Anda di halaman 1dari 44

IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN-B

PADA KUE APEM DENGAN METODE


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

(yang Dijual di Pasar Kampar)

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

SUCI KARMILA SARI


12308099

PROGRAM STUDI D III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2015
IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN-B
PADA KUE APEM DENGAN METODE
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

(yang Dijual di Pasar Kampar)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan ke Program Studi D III Analis Farmasi dan Makanan


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Abdurrab
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar
Ahli Madya Sains (A.Md. Si)

OLEH

SUCI KARMILA SARI


12308099

Disetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

(Denia Pratiwi, M.Farm,Apt) (Azlaini Yus Nasution, S.Farm,Apt)

Mengesahkan :
Ka. Prodi D III ANAFARMA
UNIVERSITAS ABDURRAB

( Rini Lestari, S. Farm, Apt )


IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN-B
PADA KUE APEM DENGAN METODE
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

(yang dijual di pasar Kampar)

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

SUCI KARMILA SARI


12308099

Karya Tulis Ilmiah


Telah Diseminarkan dan Dinyatakan Lulus di Hadapan Tim Penguji
Program Studi D III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Abdurab
Pada tanggal 26 Agustus 2015

Tim Penguji Ujian Proposal

Nama Jabatan Tanda Tangan

Denia Pratiwi, M. Farm, Apt Ketua

Ira Oktaviani RZ, M. Farm, Apt Penguji I

Azlaini Yus Nasution, S. Farm, Apt Pennguji II


KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM STUDI D III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
2015

NAMA : SUCI KARMILA SARI


NIM : 12308099
JUDUL : IDENTIFIKASI PEWARNA RHODAMIN-B PADA
KUE APEM DENGAN METODE KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS
PEMBIMBING : 1. DENIA PRATIWI, M. Farm, Apt
2. AZLAINI YUS NASUTION, S. Farm, Apt

ABSTRAK

Rhodamin-B adalah salah satu zat pewarna sintetis, yang biasa digunakan pada
industri, tekstil dan kertas. Zat pewarna sintetis ini sangat berbahaya apabila
terhirup dan tertelan. Penggunaan rhodamin-B pada makanan dalam waktu yang
lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah di dalam kue apem yang
berwarna merah muda terang mengandung pewarna sintetis rhodamin-B.
Pemeriksaan kualitatif rhodamin-B dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) yang menghasilkan noda bercak gelap jika dilihat di bawah sinar UV 254
nm. Sampel yang digunakan yaitu lima kue apem yang berwarna merah muda yang
dijual oleh lima pedagang di pasar Kampar yang berbeda. Penelitian dilakukan di
Laboratorium Makanan Analis Farmasi dan Makanan Universitas Abdurrab yang
dilaksanakan pada bulan Februari 2015. Dari lima sampel yang dianalisis didapat
sampel A, C, D dan E positif mengandung rhodamin-B, sedangkan sampel B negatif
mengandung rhodamin-B.

Kata kunci : Rhodamin-B, Kue Apem, Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

iv
SCIENTIFIC PAPER
D III FOOD AND PHARMACEUTICAL ANALYSES DEPARTEMENT
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCES
ABDURRAB UNIVERSITY
2015

NAME : SUCI KARMILA SARI


NIM : 12308099
TITLE : IDENTIFICATION OF RHODAMINE-B IN THE
APEM CAKE BY THIN LAYER
CHROMATOGRAPHY METHOD
PRECEPTOR : 1. DENIA PRATIWI, M. Farm, Apt
2. AZLAINI YUS NASUTION, S. Farm, Apt

ABSTRACT

Rhodamine-B is one of the synthetic dyes, commonly used in the industry, textiles
and paper. The synthetic dyes are very dangerous if inhaled and swallowed. The
use of rhodamine-B in the food in a long time (chronic) may effect in liver
dysfunction and cancer. The aims of study to determine whether in the apem cake
bright pink has containing rhodamine-B synthetic dyes. The qualitative test of
rhodamine-B was conducted by thin layer chromatography (TLC) that produces a
dark blotches spot when seen under UV light at 254 nm. The sample used was a
five-cake pink apem sold by traders at fives diffrent place in the market of Kampar
conducted at the Laboratory of Anafama Abdurrab University on February 2015.
From five analyzed samples were obtained sample of A, C, D and E have positive
contains rhodamine-B, while sample B have negative contains rhodamine-B.

Keywords: Rhodamine-B, Cake Apem, Thin Layer Chromatography (TLC)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul

Identifikasi pewarna rhodamin-B pada kue apem dengan metode kromatografi

lapis tipis (yang dijual di pasar Kampar).

Kesulitan dan hambatan adalah bagian pelengkap sebuah perjuangan, tiada

kemanisan yang begitu berarti sebelum kita benar-benar memahami arti sebuah

kesulitan. Tentu saja berkat ide dan dorongan dari semua pihak sehingga

penyusunan karya tulis ilmiah ini akhirnya bisa terselesaikan.

Untuk itu dengan rasa hormat dan rendah hati penulis mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah mendukung sepenuhnya dalam penyusunan

karya tulis ilmiah ini, kepada:

1. Ibu Rini Lestari, S. Farm, Apt, selaku Ketua Program Studi DIII Analis

Farmasi dan Makanan (Anafarma) Universitas Abdurrab.

2. Ibu Denia Pratiwi, M. Farm, Apt, sebagai pembimbing I yang banyak

menyediakan waktu, memberikan masukan, saran dan pengarahan atas

selesainya karya tulis ilmiah.

3. Ibu Azlaini Yus Nasution, S. Farm, Apt, sebagai pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan dalam penulisan karya tulis ilmiah.

4. Seluruh staf dan Dosen Anafarma Universitas Abdurrab yang telah

memberikan serta membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang

bermanfaat.

vi
5. Ayahanda dan ibunda tercinta, juga kepada seluruh keluarga besar yang

telah memberikan dukungan baik moril maupun materi serta nasehat kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

6. Rekan-rekan seperjuangan Analis Farmasi dan Makanan Universitas

Abdurrab yang telah membantu memberikan saran dan masukkan kepada

penulis.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menyadari masih banyak

kesalahan dan kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya. Demi

tercapainya kesempurnaan karya tulis ilmiah ini dengan segenap kerendahan hati

penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.

Demikian karya tulis ilmiah ini penulis sajikan, semoga dapat bermanfaat

bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Januari 2015

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ............................................................................................. iv
ABSTRACT ........................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang. ................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian. ............................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian. .......................................................... 4
1.4.1 Manfaat Ilmiah ....................................................... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ...................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 5
2.1 Rhodamin-B..................................................................... 5
2.1.1 Ciri Makanan yang Mengandung Rhodamin-B .... 6
2.1.2 Tanda-tanda bila Terpapar Rhodamin-B. ............... 6
2.1.3 Penanganan apabila Keracunan Rhodamin-B. ....... 7
2.2 Kue Apem. ....................................................................... 7
2.3 Kromatografi Lapis Tipis ................................................ 8
2.3.1 Fase Diam/Penjerap. ............................................... 10
2.3.2 Fase Gerak/Pelarut Pengembang pada KLT ........... 10
2.3.3 Deteksi Bercak........................................................ 11

viii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................... 12
3.1 Desain Penelitian. ............................................................ 12
3.2 Populasi dan Sampel........................................................ 12
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian. ........................................ 12
3.4 Alat dan Bahan ............................................................... 12
3.4.1 Alat.. ....................................................................... 12
3.4.2 Bahan ..................................................................... 13
3.5 Prosedur Kerja. ................................................................ 13
3.5.1 Perlakuan Awal Bulu Domba Bebas Lemak .......... 13
3.5.2 Pembuatan Larutan Uji (Ekstraksi Sampel). .......... 13
3.5.3 Pembuatan Larutan Pembanding. ........................... 14
3.5.4 Pembuatan Larutan Kontrol. .................................. 14
3.5.5 Pemeriksaan Kromatografi Lapis Tipis .................. 14
3.6 Analisa Data .................................................................... 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 16
4.1 Hasil ................................................................................. 16
4.2 Pembahasan ..................................................................... 16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................. 19
5.1 Kesimpulan ...................................................................... 19
5.2 Saran ................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 20
LAMPIRAN ........................................................................................... 21

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel I. Hasil Pengujian Sampel A, B, C, D, dan E .......................... 16
Tabel II. Hasil Pengujian Sampel A.................................................... 24
Tabel III. Hasil Pengujian Sampel B .................................................... 24
Tabel IV. Hasil Pengujian Sampel C .................................................... 26
Tabel V. Hasil Pengujian Sampel D.................................................... 26
Tabel VI. Hasil Pengujian Sampel E .................................................... 26

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus Struktur Rhodamin-B (Tetraethylrhodamin) ......... 5


Gambar 2. Pembanding Rhodamin-B .................................................. 27
Gambar 3. Sampel A, B, C, D, dan E .................................................. 27
Gambar 4. Hasil Kromatografi Sampel A ........................................... 28
Gambar 5. Hasil Kromatografi Sampel B............................................ 29
Gambar 6. Hasil Kromatografi Sampel C............................................ 30
Gambar 7. Hasil Kromatografi Sampel D ........................................... 31
Gambar 8. Hasil Kromatografi Sampel E ............................................ 32

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Pembuatan Reagensia ........................................................ 21
Lampiran 2. Hasil Pengujian Kromatografi ........................................... 24
Lampiran 3. Contoh Perhitungan Nilai Rf ............................................. 26
Lampiran 4. Gambar Sampel ................................................................. 27
Lampiran 5. Hasil Kromatografi Lapis Tipis ......................................... 28

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi di bidang pengolahan makanan dan minuman

yang sangat pesat merupakan suatu permasalahan yang perlu diperhatikan,

pada saat ini banyak ditemukan bahan tambahan bukan untuk makanan yang

sengaja dicampurkan ke dalam makanan dan minuman. Semakin

berkembangnya ilmu dan teknologi makanan, maka semakin banyak intervensi

manusia dalam pembentukan atau pengolahan bahan makanan yang

mendorong penambahan bahan lain ke dalam bahan makanan. Tujuan

penambahan bahan-bahan dapat sebagai pengawet, pewarna, penyedap,

pengental, penstabil, pembasah, pengering, pemanis (Sudarmadji, 2010: 11).

Penambahan Bahan Tambahan Makanan (BTM) ini dilakukan untuk

memperbaiki tekstur makanan, warna makanan, dan mengawetkan makanan

sehingga menarik perhatian konsumen. Akan tetapi, sering terjadi

penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan,

misalnya zat pewarna yang digunakan untuk tekstil dipakai untuk mewarnai

bahan pangan. Hal ini jelas berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu

logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan disebabkan

oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, karena

harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan pewarna

untuk pangan (Cahyadi, 2009: 63).

1
Beberapa pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam bahan

pangan salah satunya adalah rhodamin-B. Rhodamin-B adalah pewarna sintetis

yang berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak

berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang. Rhodamin-B bukan

pewarna makanan, melainkan digunakan sebagai pewarna untuk kertas, tekstil,

dan sebagai pewarna kain. Penyalahgunaan rhodamin-B pada makanan dapat

menyebabkan gangguan pada kesehatan (Rosmauli, 2014: 24).

Zat warna sintetis tersebut bersifat toksik atau racun, bahkan ada yang

bersifat karsinogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga

dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati dan kanker. Rhodamin-B pada

konsentrasi tinggi berpotensi menimbulkan kerusakan hati (Reysa, 2013: 62).

Penelitian yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM) pada bulan November 2005 menguji makanan jajanan anak-anak pada

195 Sekolah Dasar di Provinsi Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung,

Denpasar dan Padang sebanyak 861 sampel. Dari hasil analisis yang dilakukan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terdapat sampel jajanan anak

yang tidak memenuhi syarat dalam penggunaan zat pewarna berbahaya seperti

es sirup, es cendol, minuman ringan, sirup, limun, kue, kerupuk, saus dan

sambal (Yuliarti, 2007: 81-82).

Yamlean (2011) melakukan penelitian di Kota Manado tentang

identifikasi dan penetapan kadar rhodamin-B pada jajanan kue berwarna merah

muda menggunakan sampel kue ku dan kue bolu kukus. Hasil penelitian yang

diperoleh membuktikan bahwa sampel kue bolu kukus berwarna merah muda

2
yang beredar di beberapa pasar di Kota Manado positif mengandung rhodamin-

B sedangkan sampel kue ku tidak menunjukkan adanya rhodamin-B.

Dari penelitian yang dilakukan BPOM dan penelitian yang dilakukan

Paulina, penulis tertarik untuk melakukan penelitian rhodamin-B pada kue

apem yang berwarna merah muda yang dijual di pasar Kampar diduga

mengandung rhodamin-B karena warnanya yang sangat mencolok.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin melakukan

penelitian dengan judul Identifikasi pewarna rhodamin-B pada kue apem

dengan metode kromatografi lapis tipis (yang dijual di pasar Kampar).

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis mengambil rumusan masalah

apakah di dalam kue apem yang berwarna merah muda terang yang dijual di

pasar Kampar Kecamatan Kampar Timur mengandung pewarna sintetis

rhodamin-B.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah di dalam kue apem

yang berwarna merah muda terang yang dijual di pasar Kampar mengandung

pewarna sintetis rhodamin-B dengan menggunakan metode kromatografi lapis

tipis.

3
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Ilmiah

Manfaat ilmiah yaitu untuk menambah pengetahuan dan

pengalaman penulis dalam bidang ilmu analisa makanan dan

minuman dalam menganalisa sampel dengan metode kromatografi

lapis tipis.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yaitu untuk menginformasikan kepada pembaca

dan masyarakat tentang bahaya pewarna rhodamin-B pada makanan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rhodamin-B

Rhodamin-B atau tetraethylrhodamin mempunyai rumus molekul

C28H31ClN2O3 dan bobot molekul 479,02. Pemerian dari rhodamin-B yaitu

hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan. Kelarutannya sangat mudah larut

dalam air, menghasilkan larutan merah keunguan dan berfluoresensi kuat jika

diencerkan. Sangat mudah larut dalam etanol, sukar larut dalam asam encer

dan dalam larutan alkali. Larutan dalam asam kuat, membentuk senyawa

dengan kompleks antimon berwarna merah muda yang larut dalam isopropil

eter (Depkes RI, 1995: 1195). Berikut merupakan rumus struktur dari

Rhodamin-B yaitu :

Cl-
H2N O NH2

O
OCH3

Gambar 1. Rumus Struktur Rhodamin-B (Tetraethylrhodamin)

5
Rhodamin-B adalah salah satu zat pewarna sintetis, yang biasa

digunakan pada industri, tekstil dan kertas. Zat pewarna sintetis ini sangat

berbahaya apabila terhirup, mengenai mata dan kulit, serta tertelan. (Rosmauli,

2014: 24).

Rhodamin-B dalam dunia perdagangan sering dikenal dengan nama

tetra ethyl rhodamin, rheonin B, D dan Red No.19, basic violet 10. Pewarna ini

sebenarnya adalah pewarna untuk kertas, tekstil, reagensia, untuk pengujian

antimon, cobalt, dan bismut. Penggunaan rhodamin-B pada makanan dalam

waktu yang lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati

maupun kanker (Yuliarti, 2007: 92).

2.1.1 Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Rhodamin-B

Ciri-ciri makanan yang mengandung rhodamin-B adalah warnanya

kelihatan cerah, mengkilat dan lebih mencolok. Warna tidak pudar

akibat pemanasan (akibat digoreng atau direbus), kadang-kadang

warnanya tidak merata dan ada sedikit rasa pahit. Kemudian muncul

rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya dan baunya tidak

alami sesuai makanannya (Rosmauli, 2014: 25).

2.1.2 Tanda-tanda bila Terpapar Rhodamin-B

Tanda-tanda bila terpapar rhodamin-B adalah jika terhirup dapat

menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, jika terkena kulit dapat

menimbulkan iritasi pada kulit. Jika terkena mata dapat menimbulkan

iritasi pada mata dan jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan

dan air seni berwarna merah atau merah muda (Rosmauli, 2014: 25).

6
2.1.3 Penanganan apabila Keracunan Rhodamin-B

Penanganan apabila keracunan rhodamin-B adalah bila terkena

kulit, dicuci dengan sabun dan air mengalir sampai bersih, bila perlu

hubungi dokter. Bila terkena mata, dibilas dengan air mengalir atau

larutan garam fisiologis, lalu mata dikedip-kedipkan sampai dipastikan

sisa rhodamin-B sudah tidak ada lagi atau bersih, bila perlu hubungi

dokter. Bila tertelan dan terjadi muntah, diletakkan posisi kepala lebih

rendah dari pinggang untuk mencegah muntahan masuk ke dalam

saluran pernafasan. Bila korban tidak sadar, dimiringkan kepala ke

samping atau kesatu sisi, bila perlu hubungi dokter (Rosmauli, 2014:

25).

2.2 Kue Apem

Kue apem merupakan salah satu kue atau jajanan tradisional yang

masih sering dijumpai di pasar. Kue tradisional ini memiliki tekstur yang

lembut dan empuk sehingga cukup banyak disukai. Kue apem biasa hadir

dalam segala keperluan seperti syukuran, arisan dan acara pernikahan.

Bentuknya yang bulat, gepeng dan memiliki rasa agak kenyal ini banyak

disukai oleh masyarakat.

Cara pembuatan kue apem yaitu pertama-tama dilarutkan ragi instan

dengan cara diberi air hangat, lalu dicampurkan gula pasir dan santan kemudian

dimasak sampai mendidih. Setelah itu dicampurkan tepung sagu dan tepung

beras kemudian dimasukkan cairan ragi. Kemudian uleni adonan tersebut

7
sampai rata, lalu dimasukkan larutan gula dan santan secara perlahan sambil

adonan diaduk-aduk sampai semua bahan tercampur rata. Kemudian

ditambahkan pewarna pada adonan, lalu dituangkan adonan ke dalam cetakan,

dan kukus selama kurang lebih 20 menit. Kemudian diangkat dan disajikan

(Sulistyowati, 2014: 27).

2.3 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar,

selain kromatografi kertas dan elektroforesis. KLT merupakan metode

pemisahan campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng

kromatografi lalu melihat komponen/analit yang terpisah dengan

menggunakan sinar ultra violet, dan bisa juga dengan penyemperotan atau

pengecatan (Gandjar, 2012: 329).

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan

yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam),

ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang

cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan dan ditotolkan pada titik

awal (Stahl, 1985: 3).

Kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam

(uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca,

lempeng aluminium, dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi

kolom. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak

sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara

8
menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan

secara menurun (descending). KLT dalam pelaksanaannya lebih mudah dan

lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga

peralatan yang digunakan, dalam KLT peralatan yang digunakan lebih

sederhana (Gandjar, 2012: 329-330).

Menurut Gandjar dan Rohman (2012: 330), Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) merupakan metode yang cepat dan mudah, identifikasi pemisahan

komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan

radiasi menggunakan sinar ultra violet. Dapat dilakukan elusi secara menaik

(ascending), atau dengan cara elusi 2 dimensi. Dan ketepatan penentuan kadar

akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak

yang tidak bergerak.

Dalam KLT dan juga kromatografi kertas, hasil-hasil yang diperoleh

digambarkan dengan mencantumkan nilai Rf nya yang merujuk pada migrasi

relatif analit terhadap ujung depan fase gerak atau eluen, dan nilai ini terkait

dengan koefisien distribusi komponen.

Jarak tempuh senyawa


Rf =
Jarak tempuh fase gerak

Nilai Rf dapat digunakan sebagai cara untuk identifikasi kualitatif.

Disebabkan oleh banyaknya variabel yang berpengaruh pada nilai Rf misalnya

adanya sedikit perbedaan komposisi fase gerak, suhu, ukuran chamber, lapisan

penjerap, dan sifat campuran, maka penentuan nilai Rf dalam suatu sistem KLT

yang berbeda merupakan cara yang harus dilakukan ketika melakukan

9
identifikasi untuk pembuktian adanya suatu komponen/analit yang dituju

dalam sampel.

2.3.1 Fase Diam/Penjerap

Dua sifat penjerap yang penting adalah ukuran partikel dan fase

diam yang digunakan, semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam

dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja

KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang paling sering

digunakan adalah silika dan serbuk selulosa (Gandjar, 2012: 333-334).

2.3.2 Fase Gerak/Pelarut Pengembang pada KLT

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih

sering dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya

sebentar. Sistem yang paling sederhana dengan menggunakan campuran

2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat

mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara

optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan

mengoptimasi fase gerak :

Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi

karena KLT merupakan teknik yang sangat sensitif. Daya elusi fase gerak

harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf solut terletak antara 0,2-

0,8 untuk memaksimalkan pemisahan. Untuk pemisahan dengan

menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan

menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti menentukan nilai Rf.

Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran

10
pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran air dan metanol dengan

perbandingan tertentu (Gandjar, 2012: 342).

2.3.3 Deteksi Bercak

Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang

tidak berwarna. Untuk menentukan dapat dilakukan secara kimia, fisika,

maupun biologi. Cara kimia yang biasa dilakukan adalah dengan

mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan

sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk

menampakkan bercak adalah dengan pencacahan radioaktif dan

fluoresensi menyebabkan ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet

terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi maka bahan

penyerapnya diberi indikator yang berfluoresensi, dengan demikian

bercak akan kelihatan hitam sedang latar belakangnya akan kelihatan

berfluoresensi (Gandjar, 2012: 351).

11
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metoda

kromatografi lapis tipis menggunakan 5 (lima) buah sampel dengan 3 (tiga)

kali pengulangan.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua kue apem yang berwarna

merah muda yang dijual di pasar Kampar. Sampel yang digunakan adalah kue

apem yang berwarna merah muda yang dijual oleh 5 orang pedagang di pasar

Kampar dengan menggunakan metode total sampling.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analis Farmasi dan Makanan

Universitas Abdurrab pada bulan Februari 2015.

3.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah beaker

glass, pipet mikro, pipet volum, pipet takar, pipet tetes, timbangan

analitik, tabung reaksi dan raknya, lampu UV 254 nm, batang pengaduk,

12
spatula, kaca arloji, chamber, benang dan jarum, pinset, korek api,

penggaris, bunsen, kain lap dan tissu, penangas air, dan sentrifuge.

3.4.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel

kue apem, baku pembanding rhodamin-B, bulu domba, alumunium foil,

akuades, etanol 70%, larutan ammonia, n-butanol, asam asetat glasial,

air, dan plat kromatografi lapis tipis F60254.

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Pembebasan Lemak Bulu Domba (SNI 01-2895-1992)

Bulu domba diambil secukupnya, kemudian direndam dengan

eter sampai lemak hilang. Lalu dikeringkan.

3.5.2 Pembuatan Larutan Uji (Ekstraksi Sampel)

Sampel kue apem dihomogenkan terlebih dahulu, kemudian

masing-masing sampel diambil dengan spatula, lalu sampel ditimbang

sebanyak 10 gram dalam kaca arloji dan dimasukkan ke dalam beaker

glass. Kemudian ditambahkan dengan 50 ml larutan ammonia 2% dalam

etanol 70%, dan dibiarkan kurang lebih 1 menit. Disaring lalu di

sentrifuge (SNI 01-2895-1992). Larutan di atas dipindahkan ke dalam

cawan porselen dan diuapkan di atas penangas air, lalu residu dilarutkan

dalam 10 ml air yang mengandung asam (larutan asam dibuat dengan

mencampurkan 10 ml air dan 5 ml asam asetat 10%). Bulu domba

dimasukkan ke dalam larutan asam dan dididihkan hingga 10 menit.

13
Setelah bahan pewarna terserap oleh bulu domba, kemudian bulu domba

diambil dengan pinset dan dicuci berulang-ulang dengan akuades hingga

bersih. Kemudian bulu domba dimasukkan ke dalam beaker glass 100

ml dan ditambahkan dengan 10 ml ammonia 10% (yang dilarutkan dalam

etanol 70%). Kemudian dipanaskan di atas penangas air hingga zat

pewarna luntur dari bulu domba. Selanjutnya bulu domba diambil

kemudian larutan berwarna tersebut disaring dan diuapkan di atas

penangas air.

3.5.3 Pembuatan Larutan Pembanding

Larutan pembanding dibuat dengan konsentrasi 1%, yaitu dengan

cara rhodamin-B ditimbang sebanyak 0,01 gram, kemudian dimasukkan

ke dalam kaca arloji dan dilarutkan dalam 1 ml akuades.

3.5.4 Pembuatan Larutan Kontrol

Sampel ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan ke

dalam beaker glass 100 ml, lalu ditambahkan dengan rhodamin-B 0,01

gram, dan dicampurkan. Kemudian dilakukan seperti pada perlakuan

sampel.

3.5.5 Pemeriksaan Kromatografi Lapis Tipis

Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya adalah silika gel

F60254 nm, fase gerak yang digunakan adalah n-butanol : asam asetat

glasial : air (4:5:1). Plat KLT diaktifkan dalam oven pada suhu 105 0C

selama 30 menit, dengan membuat batas penotolan 10 cm. Kemudian

dicampurkan fase gerak n-butanol : asam asetat glasial : air (4:5:1), lalu

14
fase gerak dimasukkan ke dalam chamber dan dijenuhkan selama sehari

semalam dengan menggunakan kertas saring, kemudian larutan uji,

larutan pembanding dan larutan kontrol ditotolkan pada plat

kromatografi dengan menggunakan pipet mikro 2 L pada jarak 1,5 dari

bagian bawah plat, jarak antara noda adalah 2 cm, kemudian plat

kromatografi tersebut dimasukkan ke dalam chamber yang sudah

dijenuhkan, dan pelarut naik hingga sampai tanda batas atas, lalu

dikeluarkan plat kromatografi, kemudian bercak diamati secara langsung

di bawah sinar UV dan dihitung nilai Rf dibandingkan Rf bercak sampel

dengan Rf bercak pembanding dan kontrol.

3.6 Analisa Data

Hasil positif ditandai dengan nilai Rf sampel sama dengan nilai Rf

pembanding dan kontrol. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk

tabulasi dan dibahas secara deskriptif.

15
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap 5 sampel tentang

pemeriksaan rhodamin-B pada kue apem dengan metode kromatografi lapis

tipis, maka didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel I. Hasil Pengujian

Sampel Pengulangan Pengulangan Pengulangan Hasil


Pembanding Kontrol
1 2 3

Sampel
0,760,95 0,920,96 0,0910,96 0,890,96 0,890,97 Positif
A

Sampel 1. 0,380,65
0,920,96 0,780,95 0,91 0,97 0,850,96 Negatif
B 2. 0,83-0,93

Sampel
0,780,92 0,780,95 0,900,95 0,900,97 0,910,97 Positif
C

Sampel
0,870,97 0,910,97 0,920,98 0,900,97 0,870,97 Positif
D

Sampel
0,860,85 0,850,96 0,910,96 0,900,97 0,810,86 Positif
E

4.2 Pembahasan

Rhodamin-B merupakan zat pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal,

tidak berbau, berwarna merah keunguan, sangat mudah larut dalam air,

16
menghasilkan larutan merah keunguan dan berfluoresensi kuat jika diencerkan.

Rhodamin-B umumnya digunakan sebagai pewarna kertas dan tekstil, tetapi

sering disalahgunakan untuk mewarnai bahan pangan. Rhodamin-B yang ada

dalam suatu sampel dapat dianalisa secara kualitatif, salah satunya adalah

dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (Yuliarti, 2007: 92).

Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakan untuk memisahkan

suatu campuran senyawa secara cepat dan sederhana. Pada metode ini, plat

KLT diaktifkan dengan cara dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 0C

selama 30 menit bertujuan untuk melepaskan molekul-molekul air yang

menempati pusat-pusat serapan dari penyerap, sehingga pada proses elusi

lempeng tersebut dapat menyerap dan berikatan dengan sampel. Hasil dari

KLT dapat dilihat dari bercak yang terbentuk dan menghitung harga Rf dengan

cara jarak yang ditempuh zat senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh fase

gerak (BPOM, 2011).

Pada penelitian ini menggunakan fase gerak n-butanol : asam asetat

glasial : air (4:5:1). Sebelumnya sampel diasamkan dengan menggunakan asam

asetat 10%, yang bertujuan untuk mengasamkan sampel, sehingga Rhodamin-

B yang ada pada sampel dapat diserap oleh bulu domba bebas lemak melalui

pemanasan. Bulu domba bebas lemak digunakan karena bulu domba memiliki

serabut yang menyerupai benang wol sehingga memiliki kemampuan

menyerap rhodamin-B. Apabila bulu domba yang digunakan berlemak maka

dapat menghambat penyerapan rhodamin-B. Selanjutnya rhodamin-B yang

terserap oleh bulu domba dilunturkan kembali dengan menggunakan larutan

ammoniak 10% yang bersifat basa. Kemudian dilanjutkan dengan proses

17
penguapan yang bertujuan untuk mengurangi kandungan air yang ada pada

residu, jika residu terlalu banyak mengandung air dikhawatirkan akan didapat

hasil yang kurang bagus saat dilakukan penotolan (Darwile, 2013: 87).

Pemeriksaan dilakukan dengan cara menotolkan larutan uji, larutan

pembanding dan larutan kontrol pada plat KLT menggunakan pipet mikro 2

L, dengan membuat batas penotolan 10 cm, batas bawah 1,5 cm, batas atas 1

cm dan jarak antar noda 2 cm, kemudian plat KLT tersebut dimasukkan ke

dalam chamber yang sudah dijenuhkan, dan tunggu pelarut naik hingga sampai

tanda batas atas. Tujuan penjenuhan ini adalah untuk memperoleh

homogenitas atmosfer dalam bejana, dengan demikian akan meminimalkan

penguapan pelarut dari plat KLT selama pengembangan. Untuk melakukan

penjenuhan fase gerak biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Prinsip

dari kromatografi lapis tipis adalah like disolved like yaitu yang polar akan

mengikat yang polar dan yang non polar akan mengikat yang non polar.

Adapun fase gerak yang digunakan pada penelitian ini yaitu n-butanol : asam

asetat glasial : air (4:5:1), sebanyak 100 ml. Kepolaran Rhodamin-B mendekati

dengan kepolaran fase gerak, sehingga Rhodamin-B akan mudah terikat oleh

fase gerak dan akan membawa sampai batas elusi (Gandjar, 2012: 330).

Setelah dilakukan penelitian pada sampel kue apem dengan tiga kali

pengulangan diketahui bahwa nilai Rf sampel bila sejajar dengan nilai Rf

pembanding, maka positif mengandung Rhodamin-B. pada penelitian ini

sampel A, C, D dan E positif mengandung Rhodamin-B, sedangkan sampel B

negatif mengandung Rhodamin-B.

18
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 5 sampel dengan

menggunakan metode kromatografi lapis tipis dapat disimpulkan bahwa

sampel A, C, D dan E yang telah diuji positif mengandung rhodamin-B,

ditandai dengan terbentuknya bercak gelap di bawah penyinaran lampu UV

pada panjang gelombang 254 nm dan nilai Rf sampel dengan nilai Rf

pembanding dan kontrol sama dan mendekati. Sedangkan sampel B negatif

atau tidak mengandung rhodamin-B, karena nilai Rf tidak sama dengan nilai

Rf pada pembanding dan kontrol.

5.2 Saran

1. Sebaiknya konsumen menghindari memilih makanan dengan warna yang

mencolok untuk mencegah masuknya zat berbahaya ke dalam tubuh.

2. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pemeriksaan pada

makanan jajanan yang dijual di pinggiran jalan yang diduga mengandung

pewarna sintetis karena dari segi warnanya yang sangat mencolok.

3. Kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian rhodamin-B

dengan metode yang lainnya, agar menambah pengetahuan dalam

menganalisa zat pewarna tersebut dan hasil yang lebih akurat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi
II. Jakarta: Bumi Aksara

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV.


Jakarta

Darwile, S., Fatimawati, dan Wehantouw, F. 2013. Analisis Zat Pewarna


Rhodamin-B Pada Kerupuk yang Beredar di Kota Manado. Jurnal
Ilmiah Farmasi. Volume 2 No. 03

Eka, R. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta: Titik Media


Publisher

Gandjar, I. G., dan Rohman A. 2012. Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan
Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rosmauli, T., dan Yeta Wuri. 2014. Ini Dia Zat Berbahaya di Balik Makanan Lezat.
Edisi I. Bhafana

SNI (Standar Nasional Indonesia). 01-2895-1992, Cara Uji Pewarna Tambahan


Makanan. Badan Standarisasi Nasional

Stahl, E. 1985. Analisis Obat secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung: ITB
Bandung

SNI (Standar Nasional Indonesia). 01-2895-1992, Cara Uji Pewarna Makanan.


Badan Standarisasi Nasional

Suhardi, Haryono B., dan Sudarmadji S. 2010. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Edisi II. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta

Wiwiek, S. 2014. Jajanan Pasar Paling Dicari. Edisi I. Jakarta: Dunia Kreasi

Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.

Yamlean Paulina V. Y. 2011. Identifikasi Dan Penetapan Kadar Rhodamin B Pada


Jajanan Kue Berwarna Merah Muda yang Beredar Di Kota Manado.
Jurnal Ilmiah Sains. Volume 11. Edisi 2.

20
Lampiran 1. Pembuatan Reagensia

1. Pembuatan Larutan Pengembang

Pembuatan larutan pengembang yaitu campuran n-butanol : asam

asetat glasial : air dicampurkan dengan pembanding (4 : 5 : 1) v/v/v

sebanyak 100 ml.

a. n-butanol

4 100 ml = 40 ml
10

b. asam asetat glasial

5 100 ml = 50 ml
10

c. air

1 100 ml = 10 ml
10

Larutan n-butanol, asam asetat glasial, dan air, masing-masing diambil

sebanyak 40 ml, 50 ml, dan 10 ml. Kemudian dicampurkan ketiga larutan

tersebut di dalam bejana kromatografi, lalu dilakukan penjenuhan di dalam

chamber selama sehari semalam sebelum dilakukan penelitian.

2. Pembuatan larutan ammonium hidroksida (NH4OH) 10% dari ammonium

hidroksida 25 % sebanyak 250 ml

V1 C1 = V2 C2

V1 25 % = 250 ml 10 %

V1 = 250 ml 10 %
25%
= 100 ml

21
Lampiran 1. (Lanjutan)

Dipipet NH4OH 25% sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan ke dalam

labu ukur 250 ml yang telah berisi sedikit akuades, lalu ditambahkan

dengan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.

3. Pembuatan larutan ammonium hidroksida (NH4OH) 2% dalam etanol 70%

dari ammonium hidroksida 25 % sebanyak 1000 ml

V1 C1 = V2 C2

V1 25 % = 1000 ml 2 %

V1 = 1000 ml 2 %
25%
= 80 ml

Dipipet NH4OH 25% sebanyak 80 ml kemudian dimasukkan ke dalam

labu ukur 1000 ml yang telah berisi sedikit etanol 70%, lalu ditambahkan

dengan etanol 70% hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.

4. Pembuatan larutan asam asetat 10% dari asam asetat 100% sebanyak 100

ml

V1 C1 = V2 C2

V1 100 % = 100 ml 10 %

V1 = 100 ml 10 %

100 %

= 10 ml

22
Dipipet asam asetat 100% sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi sedikit akuades, lalu

Lampiran 1. (Lanjutan)

ditambahkan dengan akuades hingga tanda batas dan dikocok hingga homogen.

5. Pembuatan etanol 70% dari Etanol 96% sebanyak 100 ml

V1 x C1 = V2 x C2

V1 x 96% = 100 ml x 70%

V1 = 100 ml x 70%
96%
= 72,91 ml atau 73 ml

Dipipet etanol 96% sebanyak 73 ml kemudian dimasukkan ke dalam

labu ukur 100 ml, lalu ditambahkan dengan akuades sampai tanda batas dan

dikocok hingga homogen.

6. Pembuatan Rhodamin-B 1%

Rhodamin-B 1% artinya 1 gram Rhodamin-B dalam 100 ml akuades.

Rhodamin-B yang akan dibuat sebanyak 1 ml, maka ditimbang sebanyak

1 gram x 1 ml = 0,01 gram


100 ml

Ditimbang 0,01 gram rhodamin-B di dalam kaca arloji kemudian

dilarutkan dengan 1 ml akuades.

23
Lampiran 2. Hasil Pengujian Kromatografi

Tabel II. Hasil Pengujian Sampel A


NODA
SAMPEL A (cm)
Jarak Jarak Rf
Pelarut Senyawa
Pembanding 9,2 7,0 8,8 0,76 0,95
Kontrol 9,2 8,5 8,9 0,92 0,96
Pengulangan 1 9,2 8,4 8,9 0,91 0,96
Pengulangan 2 9,2 8,2 8,9 0,89 0,96
Pengulangan 3 9,2 8,2 9,0 0,89 0,97
Rata-rata 0,89 0,96

Tabel III. Hasil Pengujian Sampel B


NODA
SAMPEL B (cm)
Jarak Jarak Rf
Pelarut Senyawa
Pembanding 9,0 7,4 8,5 0,82 0,94
Kontrol 9,0 1. 3,5 5,9 1. 0,38 0,65
2. 7,5 8,4 2. 0,83 0,93
Pengulangan 1 9,0 3,7 6,1 0,41 0,67
Pengulangan 2 9,0 3,7 6,1 0,41 0,67
Pengulangan 3 9,0 3,6 6,3 0,40 0,70
Rata-rata 0,40 0,68

24
Lampiran 2. (Lanjutan)

Tabel IV. Hasil Pengujian Sampel C


NODA
SAMPEL C (cm)
Jarak Jarak Rf
Pelarut Senyawa
Pembanding 9,0 7,1 8,3 0,78 0,92
Kontrol 9,0 7,1 8,6 0,78 0,95
Pengulangan 1 9,0 8,1 8,6 0,90 0,95
Pengulangan 2 9,0 8,1 8,8 0,90 0,97
Pengulangan 3 9,0 8,2 8,8 0,91 0,97
Rata-rata 0,90 0,96

Tabel V. Hasil Pengujian Sampel D


NODA
SAMPEL D (cm)
Jarak Jarak Rf
Pelarut Senyawa
Pembanding 9,0 7,9 5,9 0,87 0,97
Kontrol 9,0 8,2 5,3 0,91 0,97
Pengulangan 1 9,0 8,3 5,4 0,92 0,98
Pengulangan 2 9,0 8,1 5,5 0,90 0,97
Pengulangan 3 9,0 7,9 5,3 0,87 0,97
Rata-rata 0,89 0,97

Tabel VI. Hasil Pengujian Sampel E


NODA
SAMPEL E (cm)
Jarak Jarak Rf
Pelarut Senyawa
Pembanding 8,7 7,5 7,4 0,86 0,85
Kontrol 8,7 7,4 8,4 0,85 0,96
Pengulangan 1 8,7 8,0 8,4 0,91 0,96
Pengulangan 2 8,7 7,9 8,5 0,90 0,97
Pengulangan 3 8,7 7,1 7,5 0,81 0,86
Rata-rata 0,87 0,93

25
Lampiran 3. Contoh Perhitungan Nilai Rf

Rumus Rf : Jarak yang ditempuh oleh senyawa

Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Diketahui : jarak tempuh senyawa 8,4 cm, jarak yang ditempuh oleh

pelarut 9,2 cm.

Ditanya : nilai Rf ?

Jawab :

Rf = Jarak yang ditempuh oleh senyawa

Jarak yang ditempuh oleh pelarut

= 8,4 cm

9,2 cm

= 0,91

26
Lampiran 4. Gambar Sampel

Gambar 2. Pembanding Rhodamin-B

Gambar 3. Sampel A, B, C, D, dan E

27
Lampiran 5. Hasil kromatografi Lapis Tipis

Gambar 4. Hasil Kromatografi Sampel A

28
Lampiran 5. (Lanjutan)

Gambar 5. Hasil Kromatografi Sampel B

29
Lampiran 5. (Lanjutan)

Gambar 6. Hasil Kromatografi Sampel C

30
Lampiran 5. (Lanjutan)

Gambar 7. Hasil Kromatografi Sampel D

31
Lampiran 5. (Lanjutan)

Gambar 8. Hasil Kromatografi Sampel E

32

Anda mungkin juga menyukai