Anda di halaman 1dari 2

Interaksi obat pada proses distribusi

Obat didalam darah terikat oleh protein plasma. Albumin pada umumnya menikat obat-obat
asam lemah, namun beberapa basa lemah dan obat netral juga terikat oleh albumin. Obat basa
lemah pada umumnya terikat oleh AAG, meskipun protein ini juga dapat mengikat obat
netral sedangkan sebagian obat dapat terikat albumin, AAG dan lipoprotein.
Tabel Obat terikat protein plasma >70% (MacKichan,2006)

Untuk tiap obat atau senyawa endogen, afinitas dan selektivitas ikatannya dengan protein
plasma tidak sama sehingga masing-masing dapat berkompetisi terhadap tempat ikatan yang
sama pada protein. Pada albumin diketahui terdapat dua tempat ikatan yang kuat,tetapi
masing-masing dengan selektivitas berbeda terhadap obat. Namun untuk ketoprofen,
naproksen, indometasin, piroksikam dan tolbutamid, obat-obat tersebut dapat terikat pada dua
tempat ikatan albumin, belakangan ditemukan tempat ikatan ketiga pada albumin, mengikat
bilirubin, digitoksin dan tamoksifen.
Tabel contoh obat yang terikat pada tempat ikatan yang berbeda pada albumin
(Rowland&Tozer, 1995 : Mackichan,2006)

Pada tempat-tempat ikatan itu, ketika suatu obat telah terikat oleh protein plasma dapat terjadi
pendesakan oleh obat lain yang afinitas dan kadar lebih tinggi sehingga menyebabkan obat
yang tersedak menjadi bebas (tidak terikat protein) kemudian mengalami disposisi ke seluruh
tubuh termasuk reseptor. Akibat kenaikan fraksi bebas (fu) terhadap klirens obat, diterangkan
melalui persamaan 3.17 dan 3.18 dimana perubahan klirens juga terpengaruh oleh fraksi
bebas yang terdistribusi ke dalam jaringan. Kenaikan volume distribusi fraksi obat bebas
dapat meningkatkan kadarnya di reseptor. Pengaruh klinik yang nyata apabila kedua obat
yang berinteraksi diberikan secara berulang sehingga obat yang terdesak akan berada di
reseptor dan menampakkan aksinya secara konsisten. Namun, jika obat yang terdesak hanya
diberikan sekali-dua kali maka efek kliniknya tidak begitu nyata (Rowland&Tozer, 1995)
Tabel contoh pendesakan obat dari ikatannya dengan protein plasma menyebabkan
obat yang terdesak menjadi bebas dan terdisposisi (MacKichan,2006)
Selain karena pendesakan oleh obat lain, kenaikan fraksi bebas juga terjadi pada
hipoalbuminemia baik pada kondisi patologik atau fisiologik diantaranya hepatitis virus akut,
sirosis hepatikus, gangguan/gagal ginjal, kanker, infeksi HIV, hipertiroidisme, artritis
reumatoid, kehamilan (Tozer:1984:Mackhican,2006). Jika peristiwa tersebut diatas terjadi
pada keadaan hipoalbuminemia atau hipo-AAG, dimana obat yang terdesak (obat dlm bentuk
bebas) secara konsisten berada dalam kadar yang lebih besar
Tabel hubungan antara kondisi patologik dan perubahan ikatan protein plasma
terhadap obat (Tozer, 1984: MacKichan, 2006)

Dari tabel tersebut nampak bahwa berbagai jenis penyakit dapat mengubah fraksi obat bebas,
karena terjadi penurun atau kenaikan kadar albumin dan AAG. Berkebalikan dengan
penurunan kadar protein plasma, kenaikan kadar albumin dan/atau AAG meningkatkan fraksi
obat yang terikat sehingga mengurangi fraksi bebas yang terdisposisi termasuk yang menuju
ke target obat (reseptor) akibat nya mengurangi efek obat jika diberikan pada dosis yang
sama. Hal ini disebabkan karena hanya fraksi obat bebas (protein unbound) yang dapat
terdisposisi ke seluruh tubuh. Untuk AAG kondisi trauma atau stres fisiologik dapat
meningkatkan kadarnya sampai 4-5 kali dari kondisi normal, menyebabkan kenaikan
kapasitas ikatannya terhadap obat sehingga mengakibatkan penurunan fraksi obat bebas. Hal
ini terjadi pada kinidin dan karbamazepin setelah operasi bedah. Kinidin dan imipra-min
pada pasien gagal jantung, alfentanil ,diltiazem, disopiramid, lidokain, dan propanolol pada
infark otot jantung akut, propanolol dan CPZ pada penyakit Crohns dan alfentanil pada
pasien luka bakar (Tozer, 1984:MacKichan,2006)

Perubahan ikatan protein plasma dan jaringan


Parameter farmakokinetik yang berubah karena perubahan ikatan protein plasma dan jaringan
ialah klirens, volume distribusi pada keadaan tunak (Vss) dan waktu paro eliminasi sehingga
mewujud pada perubahan profil kadar obat total (terikat+tak terikat protein) dan obat bebas di
dalam darah pada pemberian berulang. Perubahan ini pada gilirannya memerlukan
penyesuaian dosis atau memerlukan penafsiran yang benar jika yang di pantau adalah kadar
obat total. Idealnya untuk menerangkan disposisi obat digunakan sampel darah, tetapi jika
digunakan plasma ataus serum

Anda mungkin juga menyukai