Anda di halaman 1dari 25

2.2.

Dasar Klasifikasi

2.2.1. Dasar Klasifikasi Batuan Beku Menurut ODunn & Sill, Russel B.
Travis, Walter T. Huang
A. Menurut ODunn & Sill

Tabel 2.1 Klasifikasi Batuan Beku (ODunn & Sill, 1986)

B. Menurut Russel B. Travis

Tabel ini mengklasifikasikan batuan beku berdasarkan mineral


penyusun batuan tersebut (essential minerals, accessory minerals) dengan
melihat jumlah mineral apa saja yang melimpah dan dominan. Mineral
yang demikian disebut dengan essential minerals. Mineral mineral ini
adalah mineral yang paling menentukan nama suatu batuan. Contohnya
adalah quartz, feldspathoid, dan feldspar. Sedangkan accessory minerals
adalah mineral yang keberadaanya lebih sedikit dibangkan dengan mineral
esensial namun dapat juga menentukan dalam penamaan suatu batuan.
Contoh dari mineral aksesori ini adalah biotite, muscovite, dan sebagainya.

Tabel 2.2 tabel pengklasifikasian batuan beku yang dibuat oleh Dr. Russell B.
Travis pada buku yang berjudul Quarterly of The Colorado School of Mines vol.
50 nomor 1. Pada tahun 1955.

Selain berdasarkan komposisinya, Russell juga mengklasifikasikan


batuan beku berdasarkan komposisi kimianya dan color index. Kandungan
SiO2, Al2O3, Fe2O3 dalam suatu batuan akan sangat berpengaruh dalam
penamaan batuan itu. Sedangkan color index adalah pengklasifikasian
batuan berdasarkan warnanya.
Berdasarkan teksturnya, beliau juga mengklasifikasikan batuan
kedalam 3 kelompok besar yaitu faneritik, porfiritik, dan afanitik.
Faneritik adalah tekstur batuan yang mempunyai ukuran mineral yang
relatif sama dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Porfiritik adalah
tekstur batuan yang mineral-mineralnya memiliki ukuran yang berbeda
dan dapat dilihat dan dibedakan dengan mata telanjang. Porfiritik ini
masih dibagi lagi menjadi phaneritic groundmass yaitu batuan yang
mempunyai mineral yang berukuran besar (fenokris) tetapi massa dasar
yang masih nampak dan aphanitic groundmass yaitu batuan yang
memiliki fenokris dengan massa dasar yang halus dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang (mikroskopis). Afanitik adalah tekstur batuan
semua mineral penyusunnya berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Afanitik dibagi menjadi microcrystalline dan
glassy. Glassy adalah tekstur yang keseluruhannya terdiri dari kaca seperti
obsidian dan pitchstone.
Berikut ini adalah cara penggunaan tabel diatas. Jika ada sebuah
batuan, pertama-tama yang kita lakukan adalah meninjau essential
mineral-nya. Mineral apakah yang mendominasi batuan tersebut. Jika
batuan tersebut memiliki jumlah potash feldspar lebih dari 2/3 dari
keseluruhan feldspar, maka kemungkinan batuan tersebut bersifat asam
(felsic). Setelah itu amati keberadaan mineral aksesorinya. Namun, nama
batuan tidak dapat diketahui hanya dengan meninjau komposisi mineral
batuan tersebut untuk itu kita masih harus melihat lagi aspek color index
dan komposisi kimia. Komposisi kimia ini tidak dapat dilakukan
dilapangan dengan pengamatan mata, akan tetapi dapat diketahui melalui
pengamatan laboratorium, hal ini dapat menyita waktu yang cukup lama.
Langkah selanjutnya adalah pengamatan tekstur batuan tersebut, jika
teksturnya faneritik dan memiliki kandungan lebih dari 2/3 dari
keseluruhan feldspar dengan quartz lebih dari 10% maka batuan tersebut
adalah granite, bila quartz dan feldspathoid kurang dari 10% maka batuan
tersebut adalah syenite. Dan jika teskturnya porfiritik dan groundmass-nya
faneritik maka batuan tersebut adalah granite porphyry, sedangkan jika
teskturnya porfiritik dan groundmass-nya afanitik maka batuan tersebut
adalah rhyolite porphyry. Demikian cara penggunaan tabel diatas, semua
penamaan batuan tergantung dari komposisi mineral yang mencakup
essential minerals dan accessory minerals, color index, komposisi kimia,
dan yang terakhir adalah tekstur batuan tersebut.
Kelebihan dari klasifikasi batuan beku menurut Russel B. Travis
ini adalah penyajian data dibuat secara lengkap dan lebih mendetail
dibandingkan dengan klasifikasi-klasifikasi sebelumnya. Kemudian Travis
juga membagi komposisi mineral yang terkandung dalam batuan menjadi
mineral utama dan mineral tambahan disertai dengan prosentasenya.
Selain itu Russell B. Travis mencantumkan indeks warna batuan yang
tentunya memberikan suatu nilai lebih tersendiri dalam melakukan
klasifikasi dan penamaan batuan.

Kekurangan yang dimiliki Russell adalah penyajian data dalam


klasifikasinya sangat detail dan banyak, sehingga sulit untuk diingat dan
terkadang lama untuk mencari nama batuan yang sesuai dengan seluruh
aspek yang ada pada tklasifikasi Travis. Padahal ketika di lapang kita
harus cepat menentukan nama batuan yang ada.

C. Menurut Walter T. Huang

Menurut Walter T. Huang, 1962, komposisi mineral


dikelompokkan menjadi 3 kelompok mineral yaitu :
a. Mineral Utama
Mineral-mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan
kehadirannya sangat menentukan dalam penamaan batuan.
Berdasarkan warna dan densitas, dikelompokkan menjadi dua yaitu :
Mineral Felsic (mineral berwarna terang dengan densitas rata rata
2,5 2,7), yaitu :
Kuarsa (SiO2)
Kelompok Feldspar, terdiri dari feldspar alkali (K, Na)
AlSi3O8.
Seri feldspar alkali terdiri dari Sanidin, orthoklas,
anorthoklas, adulari dan mikrolin. Seri plagioklas terdiri
dari albit, oligoklas, andesit, labradorit, bitownit dan
anortit.
Kelompok Feldspartoid (Na K Alumina Silika), terdiri dari
nefelin,
sodalit, leusit.

Mineral Mafik (mineral mineral feromagnesia dengan warna


gelap dan densitas rata rata 3,0 3,6), yaitu :
Kelompok Olivin, terdiri dari Fayalite dan Forsterite
Kelompok Piriksen, terdiri dari Enstite, Hiperstein, Augit,
Pigeonit, Diopsit
Kelompok mika, terdiri dari Biotit, Muscovit, plogopit.
Kelompok Amphibole, terdiri dari Anthofilit, Cumingtonit,
Hornblende, Rieberkit, Tremolit, Aktinolite, Glaukofan,
dan lain-lain.

b. Mineral Sekunder
Merupakan mineral mineral ubahan dari mineral minerak
utama, dapat dari hasil pelapukan, hidrotermal, maupun metamorfisma
terhadap mineral mineral utama.Dengan demikian mineral minerak
ini tidak ada hubungannya dengan pembekuan magma (non
pirogenetik). Mineral sekunder terdiri dari :
Kelompok Kalsit (kalsit, dolomit, magnesit, siderit), dapat
terbentuk dari hasil ubahan mineral plagioklas.
Kelompok Serpentin (antigorit dan Krisotit), umumnya terbentuk
dari hasil ubahan mineral mafik (terutama kelompok olivin dan
piriksin).
Kelompok klorit (prokton, penin, talk), umumnya terbentuk dari
hasil ubahan mineral kelompok plagioklas.
Kelompok serisit sebagai ubahan mineral plagioklas.
Kelompok kaolin (kaolin, hallosyte), umumnya ditemukan sebagai
hasil pelapukan batuan beku.
c. Mineral Tambahan (Assesory Mineral)
Merupakan mineral mineral yang terbentuk pada kristalisasi
magma, umumnya dalam jumlah sedikit.Apabila hadir dalam jumlah
yang cukup banyak tetap tidak mempengaruhi penamaan batuan, tetapi
hal ini bisa mampunyai nilai ekonomis. Termasuk dalam golongan ini
antara lain : Hematite, Muscovite, Rutile, Magnetit, Zeolit, Apatit dan
lain lain.
Tabel 2.3 Klasifikasi Batuan Beku (Walter T. Huang, 1962)
2.2.2. Dasar Klasifikasi Batuan Piroklastik Menurut Schmid, Fisher

Gambar 2.1 Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan


gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan
atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan. Itulah
sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal dari kata pyro berarti
api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara,
berpendar atau berapi), dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika.
Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika adalah batuan beku luar
yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapan, batuan
piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses pembentukan batuan
sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk struktur-
struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan batuannya
seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak
selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan
langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika),
atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga secara genetik
dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastika atau endapan epiklastika.
Klasifikasi Penamaan Batuan Piroklastik
Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan)
dan setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada Tabel
2.4. Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai
struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan
membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan bumi. Salah satu
struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread crust structure).
Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini
sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer
magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran
pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena
adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas tersebut serta
pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga terbentuk
struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom
gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan
disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna putih terang
atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan coklat sampai
hitam. Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat suatu
gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif
kental.
Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya
tidak terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah
lebah disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat
sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan dihasilkan oleh
letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom gunungapi
berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca,
permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian.
Blok atau bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang
bentuknya meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak
terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat
merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di
permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan
magma secara langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material
esensial atau juvenile). Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding
(batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan
aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan
(bahan aksidental).

Tabel 2.4 Klasifikasi batuan piroklastika, Fisher 1966

Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf


gelas, tuf kristal dan tuf litik, apabila komponen yang dominan masing-masing
berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi
tuf basal, tuf andesit, tuf dasit dan tuf riolit, sesuai klasifikasi batuan beku.
Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batuapung atau skoria dapat juga
disebut tuf batuapung atau tuf skoria. Demikian pula untuk aglomerat
batuapung, aglomerat skoria, breksi batuapung, breksi skoria, batulapili
batuapung dan batulapili skoria.
Tipe Endapan Piroklastik
Endapan Piroklastik Tak Terkonsolidasi (Unconsolidated)
1. Bom Gunung Api
Bom Gunungapi adalah gumpalan-gumpalan lava yang
mempunyai ukuran lebih besar dari 64mm. Daerah ini sebagian
atau semuanya berujud plastik pada waktu tererupsi. Beberapa
bomb mempunyai ukuran yang sangat besar.
2. Blok Gunung Api
Blok Gunung api merupakan batuan piroklastik yang
dihasilkan oleh erupsi eksplosive dari fragmen batuan yang sudah
memadat lebih dulu dengan ukuran lebih besar dari 64 mm. Blok-
blok ini selalu menyudut bentuknya atau equidimensional.
3. Lapili
Lapili berasal bahasa latin lapillus, yaitu nama untuk hasil
erupsi eksplosif gunung api yang berukuruan 2mm-64mm. Selain
dari fragmen batuan , kadang-kadang terdiri dari mineral-mineral
augti, olivine, plagioklas.
4. Debu Gunung Api
Debu gunung api adalah batuan piroklastik yang berukuran
2mm-1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma
akibat erupsi eksplosif. Namun ada juga debu gunung berapi yang
terjadi karena proses penggesekan pada waktu erupsi gunung api.
Debu gunung api masih dalam keadaan belum terkonsolidasi, (
Endarto, Danang, 2005 ).

Endapan Piroklastik yang Terkonsolidasi (consolidated)

1. Breksi piroklastik
Breksi piroklastik adalah batuan yang disusun oleh block
block gunung api yang telah mengalami konsolidasi dalam
jumlah lebih 50 % serta mengandung lebih kurang 25 % lapili
dan abu.
2. Aglomerat
Aglomerat adalah batuan yang dibentuk oleh konsolidasi
material material dengan kandungan yang didominasi oleh
bomb gunung api dimana kandungan lapili dan abu kurang dari
25 %
3. Batu lapilli
Batu lapili adalah batuan yang dominant terdiri dari
fragmen lapili dengan ukuran 2 64 mm
4. Tuff
Tuff adalah endapan dari gunung api yang telah mengalami
konsolidasi, dengan kandungan abu mencapai 75 %. Macamnya:
tuff lapili, tuff aglomerat, tuff breksi piroklastik ( Endarto,
Danang, 2005 ).

Tabel 2.5 Klasifikasi Tuf (Tuffs/Ash) Schmid, 1981

lithic tuff- tuf didominasi oleh fragmen batuan


vitric tuff - tuf didominasi oleh pumis dan fragmen glas vulkanik
crystal tuff - tuf didominasi oleh fragmen kristal
Tabel 2.6. Classification and nomenclature of pyroclasts and well-sorted
pyroclastic deposits based on clast size (after Schmid, 1981).

<TBODY> Pyroclastic deposit


Clast size in Pyroclast Mainly consolidated
Mainly unconsolidated tephra
mm pyroclastic rock
agglomerate bed of blocks or bomb, agglomerate pyroclastic
> 64 bomb, block
block tephra breccia
64 to 2 lapillus layer, bed of lapilli or lapilli tephra lapilli tuff
coarse ash
2 to 1/16 coarse ash coarse (ash) tuff
grain
< 1/16 fine ash grain fine ash (dust) fine (ash) tuff </TBODY>

Campuran Piroklastik dan Epiklastik

Tabel 2.7 Terms to be used for mixed pyroclastic-epiclastic rocks (after Schmid,
1981,).
<TBODY>
Tuffites (mixed pyroclastic- Epiclastic (volcanic
Average clast size in Pyroclastic
epiclastic) and/or nonvolcanic)
mm.
Agglomerate,
Tuffaceous conglomerate,
> 64 pyroclastic Conglomerate, breccia
tuffaceous breccia
breccia
64 - 2 Lapilli tuff
2 - 1/16 coarse Tuffaceous sandstone Sandstone
1/16 - 1/256 fine Tuffaceous siltstone Siltstone
< 1/256 Tuffaceous mudstone, shale Mudstone, shale
Amount pyroclastic
100% to 75% 75% to 25% 25% to 0% </TBODY>
material
2.2.3. Dasar Penggolongan Ukuran Butir Menurut Wentworth, Dasar
Klasifikasi Batuan Sedimen Menurut Koesoemadinata
A. Dasar Penggolongan Ukuran Butir Menurut Wentworth

Dikenal umum dengan nama Skala Wentworth, skema ini


digunakan untuk klasifikasi materi partikel aggregate ( Udden 1914,
Wentworth 1922). Pembagian skala dibuat berdasarkan faktor 2 ; contoh
butiran pasir sedang berdiameter 0,25 mm 0,5 mm, pasir sangat kasar 1
mm 2 mm, dan seterusnya. Skala ini dipilih karena pembagian
menampilkan pencerminan distribusi alamipartikel sedimen;
sederhananya, blok besar hancur menjadi dua bagian,
danseterusnya.Empat pembagian dasar yang dikenalkan :
1. Lempung (< 4 m)
2. Lanau (4 m 63 m)
3. Pasir (63 m 2 mm)
4. Kerikil /aggregate (> 2 mm).

Tabel 2.8 Skala Wentworth

Skala phi adalah angka perwakilan pada skala Wentworth. Huruf


Yunani (phi) sering digunakan sebagai satuan skala ini. Dengan
menggunakan logaritma 2 ukuran butir dapat ditunjukkan pada skala phi
sebagai berikut : = - log 2 (diameter butir dalam mm). Tanda negatif
digunakan karenabiasa digunakan untuk mewakili ukuran butir pada
grafik, bahwa ukuran butir semakin menurun dari kanan ke kiri. Dengan
menggunakan rumus ini, butir yangberdiameter 1 mm adalah 0; 2mm
adalah -1, 4 mm adalah -2, dan seterusnya; ukuran butir yang semakin
menurun, 0,5 mm adalah +1, 0,25 mm adalah 2, dan seterusnya.

Berikut adalah ukuran yang terdapat dalam skala Wenworth :


1. Gravel, terbagi atas 4 bagian yakni :
Bolders/Bongkah (>256mm),
Cobble/Berangkal (64-256mm),
Pebble/Kerakal (4-64mm), dan
Grit/Granule/Butiran (2-4mm).

2. Sand, Pasir
Sangat Kasar (1-2mm),
Pasir Kasar (1/2-1mm),
Pasir Sedang(1/4-1/2mm),
Pasir Halus (1/8-1/4mm), dan
Pasir Sangat Halus(1/16-1/8mm)

3. Mud, terbagi atas 2 :


Silt/Lanau (1/256-1/6mm) dan
Clay/Lempung(<1/256mm)

Tabel 2.9 Skala Wentworth


Gambar 2.2 Komperator Besar Butir

Beberapa faktor yang juga sangat berpengaruh terhadap besar


butir ditentukan oleh:
Jenis pelapukan:
- Kimia = Butiran halus
- Mekanis = Butiran kasar
Macam transportasi
Waktu/jarak transportasi

B. Dasar Klasifikasi Batuan Sedimen Menurut Koesoemadinata

Batuan sedimen merupakan batuan yang dihasilkan dari


pengendapan yang berasal dari hasil sedimentasi mekanis (berasal dari
hasil rombakan batuan asal), sedimentasi kimiawi (hasil dari penguapan
larutan) dan sedimentasi organik (hasil dari akumulasi organik).

Batuan sedimen hasil sedimentasi mekanis terbentuk dalam suatu


siklus sedimentasi yang meliputi pelapukan, erosi, transportasi (media
transportasi berupa air, angin atau es), sedimentasi dan diagenesa. Proses
pelapukan merupakan pelapukan fisik maupun kimia yang terjadi pada
batuan asal (batuan beku, batuan metamorf maupun batuan sedimen yang
terbentuk terlbih dahulu.

Persentase penyebaran batuan sedimen di bumi ini hanya 5% dari


penyebaran batuan yang ada di bumi. Namun untuk keberadaannya di
permukaan bumi, batuan sedimen tersebar sangat luas hingga menutupi
75% dari luas permukaan bumi dengan ketebalan beberapa centimeter
sampai beberapa kilometer.

Berdasarkan proses pembentukannya, batuan sedimen dapat


digolongkan menjadi enam golongan yaitu : Golongan detritus kasar,
golongan detritus halus, golongan karbonat, golongan silika, golongan
evaporit, dan golongan batubara.

Tabel 2.10 Klasifikasi Batuan Sedimen (Koesoemadinata, 1985)


Golongan batuan sedimen utama serta proses-proses
pembentukannya. Berikut penjelasan dari masing-masing golongan
tersebut :

1. Golongan Detritus Kasar


Adalah bataun sedimen yang diendapkan dengan proses mekanis.
yang termasuk kedalam golongan ini diantaranya: breksi, konglomerat
dan batupasir. Lingkungan pengendapannya pada umumnya di
sungai (fluvial), kipas aluvial (aluvial van) dansub marine van.

2. Golongan Detritus Halus

Golongan ini pada umumnya diendapkan dilingkungan laut, dari


laut dangkal sampai laut dalam. yang termasuk ke dalam golongan ini
antara lain batuserpih (shale), batulanu (siltstone),
batulempung (claystone) dan napal.

3. Golongan Karbonat

Batuan golongan karbonat ini pada umumnya terbentuk dari


sekumpulan cangkang moluska, algae, foraminifera atau lainnya yang
bercangkang kapur. Jenis batuan ini banyak sekali, tergantung material
penyusunnya.

4. Golongan Silika

Batu jenis ini tersebar hanya dalam junlah sedikit dan terbatas.
Golongan batuan ini merupakan gabungan antara proses organik dan
kimiawi. Contoh batuan golongan ini adalah rijang (chert), radiolaria
dan diatom (diatomea).
5. Golongan Evaporit

Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut


yang tertutup dan syarat terjadinya batuan sedimen ini harus berada
pada air yang memiliki kandungan larutan kimia yang cukup pekat.
yang termasuk ke dalam golongan evaporit ini adalah gipsum, batu
garam, anhydrit dan lain-lain.

6. Golongan Batubara

Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik, seperti


tumbuhan yang telah mati dan kemudian terkubur di dalam tanah oleh
suatu lapisan yang tebal diatasnya sehingga tidak terjadi pelapukan.
Lingkungan pengendapan batubara biasanya di lingkungan rawa, delta
dan danau.

2.2.4. Dasar Klasifikasi Batuan Sedimen Karbonat Menurut Grabau, Folk,


Dunnham, Embry and Kloven
A. Menurut Grabau

Klasifikasi Grabau didasarkan pada karakteristik sederhana


dari suatu batugamping atau batuan karbonat, yaitu ukuran butir
penyusunnya (lihat tabel dibawah). Konsep dari klasifikasi ini
didasarkan pada metode umum seperti yang digunakan pada
klasifikasi batuan sedimen klastik. Konotasi genesa dari metode ini
terkait dengan kemungkinan tingkat energi pengendapan material
karbonat (Nichols, 1999).
Tabel 2.11 Dasar Klasifikasi Batuan Sedimen Karbonat Berdasarkan Ukuran
Butir Penyusunnya (Grabau, 1904)

B. Menurut Folk

Folk membuat klasifikasi berdasarkan apa yang dilihatnya melalui


mikroskop atau lebih bersifat deskriptif, sedangkan Dunham lebih melihat
batuan karbonat dari aspek deskriptif dan genesis, sehingga dalam
klasifikasinya tidak hanya mempertimbangkan kenampakan dibawah
mikroskop tetapi juga kenampakan lapangan (field observation).

Tabel 2.12 Dasar Klasifikasi Batuan Sedimen Karbonat (Folk, 1959)


Klasifikasi Folk menuntun kita untuk mendeskripsi batuan
karbonat tentang apa yang dilihat dan hanya sedikit untuk dapat
menginterpretasikan apa yang dideskripsi tersebut. Sebenarnya batuan
karbonat merupakan batuan yang mudah mengalami perubahan
(diagenesis) oleh karena itu studi tentang batuan karbonat tidak akan
memberikan hasil yang maksimal jika tidak mengetahui proses-proses
yang terjadi pada saat dan setelah batuan tersebut terbentuk. Kelemahan
klasifikasi Folk tersebut diperbaiki oleh Dunham dan membuat klasifikasi
baru dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

C. Menurut Dunham

Tabel 2.13 Dasar Klasifikasi Batuan Sedimen Karbonat (Dunham,1962)


Kriteria Dunham lebih condong pada fabrik batuan, misal mud
supported atau grain supported bila ibandingkan dengan komposisi batuan.
Variasi kelas-kelas dalam klasifikasi didasarkan pada perbandingan
kandungan lumpur. Dari perbandingan lumpur tersebut dijumpai 5
klasifikasi Dunham (1962). Nama nama tersebut dapat dikombinasikan
dengan jenis butiran dan mineraloginya. Batugamping dengan kandungan
beberapa butir (<10%) di dalam matriks lumpur karbonat disebut
mudstone dan bila mudstone tersebut mengandung butiran yang tidak
saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya apabila antar
butirannya saling bersinggungan disebut packstone / grainstone.

Packstone mempunyai tekstur grain supported dan punya matriks


mud. Dunham punya istilah Boundstone untuk batugamping dengan fabrik
yang mengindikasikan asal-usul komponenkomponennya yang direkatkan
bersama selama proses deposisi.

Klasifikasi Dunham (1962) punya kemudahan dan kesulitan.


Kemudahannya tidak perlu menentukan jenis butiran dengan detail karena
tidak menentukan dasar nama batuan. Kesulitannya adalah di dalam
sayatan petrografi, fabrik yang jadi dasar klasifikasi kadang tidak selalu
terlihat jelas karena di dalam sayatan hanya memberi kenampakan 2
dimensi, oleh karena itu harus dibayangkan bagaimana bentuk 3 dimensi
batuannya agar tidak salah tafsir. Pada klasifikasi Dunham (1962) istilah-
istilah yang muncul adalah grain dan mud. Nama-nama yang dipakai oleh
Dunham berdasarkan atas hubungan antara butir seperti mudstone,
packstone, grainstone, wackestone dan sebagainya. Istilah sparit
digunakan dalam Folk (1959) dan Dunham (1962) memiliki arti yang
sama yaitu sebagai semen dan sama-sama berasal dari presipitasi kimia
tetapi arti waktu pembentukannya berbeda.

Sparit pada klasifikasi Folk (1959) terbentuk bersamaan dengan


proses deposisi sebagai pengisi pori-pori. Sparit (semen) menurut Dunham
(1962) hadir setelah butiran ternedapkan. Bila kehadiran sparit memiliki
selang waktu, maka butiran akan ikut tersolusi sehingga dapat mengisi
grain. Peristiwa ini disebut post early diagenesis. Dasar yang dipakai oleh
Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik batuan. Bila
batuan bertekstur mud supporteddiinterpretasikan terbentuk pada energi
rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk
pada lingkungan berarus tenang. Sebaliknya grain supported hanya
terbentuk pada lingkungan dengan energi gelombang kuat sehingga hanya
komponen butiran yang dapat mengendap.

D. Menurut Embry and Klovan

Klasifikasi Embry dan Klovan (1971) merupakan pengembangan


dari klasifikasi Dunham (1962 dengan membagi batugamping menjadi dua
kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous limestone
berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat
secara organis selama proses deposisi.

Tabel 2.14 Dasar Klasifikasi Batuan Sedimen Karbonat (Embry dan Klovan,
1971)

Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry


dan Klovan (1971) telah dilakukan oleh Dunham (1%2) hanya saja tidak
terperinci. Dunham hanya memakainya sebagai dasar
pengklasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat
(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone)
ditegaskan. Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi
boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone, bindstone,dan
bafflestone, berdasarkan atas komponen utama terumbu yang berfungsi
sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok
batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm >10
%. Nama yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-
supported dan floatstone untuk matrix supported.

2.2.5. Dasar klasifikasi Batuan Metamorf

Table 2.16 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen,
1982).
Tabel 2.17 Klasifikasi Batuan Metamorf (ODunn dan Sill, 1986).

Anda mungkin juga menyukai