni 2020
Sania Dinata - Academia.edu. Makalah kimia lingkungan (tanah). Online
https://www.academia.edu , diakses tanggal 25 Juni 2020
Soepraptohardjo, M. 1977. Menuju ke Sistem Klasifikasi Tanah Nasional. Kongres
Nasional Ilmu Tanah II, Yogyakarta.
Yuhan Al Khairi. 2019. Jenis-Jenis Tanah Beserta Urutan Susunan Lapisannya. Online
https://www.99.co/id/panduan/jenis-jenis-tanah-beserta-urutan-susunan-lapisannya,
diakses 27 Juni 2020
30