Anda di halaman 1dari 4

Dang Hyang Nirartha

Tersebutlah seorang keturunan Brahmana (Brahmana wangsa)


bernama Nirartha adik dari Dang Hyang Angsoka, putra dari dang
Hyang Asmaranatha. Ketika Sang Nirartha sedang muda jejaka
beliau mengambil istri, di Daha, putri dari Dang Hyang Panawaran
yaitu golongan keturunan Bregu di geria Mas Daha bernama Ida
Istri Mas. Setelah bersuami istri, Sang Nirartha dilantik (didiksa)
oleh Dang Hyang Panawaran menjadi pendeta (Brahmana Janma)
diberi gelar Dang Hyang Nirartha.

Ilustrasi Danghyang Niratha


Danghyang Nirartha/Danghyang Dwijendra atau yang juga
dikenal dengan sebutan Pedanda Sakti Wawu Rauh (sebutan di
Bali) dan Tuan Semeru (sebutan di Sumbawa) adalah seorang
tokoh agama Hindu dari Jawa (Majapahit) dan seorang pengelana
Hindu abad ke-16 Masehi. Danghyang Niratha bertanggung jawab
dalam mempermudah pembentukan kembali agama Hindu di
Bali, Lombok dan Sumbawa . Ia merupakan serorang pelopor
pendapat akan moksha di Indonesia.
MENYINGKIR DARI PENGARUH ISLAM

Kehidupan masyarakat di Jawa saat itu sangat kacau balau,


karena di sana-sini terjadi perkelahian-perkelahian dan
pertempuran-pertempuran, penumpasan-penumpasan yang
sangat mengerikan dan menyedihkan di antara orang-orang Jawa
yang telah masuk agama Islam dengan orang-orang Jawa yang
masih taat mempertahankan agama lamanya.

Akhirnya kalah agama lama dengan Islam. Orang-orang Jawa


yang masih taat dengan agama lamanya yaitu agama yang
diwariskan oleh leluhurnya, terutama orang-orang Majapahit,
banyak pindah antara lain ke Pasuruan, ke pegunungan Tengger,
ke Brambangan (Banyuwangi), dan ada yang menyeberang ke
Bali.

Ketika itulah Dang Hyang Nirartha turut pindah dari Daha ke


Pasuruan disertai oleh dua orang putra-putrinya, sedang istrinya
tidak disebutkan turut ke Pasuruan. Setelah berselang beberapa
tahun lamanya di Pasuruan, maka Dang Hyang Nirartha
mengambil istri pula, yaitu seorang wanita yang terhitung
saudara sepupu olehnya, putri dari Dang Hyang Panawasikan
bernama Ida Istri Pasuruan, dengan nama sanjungan disebut Diah
sanggawati (seorang wanita yang sangat menarik dalam
pertemuan) karena cantiknya. Perkawinan ini menghasilkan dua
orang putra laki-laki, yaitu yang sulung diberi nama Ida Wayahan
Lor atau Manuaba. Manuaba (mulanya Manukabha) berarti
burung yang sangat indah karena tampan dan indah raut roman
muka dan bentuk raganya. Adiknya bernama Ida Wiyatan atau Ida
Wetan berarti fajar menyingsing.

BANYUWANGI
Kemudian Dang Hyang Dwijendra pindah pula dari Pasuruan ke
Brambangan (banyuwangi) disertai oleh empat orang putra-
putrinya namun istrinya tidak disebutkan turut. Tiada beberapa
lama antaranya Dang Hyang Nirartha mengambil istri di sana
yaitu adik dari Sri Aji Juru-Raja Brambangan bernama Sri Patni
Kaniten yang sungguh-sungguh cantik molek rupanya sehingga
terkenal dengan sebutan jempyaning ulangun, yaitu sebagai obat
penawar jampi orang yang kena penyakit birahi asmara

Beliau itu turunan raja-raja (dalem) dan turunan Brahmana,


terhitung buyut dari Dang Hyang Kresna Kepakisan di Majapahit,
putri dari raja Brambangan kedua. Saudara adik dari raja
Brambangan ketiga yang menjadi raja ketika itu, tegasnya
bersaudara kumpi sepupu Dang Hyang Nirartha kepada Sri Patni
Kaniten. Perkawinan ini menghasilkan tiga orang anak, seorang
putri dan dua orang putra. Yang sulung seorang putri bernama
Ida Rahi Istri rupanya cantik dan pandai dalam ilmu kebatinan;
yang kedua bernama Ida Putu Wetan atau Telaga atau disebut
juga Ida Ender (yang berarti ugal-ugalan) karena terkenal
pandainya, kesaktiannya, dan ahli ilmu gaib. Banyak tulisan buah
tangannya. Yang bungsu bernama Ida Nyoman Kaniten

MENINGGALKAN JAWA MENUJU PULAU BALI


Pada awal tahun 1537, Ia meninggalkan kota Blambangan
bersama dengan keluarganya untuk menjadi kepala penasihat
Raja Gelgel, Dalem Baturenggong. Ia meninggalkan wilayah
kerajaan Blambangan setelah salah satu istri dari majikannya
jatuh cinta kepadanya. Kejadian ini memicu keberangkatannya
meninggalkan pulau Jawa. Beberapa legenda menuliskan bahwa
perjalannya dari Jawa ke pulau Bali dilakukan dengan menduduki
labu, hal ini mengakibatkan penilaian tabu di lingkungan Brahmin
Bali akan konsumsi labu.

Setelah kedatangannya di Bali, ia tiba di lingkungan kerajaan Raja


Dalem Baturenggong. Bertepatan dengan masa dimana Bali
sedang dijangkiti oleh berbagai penyakit dari tahun-tahun
sebelumnya, Nirartha memberikan sebagian rambutnya kepada
raja dan menyatakan bahwa hal tersebut akan menghapus
penderitaan. Rambut ini ditempatkan di sebuah kuil yang
kemudian menjadi tempat ziarah umat Hindu di Bali.

ORANG SUCI SEKALIGUS ARSITEK


Nirartha merupakan pencipta arsitektur padmasana untuk Pura
Hindu di Bali. Semasa perjalanan Nirartha, jumlah Pura-Pura di
pesisir pantai di Bali bertambah dengan adanya padmasana.

Ia juga menciptakan sistem tiga-Pura untuk desa-desa di Bali.


Pura untuk Brahma di utara, Wisnu di bagian tengah dan sebuah
Pura untuk Siwa di bagian selatan desa. Sistem ini digunakan
untuk memperkokoh konsep Dewa Trimurti dalam agama Hindu.

Anda mungkin juga menyukai