Dosen Pengampu:
Ir. Retno Susanti, M.T.
Diah Intan Kusuma D, ST, MEng
Dr. Musadun, ST, Msi
Disusun Oleh:
Kelompok 1C
Regita Sania N 21040116120006
Nurmaristia Indriastuti 21040116120009
Nia Lestari Nugraha 21040116120014
I Gusti Agung Made Andikawiratmaja 21040116120033
Khuruin Saidah 21040116130050
Tiufano Nugroho 21040116140071
Kota Yogyakarta merupakan ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di
dataran lereng gunung Merapi. Kota Yogyakarta terletak di antara 1102419 sampai 1102853
Bujur Timur dan 071524 sampai 074926 Lintang Selatan. Kota Yogyakarta berbatasan dengan
Kabupaten Sleman di sebelah utara, Kabupaten Sleman dan Bantul di sebelah timur, Kabupaten
Bantul di sebelah selatan, serta Kabupaten Bantul dan Sleman di sebelah barat.
Perkembangan Kota Yogyakarta dari waktu ke waktu dapat dilihat dari peta, foto, arsip, dan
dokumen lainnya. Salah satu hal yang terlihat dari perkembangan Kota Yogyakarta yaitu
permukiman. Saat dulu permukiman cenderung memusat pada poros besar selatan utara dan
permukiman yang berkembang berupa kampung yang tumbuh di sekitar poros melintasi istana, alun-
alun utara, jalan Malioboro, hingga ke Tugu. Sehingga pada awal abad ke-20 pola permukiman
penduduk dan struktur kota tampak semakin memusat dan padat.
Perkembangan Kota Yogyakarta tidak hanya dipengaruhi oleh keberadaan keraton, akan
tetapi juga dipengaruhi pusat pendidikan. Pusat perkembangan Kota Yogyakarta diprediksi
terintegrasi di daerah utara karena adanya universitas-universitas yang terkenal di Yogyakarta.
Sehingga dalam menganalisis perkembangan Kota Yogyakarta akan sesuai dengan teori Pusat Ganda
(multiplenucleitheory).
Pembahasan
Saat ini jaringan jalan sudah kompleks pola utama atau struktur utama masih terpusat di
Kraton dengan lingkaran konsentris. Dengan sumbu utama menghubungkan Kraton\, Krapyak,
Pantai selatan, Tugu dan arah gunung Merapi.
Jaringan kereta api juga mengalami perubahan dapat dilihat pada masa Kolonial Belanda
mengalami perubahan pada jalurnya, walaupun sejak dulu sudah bisa double track.
Walaupun sejak sebelum kemerdekaan model jaringan jalan tetap konsentris, terpusat
pada Kraton namun terdapat perubahan perubahan dari segi fisik yang terjadi seperti perubahan
lebar jalan, diantaranya Jalan Malioboro atau Jalan Ahmad Yani, perempatan tugu, Jl Senopati
dll . Sebelum kemerdekaan Jalan Malioboro atau Jalan Ahmad Yani, perempatan tugu, Jl
Senopati lebih lebar dibandingkan yang sekarang, dikarenakan persempitan jalan akibat
pembangunan.
Gambar 9. Andhong
b. Becak
c. Kereta Api
Kereta api di KotaYogyakarta ada ketika jaman kolonial Belanda. Stasiun kereta
api pertama kali di Yogyakarta yaitu stasiun Lempuyangan yang diresmikan 2 Maret
1872 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Stasiun tersebut dibangun diatas tanah milik
Kraton Yogyakarta yang awalnya berfungsi stasiun barang. Sejak 1 Desember 1997,
stasiun Lempuyangan mulai menjadi stasiun pemberangkatan dan akhir perjalanan kereta
api kelas ekonomi. Hal tersebut karena mendapat limpahan dari stasiun Tugu
Yogyakarta. Rute kereta api ini awalnya hanya menghubungkan Yogyakarta Semarang.
Akan tetapi, seiiring perkembangan waktu rute kereta api ini semakin bertambah dan
telah terhubung dengan kota-kota lain di Pulau Jawa. Stasiun Lempuyangan ini masih
digunakan sebagai stasiun barang. Kereta api kelas bisnis atau eksekutif tersedia di
Stasiun Tugu Yogyakarta. Stasiun Tugu ini muncul setelah 15 tahun munculnya stasiun
Lempuyangan yaitu pada 2 Mei 1887. Pada jaman sekarang ini, stasiun Tugu merupakan
stasiun terbesar di Indonesia.
d. Kapal
3.3 Tamansari
Tamansari merupakan kebun istana Keraton Yogyakarta yang dibangun pada zaman
Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1758-1769. Mulanya, taman dengan sebutan The
Fragrant Garden tersebut memiliki luas lebih dari 1- hektare dengan 57 bangunan berupa
gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, danau buatan, dan lorong bawah air.
Kebun istana digunakan secara efektif antara 1765-1812. Keraton yang didirikan oleh Susuhunan
Paku Buwono II tersebut difungsikan sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan pergi ke
Imogiri. Meskipun resmi sebagai kebun kerajaan, namun beberapa bangunan berfungsi sebagai
benteng pertahanan terakhir apabila istana diserang oleh musuh.
Saat ini, kawasan Tamansari dijadikan sebagai tempat wisata. Di samping itu, kawasan
Tamansari dikenal dengan kerajinan batiknya sehingga banyak dikunjungi wisatawan lokal
maupun mancanegara. Tidak jauh dari Tamansari, dapat dijumpai Pasar Ngasem yang
merupakan pasar burung terbesar di Yogyakarta. Beberapa daya tarik pendukung inilah yang
menyebabkan Tamansari menjadi salah satu tujuan wisata Yogyakarta.
Stasiun Tugu merupakan stasiun kereta api kelas besar yang terletak di Kelurahan
Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Yogyakarta. Stasiun tersebut dibuka pada tahun
1887 dengan nama sebelumnya yaitu Djokdjakarta Toegoe. Stasiun Tugu merupakan stasiun
terbesar di Yogyakarta. Stasiun Tugu pernah menjadi tujuan akhir perjalanan Ir. Soekarno saat
memindahkan ibukota negara ke Yogyakarta. Mulanya, Stasiun Tugu memiliki dua percabangan
jalur di sisi barat stasiun yang saat ini sudah tidak aktif beroperasi. Jalur pertama ke arah Utara
menuju Magelang dan berakhir di Parakan. Jalur kedua ke arah Selatan menuju Palbapang di
Kabupaten Bantul.
Stasiun Tugu merupakan stasiun terbesar di Yogyakarta hingga saat ini. Stasiun tersebut
memiliki dua emplasemen dengan 8 jalur kereta. Tersedianya fasilitas serta sarana dan prasarana
yang memadai mendorong semakin pesatnya perkembangan stasiun tersebut, sehingga Stasiun
Tugu menjadi salah satu stasiun dengan pengunjung paling banyak di Indonesia.
Setelah berdirinya Keraton Yogyakarta pada tahun 1758, wilayah Pasar Beringharjo
dijadikan sebagai tempat transaksi ekonomi oleh warga Yogyakarta dan sekitarnya. Pasar
Beringharjo merupakan pasar tertua di Yogyakarta. Nama Beringharjo diberikan saat bertahtanya
Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tanggal 24 Maret 1925. Pasar Beringharjo merupakan
salah satu bagian dari rancang bangun pola tata kota Kesultanan Yogyakarta. Pasar Beringharjo
terletak di Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 16, Ngupasan, Gondomanan.
Pasar Beringharjo hingga saat ini memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai pusat
perdagangan dan pusat kegiatan ekonomi masyarakat Yogyakarta. Perkembangan yang pesat
baik dari segi fisik maupun pelayanannya, letaknya yang strategis, serta penyediaan sarana dan
prasarana yang semakin lengkap menyebabkan Pasar Beringharjo menjadi semakin ramai
dikunjungi. Pasar Beringharjo sebagai pasar tradisional memiliki peranan penting karena
memiliki daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
3.8 Masjid Gedhe Kauman
Masjid Gedhe Kauman terletak di Jalan Kauman Alun-Alun Keraton Yogyakarta. Masjid
Gedhe Kauman dibangun pada 29 Mei 1773 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama Kyai
Faqih Ibrahim Diponingrat dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsiteknya di atas tanah Keraton
Yogyakarta. Seiring bertambah banyaknya jamaah yang beribadah, pada tahun 1775 Masjid
Gedhe Kauman diperluas dengan menambahkan serambi. Serambi masjid difungsikan sebagai
tempat pertemuan ulama dan pengajian. Pada saat pembangunan Masjid Gedhe Kauman tidak
memilikii gerbang dan pada pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono V baru dibangin
gerbang.
Setelah kemerdekaan hingga saat ini, Masjid Gedhe Kauman masih digunakan
sebagaimana fungsinya yaitu sebagai tempat ibadah umat Islam serta sering digunakan untuk
acara-acara keagamaan. Masjid Gedhe Kauman berlokasi di sebelah Barat Alun-Alun Utara
Yogyakarta yang secara simbolis merupakan tendensi untuk menunjukkan keberadaan Sultan.
Akses menuju masjid mudah, sehingga dapat dijangkau dengan berbagai moda transportasi. Di
sekitar masjid terdapat kawasan permukiman santri dan ulama.
3.10 RS Bethesda
RS Bethesda diresmikan pada tanggal 20 Mei 1899 oleh Dr. J. Gerrit Schuere dengan
nama Petronella Zienkenhuis. Oleh masyarakat disebut sebagai RS Toeloeng. Pada jaman
penjajahan Jepang 1942-1945 nama rumah sakit tersebut diganti dengan Yogyakarta Tjuo
Bjoin dan kemudian setelah terlepas dari penjajahan Jepang dikenal sebagai Rumah Sakit Pusat.
Pada tanggal 28 Juni 1950, namanya diubah lagi menjadi RS Bethesda agar masyarakat umum
mengetahui bahwa Rumah Sakit Pusat tersebut adalah Rumah Sakit Kristen.
Saat ini, RS Bethesda merupakan rumah sakit swasta terbesar di Yogyakarta dengan tipe
B non pendidikan. Lokasi RS Bethesda berada di Jalan Jend. Sudirman 70 Yogyakarta. Rumah
sakit tersebut merupakan salah satu rumah sakit dengan fasilitas layanan kesehatan yang lengkap.
RS Bethesda terus berupaya mengembangkan dan memberdayakan SDM serta meningkatkan
fasilitas serta sarana dan prasarana.
3.11 Alun-alun Utara Yogyakarta
Alun-Alun Utara dulunya merupakan pasir halus yang cocok digunakan sebagai tempat
latihan para prajurit. Alun-Alun Utara juga digunakan untuk Tapa Pepe, suatu bentuk unjuk diri
dari rakyat agar didengar dan mendapat perhatian sultan. Di sisi Timur Alun-Alun terdapat
pendopo-pendopo kecil yang disebut perkapalan. Perkapalan tersebut digunakan oleh para bupati
untuk menginap dan beristirahat ketika menghadap sultan. Pada zaman dahulu, Alun-Alun Utara
merupakan wilayah sakral di mana tidak sembarang orang diperkenankan untuk memasukinya.
Terdapat peraturan yang wajib dipatuhi jika ingin memasukinya. Misalnya, tidak diperkenankan
mengenakan sepatu, sandal, mengendarai kendaraan, dan mengembangkan payung. Hal tersebut
merupakan wujud penghormatan kepada Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Lokasi Alun-Alun Utara Yogyakarta berada di sebelah Selatan kawasan Titik Nol
Kilometer Kota Yogyakarta. Saat ini Alun-Alun Utara Yogyakarta dikelilingi jalan beraspal yang
salah satunya menuju ke Jalan Kauman dan Jalan Yudonegaran. Di salah satu sudutnya terdapat
Museum Sonobudoyo dan Masjid Besar Keraton Yogyakarta. Kawasan alun-alun telah
mengalami renovasi dengan pembangunan taman di tepian jalan. Alun-Alun Utara Yogyakarta
saat ini difungsikan sebagai kawasan umum untuk acara publik seperti konser, pentas seni, pasar
malam, dan sebagainya.
4. Pusat Kegiatan
4.1 Pusat Aktivitas Ekonomi
Pusat perkembangan dan kegiatan masyarakat Yogyakarta yang masih ramai dikunjungi
sejak masa kolonial adalah Jalan Malioboro. Malioboro jadi pusat kehidupan masyarakat.Selain
menjadi pusat pariwisata dan perekonomian.Banyak terdapat toko-toko dan penjual yang
meramaikan Jl Malioboro sejak dahulu.
Baru baru ini terlihat perkembangan di daerah utara maupun di wilayah timur,
keduanya mempunyai ciri khas yang potensial sebagai pusat perkembangan. Bukti bahwa
kampus-kampus di bagian utara Yogyakarta merupakan salah satu pusat perkembangan kota
saat ini makin terlihat jelas.
Beberapa pusat perbelanjaan juga tumbuh dengan pesat di sekitar kampus atau jalan-
jalan menuju kampus. Kasus pertumbuhan pusat perbelanjaan semakin jelas. Indikator arah
perkembangan kota semakin nyata apabila mengamati tumbuhnya jalan Uripsumoharjo
sebagai salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Yogyakarta. Daerah ini letaknya merupakan
titik pertemuan antara perkembangan kearah utara dan kearah timur. Indikator lain yang bisa
menunjukkan pesatnya perkembangan kota kearah utara dan timur adalah jumlah jalur bis
kota yang lebih banyak. Hampir semua angkutan kota lewat jalur disekitar Bulaksumur, salah
satu pusat kampus. Apabila dibandingkan dengan terminal bus di daerah selatan, daerah
Bulaksumur lebih banyak dilewati angkutan penumpang dalam kota. Terminal bus terbatas
dilewati oleh angkutan kota golongan bus dari arah selatan, sedangkan Bulaksumsur tidak
hanya dilalui bus-bus tersebut tetapi juga angkutan yang ukurannya lebih kecil dan bus dari
terminal utara (Sleman).
Secara umum hanya pusat Pendidikan sedikit bergeser dari sebelum kemerdekaan RI
di Jawa dengan kondisi yang sekarang.
4.3 Pusat Pemerintahan
Pusat Pemerintahan di Yogyakarta sebelum kemerdekaan sempat dibedakan mennjadi 3,
yang pertama adalah Pusat pemerinahan Kraton Yogyakarta, Pusat Pemerintahan Republik
Indonesia dan Pusat Pemerintahan Kolonial.
Pusat Pemerintahan Kota Yogyakarta tentunya berada pada Kraton Jogjakarta, Pusat
Pemerintahan Republik Indonesia berada pada Gedung Agung (Gedung Karisidenan) yang
dijadikan sebagai istana negara. Untuk pemerintahan Kolonial Belanda memilih tempat di
kawasan Benteng Vedenburg, dan membangun lagi di kawasan Kota Baru.
Gambar 30. Kota Baru sebagai Pusat Aktivitas Belanda Tahun 1937
Gambar 31. Gedung Agung sebagai Pusat Aktivitas Pemerintahan RI Tahun 1937