Anda di halaman 1dari 7

GANGGUAN KESEHATAN MULUT AKIBAT MENYIRIH

1. Pengertian Menyirih
Menyirih merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang ada di
masyarakat yang secara turun temurun dilakukan. Sirih adalah jenis tumbuhan yang
mirip dengan tanaman lada, dengan nama ilmiahnya adalah Piper Betle. L, dan ada
beberapa daerah di Indonesia memberikan nama lain terhadap sirih yaitu Suruh, Sedah
(Jawa), Seureuh (Sunda), Ranup (Aceh), Belo (Batak Karo), Cambai (Lampung), Uwit
(Dayak), dan Afo (Nias).1 Menyirih merupakan proses meramu campuran dari unsur-
unsur yang telah terpilih yang dibungkus dalam daun sirih kemudian dikunyah dalam
waktu beberapa menit. Menyirih dilakukan dengan cara yang berbeda dari satu negara
dengan negara lainnya dan satu daerah dengan daerah lainnya dalam satu negara.
Meskipun begitu komposisi terbesar relatif konsisten, yang terdiri dari biji buah pinang,
daun sirih, kapur dan gambir.2 Menyirih merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh
berbagai suku di Indonesia. Kebiasaan ini merupakan tradisi yang dilakukan turun-
temurun pada sebagian besar penduduk di pedesaan yang mulanya berkaitan erat dengan
adat kebiasaan masyarakat setempat. Pada mulanya menyirih digunakan sebagai suguhan
kehormatan untuk orang-orang/tamu-tamu yang dihormati pada upacara pertemuan atau
pesta pernikahan. Dalam perkembangannya menyirih menjadi kebiasaan memamah
selingan di saat-saat santai. Beberapa pengkonsumsi sirih melakukan setiap hari
sementara orang lain mungkin makan sirih sesekali. Frekuensi menyirih mungkin
berkaitan dengan beberapa faktor, seperti: pekerjaan dan pertimbangan sosial ekonomi.1
Para pengunyah sirih memiliki alasan dan sebab mengapa kebiasaan tersebut dilakukan
secara terus menerus. Dilaporkan bahwa mengunyah sirih memiliki beberapa pengaruh
yang menjadi daya tarik pada para penggunanya seperti efek stimulant atau efek
euphoria, efek untuk menstimulasi air ludah, obat untuk saluran pernapasan,
menghilangkan rasa lapar serta kemungkinan memiliki efek untuk menguatkan gigi serta
gusi dan sebagai penyegar nafas. Kepercayaan bahwa mengunyah sirih dapat melawan
penyakit mulut kemungkinan telah benar-benar mendarah daging diantara para
penggunanya.1
2. Bahan yang digunakan untuk Menyirih
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk menyirih adalah daun sirih, gambir, kapur
sirih dan buah pinang.
a. Daun sirih
Sirih termasuk jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain.
Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung dengan ukuran panjang antara 8-12 cm,
lebar antara 10-15 cm dan tangkai agak panjang. Daun sirih biasanya digunakan
sebagai pembungkus untuk menyirih. Dulu, daun sirih digunakan juga sebagai obat
kumur bagi yang sakit gigi, gargarisma bagi orang yang sakit tenggorokan dan bahkan
obat cuci mata bagi orang yang sakit mata.3 Selain itu, dapat digunakan sebagai obat
sariawan, abses rongga mulut, luka bekas cabut gigi dan penghilang bau mulut.4
Komponen yang terurai dari daun sirih adalah eugenol (26,8%-42,5%), eugenol metir
eter (8,2%-15,85%), kariofilen (6,2%-11,9%), kavikol (5,1%-8,2%) dan antifungi
karvakol (4,8%). Daun sirih bersifat bakteriostatik terhadap S. mutans, yang
merupakan salah satu bakteri penyebab karies dalam mulut. Efek bakteriostatik dari
daun sirih disebabkan oleh komponen yang terurai yaitu kavikol yang memiliki efek
lima kali lebih besar dari fenol.5 Daun sirih mengandung phenolic yang menstimulasi
katekolamin, sehingga mempengaruhi fungsi simpatik dan parasimpatik. Daun sirih
juga memiliki manfaat sebagai bahan obat, antara lain sebagai obat batuk,
menghilangkan bau badan, keputihan dan sebagainya. Bahkan, rebusan daun sirih
juga sangat bermanfaat untuk obat sariawan, pelancar dahak, pencuci luka dan obat
gatal-gatal.6
b. Gambir
Gambir merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan dan di tempat-tempat lain
yang bertanah agak miring dan cukup mendapatkan sinar matahari. Gambir yang kita
kenal biasanya dalam bentuk ekstrak kering yang diambil dari daun dan ranting.
Tanaman ini mengandung zat lemak yaitu catechin yang bersifat anti-oksidan.7 Pada
masyarakat tradisional di berbagai daerah, gambir merupakan bahan tambahan untuk
menyirih. Selain untuk menambah rasa, gambir juga memberi manfaat lain, yaitu
untuk mencegah berbagai penyakit di daerah kerongkongan. Gambir juga digunakan
untuk mencuci luka bakar dan luka pada penyakit kudis. Selain itu digunakan untuk
menghentikan diare, tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari bukan sekedar
menghentikan diare tetapi akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama
beberapa hari. Gambir dapat mengakibatkan atrisi dan abrasi pada gigi karena adanya
kandungan yang bersifat abrasif yaitu catechin .8
c. Kapur sirih
Kapur atau curam (kapur mati) berwarna putih kilat seperti krim yang dihasilkan dari
cengkerang siput laut yang telah dibakar. Hasil dari debu cengkerang tersebut
dicampur dengan air untuk memudahkan pada saat kapur disapukan keatas daun
sirih.7 Penggunaan kapur sirih dapat menyebabkan penyakit periodontal. Penyebab
terbentuknya penyakit periodontal adalah karang gigi akibat stagnasi saliva penguyah
sirih karana adanya kapur. Gabugan kapur dan pinang mengakibatkan respon primer
terhadap formasi oksigen reaktif dan mungkin mengakibatkan kerusakan oksidatif
pada DNA di bukal mukosa penyirih.8
d. Buah pinang
Pinang adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian
timur. Pinang terutama ditanam untuk dimanfaatkan bijinya, yang di dunia Barat
dikenal sebagai betel nut. Biji ini dikenal sebagai salah satu campuran orang makan
sirih, selain gambir dan kapur.7 Secara tradisonal, biji pinang (Areca catecu) sudah
digunakan secara luas sejak ratusan tahun lalu. Penggunaan paling populer adalah
kegiatan menyirih dengan bahan campuran biji pinang, daun sirih, dan kapur. Ada
juga yang mencampurnya dengan tembakau. Sebelum dikonsumsi, pinang diproses
terlebih dahulu dengan dibakar, dijemur, dan dipanaskan. Pinang diduga dapat
menghasilkan rasa senang, rasa lebih baik, sensasi hangat di tubuh, keringat,
menembah saliva, menambah stamina kerja, menahan rasa lapar. Selain tersebut di
atas, pinang juga mempengaruhi sistem saraf pusat dan otonom.8 Komponen penting
dari pinang adalah tannin (11-26%) dan alkoloid (0,15-0,67%). Sedangkan komposisi
kecilnya adalah arakaidin, guakin guvokalin, dan arekolidin (kandungan alkoloid
terbesar), yang dapat digunakan sebagai obat cacing. Namun penggunaan pinang
berlebihan justru membahayakan kesehatan. Karena arekolin merupakan senyawa
alkoloid aktif yang mempengaruhi syaraf parasimpatik dengan merangsang reseptor
muskarinik dan nikotinik sehingga harus digunakan dalam jumlah kecil. Sebanyak 2
mg arekolin murni sudah dapat menimbulkan efek stimulan yang kuat, sehingga dosis
yang dianjurkan tidak melebihi 5 mg untuk sekali pakai. Penggunaan serbuk biji
sebaiknya tidak lebih dari 4 kg untuk sekali pakai. Jika digunakan pada dosis 8 g,
akan segera berakibat fatal karena arekolin bersifat sebagai sitoksik dan sastatik kuat.
Secara in vitro (dalam tabung reaksi), penggunaan arekolin dengan konsentrasi 0,042
mM (milimol) mengakibatkan penurunan daya hidup sel serta penurunan kecepatan
sintesis DNA dan protein. Arekolin juga menyebabkan terjadinya kegagalan
glutationa, yaitu sejenis enzim yang berfungsi melindungi sel dari efek merugikan.8
Biji pinang juga mengandung senyawa golongan fenolik dalam jumlah relatif tinggi.
Selama proses pengunyahan biji pinang di mulut, oksigen reaktif (radikal bebas) akan
terbentuk senyawa fenolik itu. Adanya kapur sirih yang menciptakan kondisi pH
alkali akan lebih merangsang pembentukan oksigen reaktif itu. Oksigen reaktif inilah
salah satu penyebab terjadinya kerusakan DNA atau genetik sel epiteltial dalam
mulut.8 Kandungan berbahaya lain pada biji pinang adalah senyawa turunan nitroso,
yaitu N-nitrosoguvakolina, N-nitrosoguvasina, 3-(N-nitrosometilamino)
propinaldehidida dan 3-(N-nitrosometillamino) propianitrile. Keempat turunan
nitroso ini merupakan senyawa bersifat sitotosik (meracuni sel) dan geneositoksik
(meracuni gen) pada sel ephithial buccal, dan dapat juka menyebabkan terjadinya
tumor pada pankreas, paru-paru dan hati. Pada hewan percobaan, senyawa nitroso biji
pinang juga terbukti dapat menyebabkan efek diabetogenik yaitu pemunculan diabetes
secara spontan.8
Daun sirih, gambir, kapur sirih dan buah pinang merupakan bahan-bahan yang lebih
sering digunakan. Selain bahan-bahan tersebut, terkadang ditambahkan juga cengkeh
(Eugenia Aromatica) atau kayu manis (Cinnamomum SeylanicumB1) dan tembakau
(Nicotiana Tabaccum L) yang hanya digunakan sebagai sugi atau susur dan tidak
dimasukkan dalam ramuan yang dikunyah.7

3. Frekuensi dan Lama Menyirih


Menyirih berkaitan dengan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat tertentu.
Kuantitas, frekuensi dan usia saat mulai menyirih bergantung oleh tradisi setempat.
Beberapa pengunyah sirih melakukannya setiap hari, sementara orang lain mungkin
menguyah sirih sesekali. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lim (2007) di Kecamatan
Pancur Batu dijumpai kebiasaan menyirih sebagian besar dilakukan setiap hari (68,38%)
dan dilakukan sesekali saja (37,34%). Frekuensi menyirih lima kali dalam sehari adalah
sebesar 81,25%.

4. Faktor Pendorong, Tujuan Menyirih dan Kebersihan Rongga Mulut


Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2007) di Kecamatan Berastagi dijumpai
kebiasaan menyirih diperoleh dari orangtua, keluarga maupun teman sejawat. Sirih
digunakan pada acara pertunangan dan pernikahan sebagai lambang kehormatan dan
komunikasi. Suku Karo juga menganggap bahwa menyirih mempuyai dampak positif
yang lebih banyak dari pada dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat
penggunaan kapur, gambir dan tembakau hanyalah berupa stein dan iritasi mukosa
mulut.
Tujuan mengunyah sirih paling banyak adalah untuk menenangkan pikiran, mengurangi
rasa sakit gigi, agar gigi kuat dan sehat dan sekedar kebiasaan saja. Sebagian besar
penguyah sirih menggunakan tembakau untuk menggosok gigi setelah menyirih, rongga
mulut kemudian dibersihkan dengan cara menggosok gigi dan kumur-kumur dengan air.9

5. Efek Menyirih Terhadap Kesehatan Rongga Mulut


Kebiasaan menyirih menyebabkan perubahan atau pengaruh pada kesehatan rongga
mulut. Perubahan terjadi pada gigi, gingiva dan mukosa mulut.
a. Efek menyirih terhadap gigi
Efek positif dari kebiasaan menyirih adalah terhambatnya proses pembentukan plak
atau karies. Daya antibakteri daun sirih terutama minyak atsiri disebabkan oleh
senyawa fenol dan senyawa chavicol yang memiliki daya bakterisida. Sementara efek
negatifnya adalah terbentuknya stein atau perubahan warna menjadi merah yang
terjadi karena oksidasi polifenol dari buah pinang dalam lingkungan alkalis. Selain
itu, gigi juga mengalami atrisi dan abrasi yang kemungkinan besar disebabkan oleh
gambir dan kapur.7
b. Efek menyirih terhadap gingiva
Gingiva juga mengalami perubahan warna atau terbentuknya stein yang diakibatkan
oleh penggunaan yang lama dan tetap. Kebiasaan menyirih akan menimbulkan
masalah periodontal. Freud dkk (1964) menyatakan bahwa gigi menjadi coklat, terjadi
penimbunan kapur pada gigi, leher gigi terpisah dari gusi dan gigi dapat tanggal
akibat menyirih.1 Penyakit periodontal terjadi karena adanya karang gigi yang
terdapat pada bagian subgingiva. Karang gigi terbentuk karena stagnasi saliva dan
adanya kapur Ca(OH)2 di dalam saliva.7
c. Efek menyirih terhadap mukosa mulut
Menyirih menyebabkan terjadinya lesi-lesi di mukosa mulut. Faktor yang mendukung
timbulnya kelainan pada mukosa mulut antara lain zat-zat dalam bahan ramuan sirih,
iritasi yang terus-menerus dari bahan ramuan sirih pada selaput lendir rongga mulut
serta kemungkinan tingkat kebersihan rongga mulut. Menyirih juga menyebabkan oral
higiene yang buruk akibat lapisan kotor yang didapat dari menyirih.7 Selain itu,
mukosa mulut mengalami kekeringan, adanya atropi papila di lidah serta lobul pada
seluruh maupun sebagian dari dorsum lidah.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Samura, Jul A. (2009). Pengaruh Budaya Makan Sirih terhadap Status Kesehatan
Periodontal pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2009. Tesis: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Hasibuan, S., Pernama, G., Aliyah, S. (2003). Lesi-lesi Mukosa Mulut yang
Dihubungkan dengan Kebiasaan Menyirih di Kalangan Penduduk Tanah Karo,
Sumatera Utara. Jurnal Dentika, 8(2): 67-73.

3. Sundari, Siti, dkk. (1992). Minyak Atsiri Daun Sirih dalam Pasta Gigi; Stabilitas Fisis
dan Daya Antibakteri. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1(1): 5-6.

4. Hermawan, Anang. (2007). Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode Difusi
Disk. Artikel Ilmiah: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.

5. Astuti, Dyah H., dkk. (2007). Efek Aplikasi Topikal Laktoferin dan Piper Betle Linn
pada Mukosa Mulut terhadap Perkembangan Karies Gigi. Jurnal M.I Kedokteran
Gigi, 22(1): 28-31.

6. Sembiring, Bernadetta. (2007). Perilaku penggunaan sirih pada suku karo : Studi
kasus di Desa Rumah Berastagi Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Skripsi:
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Andriyani. (2005). Efek Menyirih terhadap Gigi dan Jaringan Lunak Mulut. Skripsi :
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

8. Sinuhaji, L. N. (2010). Perilaku menyirih dan dampaknya terhadap kesehatan yang


dirasakan wanita karo di Desa Sempajaya Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo.
Skripsi: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Lim, Emerson. (2007). Kebiasaan menguyah sirih dan lesi yang dijumpai pada
mukosa oral masyarakat batak karo. Skripsi : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai