Anda di halaman 1dari 13

GEJALA MEDAN TINGGI

OLEH :
MUH. IDRIS
10582 203 08
TEK. ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2011
1. PENDAHULUAN

Isolasi memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem tenaga listrik. Isolasi diperlukan untuk
memisahkan bagian yang bertegangan dengan yang tidak bertegangan sehingga tidak terjadi lompatan
listrik atau percikan diantaranya. Bahan isolasi akan menunjukkan sifatnya bila dipengaruhi medan
listrik. Minyak merupakan salah satu bahan isolasi yang termasuk dalam bahan dielektrik. Tegangan
tembus isolasi merupakan tegangan yang mampu merusak ketahanan isolasi dari suatu bahan isolasi.
Begitu juga dengan peristiwa korona yang merupakan salah satu fenomena dari tegangan tinggi.
Selain itu juga, untuk mengetahui karakteristik dari kedua permasalahan tersebut yaitu peristiwa
tegangan tembus dan korona maka dilakukan pengujian dengan menggunakan elektroda jarum-plat.
Dengan sumber tegangan tinggi AC (Alternating Current) dan tegangan tinggi DC (Direct Current).
Pemilihan elektroda jarum untuk memudahkan pengamatan saat pengujian .

2. FENOMENA PRE-BREAKDOWN
2.1. Isolasi Cair
Isolasi cair memiliki dua fungsi yaitu sebagai pemisah antara bagian yang bertegangan dan juga
sebagai pendingin sehingga banyak digunakan pada peralatan seperti transformator, pemutus
tenaga, switch gear.

2.1.1 Karakteristik Isolasi Cair


Pada dasarnya dielektrik cair harus memiliki sifat dielektrik yang baik, mempunyai karakteristik
perpindahan panas yang bagus dan memiliki struktur kimia yang stabil saat pengoperasian.
a. Sifat Listrik
Sifat-sifat listrik yang sangat penting dalam menentukan kinerja dielektrik dari dielektrik cair adalah :
i. Withstand Breakdown kemampuan untuk tidak mengalami ketembusan dalam kondisi tekanan
listrik (electric stress) yang tinggi.
ii. Resistivitas : suatu cairan dapat digolongkan sebagai isolasi cair bila resistivitasnya lebih besar
dari 109 ohm-meter. Resistivitas yang diperlukan pada sistem tegangan tinggi untuk material
isolasi adalah 1016 ohm-meter atau lebih.
b. Karakteristik Perpindahan Panas
Pada peralatan yang terisi oleh isolasi cair (transformer, kabel, circuit breaker, dll) perpindahan panas
biasanya dipengaruhi oleh konveksi. faktor utama yang mengontrol perpindahan panas adalah
konduktivitas termal dan viskositas. Semakin tinggi nilai dari konduktivitas termal maka semakin
dapat digunakan pada peralatan sebagaimana dapat dioperasikan secara berkelanjutan pada temperatur
yang tinggi. Pada penggunaan yang lain, nilai konduktivitas termal yang rendah dan nilai viskositas
yang tinggi dapat menjadi penyebab terjadinya pemanasan berlebihan pada area tertentu.
c. Kestabilan Kimiawi
Pada penggunaannya, isolasi cair yang terkena tekanan termal dan listrik karena adanya material
seperti O2, air, serat dan hasil-hasil dari pemisahan bahan isolasi padat. Hal tersebut bisa
mempengaruhi kestabilan dari rantai kimia dari isolasi cair.

2.1.2 Mekanisme Kegagalan Isolasi Cair


Ada beberapa alasan mengapa isolasi cair digunakan antara lain yang pertama adalah isolasi cair
memiliki kerapatan 1000 kali atau lebih dibandingkan dengan isolasi gas, sehingga memiliki kekuatan
dielektrik yang lebih tinggi menurut hukum Paschen. Kedua isolasi cair akan mengis celah atau ruang
yang akan diisolasi dan secara serentak melalui proses konversi menghilangkan panas yang timbul
akibat rugi energi. Ketiga isolasi cair cenderung dapat memperbaiki diri sendiri (self healing) jika terjadi
pelepasan muatan (discharge). Namun kekurangan utama isolasi cair adalah mudah terkontaminasi.
Terdapat beberapa macam faktor yang diperkirakan mempengaruhi kegagalan minyak
transformator seperti luas daerah elektroda, jarak celah (gap spacing), pendinginan, perawatan sebelum
pemakaian (elektroda dan minyak), pengaruh kekuatan dielektrik dari minyak transformator yang diukur
serta kondisi pengujian atau minyak transformator itu sendiri juga mempengaruhi kekuatan dielektrik
minyak transformator.
Kegagalan isolasi (insulation breakdown, insulation failure) disebabkan karena beberapa hal antara
lain isolasi tersebut sudah lama dipakai, berkurangnya kekuatan dielektrik dan karena isolasi tersebut
dikenakan tegangan lebih. Pada prinsipnya tegangan pada isolator merupakan suatu tarikan atau tekanan
(stress) yang harus dilawan oleh gaya dalam isolator itu sendiri agar supaya isolator tidak tembus.
Dalam struktur molekul material isolasi, elektron - elektron terikat erat pada molekulnya, dan
ikatan ini mengadakan perlawanan terhadap tekanan yang disebabkan oleh adanya tegangan. Bila ikatan
ini putus pada suatu tempat maka sifat isolasi pada tempat itu hilang. Bila pada bahan isolasi tersebut
diberikan tegangan akan terjadi perpindahan elektron-elektron dari suatu molekul ke molekul lainnya
sehingga timbul arus konduksi atau arus bocor. Karakteristik isolator akan berubah bila material tersebut
kemasukan suatu ketidakmurnian (impurity) seperti adanya arang atau kelembaban dalam isolasi yang
dapat menurunkan tegangan tembus.
Mekanisme Streamer Breakdown menjelaskan mengenai pengembangan pelepasan percikan
langsung dari banjiran tunggal di mana muatan ruang (space charge) yang terjadi karena banjiran itu
sendiri mengubah banjiran tersebut menjadi streamer plasma. Sesudah itu kehantaran naik
dengan cepat, dan kegagalan terjadi dalam alur banjiran ini.
Ciri utama teori kegagalan streamer adalah postulasi sejumlah besar fotoionisasi molekul dalam
ruang di depan streamer dan pembesaran medan listrik setempat oleh muatan ruang ion pada ujung
elektroda.

Gambar 1. Distribusi Bidang Listrik pada Bidang Gap Non-Uniform

2.2. Fenomena Korona


Korona merupakan proses dimana arus, mungkin diteruskan, muncul dari sebuah elektroda
berpotensial tinggi di dalam sebuah fluida yang netral, dengan mengionisasi fluida hingga menciptakan
plasma di sekitar elektroda. Bila dua kawat sejajar yang penampangnya kecil dibandingkan dengan jarak
antar kawat tersebut diberi tegangan, maka akan terjadi korona. Pada tegangan yang cukup rendah tidak
terlihat apa-apa, bila tegangan dinaikkan maka akan tejadikorona secara bertahap. Pertama kali, kawat
kelihatan bercahaya yang berwarna ungu muda, mengeluarkan suara berdesis (hissing) dan berbau ozon.
Jika tegangan dinaikkan terus, maka karakteristik diatas akan terlihat semakin jelas, terutama pada
bagian yang kasar, runcing atau kotor serta cahaya bertambah besar dan terang. Bila tegangan masih
terus dinaikkan akan terjadi busur api.
Korona bisa bermuatan positif atau negatif. Hal ini ditentukan oleh polaritas tegangan di elektroda
yang kelengkungannya tinggi. Jika elektroda bemuatan positif berkenaan dengan elektoda rata
terciptalah korona positif, tapi jika negatif yang tercipta adalah korona negatif.
Inception Voltage korona atau tegangan awal korona didefinisikan sebagai tegangan yang terukur
pada saat terjadi lucutan pertama kali saat pengujian dilakukan. Definisi ini sebagai acuan untuk
mendapatkan nilai inception voltage secara langsung, dikarenakan pada pengujiannya tidak digunakan
oscilloscope untuk mendapatkan sinyal yang menunjukkan awal terjadi korona.

3. PENGUJIAN
3.1. Elektroda
Elektroda yang digunakan dalam pengujian ini adalah elektroda jarum-plat. Elektroda ini terbuat
dari bahan stainless steel. Elektroda jarum di manfaatkan sebagai anoda sedangkan elektroda plat
sebagai katodanya. Diameter dari elektroda jarum yang digunakan yaitu 1.0, 1.5 dan 2.0 mm.

3.2. Minyak Isolasi


Jenis minyak isolasi yang digunakan sebagai bahan uji pada penelitian ini adalah TRANSFORMER
OIL POWEROIL TO 1020 60U yang di produksi oleh APAR INDUSTRIES LTD. Dibutukan 3 liter
minyak trafo untuk mengisi tempat pengujian.

Gambar 2. Elektroda Jarum dan Elektroda Plat

Gambar 3. Elektroda Set


Gambar 4. Rangkaian Pengujian Tegangan Tinggi AC

Gambar 5. Rangkaian Pengujian Tegangan Tinggi DC

Gambar 6. Skema Pengujian


3.3. Rangkaian Pengujian
Rangkaian pembangkitan yang digunakan adalah rangkaian pengujian tegangan AC dan DC
(gambar 4 dan 5). Rangkaian tersebut yang digunakan untuk mengetahui tegangan tembus dan nilai
korona (inception Voltage) agar dapat diketahui karakteristiknya. Elektroda plat dan jarum di susun pada
elektroda set seperti gambar 3.

3.4. Langkah-Langkah Pengujian


Pengujian dilakukan di laboratorium Tegangan Tinggi milik Teknik Elektro ITS, dengan
menggunakan tegangan tinggi AC dan DC. Langkah-langkah pengujian dibagi menjadi 3 (tiga) tahap
yaitu tahap persiapan, tahap pengujian dan tahap akhir pengujian, dimana prosesnya yaitu: Menyiapkan
peralatan test ( elektroda set, perlengkapan utama pembangkitan tegangan tinggi), kemudian
menyusunnya menjadi rangkaian seperti gambar 6 yaitu rangkaian pembangkitan tegangan tinggi.
Sebelum dilakukan pengujian maka sebaiknya peralatan test dibersihkan dari kotoran dan debu,. Setelah
dipastikan bersih maka jarak sela kedua elektroda dapat di atur. Setelah persiapan selesai maka akan
dilakukan pengujian dengan langkah-langkah yaitu Mengatur Test Method dari kontrol box pada posisi
AC atau DC dengan menggunakan bat-handle switch, kemudian menempatkan charging range pengatur
tegangan pada kedudukan 0%. Aktifkan kontrol box. Kemudian mengatur tegangan melalui
transformator pengatur tegangan secara perlahan sampai didapatkan nilai inception Voltage korona dan
tegangan tembus (Streamer breakdown voltage). Catat nilai tegangan tembusnya.

4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

4.1. Hasil Pengujian


Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap jarak sela yang dibuat berbeda dan dengan
ukuran elektroda yang berbeda-beda juga. Hasil dari pengujian diperoleh rata-rata nilai inception voltage
dan tegangan tembus (streamer breakdown) adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Rata-rata Nilai Inception Voltage Korona Tegangan Tinggi AC

Jarak Sela Inception Voltage Korona (kV)


No
( cm ) 1.0 mm 1.5 mm 2.0 mm
1 1 16,6 17,4 20
2 2 28 30 33,2
3 3 35,2 38,4 39,4

Tabel 2. Rata-rata Nilai Inception Voltage Korona Tegangan Tinggi DC

Jarak Sela Inception Voltage Korona (kV)


No
( cm ) 1.0 mm 1.5 mm 2.0 mm
1 1 26,6 28,4 32,2
2 2 43,4 47,2 48,6
3 3 58,4 64 66

Tabel 3. Rata-rata Nilai Tembus Tegangan Tinggi AC

Jarak Sela Streamer Breakdown (kV)


No
( cm ) 1.0 mm 1.5 mm 2.0 mm
1 1 18,2 19,8 22,6
2 2 32,6 34,4 37
3 3 38,8 41,6 43,2

Tabel 4. Rata-rata Nilai Tembus Tegangan Tinggi DC

Jarak Sela Streamer Breakdown (kV)


No
( cm ) 1.0 mm 1.5 mm 2.0 mm
1 1 29,2 31,6 35
2 2 46 49,8 52,4
3 3 60,6 65,8 70,2

4.2. Analisis Hasil Pengujian

Pada gambar 7-10 adalah salah satu contoh hasil pengujian untuk memperoleh karakteristik korona
dan Tegangan tembus (Streamer Breakdown Voltage).
Elektroda set mulai diberikan tegangan, disini akan terlihat arus minyak yang berputar disekitar
elektroda karena pengaruh medan yang kuat. Tegangan semakin dinaikkan dan pada tegangan terukur 30
kV muncul flashover untuk pertama kali atau dikenal dengan istilah Inception Voltage. Pada saat
Inception Voltage, maka pada saat itulah kekuatan dielektrik cair untuk menahan tegangan tembus
seperti pada gambar 8.
Pada saat tegangan semakin diperbesar menjadi 34 kV maka terjadi peristiwa tembus atau Streamer
Breakdown Voltage. Tegangan saat terjadi peristiwa tembus dicatat sebagai tegangan tembus seperti
terlihat pada gambar 9.
Setelah terjadi flashover akan muncul gelembung- gelembung gas (Gambar 10), Gelembung ini
muncul akibat proses ionisasi dalam isolasi minyak. Gelembung-gelembung ini juga akan
mempengaruhi Streamer Breakdown Voltage.
Berdasarkan grafik Gambar 11 dan gambar 12 maka dari hasil pengujian grafik bergerak secara
linear, grafik ini juga menunjukkan pengaruh besarnya ujung permukaan elektroda yaitu untuk elektroda
jarum dengan ukuran 1.0 ; 1.5 dan 2.0 mm terhadap Inception Voltage korona.
Dimana semakin besar ukuran ujung permukaan elektroda maka makin besar tegangan yang
diperlukan untuk mencapai peristiwa korona, begitu juga semakin besar jarak sela maka semakin besar
juga nilai Inception Voltage, hal ini berarti bahwa nilai inception voltage korona dipengaruhi oleh :
1. Besar ujung permukaan (tip) dari elektroda
2. Jarak sela elektroda dengan elektroda lainnya
Perbedaannya pada nilai Inception Voltage tegangan tinggi DC lebih tinggi dari nilai Inception
Voltage tegangan tinggi AC. Hal itu disebabkan oleh perbedaan muatan, dimana pada tegangan tinggi
DC hanya muatan positif, sedangkan pada tegangan tinggi AC terdapat muatan positif dan negatif.

Gambar 7. Elektroda Set dalam Minyak Isolasi

Gambar 8. Inception Voltage Corona


Gambar 9. Streamer Breakdown Voltage

Gambar 10. Gelembung-Gelembung Gas

Gambar 11. Grafik Karakteristik Inception Voltage Korona dengan Tegangan Tinggi AC

Gambar 12. Grafik Karakteristik Inception Voltage Korona dengan Tegangan Tinggi DC
Gambar 13. Grafik Karakteristik Tegangan Tembus (Streamer Breakdown Voltage) dengan Tegangan
Tinggi AC

Gambar 14. Grafik Karakteristik Tegangan Tembus (Streamer Breakdown Voltage) dengan Tegangan
Tinggi DC

Sedangkan berdasarkan grafik Gambar 12 dan 13 dapat diketahui bahwa tegangan tembus
(Streamer Breakdown Voltage) pada isolasi minyak dengan ukuran elektroda yang berbeda-beda yaitu
1.0 mm, 1.5 mm dan 2.0 mm cenderung meningkat. Dimana elektroda dengan ukuran diameter lebih
besar (2.0 mm) memerlukan tegangan yang lebih besar untuk mencapai peristiwa kegagalan begitu juga
halnya jika jarak sela ditambahkan maka peristiwa untuk mencapai tegangan tembusnya juga
membutuhkan tegangan semakin besar. Hal ini terjadi karena semakin besar jarak sela maka semakin
tebal juga kerapatan minyak sebagai media isolasinya.

4.3. Efek Kestabilan Korona (Corona Stabilization Effect)


Efek kestabilan korona dapat diketahui dengan membandingkan antara nilai Inception Voltage
korona dengan nilai tegangan tembus (Streamer Breakdown Voltage) pada kondisi masing-masing
elektroda.

4.3.1 Efek Kestabilan Korona (Corona Stabilization Effect) dengan Tegangan Tinggi AC

Gambar 15. Grafik Perbandingan nilai Inception Voltage Korona dengan nilai Tegangan Tembus
Elektroda 2.0 mm Tegangan Tinggi AC
4.3.2 Efek Kestabilan Korona (Corona Stabilization Effect) dengan Tegangan Tinggi DC
Gambar 16. Grafik Perbandingan Inception Voltage Korona dengannilai Tegangan Tembus Elektroda
2,0 mm Tegangan Tinggi DC

Berdasarkan grafik Gambar 15 dan 16; Pada elektroda2.0 mm mempunyai rentang yang cukup
kecil pada sela 1cm, lalu rentang jarak semakin besar seiring dengan bertambahnya jarak sela. Jadi
semakin memiliki rentang yang lebih besar maka corona stabilization effect semakin tidak efektif, hal
itu berarti bahwa distribusi medan makin tidak uniform menyebabkan muatan ruangnya semakin
besar sehingga menekan perkembangan korona atau memerlukan lebih besar lagi tegangan untuk
terjadinya korona dan tegangan tembusnya. Hal ini juga berlaku pada elektroda 1.0 mm dan 1.5 mm.

4.4. Mekanisme Streamer Breakdown Voltage


Saat elektroda diberikan tegangan maka akan terjadi medan disekitar elektroda, semakin besar
tegangan yang di berikan maka medan akan semakin kuat. Bila tegangan yang diberikan sudah
melampaui batas kekuatan isolasi minyak, maka akan muncul lucutan korona yang pertama kali
(Inception Voltage) seperti dalam gambar 17.
Setelah terjadi Inception Voltage, maka akan terbentuk gelembung-gelembung gas di sekitar
elektroda. Gelembung ini tercipta akibat dari reaksi kimia yang terjadi didalam minyak. Karena
pengaruh tegangan yang kuat maka beberapa molekul minyak akan terionisasi, dan melepas gas.
Ternyata gelembung gas tersebut tidak menghilang dengan cepat, tetapi masih terpencar di kedua
ujung elektroda. Dan gelembung-gelembung tersebut pecah menjadi gelembung yang lebih kecil lagi
(micro-bubles). Hal ini akan menyebabkan semakin cepatnya timbul Steamer Breakdown Voltage.
Karena pengaruh medan yang kuat diantara elekroda maka gelembung-gelembung gas dalam cairan
tersebut akan berubah menjadi memanjang searah dengan medan. Gelembung-gelembung tersebut akan
saling sambung menyambung dan membentuk jembatan yang akhirnya akan mengawali terjadinya
kegagalan seperti dalam gambar 18.
Jika sudah terbentuk jembatan gelembung tersebut, maka untuk lucutan korona berikutnya akan
menjadi lebih cepat lagi sehingga terjadilah Streamer Breakdown Voltage seperti gambar 19.
Jadi gelembung gelembung tersebut sangat mempengaruhi Streamer Breakdown menjadi lebih
cepat disamping faktor-faktor yang mempengaruhi tegangan tembus seperti tipe minyak isolasi,
temperatur dan tekanan, dan butiran butiran padat akibat ketidakmurnian dari isolasi cair. Gambar 20
dan 21 adalah gambar terbaik yang didapatkan selama pengujian.

Gambar 17. Inception Voltage Corona


Gambar 18. Lucutan Korona pada Gelembung

Gambar 19. Streamer Breakdown Voltage

Gambar 20. Streamer Breakdown pada elektroda 1 mm tegangan AC

Gambar 21. Streamer Breakdown pada elektroda 2 mm tegangan DC

Gambar 22. Cacat pada Elektroda

4.5. Efek Mekanik Korona


Selain menimbulkan gelembung-gelembung gas, korona juga menghasilkan beberapa efek
mekanik, yaitu terjadinya lubang pada elektroda datar yang bisa dilihat pada gambar 22.
Gambar 23. Perbedaan Elektroda Sebelum dan Sesudah Percobaan

Pada gambar tersebut sangat terlihat jelas goresan-goresan bulat yang terjadi karena terkena korona
Dari gambar 22 dapat diketahui juga bahwa korona tidak mengarah pada satu titik saja, lucutan korona
bisa terjadi di beberapa titik. Jika dibandingkan dengan elektroda datar yang belum terkena korona.
Maka perbandingan permukaannya akan sangat terlihat jelas, dimana elektroda datar yang belum terkena
korona masih terlihat sangat halus dan elektroda datar yang sudah terkena korona penuh akan goresan
seperti yang ada pada gambar 23.

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Semakin besar diameter ujung elektroda maka semakin besar juga nilai Inception Voltage dan
Streamer Breakdown Voltage.
2. Efek kestabilan korona atau corona stabilization effect dipengaruhi juga oleh besarnya
permukaan elektroda tersebut. Dimana semakin besar permukaannya maka corona stabilization
effect semakin tidak efektif , hal ini disebabkan karena semakin besar muatan ruangnya sehingga
menghambat terjadinya korona
3. Gelembung-gelembung gas mempunyai pengaruh pada peristiwa terjadinya tegangan tembus
(Streamer Breakdown Voltage) dimana gelembung tersebut akan mempercepat proses terjadinya
Streamer Breakdown, karena gelembung-gelembung gas tersebut memilki kekuatan dielektrik
yang lebih rendah dari minyak.

5.2 Saran
1. Pada tugas akhir ini pengujian dilakukan untuk 3 jarak sela yang berbeda, selanjutnya dapat
dilakukan pengujian dengan lebih banyak variasi jarak untuk mengetahui lebih detail gejala pre-
brekdown pada isolasi minyak.
2. Untuk pengembangan lebih lanjut dapat dilakukan analisa yang sama untuk jenis isolasi berbeda
3. Dapat dijadikan dasar perbandingan pengujian dengan isolasi yang sama namun dengan
memperhatikan kondisi suhu dan temperatur yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai