Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH SUPLEMENTASI TEPUNG PURSLANE (Portulaca oleraceae)

SEBAGAI SUMBER ASAM ALFA-LINOLENAT DALAM PAKAN AYAM


LAYER TERHADAP ANALISIS SENSORI TELUR REBUS

Usulan Penelitian untuk Skripsi

Diajukan Kepada

Progam Studi Peternakan

Oleh :

Anggita Yunia Putri

H 0513016

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia selayaknya
diperhatikan dengan melihat asupan nutrisi yang tersedia, terutama protein.
Kebutuhan asupan protein hewani yang dicanangkan pemerintah sebesar 52
g/kapita/tahun (BPS, 2012). Bahan pangan sumber protein bisa diperoleh dari
tanaman (protein nabati) dan hewan/ternak (protein hewani). Sumber protein
hewani dapat di penuhi dengan mengkonsumsi ikan, daging, susu dan telur
(Rahayu I, 2003).
Telur merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi
dengan susunan asam amino yang lengkap. Selain itu, telur juga mengandung
asam lemak tak jenuh, vitamin, dan mineral yang diperlukan tubuh. Telur
merupakan produk pangan yang diupayakan memiliki kandungan rendah
lemak dan kolesterol, serta memiliki proporsi asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh yang seimbang (Surono, 2009). Produk telur kaya asam
lemak Omega-3 (n-3), asam lemak rantai panjang n-3 (n-3 long chain
polyunsaturated fatty acids, n-3 LCPUFA) dapat dihasilkan dengan
merekayasa pakan ayam petelur, yaitu dengan suplementasi bahan pakan kaya
asam lemak n-3, yang bersumber dari laut, misalnya tepung ikan dan minyak
ikan (Nash et al., 1996; Gonzalez-Esquerra et al., 2000 Cachaldora et al.,
2008 dan Lawlor et al., 2010)
Penggunaan asam lemak n-3 yang bersumber dari laut mampu
meningkatkan kandungan asam lemak n-3, terutama dalam bentuk n-3
LCPUFA, eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA)
pada telur (Gonzalez-Esquerra et al., 2000 dan Lawlor et al., 2010).
Penelitian Garcia-Rebollar et al., 2008 mendapatkan bahwa penggunaan
tepung ikan atau minyak ikan memberikan efek negatif terhadap kualitas
sensori telur terutama berkaitan dengan penerimaan konsumen. Telur yang
mengandung asam lemak n-3 (EPA dan DHA) cenderung memiliki aroma
yang amis dan off flavor (Bou et al., 2005 dan Chekani-Azar et al., 2008).
Oleh karena itu, diperlukan adanya sumber asam lemak alfa-linolenat (n-3
PUFA) alternatif dari tumbuhan. Salah satu tanaman yang kaya asam lemak
alfa-linolenat yaitu tanaman purslane. Tanaman purslane atau krokot
(Portulaca oleraceae) banyak di jumpai di Indonesia dan mengandung asam
lemak alfa-linolenat yang tingi (Aydin dan Dogan, 2010). Tanaman purslane
juga mengandung betakaroten, vitamin C, kalium, kalsium dan berfungsi
sebagai antioksidan (Irawan et al., 2003).
Ditinjau dari aspek kuantitas dan kualitas, tanaman purslane mempunyai
potensi untuk digunakan sebagai bahan pakan alternatif sumber asam lemak
alfa-linolenat yang dapat menggantikan asam lemak n-3 dari laut. Sampai saat
ini informasi dan data-data terkait dengan pemanfaatan tanaman purslane
pada ransum ayam petelur belum banyak dilaporkan. Berdasarkan uraian
diatas, perlu dilakukan penelitian tentang suplementasi tepung tanaman
purslane pada pakan ayam petelur terhadap kualitas sensori telur yang
dihasilkan.

B. Rumusan Masalah

Produk telur kaya asam lemak n-3 yang diberi bahan pakan suplemen
asam lemak n-3 yang bersumber dari laut yang kaya kandungan EPA dan
DHA memiliki efek negatif terhadap kualitas sensori telur, dan hal ini
berpengaruh terhadap penerimaan konsumen. Ransum dengan penambahan
tepung purslane sebagai sumber asam lemak alfa-linolenat (n-3 PUFA) pada
pakan ayam layer di harapkan dapat meningkatkan kualitas sensori telur yang
meliputi warna, rasa, flavor, tekstur dan penerimaan secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya kajian mengenai pengaruh
suplementasi tepung purslane sebagai sumber asam lemak alfa-linolenat pada
ayam petelur terhadap kualitas sensori telur. Penelitian ini juga di harapkan
dapat mengetahui konsentrasi tepung tanaman purslane yang sesuai sehingga
dapat meningkatkan kualitas sensori telur ayam petelur.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi tepung
purslane (Portulaca oleraceae) sebagai sumber asam lemak alfa-linolenat
dalam pakan ayam layer terhadap kualitas sensori telur rebus.
II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Petelur
Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara
khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur sangat efisien untuk
menghasilkan telur dan mulai bertelur umur 5 bulan dengan jumlah telur
sekitar 250--300 butir per ekor per tahun (Susilorini et al., 2008). Bobot telur
ayam ras rata-rata 57,9 g dan ratarata produksi telur hen day 70%
(Mc Donald, et al., 2002).
Menurut Sudarmono (2003), ayam tipe sedang memiliki ciri-ciri: ukuran
badan lebih besar dan lebih kokoh daripada ayam tipe ringan, serta berperilaku
tenang, timbangan badan lebih berat daripada ayam tipe ringan karena jumlah
daging dan lemaknya lebih banyak, otot-otot kaki dan dada lebih tebal, dan
roduksi telur cukup tinggi dengan kulit telur tebal dan berwarna cokelat.
Telur ayam ras adalah salah satu sumber pangan protein hewani yang
populer dan sangat diminati oleh masyarakat. Hampir seluruh kalangan
masyarakat dapat mengonsumsi telur ayam ras untuk memenuhi kebutuhan
protein hewani. Hal ini karena telur ayam ras relatif murah dan mudah
diperoleh serta dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diharapkan
(Lestari, 2009).
Telur ayam ras juga merupakan makanan yang tergolong ekonomis serta
merupakan sumber protein yang lengkap. Satu butir telur ayam ras berukuran
besar mengandung sekitar 7 g protein. Kandungan vitamin A, D, dan E terdapat
dalam yolk. Telur ayam ras memang dikenal menjadi salah satu dari sedikit
makanan yang mengandung vitamin D. Kandungan nutrisi telur ayam ras
memang berbeda-beda tergantung dari makanan dan kondisi lingkungan induk
ayamnya. Telur dari ayam ras yang diternakkan bebas di padang rumput
mengandung asam lemak Omega-3 empat kali lebih banyak, vitamin E dua kali
lebih banyak, beta-karoten dua sampai enam kali lebih banyak, dan kolesterol
hanya separuh daripada kandungan telur dari ayam yang hanya diternakkan di
kandang dengan penghangat buatan (Buckle et al., 2009).
B. Pakan Sumber Asam Lemak n-3
Asam lemak alfa-linolenat, omega-3 polyunsaturated fatty acids (n-3 PUFA,
alpha linolenic acid) merupakan bagian dari asam lemak essensial yang
memiliki rantai karbon panjang dan banyak memberikan keuntungan bagi
kesehatan manusia (Kartikasari et al., 2012b). Asam lemak n-3 LCPUFA,
terutama Eicosapentaenoic Acid (EPA) dan Docosahexaenoic Acid (DHA)
merupakan asam lemak omega-3 yang paling umum (Kartikasari, 2013). Asam
lemak n-3 yaitu asam lemak yang posisi ikatan rangkap pertamanya terletak
pada atom karbon nomor tiga dari ujung gugus metylnya. Sedangkan asam
lemak n-6 posisi ikatan rangkap pertamanya berada pada atom karbon nomor
enam di gugus metylnya. Turunan asam lemak n-3 yaitu EPA dan DHA yang
banyak terdapat dalam produk-produk ikan dan minyak ikan (Farrel, 1993).
Fungsi dari EPA dan DHA antara lain : mencegah pengerasan pembuluh darah,
mengurangi Rangsangan penggumpalan darah dan dapat meningkatkan daya
intelegensia manusia pada umumnya balita, serta telah dibuktikan pula bahwa
bayi yang lahir prematur ternyata mengalami difisiensi DHA
(Simopoulus, 1989).
Formulasi 5% suplemen omega-3 dalam pakan ayam ras menghasilkan telur
dengan kandungan DHA 10 kali lipat dan EPA 2 kali lipat, serta penurunan
kadar kolesterol sebanyak 15% (Apriyantono et al., 1997; Rahayu et al., 1997)
dan tampilan sifat kimia, fisik dan organoleptik pada produk telur ayam
Merawang (Rahayu, 2003). Merekayasa aspek pakan unggas dengan
menambahkan undur-undur laut dalam pakan diharapkan akan menghasilkan
telur berkualitas, baik kandungan lemak omega-3 maupun peningkatan warna
kuning telurnya yang mencerminkan peningkatan kandungan beta karoten.
Menurut Emken et al., (1999) suplementasi asam lemak yang berasal dari
organisme laut mampu menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol LDL,
disamping meningkatkan kolesterol HDL.
Kandungan nutrisi yang terdapat di dalam tanaman krokot antara lain kaya
akan asam lemak omega 3 (Aydin dan Dogan, 2010), betakaroten, vitamin
c,kalium, kalsium dan berfungsi sebagai antioksidan (Irawan et al., 2003).
Berdasarkan segi kunatitas dan kualitasnya maka tanaman purslane potensial
untuk digunakan sebagai bahan pakan alternative sumber asam lemak omega 3
yang dapat menggantikan sumber asam lemak omega 3 dari laut.
C. Kualitas Organoleptik
Uji organoleptik merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui
daya terima suatu produk serta untuk menilai mutu suatu bahan pangan dan penelitian
organoleptik merupakan penilaian dengan cara memberi rangsangan terhadap organ
tubuh (Soekarto, 1985). Pengujian sifat organoleptik menggunakan uji mutu hedonik
yaitu uji hedonik yang lebih spesifik yang biasanya bertujuan untuk mengetahui
respon panelis terhadap sifat mutu organoleptik yang umum, misalnya tekstur,
bau/rasa dan warna. Sedangkan uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji
penerimaan (Rahayu, 1998).
Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat
kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Uji daya
terima menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu
bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Tujuan uji penerimaan adalah
untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat
diterima oleh masyarakat (Suhardjo, 2003).
Cita rasa merupakan kombinasi rasa dan bau yang diperoleh melalui
mulut dan hidung. Cita rasa pada makanan mempunyai peranan besar dari segi
selera konsumen meskipun dari segi gizinya dapat dikatakan kecil. Cita rasa
dipengaruhi banyak faktor, antara lain: tekstur, senyawa kimia, suhu,
konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1992).
Gozali et al. (2001), menjelaskan bahwa tekstur makanan dapat
didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai unsur komponen dan unsur
struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan makrostruktur dan pernyataan
struktur ke luar dalam segi aliran dan deformasi. Kartika et al., (1988),
menyatakan bahwa tekstur merupakan sifat penting dalam mutu pangan,
karena setiap produk pangan memiliki perbedaan yang sangat luas dalam sifat
dan strukturnya.
Warna secara visual tampil lebih dulu dan kadang-kadang sangat
menentukan. Suatu bahan yang bergizi, enak dan teksturnya sangat baik, tidak
dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau tidak
menarik yang memberikan kesan yang menyimpang dari warna seharusnya
(Winarno, 1993).
D. Kualitas Sensory pada produk pangan
Menurut penelitian Rahayu (2003), aroma telur yang tinggi kandungan
asam lemak linolenat memiliki aroma seperti ikan, hal ini dikarenakan di
pengaruhi oleh pemberian pakan yang berasal dari laut. Tekstur pada putih
telur panelis tidak bisa menerima telur yang tinggi kandungan asam linolenat
di bandingkan dengan telur kontrol. Hal ini dikarenakan kandungan asam
lemak linolenat yang tinggi mengakibatkan tekstur telur berminyak.
Sedangkan untuk penilaian rasa putih telur, panelis kurang suka menerima
rasa putih telur tinggi asam linolenat dibandingkan telur control. Hal ini
karena parameter organoleptik untuk rasa berkaitan dengan aroma yang
dihasilkan oleh telur tersebut, karena dalam menentukan rasa suatu makanan
diperlukan penunjang lain diantaranya adalah penciuman.
HIPOTESIS

Suplementasi tepung purslane (Portulaca oleraceae) sebagai sumber asam


lemak alfa-linolenat dalam pakan ayam layer dapat mempertahankan kualitas
sensori telur rebus.
BAB III. MATERI METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Kandang Experimental Farm,
Jatikuwung Gondangrejo Kabupaten karanganyar, dan Laboratorium
Industri Pengolahan Hasil Ternak Program Studi Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada bulan Mei sampai
dengan Juni 2016.
B. Materi Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian ini menggunakan ayam petelur coklat srain Hy-
Line brown umur 25 minggu sebanyak 150 ekor. Bahan penelitian lain
yang digunakan adalah tepung tanaman purslane. Bahan pakan yang
digunakan terdiri dari pakan basal ayam petelur tepung purslane. Pakan
basal tersusun dari bekatul padi, jagung kuning, bungkil kedelai, dan
minyak sawit. Komposisi kimia bahan pakan perlakuan ditunjukkan
pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Bahan Pakan Perlakuan

Kandungan Tepung Bekatul Jagung Bungkil Minyak


Nutrien Pruslane Padi Kuning Kedelai Kelapa
Sawit
BK (%) 93,551 89,702 88,002 87,202 -
PK (%) 18,471 11,322 8,002 46,502 -
LK (%) 5,9681 13,002 3,802 1,272 -
SK (%) 20,861 8,002 2,202 5,602 -
Abu (%) 18,121 7,882 1,762 5,592 -
EM 1.6853 3.1002 3.3502 2.5502 5.3022
(kkal/kg)
Ca (%) 4,771 0,072 0,022 0,252 -
Pav (%) 0,101 0,502 0,092 0,212 -
P (%) 0,361 1,502 0,282 0,632 -
Lys (%) 0,781 0,422 0,222 2,892 -
Met (%) 1,101 0,262 0,162 0,672 -

Keterangan :
1) Hasil analisis bahan pakan di Laboratorium Chem-Mix Pratama
(2014)
2) NRC (1994)
3) Berdasarkan perhitungan Sibbald et al . (1980)
EM = 3951 + (54,4 LK) (88,7 SK) (40,8 Abu)
Hartadi et al. (1997)
Setelah diketahui kandungan dari tiap-tiap bahan pakan selanjutnya
seluruh bahan pakan dicampur sesuai proporsi untuk mencukupi
kebutuhan nutrien atam petelur. Proporsi bahan pakan perlakuan dengan
penambahan tepung purslane 0% (P0), 2% (P1), 4% (P2), 6% (P3), 8%
(P4), dan kandungan nutrisi dalam ransum disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Proporsi Bahan Pakan dan Kandungan Nutrien dalam Ransum
Perlakuan Aras Penambahan Tepung Purslane (%)
Bahan Pakan P0 P1 P2 P3 P4
Jagung kuning 55,50 54,75 54,10 53,43 53,40
Dedak padi 6,90 6,30 5,80 5,09 5,50
Bungkil kedelai 27,00 26,60 26,00 25,79 25,00
Tepung kapur 1,10 1,00 0,90 0,57 0,58
DCP 1,30 1,28 1,26 1,24 1,22
L-Lysin 0,10 0,10 0,10 0,10 0,09
DL-Metionin 0,20 0,20 0,19 0,19 0,10
Premiks 0,30 0,30 0,29 0,29 0,28
Garam 0,11 0,11 0,11 0,11 0,05
Limestone 6,50 6,40 6,30 6,28 5,30
Tepung purslane 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00
Minyak sawit 1,00 0,99 0,97 0,96 0,94
Total 100 100 100 100 100,
Kandungan Nutrien
BK 81,18 81,38 81,59 81,69 83,12
Abu 3,03 2,99 2,95 2,92 2,95
PK 17,99 18,04 18,02 18,15 18,15
LK 3,35 3,36 3,38 3,38 3,54
SK 3,29 3,62 3,95 4,28 4,69
BETN 62,05 60,89 59,80 58,71 58,58
ME 2860,68 2838,84 2818,61 2800,72 2685,77
Ca 3,29 3,30 3,31 3,26 2,98
P 0,66 0,65 0,64 0,63 0,64
Pav 0,37 0,37 0,36 0,35 0,35
Lisin 1,02 1,00 0,98 0,96 0,94
Metionin 0,49 0,48 0,47 0,47 0,37
Keterangan: Perhitungan berdasarkan tabel kebutuhan dan kandungan
nutrien ransum.
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Alat pemeliharaan meliputi kandang individu yang sudah dilengkapi
tempat pakan dan tempat minum, timbangan digital, thermometer,
egg tray plastic, dan timbangan pakan.
b. Alat pengujian organoleptik telur yang meliputi, yolk colour fan,
panci, kompor, sendok, plastic container, dan alat tulis.
c. Water, original crackers
C. Metode
1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan rancangann acak lengkap
(RAL) pola searah dengan lima perlakuan dan masing-masing
perlakuan diulang sebanyak lima kali dan setiap ulangan terdiri dari
lima ekor ayam. Susunan pakan perlakuan sebagai berikut:
- P0 = Ransum basal + 0% tepung krokot + vitamin E
- P1 = Ransum basal + 2% tepung krokot + vitamin E
- P2 = Ransum basal + 4% tepung krokot + vitamin E
- P3 = Ransum basal + 6% tepung krokot + vitamin E
- P4 = Ransum basal + 8% tepung krokot + vitamin E
Tabel 3. Kebutuhan nutrien ayam petelur menurut SNI (2006)

Nutrient Kebutuhan (%)


Kadar air Maks. 14
Kadar abu Maks. 7
Protein kasar Min. 16
Lemak kasar Maks. 7
Serat kasar Maks. 7
Energy metabolisme (Kkal) Min 2650
Kalsium (Ca) 3,25-4,25
Sumber: Standard Nasional Indonesia, 2006

D. Metode Penelitian
1. Pakan
Pakan yang digunakan ada 2 jenis yaitu pakan basal sebagai kontrol
dan pakan tambahan tepung purslane (sesuai perlakuan) serta
ditambahkan vitamin E sebagai antioksidan.
Tahap awal dari penelitian ini yaitu pembuatan tepung krokot.
Tanaman purslane di campur ke dalam pakan dalam bentuk tepung.
Adapun cara pembuatan tepung purslane sebagai berikut: Tanaman
purslane di bersihkan dari akarnya dan dipotong potong. Tanaman
purslane di keringkan atau diangin-anginka di bawah sinar matahari
selama 2 hari. Setelah itu, tanaman purslane di oven selama 1 hari
dengan suhu 50Oc. Purslane yang telah kering langsung di giling
menggunakan mesin penggiling. Setelah itu hasil gilingan di ayak
sehingga di peroleh tepung purslane.
Berikut ini merupakan tahap-tahap pembuatan tepung purslane :
Tanaman purslane

Dibersihkan dari akar

Dikeringkan dibawah matahari, 2 hari

Dioven dengan suhu 500C, 3 hari

Ditepungkan sampai halus

Di ayak dan di peroleh tepung


purslane

Gambar 1. Tahapan Pembuatan Tepung Purslane


2. Tatalaksana Penelitian
Pemeliharaan ayam petelur sejumlah 150 ekor. Ayam petelur ditimbang
satu persatu lalu di tempatkan pada kandang individu yang telah di beri kode
identifikasi. Tahap pemeliharaan dilakukan selama 42 hari dengan masa
adaptasi 7 hari. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi
pukul 06.00 WIB dan sore pukul 16.00 WIB.
3. Pengumpulan Sampel Telur
Pengumpulan telur untuk pengujian kualitas sensory dilakukan pada hari
ke-36. Telur dikumpulkan dan diletakkan ke dalam egg tray yang sudah
diberikan kode, yaitu menunjukkan kode sampel telur. Pengambilan telur
dilakukan 1 kali dalam 1 hari pukul 11:00 WIB.
4. Pengolahan telur rebus dan Persiapan Sampel
Pengolahan telur rebus mengikuti prosedur Kartikasari (2013). Telur ayam
ras dicuci bersih kemudian direbus dalam air mendidih selama 8 menit,
kemudian didinginkan dengan air mengalir. Setelah dingin cangkang telur
dikelupas secara perlahan, selanjutnya telur rebus di potong menjadi 4 bagian
dan diletakkan pada container tertutup untuk dilakukan uji organoleptik.
5. Tahap pengujian Kualitas Organoleptik
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menurut Kartikasari (2013),
yaitu pertama, dengan melakukan uji deskriptif analisi (DA) dan kedua, uji
kesukaan atau penerimaan konsumen (consumer acceptance) dengan
menggunakan 9-point hedonic scale.
Panelis yang digumakan yaitu panelis semi terlatih. Panelis direkrut
dengan cara yaitu memberikan pertanyaan yang berupa kuisioner terlebih
dahulu mengenai hal-hal yang terkait dengan telur dan produk telur omega-3,
baik dari adanya kemungkinan alergi terhadap telur, tingkat kesukaan maupun
seringnya mengkonsunsi telur. Panelis memenuhi kriteria kemudian diambil
sebanyak 30 orang untuk memberikan penilaian terhadap uji organoleptik
yang akan dilakukan.
Panelis yang terpilihakan diberikan lembar kerja dan melakukan
penelilaian terhadap sampel yang diberikan menggunakan 15-cm point
scale. Panelis melakukan pengujian dengan menyicipi sampel telur rebus
omega-3. Masing-masing sampel perlakuan di letakkan di piring/container
kecil dan disiapkan sendok. Setiap sampel di beri kode dengan 3-point
digit yang sudah di random. Setiap selesai pengujian satu sampel, panelis
diminta untuk minum air putih dan makan original crackers utk
menetralisir rasa.
Pada pengujian consumer acceptance panelis diberikan kuesioner
yang berisikan 9-Point Hedonic Scale, dan mengisinya dengan cara
memberikan tanda (centang) pada point yang ada, sesuai dengan tingkat
penerimaan panelis terhadap sampel. Selanjutnya mengumpulkan hasil
kuisioner yang sudah di isi oleh panelis dan diurutkan sesuai dengan
urutan uji panelis. Definisi dari masing-masing kualitas sensori dari uji
organoleptik ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Organoleptik
Uji Organoleptik Keterangan

Warna Sesuatu yang dapat dilihat oleh


indera penglihatan. Penampilan
makanan yang menarik serta
menimbulkan selera, merupakan
daya tarik tersendiri bagi
seseorang untuk mencicipi.
Rasa Sesuatu yang dapat dirasakan
oleh indera perasa apabila yang
akan dirasakan dimasukkan ke
dalam mulut kemudian dapat
dicoba dari rasa yang ada (manis,
asam, asin, pahit).
Aroma Sesuatu yang dapat dirasakan
dengan mendekatkan suatu objek
melalui hidung sehingga timbul
suatu aroma yang dirasakan.
Kesukaan Sesuatu yang timbul karena
adanya minat dari sesuatu yang
diuji sehingga timbul kesukaan
terhadap suatu objek yang
dirasakan.
Tekstur Sesuatu yang dirasakan dengan
mengambil sebuah objek dan
dimasukkan ke dalam mulut.

6. Cara Analisis Data


Semua data yang diperolah dalam penelitian ini terlebih dahulu di uji
oraganoleptik dengan menggunakan panelis semi terlatih dan data kemudian
dianalisis menggunakan analisis sidik ragam atau ANOVA (Analysis of
Varians). Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata pada perlakuan maka
dilanjutkan dengan uji beda antar mean yaitu Uji Duncans Multiple Range
Test (DMRT) (Steel and Torrie, 1995). Model matematika yang digunakan
yaitu :

Yij = + i + ij
Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-i

= Nilai tengah perlakuan ke-i

i = Pengaruh perlakuan ke-i

ij = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-

E. Rencana Jadwal Penelitian


Bulan
Nama Kegiatan
I II III IV V VI
Pengajuan Judul
Pembuatan Proposal
Seminar Proposal
Persiapan Penelitian
Pelaksanaan
Penelitian
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyusunan Laporan
Seminar Hasil
Ujian Akhir
DAFTAR PUSTAKA

Aydin R, Dogan I: Fatty acid profile and cholesterol content of egg yolk from
chickens fed diets supplemented with purslane (Portulaca oleracea L.). J
Sci Food Agric 2010, 90 (10):1759-63.
Bou R, Guardiola F, Barroeta AC, Codony R: Effect of dietary fat sources and
zinc and selenium supplements on the composition and consumer
acceptability of chicken meat. Poult Sci 2005, 84(7):1129-1140.
Cachaldora P, Garca-Rebollar P, Alvarez C, De Blas JC, Mndez J: Effect of type
and level of basal fat and level of fish oil supplementation on yolk fat
composition and n-3 fatty acids deposition efficiency in laying hens. Anim
Feed Sci Tech 2008, 141(1-2):104-114.
Chekani-Azar A, Shahriar HA, Maheri-Sis N: Omega-3 fatty acids enrichment
and organoleptic charateristic of broiler meat. Asian J Anim Vet Adv 2008,
3(2):62-69.
Garca-Rebollar P, Cachaldora P, Alvarez C, De Blas C, Mndez J: Effect of the
combined supplementation of diets with increasing levels of fish and
linseed oils on yolk fat composition and sensorial quality of eggs in laying
hens. Anim Feed Sci Tech 2008, 140(3-4):337-348.
Gonzalez-Esquerra R, Leeson S: Effect of feeding hens regular or deodorized
menhaden oil on production parameters, yolk fatty acid profile, and
sensory quality of eggs. Poult Sci 2000, 79(11):1597-1602.
Howe PR, Downing JA, Grenyer BF, Grigonis-Deane EM, Bryden WL: Tuna
fishmeal as a source of DHA for n-3 PUFA enrichment of pork, chicken,
and eggs. Lipids 2002, 37(11):1067-1076.
Irawan D, Hariyadi P, Wijaya H: The Potency ofKrokot (Portulaca oleracea) as
Functional Food Ingredients. Indonesian Food and Nutrition Progress
2003, 10 (1).
Kartikasari LR, Hughes RJ, Geier MS, Makrides M, Gibson RA: Comparison of
omega-3 levels in two strains of broilers and layers fed high alpha-
linolenic acid diets. In: the proceedings of the 23rd Annual Australian
Poultry Science Symposium: 19-22nd February 2012; Sydney, Australia;
2012a.
Kartikasari LR, Hughes RJ, Geier MS, Makrides M, Gibson RA: Dietary alpha-
linolenic acid enhances omega-3 long chain polyunsaturated fatty acid
levels in chicken tissues. Prostaglandins Leukot Essent Fatty Acids 2012b,
87(45):103-109.
Kartikasari LR, Hughes RJ, Geier MS, Makrides M, Gibson RA: Omega-3
Enrichment and Sensory Properties of Eggs of Two Strains of Layers Fed
High alpha-Linolenic Acid Diets. In: the proceedings of the XXIV World's
Poultry Congress: 5 9th August 2012; Salvador, Bahia, Brazil; 2012c.
Kartikasari LR: Omega-3 long chain polyunsaturated fatty acid (n-3 LCPUFA)
levels in chicken products following consumption of alpha-linolenic acid
enriched diets. Disertasi 2013, the University of Adelaide, Australia.
Kartikasari LR, Nuhriawangsa AMP, Hertanto, BS, Swastike, W: Production
Performance and Quality of Eggs of Laying Hens Fed Diets Supplemented
with Plants Rich in alpha-Linolenic Acid. In: the proceedings of the 6th
ISTAP International Seminar on Tropical Animal Production: Faculty of
Animal Science, Gadjah Mada University, Yogyakarta; 2015
Lawlor JB, Gaudette N, Dickson T, House JD: Fatty acid profile and sensory
characteristics of table eggs from laying hens fed diets containing
microencapsulated fish oil. Anim Feed Sci Tech 2010, 156(3-4):97-103.
Nash DM, Hamilton RMG, Sanford KA, Hulan HW: The effect of dietary
menhaden meal and storage on the omega-3 fatty acids and sensory
attributes of egg yolk in laying hens. Can J Anim Sci 1996, 76(3):377-383.
Rahayu, I. 2003. Karakteristik Fisik, Komposisi Kimia dan Uji Organoleptik Telur
Ayam Merawang dengan Pemberian Pakan Bersuplemen Omega-3. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. Vol: XIV.
Rahayu, W. P. 1997. Petunjuk Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi
Pertanian IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai