Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG

Setiap hubungan antar pribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan
kepentingan. Konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau
mengganggu tindakan pihak lain (Johnson, 1981).

Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini berarti, bila kita ingin mengetahui konflik,
kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua
konflik berakar pada komunikasi yang buruk.

Menurut Myers, jika komunikasi adalah suatu proses transaksi, yang berupaya mempertemukan perbedaan
individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik. Konflik pun
tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak
badan, yang mengekspresikan pertentangan.

1.2.RUMUSAN MASALAH

a. Apa pengertian menyelesaikan konflik antar pribadi.

b. Apa arti penting menyelesaikan konflik antar pribadi.

c. Bagaimana menyelesaikan konflik antar pribadi.

d. Apa saja bentuk-bentuk ketidakcocokan dalam pribadi.

1.3.TUJUAN

a. Untuk mengetahui pengertian menyelesaikan konflik antar pribadi.

b. Untuk mengetahui arti penting menyelesaikan konflik antar pribadi.

c. Untuk mengetahui cara menyelesaikan konflik antar pribadi.

d. Untuk mengetahui bentuk-bentuk ketidakcocokan dalam pribadi.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1.PENGERTIAN MENYELESAIKAN KONFLIK ANTAR PRIBADI

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Setiap hubungan antarpribadi mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan
kepentingan. Konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat, atau
mengganggu tindakan pihak lain (Johnson, 1981).

Konflik ternyata tidak selama menjadi hal yang bersifat negatif, namun konflik juga bisa membawa nilai positif
dalam hubungan antarpribadi. Itu semua tergantung bagaimana seseorang dalam mengelola atau memanajemen
konflik yang terjadi dengan baik. Konflik tentunya sebuah hal yang wajar terjadi dalam proses interkasi manusia, di sini
tentunya yang paling penting bagaimana kita mengahadapainya. Apakah dengan tidakan yang dapat memperbesar
dan menjadikan konflik menjadi semakin besar, atau dengan menghadapi konflik dan memanajemenkannya dengan
baik sehingga memberikan jalan solusi terbaik.

2.2.ARTI PENTING MENYELESAIKAN KONFLIK ANTAR PRIBADI

Cara kita bertingkah laku dalam suatu konflik dengan orang lain, akan ditentukan oleh seberapa penting tujuan-
tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain kita rasakan. Berdasarkan dua pertimbangan di atas, dapat ditemukan
lima gaya dalam mengelola konflik antarpribadi (Johnson, 1981):

a) Gaya kura-kura. Konon, kura-kura lebih senang menarik diri bersembunyi di balik tempurung untuk menghindari konflik.
Mereka cenderung menghindar dari pokok-pokok soal maupun dari orang-orang yang dapat menimbulkan konflik.
Mereka percaya bahwa setiap usaha memecahkan konflik hanya akan sia-sia. Lebih mudah menarik diri, secara fisik
maupun psikologis, dari konflik daripada menghadapinya. Dalam pewayangan, sikap semacam ini kiranya kita temukan
dalam figure Baladewa.

b) Gaya ikan hiu. Ikan hiu senang menaklukkan lawan dengan memaksanya menerima solusi konflik yang ia sodorkan.
Baginya, tercapainya tujuan pribadi adalah yang utama, sedangkan hubungan dengan pihak lain tidak terlalu penting.
Baginya, konflik harus dipecahkan dengan cara satu pihak menang dan pihak lain kalah. Watak ikan hiu adalah selalu
mencari menang dengan cara menyerang, mengungguli dan mengancam ikan-ikan lain. Dalam pewayangan, sikap ini
kiranya dapat kita temukan dalam figure Duryudana.
c) Gaya kancil. Seekor kancil sangat mengutamakan hubungan, dan kurang mementingkan kepentingan pribadinya. Ia
ingin diterima dan disukai binatang lain. Ia berkeyakinan bahwa konflik harus dihindari, demi kerukunan. Setiap konflik
tidak mungkin dipecahkan tanpa merusak hubungan. Konflik harus didamaikan, bukan dipecahkan, agar hubungan
tidak menjadi rusak. Dalam dunia pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam diri tokoh Puntadewa.

d) Gaya rubah. Rubah senang mencari kompromi. Baginya, baik tercapainya tujuan-tujuan pribadi maupun hubungan baik
dengan pihak lain sama-sama cukup penting. Ia mau mengorbankan sedikit tujuan-tujuannya dan hubungannya
dengan pihak lain demi tercapainya kepentingan dan kebaikan bersama.

e) Gaya burung hantu. Burung hantu sangat mengutamakan tujuan-tujuan pribadinya sekaligus hubugannya dengan
pihak lain. Baginya, konflik merupakan masalah yang harus dicari pemecahannya dan pemecahan itu harus sejalan
dengan tujuan-tujuan pribadinya maupun tujuan-tujuan pribadi lawannya. Baginya, konflik bermanfaat meningkatkan
hubungan dengan cara mengurangi ketegangan yang terjadi di antara dua pihak yang berhubungan. Menghadapi
konflik, burung hantu akan selalu berusaha mencari penyelesaian yang memuaskan kedua pihak dan yang mampu
menghilangkan ketegangan serta perasaan negatrif lain yang mungkin muncul di dalam diri kedua pihak akibat konflik
itu. Dalam dunia pewayangan, sikap ini kiranya dapat kita temukan dalam figure Kresna.

Kita perlu memahami strategi yang biasa kita gunakan dalam menghadapi dan memecahkan konflik dalam
hubungan kita dengan orang lain. Dengan memahami strategi yang biasa kita pakai, kita berharap akhirnya dapat
membiasakan diri menggunakan strategi yang palinhg efektif ditinjau dari sudut tercapainya tujuan-tujuan pribadi kita
maupun terpeliharanya hubungan baik dengan orang lain.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Penyelesaian Konflik Johnson & Johnson (1991) menyatakan beberapa
hal yang harus diperhatikan bilamana seseorang terlibat dalam suatu konflik, dan akibatnya menentukan bagaimana
seseorang menyelesaikan konflik, sebagai berikut:

a) Tercapainya persetujuan yang dapat memuaskan kebutuhan serta tujuannya.

Tiap orang memiliki tujuan pribadi yang ingin dicapai. Konflik bisa terjadi karena tujuan dan kepentingan individu
menghalangi tujuan dan kepentingan individu lain;

b) Seberapa penting hubungan atau interaksi itu untuk dipertahankan.

Dalam situasi sosial, yang di dalamnya terdapat keterikatan interaksi, individu harus hidup bersama dengan orang lain
dalam periode tertentu. Oleh karena itu diperlukan interaksi yang efektif selama beberapa waktu. Faktor-faktor lain
yang berpengaruh terhadap pengelolaan konflik, seperti dirangkum sebagai berikut.

c) Kepribadian Individu Yang Terlibat Konflik .

Stenberg dan Soriano (dalam Farida, 1996) berpendapat bahwa gaya pengelolaan konflik seorang individu dapat
diprediksi dari karakteristik-karakteristik intelektual dan kepribadiannya. Mereka menemukan bahwa subyek dengan
skor intelektual yang rendah cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi konflik. Sebaliknya subyek dengan
skor intelektual yang tinggi lebih cenderung untuk menggunakan gaya-gaya pengelolaan konflik yang membuat konflik
melunak.
d) Situasional.

Aspek situasi yang penting antara lain adalah perbedaan struktur kekuasaan, riwayat hubungan, lingkungan sosial dan
pihak ketiga. Apabila satu pihak memiliki kekuasaan lebih besar terhadap situasi konflik, maka besar kemungkinan
konflik akan diselesaikan dengan cara dominasi oleh pihak yang lebih kuat posisinya. Riwayat hubungan menunjuk
pada pengalaman sebelumnya dengan pihak lain, sikap dan keyakinan terhadap pihak lain tersebut. Termasuk dalam
aspek lingkungan sosial adalah norma-norma sosial dalam menghadapi konflik dan iklim sosial yang mendukung
melunaknya konflik atau justru mempertajam konflik. Sedangkan campur tangan pihak ketiga yang memiliki hubungan
buruk dengan salah satu pihak yang berselisih dapat menyebabkan membesarnya konflik. Sebaliknya, hubungan baik
pihak ketiga dengan pihak-pihak yang berselisih dapat melunakkan konflik karena pihak ketiga dapat berperan sebagai
mediator.

e) Interaksi

Digunakannya pendekatan disposisional saja dalam mencari pemahaman akan perilaku sosial dianggap mempunyai
manfaat yang terbatas. Pendekatan yang lebih dominan dalam menerangkan perilaku sosial adalah interaksi dan saling
mempengaruhinya determinan situasional dan disposisional.

f) Isu Konflik.

Tipe isu tertentu kurang mendukung resolusi konflik yang konstruktif dibandingkan dengan isu yang lain. Tipe isu
seperti ini mengarahkan partisipan konflik untuk memandang konflik sebagai permainan kalah-menang. Isu yang
berhubungan dengan kekuasaan, status, kemenangan, dan kekalahan, pemilikan akan sesuatu yang tidak tersedia
substitusinya, adalah termasuk tipetipe isu yang cenderung diselesaikan dengan hasil menang-kalah. Tipe yang lain
yang tidak berhubungan dengan hal-hal di atas dapat dipandang sebagai suatu permainan yang memungkinkan setiap
pihak yang terlibat untuk menang. Pada umumnya, konflik kecil lebih mudah diselesaikan secara konstruktif daripada
konflik besar. Akan tetapi pada konflik yang destruktif, konflik yang sebenarnya kecil cenderung untuk membesar dan
meluas. Perluasan ini dapat terjadi bila konflik antara dua individu yang berbeda dianggap sebagai konflik rasial. Selain
itu bisa juga jika konflik tentang masalah biasa dipandang sebagai konflik yang bersifat substantif atau dipandang
menyangkut harga diri dan kekuasaan.

2.3.MENYELESAIKAN KONFLIK ANTAR PRIBADI

Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict) Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi
konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

a) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy).

Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai
mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau
menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah. Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa
diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga
diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri.
Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:

- Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga
bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang
mengikat.

- Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena
seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi
yang diberikan tidak mengikat.

b) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)


Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik
mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat
melalui:

- Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari
ketergantungan tugas (task independence).

- Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk
menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal
ambiquity).

- Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi
faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).

- Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power)
melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).

- Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi
yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap
sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

c) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)


Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan
menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari
ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.

Ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:

- Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving)

Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.

- Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation)


Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak
mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua
belah pihak yang terlibat konflik.

2.4.BENTUK-BENTUK KETIDAKCOCOKAN DALAM PRIBADI

a) Perbedaan individu

Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu
yang menjadi sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik,
artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian
dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung
pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

b) Perbedaan latar belakang kebudayaan.

Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak
akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu
pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

c) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan


yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda- beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka
sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan
kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan,
hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan
antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik
akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula
dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan
pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang
memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar
bidang serta volume usaha mereka.

d) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.


Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan
mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang
mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada
masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun
dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja
dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan prosesproses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk
perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Terdapat beberapa Faktor Penyebab Konflik dalam Hubungan Antar pribadi yaitu: Perbedaan individu yang
meliputi perbedaan pendirian dan perasaan; Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-
pribadi yang berbeda; Perbedaan kepentingan antara individu.

Strategi dalam Mengatasi Konflik yaitu : Gaya kura-kura; Gaya ikan hiu; Gaya kancil;Gaya rubah; Gaya burung
hantu.

3.2.SARAN

Diharapkan setelah para pembaca membaca makalah ini, pembaca dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang
terdapat dalam makalah ini serta dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu dapat melakukan
hubungan antar manusia dengan baik.
PEMBAHASAN

PENYELESAIAN KONFLIK

Pengertian konflik

Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang
boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling
tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing masing komponen organisasi
memiliki kepentingan atau tujuan sendiri sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi
individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara
umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan
individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama
pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu
sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan
memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang
telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).

Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok
lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara
dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).

Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole:
1984).

Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi
sumber sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat
(Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).

Alabeness dalam Nimran mengartikan konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-
pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri
usaha pencapaian tujuan pihak lain.

Hakekat konflik
Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang-kalah antar kelompok atau perorangan
yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi. Atau dengan kata lain, konflik adalah
segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak. Pertentangan
kepentingan ini berbeda dalam intensitasnya tergantung pada sarana yang dipakai. Masing-masing ingin
membela nilai-nilai yang telah menganggap mereka benar, dan memaksa pihak lain untuk mengakui
nilai-nilai tersebut baik secara halus maupun keras.

Pandangan Tentang Konflik

Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang
buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah
violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang orang, dan kegagalaan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik
dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap
sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi
perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai
suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik
harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok
atau organisasi.

Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu
kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang,
damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu,
menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan
sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis diri, dan kreatif.

Jika kita mengalami ketegangan-ketegangan dan ketakutan-ketakutan yang tidak menyenangkan, tidak
usahlah kita khawatir. Akan tetapi kita harus mulai waspada, jika gelora-gelora emosi menjadi meluap-
luap, sering timbul dan berulang kali berlangsung secara kronis, sehingga menyebabkan timbulnya
ketidakseimbangan dan kegoncangan hebat dalam kepribadian kita. Lebih-lebih kalau gangguan itu tidak
mau lenyap dari hati dan tidak mau lenyap dalam tempo yang lama.

Faktor penyebab konflik

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.


Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan
yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

Perbedaan latar belakang kebudayaan

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.
Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang
dapat memicu konflik.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab
itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para
tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan
mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena
dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka
pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok
lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan
pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan
upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati
sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat
atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada
masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik
sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam
organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai
tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas
seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat
atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi
upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga
atau profesi (konflik peran (role))

Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).

Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

Konflik antar atau tidak antar agama

Konflik antar politik

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok
lain.

keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.

kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon
terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan
pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan
keluar yang terbaik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
memenangkan konflik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
kemenangan konflik bagi pihak tersebut.

KONFLIK INTERNAL (BATIN)

Konflik batin adalah suatu keniscayaan. Semua manusia pasti mengalami konflik. Konflik ke dalam yang
bersifat pribadi, dikenal dengan istilah konflik batin. Selain tidak menimbulkan friksi dengan manusia
lainnya, konflik batin penyelesaiannya relatif lebih mudah. Misalnya, mau beli mobil bagus keluaran
terbaru, tapi tabungan yang ada masih sangat minim untuk menjangkau harganya. Timbul konflik batin.
Beli atau tidak? Pinjam tambahan ke bank atau tidak? Nanti mencicilnya bagaimana, bisa apa tidak?
Atau proyek apa lagi yang bisa dikorupsi? Konflik batin bersifat individual. Andai orang itu memadamkan
keinginan untuk membeli mobil terbaru, maka usai sudah konflik yang menyertainya. Model
penyelesaian menjadi lebih sederhana.

Dibawah ini kami berikan beberapa petunjuk untuk menanggapi konflik/ kesulitan-kesulitan dalam
hidup.

Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan. Jika ada satu masalah yang mengganggu anda, janganlah
hal ini disimpan dan disembunyikan. Uraikan kesulitan tersebut pada orang yang anda percaya. dengan
demikian orang lain itu bisa ikut membantu anda dengan saran-sarannya dan ikut memecahkan
kesulitan itu.

Menghindari kesulitan untuk sementara waktu. terutama jika anda menghadapi satu masalah yang
berat dan sulit pelik, hindari atau tinggalkan untuk sementara waktu masalah tersebut. Jika anda tetap
bersitegang hati hendak mengurus kesukaran dengan rasa yang gelap, maka hal ini akan merupakan
satu penghumukan diri sendiri. Dan anda tidak akan mampu menemukan jalan keluar yang baik. Akan
sia-sa sajalah usaha tersebut.
Menyalurkan kemarahan. Kemarahan sebagai pola tingkah laku sering membuat anda jadi menyesal dan
membuat diri anda jadi ketolol-tololan. Jika anda berhasrat menggempur seseorang dengan satu
ledakan serangan kemarahan, cobalah menunda terjadinya ledakan tadi sampai esok hari. Dan pada itu,
sibukkanlah diri sendiri. dengan menghapus kemarahan yang sudah hampir meletus, pastilah anda akan
lebih mampu dan lebih siap menghadapi kesulitan secara intelegen dan rasional. Sebab, kemarahan-
kemarahan hebat yang berlangsung lama, berulang-ulang kembali dan kronis sifatnya itu dapat
menyebabkan timbulnya tekanan darah tinggi dan gejala-gejala neurosa yang gawat.

Bersedia menjadi pengalah yang baik. Jika anda sering bertengkar dengan orang lain, selalu keras kepala
dan mau menang sendiri, dan selalu mau menentang, ingatlah bahwa tingkah laku tersebut adalah
kekanak-kanakan. Berpeganglah teguh pada pendirian sendiri, jika sekiranya anda yakin berdiri di pihak
yang benar, akan tetapi berlakulah selalu tenang. Dan bersedia mengaku salah, jika pendirian anda
ternyata kemudian memang salah. Sungguhpun jika anda benar-benar ada di pihak yang benar, adalah
lebih mudah bagi anda sekiranya anda kadangkala bersedia mengalah. Jika anda ikhlas berbuat
sedemikian ini, maka anda akan mengalami bahwa lawan juga akan bersedia mengalah pada saat lain.
hasilnya ialah: (a) Anda terbebas dari tekanan batin dan konflik, (b) Anda akan menemukan cara
penyelesaian internal dan eksternal yang praktis, (c) Juga akan mendapatkan kepuasan dan dapat
mencapai kematangan pribadi.

Berbuat suatu kebaikan untuk orang lain dan memupuk sosialitas/ kesosialan. Jika anda terlalu sibuk
dengan diri sendiri atau terlalu terlibat dalam kesulitan-kesulitan sendiri, cobalah berbuat sesuatu demi
kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Hal ini akan menumbuhkan rasa harga diri, rasa berpartisipasi
idalam masyarakat dan bisa memebrikan arti atau satu nilai hidup kepada anda. Jiug memberikan rasa
kepuasan dan keindahan karena anda merasa berguna.

Menyelesaikan satu tugas dalam satu saat. bagi anda yang selalu menanggung banyak kecemasan, dan
dalam keadaan stress, suatu tugas yang ringan dan biasapun akan merupakan beban yang berat
baginya. Jika terjadi demikian, pilihlah satu tugas/ pekerjaan yang harus diselesaikan paling dahulu
dengan mengesampingkan hal-hal lain atau tugas-tugas lain. Jika anda dapat menyelesaikan kesukaran
yang pertama ini, maka kesulitan-kesulitan yang lain dengan mudah dapat diatasi. Jika anda merasa
tidak mampu memecahkan satu persoalan, maka bertanyalah pada diri sendiri, apakah anda tidak
terlalu ambisius, tidak menganggap harga diri sendiri terlalu tinggi dan terlampau terlampau penting,
sehingga melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri. Dan apakah anda tidak terlalu banyak menuntut
pada hal-hal yang sulit dicapai.

Jangan menganggap diri terlalu super. Curahkan segenap kemampuan anda dalam suatu usaha. Tapi
jangan hendaknya anda membebani diri sendiri dengan satu tugas dan cita-cita yang sekiranya tidak
akan sanggup anda capai. Dan janganlah percaya bahwa anda akan bisa mencapai satu kesempurnaan.
Sebab kesempurnaan sejati itu hanya ada pada Tuhan.

Menerima segala kritik dengan dada lapang. Ada orang yang terlalu banyak mengharap dari orang lain,
dia akan merasa sangat kecewa an mengalami frustasi jika ada orang lain yang tidak bisa memuaskan
dirinya, terlebih lagi jika orang lain itu tidak sesuai dengan norma/ standard ukuran sendiri dan
kemauannya. Maka ingatlah bahwa setiap pribadi mempunyai hak untuk berkembang sebagai individu
yang unik, otonom, dan bebas. Karena itu janganlah dirinya kita jadikan obyek manipulasi demi
kepentingan sendiri. Seorang yang kecewa karena melihat kekurangan orang lain sebenarnya pada
intinya dia sangat kecewa pada diri sendiri. Orang yang demikian ini akan mengganggap perlu adanya
perbaikan pada orang lain, tetapi menganggap tidak ada faedahnya untuk mengadakan koreksi pada diri
sendiri. hal ini menunjukkan ketidakdewasaan pribadinya. karena itu demi peningkatan martabat
sendiri, hendaknya kita menerima segala macam kritik dengan lapang dada demi perkembangan pribadi
kita.

Memberikan kemenangan pada orang lain. Orang yang selalu dalam ketegangan batin, biasanya
empunyai semboyan saya harus lebih unggul daripada orang lain dan harus menang, Tidak peduli
apakah yang dilakukannya itu perbuatan besar atau pekerjaan yang kecil dan remeh. segala kejadian
dianggap sebagai pacuan, yang harus dimenangkan olehnya dimana harus ada seorang yang kalah dan
luka-luka. Kompetisi atau persaingan dalam kehidupan itu memang harus ada demi kemajuan dunia.
Akan tetapi yang lebih penting ialah adanya unsur kerjasama (yang mutlak harus ada) demi
kelangsungan hidup individu dan kehidupan bersama, demi ketententraman dan kebahagiaan insani.
Kerjasama merupakan unsur mutlak yang harus ada dalam kehidupan bersama, kalau manusia masih
mau mempertahankan hidupnya dan ingin tenteram batinnya. Jika kita bersedia menerima orang lain
sebagai pemenang, hal ini akan memudahkan pengertian diri sendiri. Selanjutnya jika orang lain itu tidak
lagi merasa terancam oleh kita sebab ia pernah dimenangkan walaupun sebenarnya ia jatuh terkapar
kalah, maka dia juga akan berhenti menjadi ancaman bagi kita (dia akan berhenti mengancam diri kita).

KONFLIK EKSTERNAL (SOSIAL

konflik sosial adalah konflik yang bersifat terbuka. Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat
atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi dan bila
keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang atau lembaga terancam.

Cara-cara Pemecahan konflik

Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan
akomodasi. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut
dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :

1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan
suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang
luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci
keagamaan, dan lain-lain.

2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan
keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan
berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa
dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang
mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.

4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai
persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen
Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur,
dan lain-lain.

5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang
seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah
pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.

6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :

1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan
dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.

2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat
memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan
yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.

3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan
tanpa mempertimbangkan argumentasi.

4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh
kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk
melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.

5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat
sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik merupakan sautau proses sehubungan dengan pribadi seseorang dan juga lingnkungannya.
Dimana konflik merupakan suatu gejala dimana individu mengalami ketidak senangan dan ketidak
setujuan terhadap suatu hal yang kemudian menimbulkan ketimpangan dan ketidaknyamanan kepada
dirinya sendiri.

Konflik dapat diselesaikan tergantung dengan bagaimana kita memanajemen konflik tersebut agar tidak
berkembang menjadi hal yang yang merugikan.

B. Kritik & Saran

Sebagai penyusun, saya akui tidak terlepas dari kesalahan dan keterbatasan. Karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisa makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.


PEMBAHASAN

PENYELESAIAN KONFLIK

Pengertian konflik

Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang
boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan,
kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling
tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing masing komponen organisasi
memiliki kepentingan atau tujuan sendiri sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi
individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara
umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam
organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan
individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama
pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu
sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan
memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang
telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).

Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok
lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara
dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).

Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole:
1984).

Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi
sumber sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat
(Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).

Alabeness dalam Nimran mengartikan konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada di antara pihak-
pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara tujuan dan peluang untuk mencampuri
usaha pencapaian tujuan pihak lain.

Hakekat konflik
Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang-kalah antar kelompok atau perorangan
yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi. Atau dengan kata lain, konflik adalah
segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak. Pertentangan
kepentingan ini berbeda dalam intensitasnya tergantung pada sarana yang dipakai. Masing-masing ingin
membela nilai-nilai yang telah menganggap mereka benar, dan memaksa pihak lain untuk mengakui
nilai-nilai tersebut baik secara halus maupun keras.

Pandangan Tentang Konflik

Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang
buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah
violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat
komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang orang, dan kegagalaan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.

Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik
dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap
sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi
perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai
suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik
harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok
atau organisasi.

Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu
kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang,
damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu,
menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan
sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis diri, dan kreatif.

Jika kita mengalami ketegangan-ketegangan dan ketakutan-ketakutan yang tidak menyenangkan, tidak
usahlah kita khawatir. Akan tetapi kita harus mulai waspada, jika gelora-gelora emosi menjadi meluap-
luap, sering timbul dan berulang kali berlangsung secara kronis, sehingga menyebabkan timbulnya
ketidakseimbangan dan kegoncangan hebat dalam kepribadian kita. Lebih-lebih kalau gangguan itu tidak
mau lenyap dari hati dan tidak mau lenyap dalam tempo yang lama.

Faktor penyebab konflik

Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.


Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan
yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

Perbedaan latar belakang kebudayaan

Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya.
Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang
dapat memicu konflik.

Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab
itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para
tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan
mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena
dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka
pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok
lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan
pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan
upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati
sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat
atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada
masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik
sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat
berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam
organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai
tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas
seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat
atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi
upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga
atau profesi (konflik peran (role))

Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).

Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

Konflik antar atau tidak antar agama

Konflik antar politik

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok
lain.

keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.

kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.

dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon
terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan
pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:

Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan
keluar yang terbaik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk
memenangkan konflik.

Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
kemenangan konflik bagi pihak tersebut.

KONFLIK INTERNAL (BATIN)

Konflik batin adalah suatu keniscayaan. Semua manusia pasti mengalami konflik. Konflik ke dalam yang
bersifat pribadi, dikenal dengan istilah konflik batin. Selain tidak menimbulkan friksi dengan manusia
lainnya, konflik batin penyelesaiannya relatif lebih mudah. Misalnya, mau beli mobil bagus keluaran
terbaru, tapi tabungan yang ada masih sangat minim untuk menjangkau harganya. Timbul konflik batin.
Beli atau tidak? Pinjam tambahan ke bank atau tidak? Nanti mencicilnya bagaimana, bisa apa tidak?
Atau proyek apa lagi yang bisa dikorupsi? Konflik batin bersifat individual. Andai orang itu memadamkan
keinginan untuk membeli mobil terbaru, maka usai sudah konflik yang menyertainya. Model
penyelesaian menjadi lebih sederhana.

Dibawah ini kami berikan beberapa petunjuk untuk menanggapi konflik/ kesulitan-kesulitan dalam
hidup.

Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan. Jika ada satu masalah yang mengganggu anda, janganlah
hal ini disimpan dan disembunyikan. Uraikan kesulitan tersebut pada orang yang anda percaya. dengan
demikian orang lain itu bisa ikut membantu anda dengan saran-sarannya dan ikut memecahkan
kesulitan itu.

Menghindari kesulitan untuk sementara waktu. terutama jika anda menghadapi satu masalah yang
berat dan sulit pelik, hindari atau tinggalkan untuk sementara waktu masalah tersebut. Jika anda tetap
bersitegang hati hendak mengurus kesukaran dengan rasa yang gelap, maka hal ini akan merupakan
satu penghumukan diri sendiri. Dan anda tidak akan mampu menemukan jalan keluar yang baik. Akan
sia-sa sajalah usaha tersebut.
Menyalurkan kemarahan. Kemarahan sebagai pola tingkah laku sering membuat anda jadi menyesal dan
membuat diri anda jadi ketolol-tololan. Jika anda berhasrat menggempur seseorang dengan satu
ledakan serangan kemarahan, cobalah menunda terjadinya ledakan tadi sampai esok hari. Dan pada itu,
sibukkanlah diri sendiri. dengan menghapus kemarahan yang sudah hampir meletus, pastilah anda akan
lebih mampu dan lebih siap menghadapi kesulitan secara intelegen dan rasional. Sebab, kemarahan-
kemarahan hebat yang berlangsung lama, berulang-ulang kembali dan kronis sifatnya itu dapat
menyebabkan timbulnya tekanan darah tinggi dan gejala-gejala neurosa yang gawat.

Bersedia menjadi pengalah yang baik. Jika anda sering bertengkar dengan orang lain, selalu keras kepala
dan mau menang sendiri, dan selalu mau menentang, ingatlah bahwa tingkah laku tersebut adalah
kekanak-kanakan. Berpeganglah teguh pada pendirian sendiri, jika sekiranya anda yakin berdiri di pihak
yang benar, akan tetapi berlakulah selalu tenang. Dan bersedia mengaku salah, jika pendirian anda
ternyata kemudian memang salah. Sungguhpun jika anda benar-benar ada di pihak yang benar, adalah
lebih mudah bagi anda sekiranya anda kadangkala bersedia mengalah. Jika anda ikhlas berbuat
sedemikian ini, maka anda akan mengalami bahwa lawan juga akan bersedia mengalah pada saat lain.
hasilnya ialah: (a) Anda terbebas dari tekanan batin dan konflik, (b) Anda akan menemukan cara
penyelesaian internal dan eksternal yang praktis, (c) Juga akan mendapatkan kepuasan dan dapat
mencapai kematangan pribadi.

Berbuat suatu kebaikan untuk orang lain dan memupuk sosialitas/ kesosialan. Jika anda terlalu sibuk
dengan diri sendiri atau terlalu terlibat dalam kesulitan-kesulitan sendiri, cobalah berbuat sesuatu demi
kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Hal ini akan menumbuhkan rasa harga diri, rasa berpartisipasi
idalam masyarakat dan bisa memebrikan arti atau satu nilai hidup kepada anda. Jiug memberikan rasa
kepuasan dan keindahan karena anda merasa berguna.

Menyelesaikan satu tugas dalam satu saat. bagi anda yang selalu menanggung banyak kecemasan, dan
dalam keadaan stress, suatu tugas yang ringan dan biasapun akan merupakan beban yang berat
baginya. Jika terjadi demikian, pilihlah satu tugas/ pekerjaan yang harus diselesaikan paling dahulu
dengan mengesampingkan hal-hal lain atau tugas-tugas lain. Jika anda dapat menyelesaikan kesukaran
yang pertama ini, maka kesulitan-kesulitan yang lain dengan mudah dapat diatasi. Jika anda merasa
tidak mampu memecahkan satu persoalan, maka bertanyalah pada diri sendiri, apakah anda tidak
terlalu ambisius, tidak menganggap harga diri sendiri terlalu tinggi dan terlampau terlampau penting,
sehingga melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri. Dan apakah anda tidak terlalu banyak menuntut
pada hal-hal yang sulit dicapai.

Jangan menganggap diri terlalu super. Curahkan segenap kemampuan anda dalam suatu usaha. Tapi
jangan hendaknya anda membebani diri sendiri dengan satu tugas dan cita-cita yang sekiranya tidak
akan sanggup anda capai. Dan janganlah percaya bahwa anda akan bisa mencapai satu kesempurnaan.
Sebab kesempurnaan sejati itu hanya ada pada Tuhan.

Menerima segala kritik dengan dada lapang. Ada orang yang terlalu banyak mengharap dari orang lain,
dia akan merasa sangat kecewa an mengalami frustasi jika ada orang lain yang tidak bisa memuaskan
dirinya, terlebih lagi jika orang lain itu tidak sesuai dengan norma/ standard ukuran sendiri dan
kemauannya. Maka ingatlah bahwa setiap pribadi mempunyai hak untuk berkembang sebagai individu
yang unik, otonom, dan bebas. Karena itu janganlah dirinya kita jadikan obyek manipulasi demi
kepentingan sendiri. Seorang yang kecewa karena melihat kekurangan orang lain sebenarnya pada
intinya dia sangat kecewa pada diri sendiri. Orang yang demikian ini akan mengganggap perlu adanya
perbaikan pada orang lain, tetapi menganggap tidak ada faedahnya untuk mengadakan koreksi pada diri
sendiri. hal ini menunjukkan ketidakdewasaan pribadinya. karena itu demi peningkatan martabat
sendiri, hendaknya kita menerima segala macam kritik dengan lapang dada demi perkembangan pribadi
kita.

Memberikan kemenangan pada orang lain. Orang yang selalu dalam ketegangan batin, biasanya
empunyai semboyan saya harus lebih unggul daripada orang lain dan harus menang, Tidak peduli
apakah yang dilakukannya itu perbuatan besar atau pekerjaan yang kecil dan remeh. segala kejadian
dianggap sebagai pacuan, yang harus dimenangkan olehnya dimana harus ada seorang yang kalah dan
luka-luka. Kompetisi atau persaingan dalam kehidupan itu memang harus ada demi kemajuan dunia.
Akan tetapi yang lebih penting ialah adanya unsur kerjasama (yang mutlak harus ada) demi
kelangsungan hidup individu dan kehidupan bersama, demi ketententraman dan kebahagiaan insani.
Kerjasama merupakan unsur mutlak yang harus ada dalam kehidupan bersama, kalau manusia masih
mau mempertahankan hidupnya dan ingin tenteram batinnya. Jika kita bersedia menerima orang lain
sebagai pemenang, hal ini akan memudahkan pengertian diri sendiri. Selanjutnya jika orang lain itu tidak
lagi merasa terancam oleh kita sebab ia pernah dimenangkan walaupun sebenarnya ia jatuh terkapar
kalah, maka dia juga akan berhenti menjadi ancaman bagi kita (dia akan berhenti mengancam diri kita).

KONFLIK EKSTERNAL (SOSIAL

konflik sosial adalah konflik yang bersifat terbuka. Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat
atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi dan bila
keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang atau lembaga terancam.

Cara-cara Pemecahan konflik

Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan
akomodasi. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan tersebut
dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :

1. Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan
suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan perawatan bagi yang
luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan perdamaian, merayakan hari suci
keagamaan, dan lain-lain.

2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan
keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan
berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa
dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang
mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.

4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai
persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen
Tenaga Kerja. Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur,
dan lain-lain.

5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang
seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah
pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.

6. Adjudication (ajudikasi), yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :

1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan
dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.

2. Subjugation atau domination, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat
memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan
yang memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.

3. Majority rule, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan
tanpa mempertimbangkan argumentasi.

4. Minority consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati oleh
kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk
melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.

5. Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat
sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik merupakan sautau proses sehubungan dengan pribadi seseorang dan juga lingnkungannya.
Dimana konflik merupakan suatu gejala dimana individu mengalami ketidak senangan dan ketidak
setujuan terhadap suatu hal yang kemudian menimbulkan ketimpangan dan ketidaknyamanan kepada
dirinya sendiri.

Konflik dapat diselesaikan tergantung dengan bagaimana kita memanajemen konflik tersebut agar tidak
berkembang menjadi hal yang yang merugikan.

B. Kritik & Saran

Sebagai penyusun, saya akui tidak terlepas dari kesalahan dan keterbatasan. Karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisa makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.


Upaya Penyelesaian Konflik
Terdapat beberapa strategi mengatasi konflik, yaitu dengan Gara yang produktif dan cara yang tidak
produktif

a. Beberapa strategi yang produktif antara lain sebagai berikut

1) Withdrawal yaitu dengan menunggu sambil berusaha memahami situasi, setelah kira-kira mampu dan
yakin dapat berhasil, baru melangkah untuk mengatasinya.

2) Assertif yaitu berusaha mengatasi secara tegas dan dengan cara yang baik, serta berusaha membina
hubungan yang baik dengan pihak lain ditandai dengan adanya kemauan baik untuk saling mengerti
serta memahami alasan, pertimbangan, dan kepentingan pihak lain tersebut.

3) Adjusting yaitu berusaha menyesuaikan diri dengan pihak lain


Individu menyetujui syarat-syarat yang diminta oleh pihak yang terlibat konflik dengannya sampai batas
tertentu

b. Beberapa strategi yang tidak produktif antara lain sebagai berikut.

1) Avoidance (menolak adanya konflik), cara ini termasuk cara yang paling sering dilakukan, bentuknya
dapat berupa lari secara fisik. Misalnya menghindarkan diri menjauhkan diri, serta tidak mengimbangi
atau melayani orang yang sedang marah.

2) Force (menggunakan kekuatan), penyelesaian konflik dengan cara ini biasanya menggunakan
kekuataan fisik, ancaman, teror, dan paksaan. Biasanya hanya selesai dalam seketika saja dan pihak-
pihak yang dirugikan merasakan luka dan menyimpan dendam. Suatu ketika dendam itu akan muncul ke
permukaan, tidak hanya berupa konflik saja tetapi bisa disertai dengan kekerasan sebagai balas dendam.

3) Mengabaikan adanya konflik, cara ini menganggap seolah-olah konflik yang ada tidak terlalu penting
dan tidak perlu dipikirsecara serius, biarlah konflik hilang dengan sendirinya

4) Blame (menyalahkan orang lain), kadang-kadang sumber konflik tidak jelas dari mana datangnya dan
apa penyebabnya. Hanya karena emosi, kemudian dengan gampang menyalahkan orang lain

5) Silencers (bersikap supaya orang lain diaml, cara yang biasanya digunakan yaitu menangis di hadapan
lawan atau menggunakan kata-kata sarkasme yang menyinggung masalah pribadi, sehingga pihak lawan
kemudian berdiam diri karena merasa malu dan tidak mau meladeni konflik yang terjadi. Di samping
cara-cara tersebut, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik antara
lain sebagai berikut.

a. Win-Win Solution

Cara ini dilakukan oleh setiap pihak dengan mengambil sikap ingin menang. Kedua belah pihak tidak ada
yang mau mengalah, biasanya dilakukan dengan kekerasan yang berakhir dengan kehancuran,
walaupun tetap ada pihak yang merasa menang. Misalnya, konflik antara Irak dan Amerika. Kedua
negara ini tidak ada yang mau mengalah, akhirnya terjadi perangan. Dari kedua belah pihak jatuh korban
yang tidak sedikit dan lebih parahnya lagi Irak hancur karena serangan Amerika yang memiliki
persenjataan yang canggih.

b. Win-Lose Solution

Cara ini dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik dengan mengambil sikap salah satu pihak mengalah
dengan pertimbangan untuk menjaga ketenteraman dan menjaga kelangsungan hidup hubungan yang
baik. Di samping itu, juga untuk menjaga agar tidak terjadi kehancuran atau keretakan hubungan

c. Lose-Lose Solution

Cara ini dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik dengan mengambil sikap keduanya sama-sama
pada posisi mengalah, tidak ada yang merasa menang dan tidak ada yang merasa kalah. Thomas (1976)
menjelaskan tentang pendekatan pemecahan baru konflik. Metode tersebut paling umum
digunakan, yang mengkaji konflik dari dua dimensi utama yaitu sebagai berikut

a. Tingkat asertif atau ketegasan setiap pihak dalam memperjuangkan pendapat pribadinya.

b. Tingkat kemauan untuk bekerja sama dari setiap pihak yang terlibat, dalam upayanya mencapai
kondisi yang paling memuaskan.

Dari dua dimensi tersebut dapat dijabarkan lima metode pemecahan konflik yaitu metode kompetisi,
kolaborasi, menghindari, akomodasi, dan kompromi.

a. Metode Kompetisi

Metode kompetisi adalah pemecahan masalah atau konflik sosial dengan cara menciptakan arena
persaingan atau perlombaan. Adapun syarat dilakukannya metode kompetisi antara lain sebagai berikut.

1) Apabila kondisi sangat mendesak, darurat, dan gawat.

2) Dibutuhkan adanya sedikit tekanan terhadap pihak-pihak yang berkonflik.

3) Apabila konflik sangat berpengaruh pada kelanjutan organisasi dan yang mengetahuinya hanya pihak
yang berkonflik.

b. Metode Kolaborasi

Metode kolaborasi adalah teknik pemecahan masalah untuk memberikan keuntungan yang sama
terhadap kedua belah pihak yang berselisih. Kedua belah pihak harus beriktikad baik untuk menahan diri
dan melakukan pengendalian sosial sendiri, serta bekerja sama untuk memperoleh pemecahan masalah

Syarat-syarat dilakukannya metode kolaborasi adalah sebagai berikut.

1) Apabila kedua belah pihak yang berkonflik memiliki pendapat yang sangat baik jika digabungkan,
sehingga didapatkan solusi yang integratif

2) Apabila tujuan konflik yang kita hadapi adalah untuk belajar dari pihak lain

3) Apabila kita ingin mendapatkan nilai-nilai positif dari pihak-pihak yang memiliki perspektif yang sama
dengan kita.

4) Apabila kita ingin memperoleh komitmen dari pihak lain dengan jalan melakukan konsensus

c. Metode Menghindari

Metode menghindari adalah pemecahan konflik sosial dengan cara salah satu pihak yang berselisih
menarik diri untuk menghindari konflik yang terjadi. Syarat-syarat dilakukannya metode menghindari
adalah sebagai berikut.

1) Apabila masalah dan konflik yang dihadapi sangat sepele atau sederhana, sementara masalah-
masalah lain yang lebih penting masih cukup banyak.
2) Apabila masalah yang ada sangat menentukan dan vital bagi pihak lain yang mengalami masalah
tersebut, sementara masalah yang sama tidak berarti apa-apa bagi kita dan kita mmembutuhkan kerja
sama pihak lain

3) Akomodasi dilakukan untuk meminimalisasi kerugian kita apabila kita telah kalah dalam kompetisi
dengan pihak lain

4) Apabila keselarasan dan stabilitas menjadi ukuran yang terpenting pada saat itu

5) Dilakukan untuk memberikan kesempatan pada pihak lain untuk belajardari kesalahan yang telah
dilakukan.

Bentuk-bentuk akomodasi adalah sebagai berikut.

1) Gencatan senjata, merupakan suatu upaya pencegahan permusuhan antarpihak yang berkonflik dalam
jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya,
ketika melakukan perawatan bagi yang terluka atau mengadakan perundingan perdamaian.

2) Arbitrase (arbitration), merupakan upaya untuk mencapai kompromi dengan adanya pihak ketiga yang
menghentikan perselisihan serta kedua belah pihak yang bertikai menerima dan menaati keputusan yang
diambil. Pihak ketiga dapat dipilih oleh pihak pihak yang bertikai dan dapat juga ditunjuk oleh pemerintah
atau pengadilan

3) Mediasi, merupakan upaya penghentian pertikaian oleh pihak ketiga dengan diberikan keputusan yang
mengikat. Misalnya, PBB membantu menyelesaikan masalah Indonesia dengan Timor Timur pada jajak
pendapat tahun 1999

4) Konsiliasi, merupakan upaya untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih bagi
tercapainya suatu persetujuan bersama.

5) Stalemate, merupakan suatu keadaandi mana pihak yang berkonflik memiliki kekuatan yang seimbang,
tetapi berhenti pada titik terteritu dalam melakukan pertentangannya karena kedua belah pihak tidak ada
kemungkinan lagi, baik untuk maju maupun untuk mundur. Misalnya, perlombaan senjata antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang Dingin.

6) Ajudikasi adjudication), merupakan suatu penyelesaian perkara atau sengketa pengadilan

7) Eliminasi (elimination), merupakan pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat konflik. Misalnya,
salah satu pihak mengalah, mundur, atau keluar.

8) Dominasi (subjugation), maksudnya pihak yang memiliki kekuatan terbesar dapat memaksa pihak lain
untuk menaatinya, sehingga pihak yang lemah terpaksa mengakhiri konflik karena tidak memiliki
kekuatan untuk melawan.

9) Majority rule, merupakan suara terbanyak yang ditentukan melalui voting yang menentukan keputusan
tanpa mempertimbangkan argumentasi. Upaya penyelesaian konflik diputuskan dengan suara terbanyak.
Misalnya, oleh karena tidak ada kata sepakat maka rapat anggota DPR yang membahas rancangan
undang-undang (RUU) dilakukan dengan suara terbanyak.

10) Minority consent, artinya kelompok minoritas yang kalah menerima keputusan serta sepakat untuk
melakukan kegiatan bersama. Misalnya, persaingan antara dua perusahaan, apabila salah satu pihak
kalah maka harus bersedia bekerja sama dengan pihak yang menang. Integrasi, maksudnya pendapat
yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan,

11) dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai keputusan yang memuaskan pihak- pihak yang
terkait.

e. Metode Kompromi

Metode kompromi adalah pemecahan konflik dengan cara semua pihak yang terlibat konflik berusaha
mencari jalan tengah dengan menguraikan tuntutan tertentu. Syarat dilakukannya kompromi adalah
sebagai berikut.

1) Apabila tujuan penyelesaian konflik adalah segalanya dan kita tidak dapat memaksimalkan, baik
ketegasan maupun kerja sama kita.

2) Apabila dilihat tidak ada manfaat yang dapat diperoleh jika konflik diselesaikan.

3) Apabila ingin memberikan kesempatan pada pihak lain untuk "tenang" dan "ding sehingga diperoleh
perspektif yang jauh lebih baik.

4) Apabila pihak lain dianggap dapat mengatasi konflik tersebut jauh lebih baik daripada kita.

5) Apabila konflik berasal dari gejala permasalahan yang lain.

d. Metode Akomodasi

Metode akomodasi adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya dua atau lebih individu atau
kelompok berusaha untuk saling menyesuaikan diri serta tidak saling mengganggu dengan cara
mencegah, mengurangi, atau menghentikan ketegangan yang timbul atau yang sudah ada sehingga
tercapai kestabilan (keseimbangan)

Syarat dilakukannya metode akomodasi adalah sebagai berikut

1) Apabila kita menyadari bahwa kitalah pihak yang bersalah dan perlu segera untuk memperbaiki diri
2) Apabila pihak lain memiliki kekuatan yang sama besar dengan kita, sementara itu peluang yang ada
berimbang.

3) Diadakan untuk mencapai penyelesaian sementara.

4) Untuk mendapatkan solusi yang memuaskan pihak-pihak yang terkait dalam kondisi waktu yang
sangat mendesak.

5) Apabila metode kolaborasi dan kompetisi tidak berhasil. Penggunaan kelima metode tersebut sangat
bergantung pada situasi yang dihadapi.

Perhatikan kolom berikut!


Di Indonesia, penyelesaian konflik telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang
Penanganan Konflik Sosial, yang meliputi tiga aspek berikut

Baca juga:
/* kode iklan */
1. Fungsi Konflik Sosial dan Dampak Koflik Sosial Materi Sosiologi
2. Gejala Modernisasi Masyarakat Indonesia Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Materi
Sosiologi
3. HUBUNGAN ANTARPRANATA SOSIAL dan PRANATA TOTAL DAN PRANATA DOMINAN
MATERI SOSIOLOGI
4. JENIS-JENIS PENELITIAN MATERI SOSIOLOGI
a. Pencegahan Konflik (Pasal 6)

Pencegahan dilakukan dengan upaya sebagai berikut.

1) Memelihara kondisi damai dalam masyarakat.

2) Mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai.

3 Meredam potensi konflik

4) Membangun sistem peringatan dini.

b. Penghentian Konflik (Pasal 12)

Penghentian konflik dilakukan melalui sebagai berikut.

1) Penghentian kekerasan fisik.

2) Penetapan status keadaan konflik.

3) Tindakan darurat penyelamatan dan perlindungan korban

4) Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI.

c. Pemulihan Pascakonflik (Pasal 36-38)

Upaya pemulihan pascakonflik meliputi sebagai berikut.

1) Rekonsiliasi, terdiri dari perundingan secara damai, pemberian restitusi (penggantian kerugian), dan
pemaafan.

2) Rehabilitasi, yaitu pemulihan psikologis korban: pemulihan kondisi sosial, ekonomi budaya,
keamanan, dan ketertiban; perbaikan dan pengembangan lingkungan dan/ atau daerah perdamaian;
penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat dan sebagainya

3) Rekonstruksi, yaitu pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan dan/atau
daerah pascakonflik; pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian:
perbaikan sarana dan prasarana umum daerah konflik, dan sebagainya.

Apabila konflik terjadi karena interaksi bertingkat berbagai faktor, telah sedemikian tinggi intensitasnya,
melibatkan kekerasan dan pertikaian bersenjata, mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, serta kerusakan
harta benda dalam jumlah besar maka diperlukan resolusi konflik. Resolusi konflik adalah upaya
penanggulangan atau penyelesaian konflik dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang
berkonflik. Mia Rambotham, dan Woodhouse memaparkan resolusi konflik dalam empat langkah berbeda
yang disesuaikan dengan tahap feriadinya konflik, yaitu sebagai berikut.

a. Mencipta Perdamaian (Peacemaking)

Pada tahap ini, pihak-pihak yang terlibat konflik didekati, didorong, dan diyakinkan untuk mencapai
kesepakatan penyelesaian konflik secara sukarela
b. Menjaga Perdamaian (Peacekeeping)

Pada tahap ini dilakukan penempatan polisi atau anggota angkatan bersenjata untuk memisahkan
masing-masing kelompok yang terlibat konflik, sekaligus melakukan peran sipil yang memantau serta
mendukung intervensi kemanusiaan berupa penyaluran bantuan atau perawatan korban konflik.

c. Menegakkan Perdamaian (Peace-enforcement

Merupakan pemaksaan penyelesaian konflik oleh pihak ketiga yang memiliki kekuatan,

d. Membangun Perdamaian Jangka Panjang (Peace-building)

Merupakan upaya menyelesaikan akar penyebab konflik dan meletakkan dasar kepercayaan bagi
hubungan jangka panjang antara para pihak yang berkonflik.

Sementara itu, Andi Widjajanto menguraikan tahap-tahap resolusi konflik sebagai

a. Tahap I: Mencari Deeskalasi Konflik

Di tahap pertama, konflik masih diwarnai oleh pertikaian bersenjata yang memakan korban jiwa sehingga
terlebih dahulu harus diupayakan menemukan waktu yang tepat untuk memulai (entry pointy proses
resolusi konflik. Tahap pertama biasanya juga didominasi oleh penerapan strategi militer demi
mengendalikan kekerasan bersenjata yang terjadi.

b. Tahap II: Intervensi Kemanusiaan dan Negosiasi Politik

Pada tahap ini, dimulai deeskalasi konflik dengan menghentikan berlanjutnya kekerasan serta
menurunkan tingkat kebencian timbal balik melalui dialog dan komunikasi intensif Selanjutnya, negosiasi
politik bisa pula dilakukan bersamaan dengan penerapan intervensi kemanusiaan untuk meringankan
beban penderitaan korban-korban konflik.

c. Tahap III: Problem Solving Approach

Tahap ini terdiri dari sejumlah komponen berikut.

1) Masing-masing pihak mengakui legitimasi pihak lain untuk melakukan inisiatif komunikasi tingkat awal.

2) Masing-masing pihak memberikan informasi yang benar kepada pihak lain tentang kompleksitas
konflik, meliputi penyebab konflik, trauma akibat konflik, dan kendala struktural yang menghambat proses
resolusi konflik.

3) Para pihak berkonflik secara bertahap menemukan pola interaksi yang diinginkan untuk
mengomunikasikan perdamaian.

4) Menciptakan suasana kondusif bagi para pihak berkonflik untuk melakukan proses resolusi konflik.

d. Tahap IV: Working for Peace

Semboyan utama yang ingin ditegakkan adalah Quo Desiderat Pacem, Praeparet Pacem. Semboyan ini
mengharuskan aktor-aktor yang relevan untuk terus-menerus melakukan intervensi terhadap konflik
sosial dengan dua tujuan utama berikut

1) Peace keeping, yaitu upaya menjaga perdamaian yang dilakukan melalui jalinan komunikasi terus-
menerus antara pihak-pihak yang terlibat dan penempatan pasukan penjaga perdamaian untuk
memantau situasi hingga benar-benar kondusif.
2) Peace building, merupakan pembangunan perdamaian berwujud upaya peningkatan kesejahteraan,
pembangunan kembali infrastruktur yang hancur atau rusak akibat konflik, dan rekonsiliasi (menjalin
kembali hubungan) antara seluruh pihak berkonflik.

Ada hal yang perlu Anda ingat bahwa konflik perlu dimaknai sebagai suatu hal yang tidak terelakkan.
Keterbukaan dan keseriusan dalam mengurai akar permasalahan konflik serta komunikasi yang baik dan
terbuka antara para pihak berkonflik semestinya dapat di kedepankan apa pun bentuk akomodasi
maupun resolusi konflik yang dilakukan

Berikut beberapa pendapat para ilmuwan sosial tentang penyelesaian konflik.

a. Nasikun

Konflik tentu bertentangan dengan integrasi. Meskipun demikian keduanya sama-sama berjalan atau
terjadi sebagai sebuah siklus di masyarakat. Jika sebuah konflik dapat terkontrol dengan baik, justru akan
menghasilkan integrasi. Begitu pun juga dengan integrasi, jika tidak terbentuk secara sempurna dapat
menciptakan konflik. Menurut Nasikun agar konflik dapat terkontrol dengan baik, ada tiga cara
pengendalian konflik yang dapat dilakukan yaitu konsiliasi (conciliation), mediasi (mediation), dan
perwasitan (arbitration)

1) Pengendalian Konflik dengan Cara Konsiliasi

Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk men- capai persetujuan
dan menyelesaikan perselisihan itu. Konsiliasi dapat terwujud melalui lembaga-lembaga yang dapat
menumbuhkan pola diskusi dan pengambilan keputusan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Ada
empat persyaratan agar sebuah

lembaga dapat berfungsi secara efektif, yaitu sebagai berikut.

a) Harus mampu mengambil keputusan secara otono tanpa campur tangan dari badan-badan lain.

b) Lembaga harus bersifat monopolistis, dalam arti hanya lembaga itulah yang berfungsi demikian.

c) Lembaga harus mampu mengikat kepentingan bagi pihak-pihak yang berkonflik.

d) Lembaga tersebut harus bersifat demokratis.

2 Pengendalian Konflik dengan Cara Mediasi

Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai
penasihat, berkaitan dengan penyelesaian terbaik terhadap konflik yang mereka alami.

3 Pengendalian Konflik dengan Cara Perwasitan/Arbitrase

Perwasitan adalah upaya penyelesaian konflik dengan cara menunjuk pihak ketiga untuk memberikan
keputusan-keputusan dalam rangka menyelesaikan masalah yang ada. Perbedaan dengan mediasi
adalah perwasitan mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima apa pun keputusan yang
diambil oleh pihak wasit.

b. Johnson dan Johnson


atau strategi dasar pengelolaan Menurut Johnson dan Johnson terdapat beberapa gaya
yaitu sebagai berikut.

1) Withdrawing (Menarik Diri) mudah menarik diri Individu yang menggunakan strategi ini percaya
bahwa lebih (secara fisik dan psikologis) daripada menghadapinya.
2) Forcing (Memaksa) konflik yang ditawarkannya. Individu berusaha memaksa lawannya menerima
solusi mencapai kemenangan Tujuan pribadinya dianggap sangat penting. Mereka dapat dengan jalan
menyerang, menghancurkan, dan mengintimidasi orang lain.

3) smoothing (Melunak) mempertahankan Individu yang menggunakan strategi ini berpendapat


bahwa hubungan dengan orang lain jauh lebih penting dibandingkan dengan pencapaian tujuan pribadi.
Mereka merasa konflik harus dihindari demi keharmonisan d orang tidak akan dapat membicarakan
konflik tanpa mengakibatkan rusaknya hubungan

4) compromising (Kompromi)
Strategi ini terjadi apabila pihak berkonflik sama-sama mengorbankan sebagian tujuan-tujuannya. Hal itu
agar mereka dapat mencari solusi bagi kedua belah pihak.

5) Confronting (Konfrontasi)

Individu dengan tipe ini menaruh perhatian sangat tinggi terhadap tujuan pribadi maupun kelangsungan
hubungan dengan orang lain. Mereka memandang konflik sebagai masalah yang harus dipecahkan dan
solusi terhadap konflik haruslah mencapai tujuan pribadinya sendiri maupun tujuan orang lain.

c. Ury, Brett, dan Goldberg

Ury, Brett, dan Goldberg mengajukan tiga model pengelolaan konflik berpijak dari perbedaan budaya,
nilai, dan adat kebiasaan. Berikut adalah model-modelnya

1) Deffering to Status Power

Pengelolaan konflik ini menggunakan individu dengan status yang lebih tinggi agar menggunakan
kekuasaannya untuk membuat dan memaksakan solusi konflik yang ditawarkan.

2) Applying Regulations

Model ini ditekankan oleh asumsi bahwa interaksi sosial diatur oleh hukum universal. Peraturan secara
merata pada seluruh Peraturan dibakukan menggambarkan hukuman dan penghargaan yang diberikan
berdasarkan perilaku yang dilakukan, bukan berdasarkan orang yang terlibat.

3) Integrating Interest

Model ini menekankan pihak yang terlibat, untuk membuat hasilnya lebih bermanfaat bagi mereka
daripada tidak mendapatkan kesepakatan satu pun. Di sini, masing-masing pihak berbagi minat dan
prioritas untuk menemukan penyelesaian yang dapat mempertemukan minat mereka penyelesaian
konflik bila dipandang dari sudut pada masing-masing maka ada empat bentuk pengelolaan konflik, yaitu
sebagai

a) kalah kalah (menghindari konflik). Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan
menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul

b) Bentuk menang-kalah (persaingan). Bentuk kedua ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan
konflik dan pihak lain kalah.

c) Bentuk kalah menang (mengakomodasi). Bentukinijuga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat
ketegangan akibat dari konflik tersebut atau menciptakan perdamaian yang diinginkan. Setiap individu
yang berkonflik harus mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Bentuk ini digunakan untu
menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar

d) Bentuk menang menang (kolaborasi). Bentuk ini bertujuan mengatasi konflik dengan menciptakan
penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang mengikat semua pihak yang bertikai.
Masing-masing pihak harus memahami keinginan atau tuntutan pihak lainnya dan berusaha dengan
penuh komitmen untuk mencari titik temu.

d. Cribbin

Cribbin membagi pola penyelesaian konflik menjadi tiga, yaitu cara yang paling tidak efektif, yang efektif,
dan yang paling efektif

1) Strategi yang Dipandang Paling Tidak Efektif

a) Paksaan.
Strategi ini tidak disukai banyak orang. Cara ini dapat menyelesaikan konflik, tetapi dapat menimbulkan
reaksi negatif

b) Penundaan. Strategi penundaan dapat berakibat penyelesaian konflik sampai berlarut-larut

c) Bujukan. Strategi ini dapat berakibat psikologis, orang akan kebal dengan bujukan sehingga
perselisihan akan semakin tajam

d) Koalisi, adalah bentuk persekutuan untuk mengendalikan konflik. Strategi


ini bisa memaksa orang untuk memihak dan justru menambah kadar konflik menjadi sebuah "perang"

e) Tawar-menawar distribusi. Strategi ini sebenarmya tidak menyelesaikan masalah karena masing-
masing pihak saling melepaskan beberapa hal penting yang menjadi haknya. Jika konflik kembali terjadi,
mereka merasa menjadi korban

2) Strategi yang Dipandang Efektif

a) Koesistensi damai, yaitu mengendalikan konflik dengan cara tidak saling mengganggu dan saling
merugikan, dengan menetapkan peraturan yang mengacu pada perdamaian serta diterapkan secara
ketat dan konsekuen

b) Mediasi (perantaraan), dilakukan dengan menunjuk pihak ketiga untuk menjadi perantara yang
berperan secara jujur dan adil serta tidak memihak

3) Strategi yang Dipandang Paling Efektif

a) Tujuan sekutu besar, yaitu dengan melibatkan pihak-pihak yang berkonflik ke arah tujuan yang lebih
besar dan kompleks. Misalnya dengan cara membangun sebuah kesadaran nasional yang lebih mantap.

b) Tawar-menawar integratif, yaitu dengan menggiring pihak-pihak yang berkonflik untuk lebih
berkonsentrasi pada kepentingan yang lebih luas, dan tidak hanya berkisar pada kepentingan sempit.
Misalnya kepentingan individu, kelompok, golongan, atau suku bangsa tertentu.

e. Hodge dan Anthony

Menurut Hodge dan Anthony, metode resolusi (penyelesaian) konflik dapat dengan metode penggunaan
paksaan. Orang sering menggunakan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam atau
dipadamkan. Cara lainnya dengan metode penghalusan (smoothing. Pihak-pihak yang berkonflik
hendaknya saling memahami konflik dengan bahasa kasih sayang untuk memecahkan dan memulihkan
hubungan yang mengarah pada perdamaian. Selanjutnya, dengan cara demokratis. Artinya, memberikan
peluang kepada masing-masing pihak untuk mengemukakan pendapat dan memberikan keyakinan akan
kebenaran pendapatnya sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak.

f. Hendricks
Hendricks mengemukakan lima gaya pengelolaan konflik yang diorientasikan dalam organisasi maupun
perusahaan. Lima gaya yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Integrating (Menyatukan, Menggabungkan)


Individu yang memilih gaya ini melakukan tukar-menukar informasi. Di sini ada keinginan untuk
mengamati perbedaan dan mencari solusi yang dapat diterima semua kelompok.

2) Obliging (Saling Membantu)

Cara ini menempatkan nilai yang tinggi untuk orang lain atau kekuasaan yang tinggi untuk orang lain atau
kekuasaan diberikan pada orang lain. Hal ini dapat membuat seseorang merasa puas karena
keinginannya terpenuhi oleh pihak lain.

3) Dominating (Menguasai

Tekanan gaya ini adalah pada diri sendiri. Kewajiban bisa saja diabaikan demi kepentingan pribadi. Gaya
ini meremehkan kepentingan orang lain. Biasanya berorientasi pada kekuasaan dan penyelesaiannya
cenderung dengan menggunakan kekuasaan.

4) Avoiding (Menghindar)

Individu yang menggunakan gaya ini tidak menempatkan suatu nilai pada diri sendiri atau orang lain. Ini
adalah gaya menghindar dari persoalan, termasuk di dalamnya menghindar dari tanggung jawab atau
mengelak dari suatu isu.

5) Compromising (Kompromi)

Perhatian pada diri sendiri maupun orang lain berada dalam tingkat sedang.
1) Arbitrase

Arbitrase merupakan suatu pengendalian atau penyelesaian konflik yang menunjuk pihak ketiga untuk
memutuskan konflik atau pertentangan tersebut. Dalam bentuk ini, pihak yang bertikai berusaha untuk
mencari pihak ketiga untuk mengendalikan konflik tersebut.

2) Mediasi

Mediasi merupakan penyelesaian konflik yang dilakukan melalui suatu jasa perantara yang bersikap
netral. Pada mediasi, terdapat pihak yang berusaha untuk mempertemukan pihak-pihak yang bertikai
antara dua belah pihak.

3) Koersi

Koersi merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan tindakan kekerasan. Sehingga, konflik
tersebut tidak diselesaikan dengan cara damai tetapi dengan cara keras. Misalkan konflik antara
masyarakat atas dan bawah yang saling bertikai dan pada akhirnya segerombolan masyarakat lain
berusaha untuk melakukan tindakan anarkhis di antara salah satu anggota masyarakat tersebut misalnya
dengan cara memukuli salah satu anggota masyarakatnya.

4) Konsiliasi

Konsiliasi merupakan suatu pengendalian konflik dengan cara melalui lembaga tertentu. Pada bentuk
ini, lembaga tertentu melakukan persetujuan pada kedua pihak yang bertikai sehingga tidak terulang
kembali konflik tersebut. Misalkan, telah terjadi konflik pada ketua RT daerah Petukangan dengan ketua
RT daerah Tangerang mereka berdua saling bertutur kata dengan cara mengakui dirinya sendiri siapa
yang paling hebat diantara mereka berdua. Karena saling mengakui kehebatannya itu dan tidak mau
kalah, maka timbul lah konflik diantara mereka berdua. Kemudian, untuk diselesaikannya, lembaga
masyarakat meminta persetujuannya dari kedua pihak yang bertikai tadi agar konflik dapat reda.
Lembaga masyarakat itulah yang disebut lembaga tertentu.

5) Ajudikasi

Ajudikasi merupakan suatu pengendalian konflik yang diselesaikan dengan cara pengadilan atau
diselesaikan di pengadilan. Pada bentuk ini, telah terjadi konflik yang terjadi antara dua belah pihak,
kemudian pihak tersebut memilih untuk menyelesaikan konfliknya di pengadilan. Misalkan, Pak Ahmad
dan Pak Ridwan sedang berbincang - bincang tentang masalah pekerjaan yang sedang dijalaninya.
Kemudian, telah terjadi tidak persetujuan antara Pak Ahmad dan Pak Ridwan dalam bertutur kata,
sehingga timbul lah konflik maka mereka berdua memutuskan untuk meredakan konflik tersebut di
pengadilan.
6) Kompromi

Kompromi merupakan suatu persetujuan yang dilakukan dengan cara perdamaian untuk saling bersama-
sama mengurangi tuntutan. Misalkan, Pedagang mie ayam melakukan protes terhadap pedagang gado-
gado bahwa penghasilan yang di dapat oleh pedagang gado-gado lebih banyak dari pada pedagang mie
ayam. Di karenakan yang paling laku terjual adalah pedagang gado-gado. Sehingga, pedagang mie ayam
tidak setuju melihat hal itu, kemudian kedua pedagang tersebut saling marah-marahan dalam berbicara.
Pada akhirnya, salah satu warga yang sedang membeli, melakukan persetujuan diantara mereka dengan
cara damai untuk menyelesaikan masalah tersebut dan berusaha untuk saling mengurangi tuntutannya
diantara mereka berdua.

7) Toleransi

Toleransi merupakan suatu sikap saling menghargai perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam
masyarakat.

Dalam bentuk ini, masyarakat harus saling menghargai satu sama lainnya. Apa yang dianutnya, apa yang
dipercayainya, dan sebagainya. Sebagai contoh, Pekerja kantoran selama ini telah berteman baik dengan
seorang yang beragama Islam. Pada suatu saat ia di PHK dan terpaksa mencari pekerjaan baru. Setelah
ia mendapatkan pekerjaan baru tersebut, tak lama ia saling akrab dan sudah mulai terbiasa berinterkasi
dengan teman-teman barunya. Pada suatu ketika ia mendapatkan teman dekat, lama kelamaan mereka
menjadi bersahabat. Pada saat hari raya Natal ia berjalan-jalan dengan keluarga di pagi hari, tak lama
diperjalanan ia melihat sahabatnya itu ingin memasuki gereja. Ia mulai tau bahwa sahabatnya bergama
non muslim yaitu beragama Kristen. Disitu ia mempertemukan sahabatnya dan saling menyapa. Itulah
yang disebut toleransi, jadi kita harus menghargai perbedaan dalam masyarakat. Kita boleh bergaul
antara berbeda agama tetapi, kita tidak boleh ikut campur dalam urusan agama karena hukumnya
musyrik.

8) Stalamete

Stalamete merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya kekuatan yang seimbang di antara
kedua pihak yang bertikai. Sehingga, pertikaian tersebut terhenti pada titik tertentu.

Anda mungkin juga menyukai