Anda di halaman 1dari 68

ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG KABUPATEN


TULUNGAGUNG

Kelompok 1 :
PENI MUJINASTITI
DIAN SUMINAR PERTIWI
ALFAN ERZI
NAVELLA RESTINA
RIO ARDONA
FADEL MUHAMMAD

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
Kata Pengantar

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas Analisis Lingkungan Eksternal di RS
Muhammadiyah Tulungagung.
Faktor lingkungan eksternal memberikan pengaruh bagi perkembangan RS
Muhammadiyah Tulungagung. Analisa lingkungan eksternal sangat diperlukan
untuk menyusun strategi dalam pengembangan dan rencana strategi RS
Muhammadiyah Tulungagung. Analisa ini didukung oleh data-data yang
diperoleh dari rumah sakit, data sekunder dari BPS Kota Tulungagung dan
website Kota Tulungagung.
Kami menyadari bahwa tugas ini memiliki banyak kekurangan dan masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu bimbingan, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan, agar kami dapat membenahi diri dan menjadi lebih baik.
Kami berharap tugas ini dapat memberikan manfaat, tidak hanya bagi kami juga
bagi banyak pihak.

Malang, 14 September 2017

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era globalisasi ini, rumah sakit berkembang dengan sangat pesat.
Orientasi rumah sakit mengalami perubahan, dari orientasi sosial mengarah ke
orientasi yang lebih bersifat profit. Hal ini menyebabkan terjadi persaingan antar
rumah sakit. Agar dapat bertahan dalam iklim persaingan, perlu diterapkan
manajemen strategik untuk mengelola sebuah rumah sakit. Manajemen strategik
tidak terbatas pada bagaimana mengelola pelaksanaan kegiatan di dalam
organisasi, tetapi juga bagaimana mengembangkan sikap baru berkaitan dengan
perubahan eksternal.
Proses manajemen strategik terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu rumusan
strategi, implementasi strategi, serta evaluasi dan pengendalian strategi.
Perumusan strategi diawali dengan melakukan analisa lingkungan. Lingkungan
sendiri dibagi menjadi lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal
adalah lingkungan di luar organisasi yang tidak berada dalam kendali organisasi
namun memiliki dampak secara langsung dan tak langsung terhadap organisasi.
Sedangkan lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada dalam
kendali organisasi dan secara umum memiliki implikasi langsung dan khusus pada
organisasi (Hubeis dan Najib, 2014).
Hasil dari analisa lingkungan eksternal organisasi, dalam hal ini rumah
sakit, adalah identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh rumah sakit.
Pada kesempatan ini, kami melakukan analisa faktor lingkungan eksternal pada
Rumah Sakit Muhammadiyah Tulungagung yang berada di Kabupaten
Tulungagung.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah gambaran trend faktor lingkungan eksternal di RS
Muhammadiyah Tulungagung?
2. Apakah dampak dari trend lingkungan eksternal terhadap komponen
model bisnis RS Muhammadiyah Tulungagung?
3. Apa sajakah strategi yang bisa digunakan untuk mengoptimalkan peluang
(opportunity) dan mengatasi ancaman (threat) di RS Muhammadiyah
Tulungagung berdasarkan analisa faktor lingkungan eksternal?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengidentifikasi gambaran trend faktor lingkungan eksternal di RS
Muhammadiyah Tulungagung
2. Menganalisis pengaruh faktor lingkungan eksternal terhadap model
bisnis manajemen RS Muhammadiyah Tulungagung
3. Menganalisis respon RS Muhammadiyah Tulungagung terhadap
pengaruh perubahan faktor lingkungan eksternal
4. Mengetahui peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang dimiliki
RSBB berdasarkan analisa faktor lingkungan eksternal

1.3.2 Tujuan Khusus


Sarana pemelajaran bagi mahasiswa dan untuk memenuhi tugas
analisa lingkungan eksternal pada Program Studi Magister Manajemen
Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang tahun
ajaran 2017 2018.
BAB II
GAMBARAN TREND PERKEMBANGAN FAKTOR EKSTERNAL

2.1 Key Trend


2.1.1 Tren Teknologi
Rumah sakit merupakan suatu institusi pelayanan kesehatan
yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini
muncul karena pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, pendidikan dan penelitian serta mencakup berbagai tingkatan
maupun jenis disiplin, agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi
yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi
kesehatan (Rustiyanto, 2010).
Sistem Informasi dan teknologi informasi merupakan hal yang
menjadi suatu kebutuhan utama dalam segala bidang, banyak perusahaan
berlomba-lomba untuk mendapatkan sistem informasi yang terbaru untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif meski harus mengeluarkan biaya
yang besar. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi telah
diterapkan dalam berbagai bidang usaha. Baik perusahaan maupun instansi
yang berhasil melakukan integrasi antar teknologi dengan strategi bisnis
menunjukkan peningkatan pendapatan yang signifikan. Hal ini juga
berlaku pada bisnis rumah sakit, semakin baik pemanfaatan sistem
informasi dan teknologi informasi semakin membawa bisnis tersebut ke
posisi yang strategis. Perencanaan strategis sistem informasi bermanfaat
bagi rumah sakit untuk mencapai tujuan dalam arti visi dan misinya
tercapai (Irin, 2014).
Sistem informasi kesehatan sangat mutlak diperlukan karena
merupakan suatu tatanan yang berurusan dengan pengumpulan
data, pengolahan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan
informasi serta penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan
rumah sakit (Sabarguna, 2005).
Target untuk tahun 2015 yang harus dicapai negara anggota
World Summit on the Information Society (WSIS) termasuk Indonesia
yang disusun pada pertemuan 12 Desember 2003 di Jenewa
sepakat seluruh pusat kesehatan dan rumah sakit sudah harus
terhubungkan dengan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini juga
sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) periode tahun 2005-2009, bahwa arah kebijakan
peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi
difokuskan pada enam bidang salah satunya pengembangan
teknologi kesehatan dan obat-obatan (Hatta, 2012).
Penggunaan teknologi informasi dan metode komputerisasi
juga semakin berkembang terutama membantu para klinisi dalam
mengambil keputusan klinis. Sistem pendukung pengambilan
keputusan klinis mulai dikembangkan dimana-mana terutama untuk
aplikasi proses anamnesis, diagnosis, terapi dan prognosis. Meskipun
sistem semacam ini hanya bersifat membantu para klinisi, namun
keberadaannya sangat dibutuhkan terutama bagi para klinisi yang
masih pemula. Beberapa sistem pendukung keputusan klasik, sistem
cerdas, teknologi detamining dan pengolahan citra digitalmengambil
peranan penting dalam sistem pendukung keputusan tersebut. Selain
permasalahan yang bersentuhan langsung dengan dunia klinis,
teknologi informasi untuk berperan di bidang kesehatan juga dapat
berbentuk lain, seperti surveillance. Sistem informasi kesehatan
memegang peran yang sangat besar dalam pemenuhan keperluan tersebut
(Kusumadewi, 2009).
Sejalan dengan semakin majunya teknologi informasi dan
komunikasi juga membawa pengaruh terhadap perubahan rekam kesehatan
yang berbasis kertas dan elektronik. Meskipun perkembangan
teknologi informasi ini membawa pengaruh pada perluasan tujuan,
pengguna dan fungsi rekam kesehatan, namun rekam kesehatan tetap
sebagai pusat penyimpanan data dan informasi pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada pasien. Kualitas data tetap menjadi andalan
yang harus ditegakkan sesuai dengan kriteria yang mempersyaratinya.
Perencanaan rekaman untuk masa depan, baik yang masih menggunakan
konsep kertas maupun elektronik tetap harus menjaga privasi
(privacy), keamanan (security), kerahasiaan (confidentiality) dan
akses (acces) (Hatta, 2012).
Manajemen rekam medis telah berkembang menjadi
manjemen informasi kesehatan dengan dukungan perkembangan
teknologi. Manajemen informasi kesehatan tidak hanya mengumpulkan
data pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi juga melindungi
dan menjaga kerahasiannya, melakukan interprestasi dan
menganalisanya untuk membuat keputusan. Perpaduan berbagai jenis
data untuk membentuk rekam medis yang utuh merupakan suatu
tantangan baru. Penggunaan rekam medis atau informasi kesehatan
bervariasi mulai dari pelayanan kesehatan pasien dasar hingga
akreditas rumah sakit, dari tren peningkatan kualitas sampai riset
medis dan pendidikan. Semua ini membutuhkan ketersediaan
informasi yang lengkap dan terkini (Rustiyanto, 2010).
2.1.2 Tren Regulasi
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah sebuah sistem jaminan
sosial yang ditetapkan di Indonesia dalam Undang-Undang nomor 40
tahun 2004. Jaminan sosial ini adalah salah satu bentuk perlindungan
sosial yang diselenggarakan oleh negara Republik Indonesia guna
menjamin warganegaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang
layak.
Pada tahun 2014 sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan
Nasional, melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan maka
penduduk diwajibkan ikut serta dalam asuransi kesehatan tersebut
(BPS,2014). RS Muhammadiyah Bandung Tulungagung mulai bekerja
sama dengan BPJS tahun 2014.
Regulasi yang dikeluarkan BPJS mengenai tarif, menggunakan
sistem INA CBGs. INA CBGs. (Indonesian-Case Based Groups) adalah
besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada
pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur (Permenkes no. 59 tahun
2014). Tarif INA-CBGs identik dengan sistem paket yang dibayarkan per
episode pelayanan kesehatan, yaitu suatu rangkaian perawatan pasien
sampai selesai. Besar kecilnya tarif tidak akan dipengaruhi oleh jumlah
hari perawatan namun dibayar berdasarkan diagnosis.
Di Kabupaten Tulungagung, pembangunan kesehatan menjadi
salah satu program yang utama, yang mana target pada program ini adalah
penurunan tingkat kesakitan penduduk dan menjadikan seluruh lapisan
penduduk dapat memperoleh pengobatan secara mudah. Sehingga pada
tahun 2014 sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional, melalui
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan maka penduduk
diwajibkan ikut serta dalam asuransi kesehatan tersebut (BPS,2014).
2.1.3 Tren Sosial Budaya
Menurut G.M. Foster (1973) , aspek budaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan antara lain :
a) Pengaruh tradisi
Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat berpengaruh
negatif terhadap kesehatan masyarakat.
b) Sikap fatalistis
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku
kesehatan. Contoh : Beberapa anggota masyarakat dikalangan
kelompok tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak
adalah titipan Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga
masyarakat kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan
pengobatan bagi anaknya yang sakit.
c) Sikap ethnosentris
Sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika
dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain.
d) Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Contoh : Dalam upaya perbaikan gizi, disuatu daerah pedesaan
tertentu, menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka tahu
kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat
beranggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing,
dan mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan
dengan kambing.
e) Pengaruh norma
Contoh : upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi
banyak mengalami hambatan karena ada norma yang melarang
hubungan antara dokter yang memberikan pelayanan dengan bumil
sebagai pengguna pelayanan.
f) Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap
perilaku kesehatan. Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi
beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa
vitamin B1 lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
g) Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses
sosialisasi terhadap perilaku kesehatan.
Kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil akan berpengaruh terhadap
kebiasaan pada seseorang ketika ia dewasa. Misalnya saja, manusia
yang biasa makan nasi sejak kecil, akan sulit diubah kebiasaan
makannya setelah dewasa.
h) Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
Apabila seorang petugas kesehatan ingin melakukan perubahan
perilaku kesehatan masyarakat, maka yang harus dipikirkan adalah
konsekuensi apa yang akan terjadi jika melakukan perubahan,
menganalisis faktor-faktor yang terlibat/berpengaruh pada perubahan,
dan berusaha untuk memprediksi tentang apa yang akan terjadi dengan
perubahan tersebut.
Sedangkan menurut Soekanto dan Soerjono (2009), Aspek Budaya yang
mempengaruhi perilaku kesehatan adalah :
1. Persepsi masyarakat terhadap sehat dan sakit.
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda
dengan konsep sehat dan sakit versi sistem medis modern (penyakit
disebabkan oleh makhluk halus, guna-guna, dan dosa)
2. Kepercayaan.
Kepercayaan dalam masyarakat sangat dipengaruhi tingkah laku
kesehatan, beberapa pandangan yang berasal dari agama tertentu kadang-
kadang memberi pengaruh negatif terhadap program kesehatan. Sifat
fatalistik atau fatalism adalah ajaran atau paham bahwa manusia dikuasai
oleh nasib. Seperti contoh, orang-orang Islam di pedesaan menganggap
bahwa penyakit adalah cobaan dari Tuhan, dan kematian adalah
kehendak Allah. Jadi, sulit menyadarkan masyarakat untuk melakukan
pengobatan saat sakit.
3. Pendidikan.
Masih banyaknya penduduk yang berpendidikan rendah, petunjuk-
petunjuk kesehatan sering sulit ditangkap apabila cara menyampaikannya
tidak disesuaikan dengan tingkat pendidikan khayalaknya.
4. Nilai Kebudayaan.
Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang
mempunyai perbedaan dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu.
Nilai kebudayaan ini memberikan arti dan arah pada cara hidup, persepsi
masyarakat terhadap kebutuhan dan pilihan mereka untuk
bertindak.Contoh :
- Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI
akan menjadi amis
- Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini
menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus.
Penderita hanya terbatas pada anak-anak dan wanita. Setelah
dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena adanya
tradisi kanibalisme
Sifat Etnosentris merupakan sikap yang memandang kebudayaan
sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak
lain. Etnosentrisme merupakan sikap atau pandangan yg berpangkal
pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan
sikap dan pandangan yg meremehkan masyarakat dan kebudayaan
lain. Seperti contoh, Seorang perawat/dokter menganggap dirinya yang
paling tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya berperilaku
bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak. Selain itu, budaya yang
diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya mulai
diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya akan menjadi
nilai dan norma dalam masyarakat.
5. Norma
Merupakan aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok
dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendali
tingkah laku yg sesuai dan diterima oleh masyarakat. Terjadi
perbedaan norma (sebagai standar untuk menilai perilaku) antara satu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Masyarakat menetapkan
perilaku yang normal (normatif) serta perilaku yang tidak normatif.
Contohnya :bila wanita sedang sakit, harus diperiksa oleh dokter
wanita dan masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih
daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1
lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
6. Inovasi Kesehatan.
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan
sesuatu perubahan selalu dinamis. artinya setiap perubahan akan
diikuti perubahan kedua, ketiga dan seterusnya. Seorang petugas
kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku kesehatan harus
mampu menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada
anggapan bahwa petugas kesehatan merupakan contoh rujukan
perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini bahwa perilaku kesehatan
yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.
Aspek Sosial yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
1. Penghasilan (income).
Masyarakat yang berpenghasilan rendah menunjukkan angka
kesakitan yang lebih tinggi, angka kematian bayi dan kekurangan gizi.
2. Jenis kelamin (sex).
Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan ke dokter dari
pada laki-laki.
3. Jenis pekerjaan.
Berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita pekerja.
4. Self Concept.
Menurut Merriam-Webster adalah : the mental image one has of
oneself yaitu gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang
dirinya. Self concept ditentukan oleh tingkat kepuasan atau
ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri. Self
concept adalah faktor yang penting dalam kesehatan, karena
mempengaruhi perilaku masyarakat dan perilaku petugas kesehatan.
5. Image Kelompok.
Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok.
Perilaku anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya.
6. Identitas Individu pada Kelompok.
Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat penting untuk
memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan
mereka. Inovasi akan berhasil bila kebutuhan sosial masyarakat
diperhatikan.
2.1.4 Tren Sosioekonomi
Ekonomi dan kesehatan memiliki suatu keterkaitan yang
sangat erat. Pembangunan ekonomi sangat berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan masyarakat, dan perbaikan pada kondisi kesehatan
masyarakat akan mempengaruhi produktivitas kerja. Sehat adalah
suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial tidak
terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja. Salah satu
sasaran yang ingin dicapai dalam sistem kesehatan nasionaladalah
menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bermutu, merata, dan
terjangkau oleh masyarakat secara ekonomis, serta tersedianya pelayanan
kesehatan tidak semata-mata berada di tangan pemerintah melainkan
mengikutsertakan sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota
masyarakat (Suryandari, 2008).
Status sosioekonomi dianggap berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat. Faktor sosioekonomi yang dapat diukur antara lain
pendidikan dan pendapatan. Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh
keadaan sosioekonominya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
Budhiati pada tahun 2011, menunjukkan bahwa status sosioekonomi
mempengaruhi perilaku hidup sehat seseorang. Semakin baik perilaku
sehat seseorang, maka akan semakin baik pula status kesehatannya
(Budhiati 2011).
Kondisi tersebut juga berlaku pada tingkat sosial ekonomi
masyakarat, seperti laporan WHO bahwa angka kesakitan (morbidity
rate) dan angka kematian (death rate) terbesar terjadi pada kelompok
masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi menengah ke bawah.
Apabila dikaitkan dengan teori kebutuhan Maslow, maka kelompok
masyarakat ini umumnya hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar,
sehingga belum ada kemampuan untuk memenuhi ketubuhan yang
sifatnya lebih tinggi seperti pemeliharaan kesehatan dan sebagainya
(Moeslihoen Rosjdan, 1990: 32).
Keadaan lingkungan merupakan hal yang perlu mendapat
perhatian, karena menyebabkan status kesehatan masyarakat berubah
seperti peledakan penduduk, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah,
pembuangan air limbah penggunaan pestisida, masalah gizi, masalah
pemukiman, pelayanan kesehatan, ketersediaan obat, populasi udara,
abrasi pantai, penggundulan hutan dan banyak lagi permasalahan yang
dapat menimbulkan satu model penyakit (Taringan, 2004). Lingkungan
yang bersih akan terbebas dari serangan penyakit, sehingga bagi
lingkungan yang bersih tersebut akan terhindar dari penyakit, dan
tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menggunakan pelayanan kesehatan.

2.2 Industry Forces


2.2.1 Kompetitor
Manajemen pemasaran merupakan hal yang harus dipelajari dalam
berbisnis, Berbagai upaya yang dilakukan dalam pemasaran harus
dilakukan dikarenakan tingginya persaingan karena makin banyak
competitor (pesaing) dari waktu ke waktu.
Persaingan yang semakin ketat membuat aktifitas pemasaran
barang atau jasa menjadi hal yang lebih penting dibandingkan peningkatan
skala produksi. Aktivitas pemasaran mempunyai nilai yang positif baik
ditelaah dari sisi produsen ataupun dari sudut pandang konsumen.
Strategi bersaing mempunyai tujuan menegakkan posisi yang
menguntungkan, (M. Porter, 2007). Strategi bersaing generik adalah
pendekatan yang dilakukan untuk mengungguli pesaingpesaingnya dalam
industri, dimana dalam struktur industri tertentu berarti perusahaan dapat
memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi sementara di lain pihak
keberhasilan dalam salah satu dari strategi generik perlu dilakukan
peningkatan untuk memperoleh penerimaan yang layak dalam situasi
tertentu (M. Porter, 2007).
Jasa pelayanan kesehatan merupakan suatu usaha yang banyak
saingannya, untuk itu perlu difikirkan suatu strategi penyerangan, sebagai
upaya untuk bersaing dengan pesaing yang ada. Strategi penyerangan
mengandung makna usaha untuk merebut sesuatu yang dimiliki lawan
(Muchtar, 2014).
Merancang strategi pemasaran yang kompetitif dimulai dengan
melakukan analisis terhadap pesaing. Perusahaan membandingkan nilai
dan kepuasan pelanggan dengan nilai yang diberikan oleh produk, harga,
promosi dan distribusi (marketing mix) terhadap pesaing dekatnya.
Untuk melakukan strategi pemasaran harus dipertimbangkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi strategi, yaitu strategi internal dan
strategi eksternal. Analisis internal untuk menilai kekuatan dan kelemahan
variable-variabel yang ada dalam bidang pemasaran. Lingkungan eksternal
adalah suatu kekuatan yang berada di luar perusahaan dimana perusahaan
tidak mempunyai pengaruh sama sekali terhadapnya (uncontrolable)
sehingga perusahaan-perusahaan yang terjadi pada lingkungan ini akan
mempengaruhi kinerja semua perusahaan dalam industri tersebut (Kotler,
2010).
Identifikasi lingkungan eksternal (Kotler, 2010) meliputi :
1. Lingkungan Industri
2. Lingkungan Makro
- Lingkungan Ekonomi
- Lingkungan Teknologi
- Lingkungan Politik
- Lingkungan Hukum
- Lingkungan Demografi
- Lingkungan Budaya
Data-data Faktor Eksternal untuk menentukan peluang dan
ancaman :
1. Kondisi Ekonomi Makro (pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga
bank, nilai tukar, peraturan perpajakan)
2. Kondisi Sosial ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah (Pekerjaan,
penghasilan, kebiasaan/budaya, jumlah anggota keluarga, pendidikan
3. Peta Persaingan pelayanan Kesehatan
Peta potensi pasar kesehatan yang saat ini masih terbuka dan
berpeluang untuk ditangkap sebagai isu pengembangan dan
penambahan kapasitas maupun pemanfaatan sarana dan prasarana
kesehatan yang dapat dinilai dengan menghitung pola pencarian
pengobatan ke fasilitas kesehatan atau produk pengganti yang lain.
Produk pengganti yang dimaksud adalah sekarang ini banyak tempat-
tempat pengobatan yang lebih banyak diminati oleh masyarakat seperti
klinik spesialis, klinik 24 jam, balai pengobatan, puskesmas, bahkan
pengobatan tradisional alternative karena biaya yang dikeluarkan
sedikit dibandingkan berobat kerumah sakit (Irin, 2014)

2.2.2 Produk Subtitusi


Produk substitusi adalah suatu produk yang memiliki fungsi yang
sama sehingga dapat saling menggantikan. Menurut hukum permintaan,
jika semua asumsi diabaikan (ceteris paribus) : Jika harga semakin murah
maka permintaan atau pembeli akan semakin banyak dan sebaliknya. Jika
harga semakin rendah/murah maka penawaran akan semakin sedikit dan
sebaliknya. Semua terjadi karena semua ingin mencari kepuasan
(keuntungan) sebesarbesarnya dari harga yang ada. Apabila harga terlalu
tinggi maka pembeli mungkin akan membeli sedikit karena uang yang
dimiliki terbatas, namun bagi penjual dengan tingginya harga ia akan
mencoba memperbanyak barang yang dijual atau diproduksi agar
keuntungan yang didapat semakin besar. Harga yang tinggi juga bisa
menyebabkan konsumen akan mencari produk lain sebagai pengganti
barang yang harganya mahal (Greco, 2005).
Guna mengetahui dan menindak lanjuti peluang serta ancaman dari
faktor eksternal, rumah sakit harus mengetahui seberapa kuat kemampuan
produk jasa dapat menggantikan pelayanan kesehatan yang ada di rumah
sakit, bagaimana harga produk substitusi tersebut apabila dibandingkan
dengan tarif pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan bagaimana
kemudahan akses dalam memperoleh produk sustitusi tersebut apabila
dibandikan dengan akses dalam memperoleh layanan kesehatan di rumah
sakit.
a. Toko Obat Setelan
Keberadaan toko obat setelan menjadi pilihan masyarakat yang
beranggapan bahwa dengan meminum obat yang terdiri dari empat
sampai lima macam obat yang diberikan oleh penjual dapat
menyembuhkan dengan cepat dan murah dalam sekali minum obat.
Banyak masyarakat yang tidak mengetahui akan bahaya meminum
beberapa macam obat yang diberikan dari penjual yang bahkan bukan
berlatar belakang pendidikan kesehatan. Anggapan masyarakat bahwa
manjur adalah dengan sekali meminum obat maka akan dapat
menyembuhkan berbagai macam masalah kesehatannya. Di
Kabupaten Tulungagung sendiri keberadaan dari toko obat setelan
selalu ditertibkan akan tetapi sering kali luput dari pemeriksaan dinas
kesehatan karena berkedok toko jamu tradisional atau bahkan apotek
berizin resmi.
b. Pengobatan Supranatural
Jenis pengobatan ini biasanya sering digunakan masyarakat saat
putus asa akan pengobatan medis ataupun menggangap penyakit yang
dideritanya berasal dari gangguan ghaib. Media pengobatanya
bermacam-macam mulai dari jimat, tulisan-tulisan, air putih bahkan
memakai media perantara hewan. Secara hukum belum ada peraturan
di Kabupaten Tulungagung yang mengatur tentang metode
pengobatan supranatural tersebut.
c. Pengobatan Tradisional ( BATRA )
Pengobat Tradisonal adalah seseorang yang diakui dan
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai orang yang mampu melakukan
pengobatan secara tradisonal (Kepmenkes Nomor
1076/SK/Menkes/VII/2003).
Menurut Pasal 60 UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
(1) Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang
menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga
kesehatan yang berwenang
(2) Penggunaan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak
bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat
Di Kabupaten Tulungagung banyak terdapat pengobatan tradisional baik
yang memiliki izin operasional maupun yang tidak memiliki izin, dinas
kesehatan sebagai pemangku wewenang mempunyai program pembinaan
untuk yang memiliki izin dan selalu bekerja sama dengan jajaran terkait
untuk penertipan pengobatan tradisional yang tidak memiliki izin
operasional. Adapun jenis pengobatan yang banyak diminati oleh
masyarakat saat ini adalah pengobatan herbal dan jamu tradisional.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih
pengobatan alternatif atau tradisional yaitu :
1. Faktor Sosial
Salah satu faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial adalah
sugesti yaitu pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh
seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga orang
tersebut mengikuti pandangan/pengaruh tersebut tanpa berpikir
panjang.
2. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi mempunyai peranan besar dalam penerimaan atau
penolakan suatu pengobatan.faktor ini diperkuat dengan persepsi
masyarakat bahwa pengobatan alternatif membutuhkan sedikit tenaga,
biaya, dan waktu.
3. Faktor Budaya
Budaya merupakan suatu pikiran, adat-istiadat, kepercayaan, yang
menjadi kebiasaan masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dominan pada
individu sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian Individu.
Dalam hal ini budaya dipengaruhi oleh suku bangsa yang dianut oleh
pasien, jika aspek suku bangsa sangat mendominasi maka
pertimbangan untuk menerima atau menolak didasari pada kecocokan
suku bangsa yang dianut. Semua kebudayaan mempunyai cara-cara
pengobatan, beberapa melibatkan metode ilmiah atau melibatkan
kekuatan supranatural dan supernatural.
4. Faktor Psikologis
Peranan sakit merupakan suatu kondisi yang tidak menyenangkan,
karena itu berbagai cara akan dijalani oleh pasien dalam rangka
mencari kesembuhan maupun meringankan beban sakitnya, termasuk
datang kepelayanan pengobatan alternatif.
5. Faktor Kejenuhan Terhadap Pelayanan Medis.
Proses pengobatan yang terlalu lama menyebabkan si penderita
bosan dan berusaha mencari alternatif pengobatan lain yang
mempercepat proses penyembuhannya
6. Faktor Manfaat dan Keberhasilan
Keefektifan dari pengobatan alternatif menjadi alasan yang sangat
berpengaruh terhadap pemilihan pengobatan alternatif
7. Faktor Pengetahuan
Pengobatan alternatif atau tradisional masih digunakan oleh
sebagian besar masyarakat bukan hanya karena kekurangan fasilitas
pelayanan kesehatan formal yang terjangkau melainkan lebih
disebabkan oleh faktor-faktor budaya Indonesia yang masih kuat
kepercayaannya terhadap pengobatan alternatif. Budaya yang melekat
pada individu mempengaruhi bagaimana individu itu berpikir dan
bertindak. Di Indonesia pun banyak sekali jenis-jenis pengobatan
alternatif yang tersedia sehingga memudahkan masyarakat dalam
menggunakan jasa pengobatan tersebut.
Fenomena yang terjadi adalah bukan menyalahkan pengobatan
alternatif tersebut, karena pengobatan alternatif sudah merupakan
budaya dalam masyarakat Indonesia serta cukup memberikan hasil
yang baik dan ada beberapa pasien yang sembuh dalam pengobatan
alternatif. Biaya kesehatan di rumah sakit tergolong cukup mahal
sehingga masyarakat lebih memilih pengobatan alternative.
d. Produk Kecantikan Ilegal
Kesadaran masyarakat tentang penampilan terutama wajah sudah
menjadi kebutuhan pokok. Di Kabupaten Tulungagung banyak
bermuculan produk kecantikan ilegal, Keamanan kosmetika yang
digunakannya sudah semakin meningkat sejalan dengan munculnya
berbagai kasus dampak penggunaan bahan berbahaya dalam
kosmetika secara terbuka. Akan tetapi, kesadaran masyarakat untuk
memperhatikan bahan yang terkandung dalam kosmetika masih sangat
rendah. Kesadaran konsumen yang rendah dengan sendirinya tidak
memunculkan tuntutan kepada produsen untuk memperhatikan
keamanan bahan-bahan yang digunakan.
Hal ini berkorelasi positif dengan rendahnya minat produsen
kosmetika mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat
halal atau produknya aman digunakan untuk wajah. Harga yang
relative murah dan cara mendapatkan produk tersebut semakin mudah
maka masyarakat banyak yang lebih memilih produk illegal tersebut.
Akan tetapi peredaran produk ilegal terus di amankan dan di cegah
peredarannya oleh dinas kesehatan yang rutin melakukan
pemeriksaan.
e. Sangkal putung
Sangkal putung masih menjadi alternatif pilihan masyarakat untuk
kasus patah tulang dari zaman dahulu hingga saat ini. Selain harga
yang terjangkau, sebagian masyarakat dengan latar belakang
pendidikan tergolong rendah masih takut menjalani operasi tulang dan
lebih memilih dirawat tanpa pembedahan. Di kabupaten Tulungagung
masih ada pratik sangkal putung yang semakin tahun semakin sedikit
karena perizinan pratek sangkal putung tidak ada dan bukan termasuk
dalam pengobatan tradisional.
f. Ahli gigi
Beberapa ahli gigi masih ramai dikunjungi pelanggan, karena
kebanyakan pasien datang dengan keadaan gigi yang sudah tidak bisa
dirawat lagi serta biaya yang lebih murah. Perilaku masyarakat
pedesaan dan perkotaan terhadap penyakit gigi dan mulut berbeda.
Ketika masyarakat di desa mengalami masalah gigi dan mulut, mereka
masih menggunakan cara tradisional sesuai dengan pengetahuan dan
pengalaman sendiri, atau dengan bantuan orang lain yang bukan
berprofesi sebagai dokter gigi. Sebaliknya masyarakat perkotaan
selalu berkonsultasi dengan dokter gigi ketika mengalami gangguan
pada gigi dan mulut, karena pengetahuan mereka yang lebih luas.
2.2.3 Supplier Rumah Sakit
Pemasok atau yang biasa disebut sebagai supplier adalah pihak-
pihak yang berkepentingan, lebih relevan terhadap keberhasilan
manufaktur/produsen dibandingkan bisnis lainnya, semua perusahaan
mengandalkan tingkat produk dan jasa dari bisnis lain untuk mendukung
kemampuan mereka untuk melayani pelanggan mereka. Supplier secara
intensif mendukung proses manufacturing; bentuk kualitas mereka dari
kualitas produk akhir yang menjual bisnis ke pelanggan mereka, harga
supplier akan berpengaruh terhadap biaya manufacturing produk. Dan
supplier harus mampu mengantisipasi para pesaing berusaha meniru,
menduplikasi atau mengalahkan saingan di berbagai variable diferensiasi
yang menghasilkan keuntungan yang kompetitif.
Dalam konsep rantai pemasok, supplier merupakan salah satu
bagian supply chain yang sangat penting dan berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup suatu pabrik dimana supplier menjadi pihak yang
memasok bahan mentah (raw material) bagi pabrik. Apabila supplier
kurang bertanggung jawab dalam merespon terhadap pemenuhan
permintaan bahan mentah pabrik, maka akan menimbulkan
masalahmasalah yang cukup serius salah satunya stockout ataupun lead
time yang tentunya akan merugikan pabrik. Untuk itu perusahaan yang
memiliki banyak pemasok harus selektif dalam memilih supplier-nya.
Perkembangan terhadap segmentasi konsumen dan peluang saluran
distribusi menghadapkan perusahaan untuk menentukan sistem distribusi
lebih dari satu supplier. Akan tetapi, semakin banyak supplier yang
digunakan oleh perusahaan maka akan semakin sulit untuk dikontrol dan
dapat tercipta konflik akibat bersaing memperebutkan pelanggan dan
penjualan.
Supplier akan memberikan penawaran harga sebagus mungkin
demi memenangkan kontrak, sementara buyer mencari harga terendah
dengan value yang maksimal. Demi mendapatkan apa yang diinginkan,
buyer akan terus menekan supplier, dan supplier, mau tidak mau, harus
mengorbankan sesuatu agar dapat memenuhi permintaan buyer.
Sebagai lembaga yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan,
rumah sakit harus memiliki manajemen yang efesien karena beroperasi
dengan efesien dana yang dialokasikan dapat dihemat dan dipergunakan
untuk meningkatkan kemampuan rumah sakit serta untuk lebih
mmemperluas dukungan dana untuk sosial. Selain itu Rumah Sakit
merupakan sumber daya kesehatan yang mempunyai karakteristik dan
organisasi yang sangat kompleks. Dalam penyelenggaran pelayanan
kesehatan di Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan memerlukan berbagai dukungan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan.
Salah satu sumber daya yang terdapat di rumah sakit adalah
sumber daya manusia yang perlu dikelola dengan baik, tenaga kesehatan
dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain,
Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat
pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian
pelayanan yang bermutu dan terstandarisasi. Dalam menjalankan
aktifitasnya rumah sakit memerlukan bermacam-macam sumber daya.
Guna memenuhi kebutuhan pasien dalam menyediakan pelayanan
kesehatan yang optimal, rumah sakit perlu melakukan kerjasama dengan
supplier yang menunjang kelengkapan pelayanan kesehatan yaitu alat
kesehatan, cattering, obat-obatan, linen.
2.2.4 New Entrance
Persaingan dalam bisnis rumah sakit, tentunya menuntut pihak
manajemen rumah sakit harus kreatif sehingga tidak terlindas oleh
pesaing. Rumah sakit pemerintah dan swasta juga akan bersaing dengan
rumah sakit swasta asing. Rumah sakit pemerintah dan swasta sebenarnya
sudah bersaing dengan rumah sakit luar negeri, hal ini dapat dilihat dari
banyaknya masyarakat kelas atas yang berobat ke luar negeri. Persaingan
terbesar dalam sebuah industri adalah adanya ancaman pendatang baru
atau kompetitor baru. Ancaman tersebut yaitu saat kompetitor baru
memasuki pasar sasaran yang telah ada. Semakin banyaknya rumah sakit
yang dibangun baik oleh pihak swasta maupun pemerintah, menuntut
sebuah rumah sakit untuk siap bersaing baik bersaing dengan rumah sakit
dalam negeri maupun bersaing dengan rumah sakit internasional.
Persaingan yang semakin ketat mendorong rumah sakit baik swasta
maupun pemerintah mengembangkan pelayanan, pola pemasaran, dan
kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai. Setiap perusahaan harus
memahami siapa pesaingnya, bagaimana posisi produk/jasa pesaing,
strategi apa yang mereka mainkan, apa kekuatan dan kelemahan pesaing.
Bersaing di pasar baru yang menarik jika perusahaan dapat
mengidentifikasi segmen pasar yang tidak terlayani dengan baik oleh
pesaing yang sudah ada. Hal ini mengindikasikan bahwa persaingan rumah
sakit atau usaha kesehatan semakin ketat. Hampir di setiap kabupaten atau
kota kita bisa menemukan rumah sakit baik itu rumah sakit swasta maupun
pemerintah. Ketika pendatang baru menargetkan segmen pasar yang baru,
kita dapat memperluas strategi untuk menutupi target yang sama dan
mencegah perusahaan baru untuk memasuki target pasar kita. Jika
perusahaan baru mengembangkan posisi yang kuat di segmen sasaran,
sebaiknya kita memperkuat kemampuan internal perusahaan untuk
memperkuat posisi terutama di segmen pasar yang menjadikan posisi
terkuat perusahaan sendiri. Ada berbagai macam usaha yang dilakukan
pihak manajemen rumah sakit agar bisa menjaga eksistensinya, misalnya:
melakukan kerja sama dengan instansi lain baik yang berkaitan dengan
peralatan maupun sumber daya manusia. Dalam mendirikan rumah sakit
hendaknya diperhatikan terlebih dahulu mengenai kondisi lingkungan baik
lingkungan internal maupun eksternal
(http://www.konsultanrumahsakit.com/home/index.php?page=detail&cat=
8&id=86).
2.2.5 Stakeholder
Stakeholder rumah sakit, merupakan pemilik, pengelola dan
pengguna jasa rumah sakit. Terdiri atas owner, pekerja dan pasien
(masyarakat) yang berkepentingan untuk bisa mewujudkan secara
terencana kemajuan rumah sakit. Stakeholders adalah setiap individu /
organisasi /grup yang memiliki kepentingan terhadap suatu organisasi
(Afiyah, 2012). Stakeholders dapat berupa :
1. Pemilik
2. Pasien
3. Staf klinis dan non klinis
4. Staf Medis ( dokter umum, dokter gigi , spesialis )
5. Rumah sakit pesaing
6. PPK 1
7. Dinas Kesehatan
8. Bidan, Perawat praktek
9. Asuransi
10. Laboratorium rekanan
11. Rumah sakit rujukan
12. Asosiasi Profesi
13. dll
Sebagai owner, stakeholder pemilik rumah sakit berkepentingan
terhadap keuntungan yang diperolehnya dan bersifat nirlaba. Sehingga
bisnis perumah sakitan dapat maju pesat yang secara material dapat
dipakai untuk membangun jaringan bisnis tersebut agar lebih memadai
dari aksestasi publik, baik dari fisik berupa gedung dengan ukuran dan
fungsi ruangannya, serta yang mobile hingga instrumentasi peralatan dan
teknologi yang bermutu tinggi (Afiyah, 2012).
Sebagai stakeholder pemilik, Rumah Sakit Muhamadiyah Bandung
dimiliki oleh organisasi Muhamadiyah yang tujuan awalnya untuk
membangun tatanan masyarakat Islam yang lebih maju dan terdidik.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah
sakit, panti asuhan dan tempat pendidikan yang dinaungi Muhamadiyah.
Dibidang kesehatan, Muhamadiyah memiliki 72 RS yang tersebar
diseluruh Indonesia. Untuk area Jawa Timur, RSM tersebar di
Banyuwangi (RSI Fatimah Banyuwangi, RSIA Muhamadiyah Rojojampi).
Blitar (RSIA Aminah, RSU Aminah Blitar), Bojonegoro (RS Aiyah, RSI
Muhamadiyah Sumberejo), Gresik (RSM Gresik, RSM Sekapuk),
Jombang (RSM Jombang, RSB PKU Muhamadiyah Jombang), Kediri
(RSM Ahmad Dahlan Kediri. RSM Siti Khodijah Gurah, RSU
Muhamadiyah Surya Melati), Lamongan (RSM Babat, RSM Lamongan),
Madiun (RSM Siti Aisyah Madiun), Malang (RSI Aisyah Malang), RSIA
Muhamadiyah Malang), Mojokerto (RSI Hasanah), Nganjuk (RSI Aisyah
Nganjuk), Ponorogo ( RSU Aisyah dr. Soetomo, PKU Muhamadiyah),
Probolinggo (RSAB Aisyah), Sidoarjo (RS Aisyah Siti Fatimah Tulangan,
RS Siti Khodijah Sepanjang), Surabaya (RSM Surabaya), Tuban (RSAB
Tuban) dan Tulungagung (RSM Tulungagung).
Adapun stakeholder pengelola, mereka adalah kelas pekerja.
Ditangan merekalah rumah sakit ini dikelola sebagai usaha promotif,
kuratif dan rehabilitatif. Suatu usaha yang tiada pernah henti untuk
merencanakan, melaksanakan, monitoring dan evaluasi sehingga rumah
sakit ini dapat meningkatkan mutu pelayanan dan mencapai keuntungan
sesuai keinginan pemilik. Kebijakan dan SPO yang disususun diyakini
dapat dilaksanakan sesuai kondisi dan situasi yang melatar belakangi
kegiatan bisnis di rumah sakit sehingga mendapatkan pengakuan baik
dalam skala akreditasi dalam negeri ataupun internasional. Dengan
menetapkan baku mutu yang terukur dengan sasaran sesuai kapasitas
rumah sakit untuk menjalankan manajemen kesehatan yang terpadu dan
sekelompok sumberdaya manusia yang ada mampu untuk membangun
budaya kerja yang inovatif dan kreatif (Afiyah, 2012).
Sedangkan stakeholder yang terakhir adalah pengguna yaitu pasien
dan masyarakat. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama bagi
rumah sakit. Sehingga rumah sakit dituntut untuk terus berinovasi dalam
memberikan pelayanan yang mengutamakan kepuasan dan keselamatan
pasien maupun pengguna pelayanan kesehatan di rumah sakit (Afiyah,
2012).

2.3 Makroekonomi Force


2.3.1 Kondisi Pasar Global
Kondisi pasar global Indonesia saat ini masih terus bergejolak.
Melemahnya nilai tukar rupiah sangat berpengaruh bagi industri di
Indonesia yang sebagian besar bahan bakunya masih impor. Hal ini
menyebabkan biaya produksi dan operasional meningkat drastis. Bagi
sebagian industri yang tidak mampu mensiasati kenaikan ini menyebabkan
mereka gulung tikar dan harus merumahkan para karyawannya. Tetapi hal
ini berkebalikan dengan mereka yang melakukan ekspor, industri
pengekspor memperoleh provit yang jauh lebih tinggi dikarenakan barang
yang diekspor memiliki nilai jual yang lebih besar disaat melemahnya nilai
tukar rupiah.
Dalam bidang kesehatan yang paling terpengaruh oleh dampak
globalisasi, yakni antara lain bidang perumahsakitan, tenaga kesehatan,
industri farmasi, alat kesehatan, dan asuransi kesehatan. Dalam era
globalisasi diperlukan kesungguhan dan keterlibatan semua stakeholder
terkait karena beragamnya faktor-faktor, baik internal maupun
eksternal yang mempengaruhi ketahanan kita untuk bersaing di bidang
pelayanan rumah sakit, khususnya pelayanan medis. Mekanisme pasar
pada saatnya nanti membutuhkan keunggulan kompetitif di bidang
pelayanan medis yang mengacu pada kebutuhan lokal dan
berorientasi pada standar internasional (Adisasmito, 2008).
Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Era
global berdampak pada tingginya kompetisi dalam sektor kesehatan.
Persaingan antar rumah sakit semakin keras untuk merebut pasar yang
semakin terbuka bebas. Permasalahan sering terjadi adalah pemasaran
yang harus dilakukan rumah sakit untuk menarik konsumen menggunakan
jasa pelayanan. Rumah sakit perlu memahami secara tepat kebutuhan dan
harapan pengguna jasa sehingga nantinya mampu menyajikan pelayanan
kesehatan yang menarik dan memuaskan pelanggan.
Rumah Sakit masa kini menghadapi tantangan-tantangan
berat, termasuk menghadapi era globalisasi. Globalisasi ekonomi dan
liberalisasi perdagangan serta investasi adalah lahan dasar untuk sistem
pasar bebas. Pasar bebas berarti persaingan bebas, termasuk persaingan
bebas dalam jasa pelayanan kesehatan. Dalam persaingan secara umum,
ada yang dinamakan segitiga persaingan, yaitu:
1. Customer (Pelanggan)
2. Competitor (pesaing)
3. Corporate (rumah sakit itu sendiri)
Tantangan utama secara nasional atau makro adalah bahwa
kebutuhan akan kesehatan (health needs) secara kuantitatif dan
kualitatif sangat meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak
sumber daya kesehatan (health resources) yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan yang meningkat itu. Sedangkan,
sumber daya untuk itu (SDM, dana, sarana, ilmu dan teknologi,
manajemen, material kesehatan, obat, dll) terbatas. Sehingga kesenjangan
antara kebutuhan dan sumber daya cenderung menjadi semakin besar.
Inilah yang menjadi masalah dan tantangan bagi rumah sakit kita dalam
globalisasi (Adisasmito, 2008).
Di dalam rumah sakit, tantangan itu muncul dari konsumen
atau pasien, sebab pemakai jasa sudah lebih tinggi lagi tuntutan akan
pelayanan yang baik dan bermutu. Setiap tahunnya dilaporkan terjadi
peningkatan jumlah penduduk yang berobat ke luar negeri
(Penang/Malaysia dan Singapura). Selain itu tenaga medis asing,
seperti dokter spesialis juga sudah banyak yang melamar untuk
bekerja di Indonesia, akan banyak rumah sakit di Indonesia yang
membutuhkan tenaga mereka karena jumlah dokter di Indonesia relatif
sedikit sekali dan banyak yang telah berusia pensiun atau kurang
produktif, serta produksi dokter spesialis baru sangat rendah (Adisasmito,
2008).
Dengan demikian, untuk dapat berkompetisi dalam globalisasi kita
harus menerapkan rencana strategis untuk meningkatkan SDM
terutama dokter dengan tujuan mengubahnya menjadi faktor kekuatan
(strength) kompetitif. Sikap beraliansi dan bersinergi antara dokter
dan rumah sakit masih sangat perlu untuk dikembangkan. Dalam
menghadapi kompetisi global, para ahli berpendapat, bahwa aliansi,
sinergi, kompetisi, dan ko-kreasi adalah kekuatan utama yang juga
dapat menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi globalisasi
(Adisasmito, 2008).
Selain itu, dalam menghadapi globalisasi, rumah sakit harus siap
untuk berbenah diri. Salah satunya rumah sakit harus dapat mengatasi
kelemahan-kelemahan yang menghambat untuk dapat bersaing secara
global, dengan cara-cara:
Menyempurnakan sistem-sistem di rumah sakit.
Menyempurnakan sarana untuk mendukung manusia dan sistem.
Melakukan perubahan dalam manajemen rumah sakit.
Manajemen rumah sakit, dapat disempurnakan jika dalam
rumah sakit diterapkan Total Quality Management (TQM). TQM
adalah revolusi dalam falsafah dan konsep tentang manajemen,
khususnya tentang manajemen mutu. Tonggak-tonggak dari TQM adalah:
1. Fokus dan tujuan akhir adalah kepuasan konsumen atau pasien.
2. Dicapai dengan upaya berkelanjutan meningkatkan mutu, dengan
terus-menerus menyempurnakan proses-proses di rumah sakit
(Continuous Quality Improvement).
3. Dengan partisipasi dan keterlibatan setiap orang dan satuan kerja
dirumah sakit.
4. Menerapkan teknik-teknik dan cara-cara yang terbukti efektif
meningkatkan mutu.
Di samping itu, kita harus belajar dari pesaing. Ini dinamakan
benchmarking. Artinya kita mempelajari apa yang dilakukan oleh
pesaing. Jika semua hal di atas dapat diterapkan dengan baik dan
sungguh-sungguh, maka rumah sakit kita akan siap bersaing dalam
menghadapi globalisasi (Adisasmito, 2008).
2.3.2 Pasar Modal
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka ada juga
kewenangan dalam rangka mengatur pelaksanaan pemerintahan di
daerah yang berdampak pada keuangan daerah baik mengenai sumber
maupun alokasinya. Cakupan dalam hal ini meliputi pendapatan dari
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang bersumber dari kantor Pelayanan
Pajak Pratama juga dari Dispenda Provins i Jawa Timur di Tulungagung.
Sedangkan pendapatan TPR ( tempat pemungutan retribusi ) bersumber
dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten
Tulungagung (BPS, 2017).
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan
Informatika Kabupaten Tulungagung pada tahun 2016 ada beberapa jenis
pendapatan yang mengalami kenaikan cukup signifikan pada jenis
pendapatan parkir dan retribusi pelayanan persampahan, hal ini
dikarenakan adanya perubahan peraturan daerah dan peningkatan
pendapatan parkir di RSU serta meningkatnya pelayanan persampahan
(BPS, 2017).
Dalam bab ini tercakup juga realisasi pendapatan dan belanja
daerah serta pendapatan menurut jenis dan tahun anggaran. PBB di sektor
perkotaan pada tahun 2016 persentase pemasukan sebesar 98,08 %,
sedangkan disektor pedesaan persentase pemasukan sebesar 99,60%.
Pendapatan Asli Daerah pada tahun anggaran 2016 sebesar Rp.
342.577.551.088,- (BPS, 2017).
Dalam menghadapi era perdagangan bebas dan globalisasi,
peranan perbankan semakin diperlukan. Sebab untuk pergerakan ekonomi
suatu daerah, diperlukan suatu tempat untuk keluar masuknya dana
usaha yang memerlukan waktu yang cepat untuk aliran dananya. Dewasa
ini hampir semua perbankan sudah menggunakan fasilitas tersebut. Data
statistik perbankan bersumber dari Bank Indonesia (BI) cabang Kediri,
yang mencakup masalah perbankan menurut pendekatan pendapatan dan
pendekatan provinsi serta jumlah aktiva (BPS, 2017).
Data harga yang disajikan meliputi indeks harga konsumen (IHK)
dan laju inflasi. Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator
inflasi yang dihitung setiap bulan berdasarkan perkembangan harga
barang -barang dan jasa -jasa yang dikonsumsi di Kabupaten
Tulungagung (BPS, 2017).
Mulai tahun 1999 penghitungan inflasi tidak seperti tahun -
tahun sebelumnya dimana inflasi 1 tahun merupakan penjumlahan inflasi
12 bulan, tetapi dihitung point demi point. Dalam penghitungan Inflasi
tahun 2016, digunakan tahun dasar 2002. Pada tahun 2016 inflasi
1,66% terbagi dalam 7 kelompok. Inflasi terbesar pada kelompok sandang
6,55% diikuti kelompok Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau
5,16 %, dan kelompok kesehatan 4,88%. (BPS, 2017).
2.3.3 Infrastruktur Ekonomi
Infrastuktur ekonomi merupakan aspek penting dalam
pembangunan ekonomi suatu daerah. Keberadaan infrastruktur menjadi
percepatan dalam pertumbuhan ekonomi mengingat ketersediaan
infrastruktur seperti transportasi, pariwisata, telekomunikasi, jaringan
distribusi dan energi (Ari Wibowo, 2013).
Pariwisata di Indonesia merupakan salah satu penunjang
perekonomian yang memilki prospek yang cerah, tetapi hingga dewasa ini
belum memperlihatkan peranan yang sesuai dengan harapan dalam proses
pembangunan di Indonesia. Propinsi Jawa Timur memiliki banyak daya
tarik wisata alam khususnya di Kabupaten Tulungagung yang mempunyai
banyak potensi yang bisa diandalkan sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah. Sebenarnya wilayah Tulungagung diuntungkan dengan
letak geografis yang berada di tepi Samudera Hindia, sehingga memiliki
banyak obyek wisata pantai yang menarik untuk dikunjungi diantaranya
Pantai Popoh, Pantai Sidem, Pantai Brumbun, Pantai Sine, Pantai Molang,
Pantai Klatak, Pantai Gerangan, dan lain-lain. Selain obyek wisata pantai,
Tulungagung juga memiliki obyek wisata alam lain, di antaranya Air
Terjun Lawean di Kecamatan Sendang, Coban Alam di Kecamatan
Campurdarat, beberapa gua alami di wilayah perbukitan karst
Campurdarat (Misbakhul dan Taufik, 2010).
Pembangunan infrastruktur harus sesuai dengan kondisi ekonomi
daerah tersebut. Seperti pembangunan jalan raya menuju tempat wisata
juga menjadi hal penting sebagai penunjang infrastruktur ekonomi.
Pembangunan jalan raya yang tidak sebanding dengan pertambahan
jumlah kendaraan dapat menjadi suatu ancaman bagi terciptanya
kemacetan. Kemacetan merupakan suatu hambatan dalam pertumbuhan
ekonomi (Bappeda Tulungagung, 2008).
2.3.4 Komoditas dan Sumber Daya Lainnya
Ekonomi makro atau makro ekonomi adalah studi tentang ekonomi
secara keseluruhan. Makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi
yang mempengaruhi banyak masyarakat, perusahaan dan pasar. Ekonomi
makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk
mempengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi,
stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang
berkesinambungan.
Penting bagi kita mengetahui perekonomian makro Indonesia pada
tahun 2013 ini. Sebagai indikator untuk melihat perkembangan
perekonomian saat ini, kita melihat dari tiga aspek ekonomi makro itu
sendiri yang berhubungan dengan ekonomi nasional yaitu pendapatan
nasional, inflasi dan pengangguran.
Pendapatan nasional merupakan nilai barang akhir dan jasa akhir
yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun tertentu. Inflasi adalah
suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu
perekonomian. Setiap negara mengalami inflasi, namun dalam angka yang
berbeda-beda. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus menerus. Jumlah pengangguran di
sebuah ekonomidiukur dengan angka pengangguran yaitu persentase
pekerja-pekerja tanpa pekerjaan yang ada di dalam angkatan kerja.
Setiap daerah dalam melaksanakan pembangunan ekonomi
senantiasa bertujuan demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Selain
laju inflasi indikator pembangunan ekonomi suatu daerah adalah laju
pertumbuhan ekonomi. Statistik pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu derivative dari statistic Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
2.4 Market Force
2.4.1 Market Issues
Isu tentang permasalahan kesehatan merupakan dua dari 17
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal) atau
SDGs, yang merupakan lanjutan dan penyempurnaan dari Tujuan
Pembangunan Milenium atau MDGs yang telah berakhir pada tahun
2015. Dua dari 17 tujuan SDG menyangkut kesehatan tersebut terdiri
dari :
1) menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi
semua orang di segala usia;
2) menjamin ketersediaan dan manajemen air dan sanitasi bagi
semua orang secara berkelanjutan (Sustainable Development, 2016).
Untuk mencapai tujuan SDGs yang terkait dengan menjamin
kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua di segala
usia, ada banyak target yang harus dicapai hingga tahun 2030
mendatang, diantaranya yaitu mengurangi rasio kematian ibu;
mencegah kematian balita; mengakhiri epidemik AIDS, malaria, dan
TBC; mengurangi kelahiran prematur; program perencanaan keluarga;
penguatan dan pencegahan penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol; dan
sederet panjang target lainnya yang berhubungan dengan
pembangunan di bidang kesehatan.
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan
penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Melalui pembangunan di bidang kesehatan diharapkan
akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat dan
pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat
secara memadai (Dinas Kesehatan, 2007)
Sayangnya, di Indonesia pelayanan kesehatan yang memadai
belum dapat dirasakan secara merata oleh semua masyarakat. Masih
rendahnya kualitas dan pelayanan kesehatan di Indonesia tercermin
dari rendahnya anggaran kesehatan per tahunnya. Anggaran kesehatan
di Indonesia masih tergolong sangat kecil, baik dari sisi pemerintah
maupun sisi masyarakat. WHO merekomendasikan bahwa setiap
negara sebaiknya mengeluarkan 5% dari GDP nya untuk pembiayaan
kesehatan (WHO, 2016).
Rendahnya anggaran atau pengeluaran kesehatan
mencerminkan rendahnya kualitas kesehatan di Indonesia, misalnya
seperti fasilitas kesehatan yang tidak merata di seluruh daerah
sehingga menyulitkan masyarakat yang tinggal di daerah pelosok untuk
mengakses tempat berobat, fasilitas kesehatan yang tidak lengkap atau
tidak memadai, dan tingginya biaya pengobatan dan perawatan
sehingga menyulitkan masyarakat untuk mencapai hidup sehat.
Kebijakan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin merupakan
hal yang positif. Dipandang dari aspek sejarah perkembangan pembiayaan
kesehatan, jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin memperbesar peran
pemerintah dalam sistem kesehatan masyarakat di Indonesia. Sistem
Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang berasal dari model negara berbasis
pasar merupakan sistem reaktif yang dibentuk karena ada krisis ekonomi
di akhir dekade 1990-an (Trisnantoro, 2007).
Menurut Trisnantoro dalam jurnalnya tahun 2007, ada beberapa hal
penting yg didapat dari kebijakan jaminan kesehatan bagi masyarakat
sebelumnya :
1. Kebijakan yang sangat besar dan strategis mengenai penanganan
masyarakat miskin tidak diawali dengan perencanaan yang matang.
Dampak buruk dari formulasi kebijakan yang tidak tepat menyebabkan
kebijakan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin menjadi
perdebatan berbagai pihak, termasuk akademisi yang dilakukan secara
tidak konstruktif. Akibatnya terjadi pertikaian antar berbagai pihak.
2. Adanya kemungkinan kebijakan jaminan kesehatan bagi masyarakat
miskin dapat menjadi instrumen politis yang tidak berdasarkan bukti
ilmiah. Sejarah di berbagai negara menunjukkan bahwa isu kesehatan
khususnya jaminan kesehatan bagi masyarakat merupakan isu politik.
Namun di berbagai negara, isu politik ini didasarkan pada bukti-bukti
ilmiah sehingga terjadi perdebatan politik yang sehat. Dikhawatirkan
debat yang ada semakin banyak dan kepentingan politis dalam mencari
suara masyarakat akan menjadi lebih kuat dibandingkan pertimbangan
rasional.
3. Evaluasi kebijakan perlu dilakukan secara menyeluruh. Disadari
memang kultur melakukan evaluasi kebijakan masih belum kuat di
Indonesia. Oleh karena itu disarankan agar dalam kebijakan jaminan
kesehatan bagi masyarakat miskin dievaluasi secara menyeluruh,
dimulai dari proses penentuan kebijakan, penghitungan premi,
penggunaan oleh masyarakat di Indonesia, pengelolaan oleh
penyelenggara sampai ke mutu pelayanan.
2.4.2 Market Segments
Segmen pasar atau market segments adalah kelompok orang atau
kelompok organisasi yang memiliki kesamaan karakteristik sehingga
mereka juga memiliki kebutuhan produk dan jasa yang sama. Segmentasi
pasar juga dapat didefinisikan pengelompokkan pasar menjadi kelompok-
kelompok konsumen yang homogen, dimana tiap kelompok (bagian) dapat
dpilih sebagai pasar yang dituju (ditargetkan) untuk pemasaran suatu
produk.Segmen pasar yang ideal harus memenuhi semua kriteria berikut:
a. Suatu segmen harus dapat dibedakan dari segmen-segmen lainnya.
Kebutuhan customer yang ada di dalam satu segmen harus sama.
b. Homogen. Customer di dalam satu segmen menunjukkan kebutuhan
yang sama.
c. Customer di dalam satu segmen akan merespon suatu stimulus pasar
dengan cara yang sama.
d. Customer di dalam satu segmen dapat ditembus dengan suatu
intervensi pasar.
Tujuan perusahaan melakukan segmentasi pasar adalah untuk
mengelompokkan customer yang memiliki karakteristik, perilaku, dan
kebutuhan yang sama, sehingga mereka akan ditawari produk dengan
harga, metode distribusi, dan metode promosi yang berbeda antara segmen
pasar yang satu dengan segmen pasar lainnya.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam melakukan segmentasi
pasar di antaranya adalah :
a. Faktor geografis: wilayah (kawasan, negara), ukuran pemukiman
(metropolitan, kota kecil), densitas area (urban, semi-urban,
pedesaan), iklim (tropis, subtropis, sedang, dingin).
b. Faktor demografik: usia, jenis kelamin, ukuran keluarga, pendidikan,
penghasilan, pekerjaan, status sosial-ekonomi, agama, kebangsaan/ras,
bahasa.
c. Faktor psikografik: kepribadian, gaya hidup, nilai, sikap.
d. Faktor perilaku: kesetiaan terhadap merk, tingkat penggunaan produk,
kesiapan membeli.
Agar segmentasi pasar atau pengelompokkan pasar dapat berjalan
dengan efektif maka harus memenuhi syarat-syarat pengelompokkan pasar
sebagai berikut:
a. Measurability, yaitu ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu pembeli harus
dapat diukur atau dapat didekati.
b. Accessibility, yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dapat secara
efektif memusatkan (mengarahkan) usaha pemasarannya pada segmen
yang telah dipilih.
c. Substantiability, yaitu segmen pasar harus cukup besar atau cukup
menguntungkan untuk dapat dipertimbangkan program-program
pemasarannya.
Pada hakekatnya setiap perusahaan yang menjual barang dan jasa
hendaknya perlu melakukan segmentasi pasar (market segmentation). Lalu
timbul suatu pertanyaan. Apa definisi atau pengertian segmentasi pasar
(market segmentation)? dan apa pula tujuan segmentasi pasar (marketing
segmentation) itu? Morrison memberikan definisi atau pengertian tentang
market segmentation (segmentasi pasar) dengan mengatakansebagai
berikut : Market segmentation is the division of the overall market for a
service into groups with common characteristics Atau dikatakan bahwa
segmentasi pasar (market segmentation) merupakan pembagian dari
keseluruhan pasar untuk suatu pelayanan dalam kelompok-kelompok
dengan karakteristik umum. Segmentasi pasar (marketing segmentation)
merupakan suatu langkah awal pemasaran (marketing) untuk membagi-
bagi berbagai macam konsumen yang ada di pasar dan memilih salah satu
bagian dari segmen tersebut yang akan dijadikan target pemasaran
(Marketing Target). Yang dimaksud dengan target pemasaran (Marketing
Target) di atas adalah jenis konsumen yang dipilih merupakan tujuan
pemasaran (marketing goals) paket outbound tour. Tujuan utama
segmentasi pasar (Market Segmentation) adalah untuk merangsang semua
pelanggan yang berpotensial. Pemasaran (marketing) yang tidak memiliki
target adalah sia-sia, karena ada banyak kelompok pelanggan yang
mungkin tidak tertarik untuk membeli jasa yang dijual. Inti dari suatu
pemasaran (marketing) yang baik adalah mengambil satu segmen yang
paling menarik dalam pelayanan yang spesifik dan mengaplikasikan
unsur-unsur pemasaran terhadap segmen tersebut. Segmentasi
(segmentattion) mencakup beberapa analisis sebagai berikut, segmen pasar
(market segment) mana yang menjadi target pasar (market target)? Apa
yang pelanggan inginkan dari jenis pelayanan yang dijual? Bagaimana
cara terbaik untuk menyusun unsur-unsur pemasaran dalam memenuhi
berbagai keinginan dan kebutuhan mereka? Di mana pelayanan tersebut
dipromosikan? Dan kapan pelayanan itu dipromosikan?
Pembagian segmen pasar :
a. Segmentasi pasar konsumen. Yaitu membentuk segmen pasar dengan
menggunakan ciri-ciri konsumen (consumer characteristic), kemudian
perusahaan akan menelaah apakah segmen-segmen konsumen ini
menunjukkan kebutuhan atau tanggapan produk yang berbeda.
b. Segmentasi pasar bisnis. Yaitu membentuk segmen pasar dengan
memperhatikan tanggapan konsumen (consumer responses) terhadap
manfaat yang dicari, waktu penggunaan, dan merek.
c. Segmentasi pasar yang efektif (Fandy Ciptono, 2001). Dapat diukur
(measurable), ukuran, daya beli, profil segmen. Besar segmen
(subtantial): cukup besar dan menguntungkan untuk dilayani. Dapat
dijangkau (accessible): dapat dijangkau dan dilayani secara efektif.
Dapat dibedakan (differentiable): secara konseptual dapat dipisahkan
dan memberi tanggapan yang berbeda terhadap elemen dan program
bauran. Dapat diambil tindakan (actionable): program yang efektif
dapat dirumuskan untuk menarik dan melayani segmen tersebut.
Perusahaan memilih berkonsentrasi pada segmen tertentu. Hal itu
dilakukan karena dana yang terbatas, segmen tersebut tidak memiliki
pesaing, dan merupakan segmen yang paling tepat sebagai landasan untuk
ekspansi ke segmen lainnya.
a. Spesialisasi selektif
Perusahaan memilih sejumlah segmen pasar yang menarik dan sesuai
dengan tujuan serta sumber daya yang dimiliki.
b. Spesialisasi pasar
Perusahaan memusatkan diri pada upaya melayani berbagai kebutuhan
dari suatu kelompok pelanggan tertentu.
c. Spesialisasi produk
Perusahaan memusatkan diri pada pembuatan produk tertentu yang
akan dijual kepada berbagai segmen pasar. Pelayanan penuh (full
marketcoverage). Perusahaan berusaha melayani semua kelompok
pelanggan dengan semua produk yang mungkin dibutuhkan. Hanya
perusahaan besar yang mampu menerapkan strategi ini, karena
dibutuhkan sumber daya yang sangat besar.
Banyaknya perusahaan yang melakukan segmentasi pasar atas
dasar pengelompokkan variabel tertentu. Dengan menggolongkan atau
mensegmentasikan pasar seperti itu, dapat dikatakan bahwa secara umum
perusahaan mempunyai motivasi untuk mempertahankan dan
meningkatkan tingkat penjualan dan yang lebih penting lagi agar operasi
perusahaan dalam jangka panjang dapat berkelanjutan dan kompetitif
(Porter, 2007). Manfaat yang lain dengan dilakukannya segmentasi pasar,
antara lain:
a. Perusahaan akan dapat mendeteksi secara dini dan tepat mengenai
kecenderungan-kecenderungan dalam pasar yang senantiasa berubah.
b. Dapat mendesign produk yang benar-benar sesuai dengan permintaan
pasar.
c. Dapat menentukan kampanye dan periklanan yang paling efektif.
d. Dapat mengarahkan dana promosi yang tersedia melalui media yang
tepat bagi segmen yang diperkirakan akan menghasilkan keuntungan
yang lebih besar.
e. Dapat digunakan untuk mengukur usaha promosi sesuai dengan masa
atau periode-periode dimana reaksi pasar cukup besar.
Gitosudarmo (2000) menambahkan manfaat segmentasi pasar ini,
sebagai berikut:
a. Dapat membedakan antara segmen yang satu dengan segmen lainnya.
b. Dapat digunakan untuk mengetahui sifat masing-masing segmen.
c. Dapat digunakan untuk mencari segmen mana yang potensinya paling
besar.
d. Dapat digunakan untuk memilih segmen mana yang akan dijadikan
pasar sasaran.
Sekalipun tindakan segmentasi memiliki sederetan keuntungan dan
manfaat, namun juga mengandung sejumlah resiko yang sekaligus
merupakan kelemahan-kelemahan dari tindakan segmentasi itu sendiri,
antara lain:
a. Biaya produksi akan lebih tinggi, karena jangka waktu proses
produksi lebih pendek.
b. Biaya penelitian/ riset pasar akan bertambah searah dengan banyaknya
ragam dan macam segmen pasar yang ditetapkan.
c. Biaya promosi akan menjadi lebih tinggi, ketika sejumlah media tidak
menyediakan diskon.
d. Kemungkinan akan menghadapi pesaing yang membidik segmen
serupa. Bahkan mungkin akan terjadi persaingan yang tidak sehat,
misalnya kanibalisme sesama produsen untuk produk dan segmen
yang sama.
2.4.3 Needs and Demands
Permintaan adalah keinginan akan produk tertentu yang didukung
oleh kemampuan untuk membeli. Perusahaan harus mengukur bukan saja
berapa banyak orang yang menginginkan produk perusahaan melainkan
juga berapa banyak yang akan bersedia dan mampu membelinya.
Perbedaan itu memperjelas kritik yang sering dilontarkan bahwa
para pemasar menciptakan kebutuhan atau pemasar membuat orang
membeli barang yang tidak mereka inginkan. Para pemasar tidak
menciptakan kebutuhan, kebutuhan telah lama ada sebelum muncul
pemasar. Para pemasar, bersama sejumlah faktor masyarakat lain,
mempengaruhi keinginan. Para pemasar bisa mempromosikan gagasan
bahwa Mercedes akan memuaskan kebutuhan seseorang akan status sosial,
akan tetapi mereka tidak menciptakan kebutuhan akan status sosial.
Kebutuhan yang didapatkan dari analisis disini ialah kebutuhan
akan pelayanan yang prima, cepat, terjangkau, mudah di akses dan
responsif. Sejak mulainya era JKN, pelayanan terhadap pasien umum agak
sedikit terganggu karena pasien umum kurang terbiasa dengan antrian
yang panjang. Dengan begitu, diperlukan jalur tersendiri ataupun waktu
yang berbeda, bahkan ruangan tersendiri jika memungkinkan untuk pasien
umum agar pelayanan pasien umum tidak berkurang kualitasnya.
2.4.4 Switching Costs
Saat ini perusahaan cenderung terjebak di dalam perangkap
kepuasan dan kepercayaan sebagai alat ukur utama yang digunakan untuk
mengatur retensi pelanggan. Untuk keluar dari perangkap itu, pemasar
harus mencurahkan perhatian untuk sepenuhnya mengerti akan beberapa
pendorong tercapainya loyalitas pelanggan. Salah satu pendorong
terjadinya perilaku pembeli kembali dan menjadi unsur strategis yang
dapat mengarahkan perusahaan pada kinerja superior adalah customer
switching cost (Farrell dan Klemperer, 2005)
Switching cost dapat didefinisikan sebagai biaya yang timbul dari
perpindahan dari satu layanan provider ke provider lain (Chada dan
Kapoor, 2009). Dinyatakan juga bahwa switching cost adalah one time
cost atau biaya yang timbul hanya satu kali. Hal ini berlawanan dengan
biaya yang dikeluarkan selama pemakaian produk atau jasa setelah
hubungan pembelian berulang terjadi. Switching cost juga didefinisikan
sebagai beban yang dikeluarkan hanya satu kali sehubungan dengan proses
beralih yang dilakukan oleh pelanggan dari satu penyedia ke penyedia
yang lain.
Adapun biaya-biaya yang terlibat di dalam proses switching cost
menurut Fornel (1992) adalah biaya pencarian provider lain, transaksi,
pembelajaran, perubahan kebiasaan, emotional cost, resiko keuangan,
sosial dan psikologi. Secara umum biaya peralihan (switching cost)
didefinisikan sebagai biaya yang menghalangi konsumen untuk pindah
dari produk atau jasa perusahaan saat ini kepada produk atau jasa
kompetitor, yaitu ketika sebuah hubungan ditetapkan. Satu pihak akan
menjadi lebih bergantung kepada pihak lainnya. Hal ini diartikan biaya
untuk berpindah semakin tinggi. Switching cost dapat berupa memiliki 10
kesatuan uang (monetary) atau tidak (non-monetery).
Switching cost harus dihubungkan kepada proses perpindahan,
akan tetapi switching cost tidak langsung keluar sebagai biaya saat
terjadinya proses. Lebih jauh lagi, switching cost tidak hanya dibatasi
berdasarkan tujuannya, biaya ekonomi. Ketika konsumen dengan
mudahnya mengatakan Hal ini tidak sebanding dengan untuk berpindah
kepada penyedia layanan lainnya, konsumen mungkin mempersepsikan
rintangan yang harus dihadapi mulai dari biaya pencarian, biaya
transaksi, biaya untuk memahami atau belajar, diskon yang diperoleh
sebagai konsumen yang loyal dari penyedia layanan yang terdahulu,
kebiasaan konsumen, biaya emosi dan upaya kognisi, digabungkan dengan
resiko keuangan, sosial dan psikologi sebagai bagian dari pembeli
(Fornel, 1992)
Burnham et al., (2003) berhasil mengelompokkan beberapa facet
dari switching cost menjadi tiga jenis, yaitu switching cost prosedural,
switching cost finansial, dan switching cost relasional.
1) Switching Cost Prosedural
Switching cost prosedural adalah beban yang berhubungan dengan
prosedur yang harus dilakukan oleh pelanggan pada saat melakukan
peralihan dari satu penyedia jasa ke penyedia jasa yang 11 lain.
Switching cost prosedural memiliki beberapa fase sebagai berikut
yang diuraikan berikut definisinya:
a) Beban risiko ekonomis
Beban risiko ekonomis adalah beban dari diterimanya
ketidakpastian atas hasil yang berpotensi negative pada saat
menggunakan penyedia jasa baru, dimana pelanggan tidak
memiliki cukup informasi.
b) Beban evaluasi
Beban evaluasi adalah beban waktu dan usaha yang berhubungan
dengan pencarian dan analisis untuk membuat keputusan beralih.
Wajtu dan usaha juga diperlukan saat mengumpulkan informasi
penyedia jasa alternatif yang potensial.
c) Beban pembelajaran
Beban pembelajaran adalah beban waktu dan usaha yang
berhubungan dengan memperoleh keterampilan baru atau
mengetahui bagaimana caranya menggunakan produk atau
layanan secara efektif.
d) Beban pengaturan
Beban pengaturan adalah beban waktu dan usaha yang
berhubungan dengan proses memulai hubungan dengan penyedia
jasa baru atau melakukan pengaturan produk atau jasa baru pada
saat pertama kali digunakan.
2) Switching Cost Finansial
Switching cost finansial adalah beban yang berhubungan dengan
hilangnya manfaat atau uang yang diperlukan untuk menggunakan
produk atau jasa dari penyedia jasa yang baru.
a) Beban kehilangan manfaat
Beban kehilangan manfaat adalah beban yang berhubungan
dengan hubungan kontrak yang menghasilkan keuntungan
ekonomis jika tetap menggunakan penyedia jasa lama. Dalam
peralihan ke penyedia jasa yang baru pelanggan kemungkinan
kehilangan poin yang telah terkumpul dan diskon atau manfaat
lebih yang tidak didapatkan oleh pelanggan baru.
b) Beban kehilangan keuangan
Beban kehilangan keuangan adalah pengeluaran keuangan sekali
jalan yang dibayarkan kepada penyedia jasa yang baru selain
pengeluaran untuk pembelian produk baru itu sendiri.
Mengadopsi penyedia jasa yang baru seringkali melibatkan
pengeluaran sekali jalan seperti deposit atau biaya inisiasi
pendaftaran pelanggan baru. Selain itu, beralih produk dan jasa
kemungkinan melibatkan asset yang terkait transaksi, atau
coassets dimana asset tersebut telah diinvestasikan konsumen
sebelumnya.
3) Switching Cost Relasional
Terdiri dari beban kehilangan hubungan merek, switching cost jenis
ini melibatkan ketidaknyamanan psikologis atau emosional akibat
hilangnya identitas dan rusaknya hubungan.
a) Beban kehilangan hubungan personal
Beban kehilangan hubungan personal adalah kerugian yang
terkait dengan putusnya ikatan identifikasi yang telah dibentuk
antara pelanggan dengan orang-orang yang telah biasa
berinteraksi dengannya. Keterbiasaan konsumen dengan
karyawan penyedia jasa lama menciptakan suatu tingkat
kenyemanan yang tidak segera dapat diperoleh pada penyedia jasa
yang baru.
b) Beban kehilangan hubungan merek
Beban kehilangan hubungan merek adalah kerugian lanjutan
terkait dengan putusnya ikatan dari identifikasi yang telah
terbentuk dengan merek atau perusahaan yang telah terisolasi oleh
pelanggan. Konsumen sering berpikir dengan cepat tentang
makna dari pembelian mereka dan bentuk asosiasi ini yang
menjadi bagian dari identitas rasa. Ikatan yang berhubungan
dengen merek atau perusahaan ini hilang akibat peralihan.
Switchingcost adalah salah satu kategori dalam
switchingbarriers yang muncul dari sebuah analisis (Colgate
dan Lang, 2001).
BAB III
PENGARUH PERKEMBANGAN FAKTOR EKSTERNAL
TERHADAP MODEL BISNIS RUMAH SAKIT

3.1 Deskripsi Organisasi


3.1.1 Deskripsi Rumah Sakit Muhammadiyah Tulungagung
A. INTERN
1) UMUM
Nama RS : Rumah Sakit Muhammadiyah Tulungagung
Alamat : jl. P. Sudirman No. 42 Mergayu Bandung
Tulungagung
Telepon : 0355 532760
Fax : 0355 533235
Email : rsum_bandung@yahoo.co.id
Klasifikasi rumah sakit dan jumlah tempat tidur :
a. Klasifikasi rumah sakit : D (sesuai SK Kemenkes RI No :
HK.02.03/I/3624/2014 )
b. Jumlah tempat tidur : 73 TT
Tanah dan bangunan :
a. Lahan/ tanah :
1) Luas tanah
Luas tanah rumah sakit aslinya : 4.116 m2
Luas tanah rumah sakit tambahan : 652 m2
Total area tanah RS : 4.768 m2
2) Status tanah : Dikuasai / Dimiliki
a) Milik Persyarikatan
b) Bukti pemilikan/ Sertifikat Ada
c) Hibah
d) Bukti lainnya Surat Ukur Direktorat Pendaftaran Tanah
ada
e) HO ada
b. Bangunan:
Luas bangunan rumah sakit : 1.378,87 m2
c. Sarana / peralatan terlampir

3.1.2 Sejarah Rumah Sakit Muhammadiyah Tulungagung


Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung Tulungagung adalah salah
satu rumah sakit swasta yang bersifat sosial keagamaan di kabupaten
Tulungagung. Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung terletak di Jl. P.
Sudirman 42 Desa Mergayu Kec. Bandung Tulungagung. Kecamatan
Bandung merupakan kecamatan yang berada di perbatasan antara
Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Trenggalek. Kecamatan Bandung
berada + 30 km dari kota Tulungagung ke arah barat, kecamatan Bandung
juga dilalui oleh jalur menuju kearah tempat wisata Pantai Popoh dan
Pantai Prigi.
Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung berawal dari Rumah
Bersalin Aisyiah yang berdiri sejak tahun 1989, yang dulunya hanya
sebatas pelayanan persalinan, ibu dan anak. Kemudian karena antusias dari
masyarakat berkembang mendirikan Balai Pengobatan Muhammadiyah
yang melayani pasien umum. Rumah Bersalin Aisyiah dikelola oleh ibu-
ibu Aisyiah, sedangkan Balai Pengobatan Muhammadiyah dikelola oleh
Bapak-bapak Muhammadiyah.
Balai Pengobatan Muhammadiyah (BPM) Saras Mulyo berdiri
sejak tahun 1997 yang mendapatkan izin tetap pada tanggal 1 Agustus
2005 dari Dinkes Kabupaten Tulungagung. Gedung Balai Pengobatan
Muhammadiyah berdiri sejak tahun 1997, setelah mendapat beberapa kali
mendapat izin sementara kemudian mendapat izin tetap pada tanggal 1
Agustus 2005.
Pada tahun 2004 BPM mempunyai pelayanan rawat inap sejumlah
10 TT, tahun 2005 menjadi 19 TT kemudian tanggal 23 September 2006
statusnya ditingkatkan menjadi RSM Saras Mulyo , tahun 2008
menambah gedung rawat inap menjadi 34 TT, dan tahun 2009 menjadi 50
TT , namun operasional 39 TT sampai sekarang.Pada tahun 2008 RB
Aisyiah gabung dalam RSM Saras Mulyo dari segi manajemen, namun
di tempat yang terpisah dengan rumah sakit. Pada tahun 2010 Unit
Kebidanan dan Kandungan menjadi satu tempat dengan rumah sakit dan
bersamaan dengan itu dibuka Unit Kamar Operasi. Pada saat ini disiapkan
untuk pengembangan layanan Radiologi dan Laboratorium , yang
sebelumnya masih kerjasama dengan mitra kerja instansi lain.
Sejak tanggal 1 Juli 2009 Rumah Sakit Muhammadiyah Saras
Mulyo berubah nama menjadi Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung
Tulungagung. Hal ini sesuai dengan instruksi PP Muhammadiyah untuk
menyesuaikan nama semua Rumah Sakit Muhammadiyah disamakan,
karena adanya hubungan/jaringan antar Rumah Sakit Muhammadiyah se-
Indonesia, dan se-Jawa Timur khususnya.
Pada tanggal 12 Nopember 2014 RSU. Muhammadiyah Bandung-
Tulungagung mendapatkan SK Penetapan kelas Rumah Sakit Tipe D dari
kementerian kesehatan Republik Indonesia dengan nomer SK
HK.02.03/I/3624/2014. Berkaitan dengan izin operasional yang akan
segera habis maka RSU. Muhammadiyah Bandung-Tulungagung maka
mengajukan izin operasional dan terbitlah izin operasional pada tanggal 29
April 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kab.
Tulungagung dengan Nomer SK 003/RS/103/IV/2015.
Sebagai wujud untuk dalam rangka keselamatan pasien serta
meningkatkan pelayanan maka pada tanggal 18 Januari 2017 RSU.
Muhammadiyah melakukan akreditasi yang telah di survey oleh Komisi
Akreditasi Rumah Sakit dengan hasil yang memuaskan Lulus dengan
nomer sertifikat : KARS-SERT/340/I/2017 yang diserahkan langsung oleh
Ketua Komisi Akreditasi Rumah Sakit kepada Direktur RSU.
Muhammadiyah Dr. Abu Mardah pada tanggal 24 Januari 2017.

3.1.3 Visi, Misi, Motto dan Nilai


Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu dan mengikuti
perkembangan IPTEK, harus lebih mengutamakan pendekatan promosi,
pemeliharaan, peningkatan kesehatan, dan pencegahan penyakit. Upaya
kesehatan diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat, serta dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab, maka Dinas Kesehatan menetapkan Visi, yaitu
Masyarakat Tulungagung Mandiri untuk Hidup Sehat
Dalam rangka mewujudkan Visi tersebut, maka Dinas Kesehatan
menetapkan Misi sebagai berikut:
1. Meningkatkan kinerja dan mutu upaya kesehatan.
2. Memberdayakan masyarakat dan lingkungannya
3. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara professional.
4. Melaksanakan dakwah Islamiyah amar maruf nahi munkar.
5. Mewujudkan citra Islami seluruh fasilitas dan sumber daya insani.
Adapun tujuan dari Rumah Sakit Muhammadiyah Tulungagung
adalah untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal bagi
semua lapisan masyarakat dalam rangka terwujudnya masyarakat utama,
adil dan makmur yang diridhoi Alloh SWT, melalui pendekatan preventif,
promotif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara menyeluruh.
Yang menjadi sasarannya adalah seluruh bagian di rumah sakit
termasuk program pelayanan di Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung
Tulungagung sebagai langkah awal akreditasi yang akan dijalankan.
Mempunyai motto : Layananku Ibadahku, Rumah Sakit
Muhammadiyah Bandung Tulungagung mempunyai nilai utama :
SARAS (SANTUN, RESPONSIF,. AMANAH, SENYUM). Adapun
nilai-nilai yang digunakan dalam mencapai visi dan misi adalah rakyat
sehat negara kuat, guyub rukun dalam kemandirian kesehatan.
3.1.4 Jenis Pelayanan Rumah Sakit Muhammadiyah Tulungagung
1. IGD 24 jam
2. POLI KLINIK
a. Poli Umum
b. Poli Saraf
c. Poli Penyakit Dalam
d. Poli Anak
e. Poli Gigi
3. RAWAT INAP
1. Ruang VVIP : 1 TT
2. Ruang VIP : 9 TT
3. Ruang KELAS I : 12 TT
4. Ruang KELAS II : 17 TT
5. Ruang KELAS III : 18 TT
6. Ruang TT Bayi Baru Lahir : 4 TT
7. Ruang HCU : 6 TT
8. Ruang Kamar Bersalin : 2 TT
9. Ruang Operasi : 2 TT
10. Ruang Isolasi : 2 TT
Total : 73 TT
4.PELAYANAN MEDIS LAIN
1. Ruang Operasi
2. Kamar Bersalin
5. PELAYANAN PENUNJANG MEDIS
1. Instalasi farmasi 24 Jam
2. Laboratorium 24 Jam
3. Radiologi
4. Instalasi Gizi
5. Ambulance
6. PELAYANAN NON MEDIS
1. Oksigen Sentral
2. Instalasi Pengolahan Limbah
3. Ruang Sterilisasi

3.1.5 Jumlah Karyawan Rumah Sakit Muhammadiyah Tulungagung


No Keahlian Tetap Kontrak Mitra Jumlah
1 Dokter Umum 2 2 4

2 Dokter Gigi 1 1

3 Dokter Spesialis Penyakit Dalam 1 1

4 Dokter Spesialis Bedah 1 1

5 Dokter Spesialis Saraf 2 2

6 Dokter Spesialis Kandungan/Obgsyn 1 1

7 Dokter Spesialis Anak 1 1

Dokter Spesialis Anastesi 1 1


8 Apoteker 1 1
9 Assisten Apoteker

a. Akfar
b. Akafarma 1 2 3

c. SMF 2 3 5
d. Administrasi 2 2
10 Ahli Madya Radiologi 1 1

11 Ahli Madya Fisioterapi

12 Ahli Madya Gizi 1 1

13 Ahli Madya Perekan Medis 1 1

14 Analis Kesehatan :

a. D III Analis 2 2

b. SMAK 2 2
15 Perawatan
a. S-1 Keperawatan

b. Akper 10 17 27
c. Anasthesi

d. SPK
16 Bidan
a. Akbid 5 5
b. P2B
17 Perawat Gigi

18 Pembantu Perawat 4 4

19 Keuangan
a. Ka. Unit Keuangan 1 1

b. Bendahara 1 1

c. Akuntan 1 1

d. Kasir 4 4
20 Logistik 1 1
21 Kerumah Tanggaan
22 IT 1 1
23 Sekretariat 1 1
24 Informasi & Pendaftaran Pasien

a. ITPP 2 2 4
b. Staf Rekam Medis 2 2

25 Staf Gizi/ Dapur 2 2 4

26 Staf Laundry 2 2

27 Satpam 1 4 5
28 Cleaning Service 2 2 4

29 Driver 1 1 2
JUMLAH KESELURUHAN 23 69 7 99

3.1.6 Indikator Efisiensi Pelayanan Rumah Sakit Muhammadiyah


Tulungagung

3.2 Key Trend (Tren Kunci)


3.2.1 Tren Teknologi
3.2.2 Tren Regulasi (Tren Perundang-undangan)
3.2.3 Tren Sosial Budaya
Kunjungan pasien ke RS MB Tulungagung sangat dipengaruhi
oleh kondisi sosial budaya masyarakatnya. Masyarakat kabupaten
Tulungagung sebagian besar memiliki mata pencaharian dari pertanian.
Siklus tanam dan musim panen berdampak pada kunjungan pasien. Pada
saat musim panen kunjungan pasien mengalami peningkatan. Hal ini
dikarenakan pada musim panen masyarakat memiliki dana lebih untuk
lebih memperhatikan kesehatannya.
Pada kecamatan Bandung dan sekitarnya pada khususnya, banyak
masyarakat yang bekerja sebagai TKI (tenaga kerja Indonesia) ini
membuat daya beli menjadi terpengaruh, yang mana masyarakat
kecamatan Bandung dan sekitarnya mempunyai daya beli yang lebih baik
dibandingkan dengan masyarakat di kecamatan lain. Hal ini
mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan yang akan dipilih oleh
masyarakat sekitar RS MB.
Di kabupaten Tulungagung pencari kerja yang terdaftar di Dinas
Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2016 sebesar 4.320
jiwa, yang didominasi lulus an SLTP sebesar 39,33%. Pencari kerja yang
telah disalurkan menurut lapangan pekerjaan terbesar di sektor kegiatan
lainnya yaitu sebesar 62,09% (BPS, 2017)
3.2.4 Tren Sosio Ekonomi

3.3 Industri Forces


3.3.1 Kompetitor
3.3.2 Produk Subtitusi
3.3.3 Supplier Rumah Sakit
Supplier Farmasi
1. PT. Anugrah Argon Medika
2. PT. Bina San Prima
3. PT. Anugrah Pharmindo Lestari
4. PT. Daya Muda Agung
5. PT. Enseval
6. PT. Millenium Pharmacon Internasional
7. PT. Enseval
8. PT. Merapi
9. PT. Penta Valent
10. PT. Kalista Prima
Suplier Laboratorium
1. PT. MSA
Suplier Alkes
1. CV. Mitra Jaya
2. CV. Dharma Medika
3. CV. Trijaya Medika
4. CV. Inti Sumber
3.3.4 New Entrance
Saat ini terdapat satu RS baru di kabupaten Tulungagung, RS
tersebut bernama RS Prima Medika. RS Prima Medika ( RSPM) berjarak
28 Km dengan RSMB, RSPM adalah RS tipe D, lokasi di jalan utama
antara Tulungagung dan Trenggalek, tarif lebih tinggi dari RSMB, dokter
sebagian besar mitra dari RSUD dr. Iskak. RSPM milik perorangan, RS ini
dahulu adalah RS tipe D yang pailit, terkenal dengan tarif mahal, dan
sekarang dibeli oleh pemilik baru yang bukan berlatar belakang
pendidikan kesehatan, pemilik adalah seorang pengusaha yang memiliki
berbagai jenis usaha di bidang perdagangan barang, direktur RSPM saat
ini adalah pensiunan mantan direktur RSUD dr. Iskak Tulungagung.
3.3.5 Stake Holder
Pemilik Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Bandung adalah
Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu organisasi sosial keagamaan yang
berstatus Badan Hukum sesuai dengan Surat Keputusan ( BESLUIT )
Gubernur Jenderal Hindia Belanda No.36 tanggal 02 September 1912 dan
Surat Dirjen Pembinaan Hukum Departemen Kehakiman RI No.
J.A.5/160/5, tanggal 8 september 1971 mengenai status Badan Hukum
Perkumpulan Muhammadiyah, Diperkuat dengan Surat Dirjen Yan Med
Depkes RI No. 155/Yan Med/Men/1985 tanggal 22 Feb 1985 tentang
Pernyataan Muhammadiyah sebagai Badan Hukum yang bergerak dalam
bidang kesehatan.
Pendiri Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Bandung adalah
Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bandung.
Penyelenggara Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Bandung
adalah Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PCM Bandung.
Berdasarkan SK PP Muhammadiyah No. 87/KEP/1.0/B/2011 tentang
pedoman Majelis Pembina Kesehatan Umum pasal 6 Najelis mengadakan
hubungan vertical dalm penyelenggaraan amal usaha, program dan
kegiatan persyarikatan di bidang kesehatan dengan pemberitahuan baik
kepada Persyarikatan di bidang kesehatan dengan pemberitahuan baik
kepada Pimpinan Persyarikatan Setingkat (PCM Bandung) maupun yang
dituju. MPKU PCM Bandung dalam menyelenggaraan amal usaha
pelayanan kesehatan (RSUMB) hubungannya bersifat vertical dengan
pimpinan amal usaha usaha pelayanan kesehatan. MPKU dapat
mengadakan hubungan dan kerjasama dengan pihak lain di luar
persyarikatan baik dalam maupun luar negeri berdasarkan peraturan
Pimpinan Pusat (SK PP Muhammadiyah No. 87/KEP/1.0/B/2011)
Pengelola rumah sakit umum muhammadiyah bandung adalah
direktur dan jajarannya serta pelaksana Operasional keseharian Rumah
Sakit Umum Muhammadiyah BandungTulungagung.
RS Muhamadiyah memiliki hubungan yang baik terkait dengan
operasional rumah sakit seperti Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung,
BPJS Kesehatan Kabupaten Tulungagung, BPJS Ketenagakerjaan
Kabupaten Tulungagung, Dinas Perijinan Kabupaten Tulungagung, Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten, IDI, IBI, PPNI serta organisasi profesi
lainnya. RSM Bandung juga menjaga hubungan baik dengan warga
sekitar, Kepala desa, camat , tokoh masyarakat .Sebagai wujud kegiatan
sosial, RSM Bandung rutin mengadakan bakti sosial disekitar rumah sakit
dan memberikan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.

3.4 Macro Economic Forces


3.4.1 Kondisi Pasar Global
Kondisi pasar global Indonesia saat ini mempengaruhi kondisi di
tiap daerah. Kondisi pasar di Kabupaten Tulungagung tidak terlepas dari
APBD daerah tersebut. APBD Kabupaten Tulungagung tahun 2017
ditetapkan dalam rapat paripurna bertajuk Penetapan Ranperda Tentang
APBD Tahun Anggaran 2017 dan Program Pembentukan Peraturan
Daerah tersebut di sisi pendapatan berjumlah Rp 2.400.136.851.042,50.
Sedang belanja mencapai Rp 2. 388.143.339.042,50. Dan ini menjadikan
surplus Rp 11.993.512.000,00.
Sementara itu, di sisi pembiayaan, penerimaan berjumlah Rp
2.006.488.000,00 dan pengeluaran sebesar Rp 14.000.000.000,00. Karena
itu pembiayaan netto (bersih) menjadi defisit sejumlah Rp
11.993.512.000,00. Dan SILPA tahun berkenaan berjumlah Rp 0 (nol)
APBD 2016 yang telah disetujui untuk ditetapkan itu yakni disisi
pendapatan, dari sebelumnya Rp 2.400.427.251.892,16 menjadi Rp
2.287.405.873.109,70 atau berkurang Rp 113.021.378.782,46. Kemudian
belanja, dari sebelumnya Rp 2.417.754.736.127,16 menjadi Rp
2.561.213.577.876,70 atau meningkat Rp 143.458.841.749,54. Ini
mengakibatkan defisit setelah perubahan Rp 273.807.704.767,00.
Sementara di penerimaan pembiayaan, dari sebelumnya Rp
35.327.484.235,00 menjadi Rp 284.807.704.767,00 atau bertambah Rp
249.480.220.532,00. Dan di pengeluaran pembiayaan, dari sebelumnya Rp
18.000.000.000,00 menjadi Rp 11.000.000.000,00 atau berkurang Rp
7.000.000.000,00. Sehingga pembiayaan netto sebesar Rp
273.807.704.767,00. Dan SILPA tahun berkenaan Rp 0,00.
Proporsi realisasi belanja modal Kabupaten Tulungagung tahun
2016 adalah sebesar 574.377.318.491, lebih rendah dari perkiraannya yaitu
sebesar 604.791.121.792. Realisasi belanja operasional sebesar
1.735.023.750.376, lebih rendah dari perkiraan awal sebsar
1.761.459.327.939 (BPS,2016)
3.4.2 Pasar Modal
3.4.3 Infrastruktur Ekonomi
3.4.4 Komoditas dan Sumber Daya Lainnya
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tulungagung tahun 2015
sebesar 4,99 persen, melambat dibanding tahun 2014 mencapai 5,45
persen. Pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh lapangan usaha
Penyediaan Akomodasi dan Konsumsi sebesar 8,50 persen. Disusul
lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 7,32 persen dan
lapangan usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 7,28 persen.
Adapun lapangan usaha lainnya yang mengalami pertumbuhan di
atas 5 persen ialah lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 6,14
persen; Perdagangan Besar dan Eceran 5,73 persen; Jasa keuangan dan
Asuransi sebesar 5,70 persen, real estat sebesar 5,25 persen, Jasa
Perusahaan sebesar 5,87 persen; administrasi pemerintahan sebesar 5,21
persen dan lapangan usaha Jasa Pendidikan sebesar 7,11 persen.
Sedangkan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan paling rendah
adalah lapangan usaha pengadaan listrik dan gas melambat dibanding
tahun sebelumnya yang tumbuh 0,31 persen.
Gambar 2.1 Laju Pertumbuhan Riil PDRB (Persen), 2011-2015

Keterangan : *) : Angka Sementara


**) : Angka Sangat Sementara
Sumber : BPS Kab. Tulungagung
Dari gambar 2.1 di atas tampak, bahwa sejak tiga tahun
terakhir pertumbuhan ekonomi kabupaten Tulungagung melambat. Hal ini
diduga disamping kondisi ekonomi global yang belum membaik, juga
disebabkan oleh berbagai kebijakan pemerintah yang kurang kondusif bagi
dunia usaha diantaranya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM),
Tarif Dasar Listrik (TDL) dan tingginya tingkat suku bunga bank
kebijakan pemerintah (BI rate). (produk domestik regional bruto
kabupaten Tulungagung menurut lapangan usaha tahun 2011-2015)

3.5 Market Forces


3.5.1 Market Issues
Segmen yang dibidik oleh RS Muhamadiyah Bandung sebelum era
JKN, yaitu masyarakat umum disekitar kabupaten Tulungagung. Pada saat
itu RS Muhamadiyah Bandung terkenal dengan pelayanan yang cukup
baik dengan harga yang standar sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
Saat ini pasar mengarah kepada pasien BPJS. Dari data yang berhasil
dikumpulkan, per tanggal 31 Desember 2016 disebutkan bahwa jumlah
penduduk Kabupaten Tulungagung tahun 2015 sebanyak 1.021.190 jiwa,
sedangkan pada tahun 2016 sebanyak 1.026.101 jiwa., dengan laju
pertumbuhan penduduk rata-rata tercatat sebesar 4.911jiwa(1,00%).
Berikut adalah gambar komposisi penduduk menurut golongan
umur dan jenis kelamin di Kabupaten Tulungagung tahun 2016
PEREMPUAN LAKI-LAKI

20,597 75+ 14,630


14,217 70 - 74 12,603
18,272 65 - 69 18,057
22,389 60 - 64 23,697
32,424 55 - 59 30,408
35,460 50 - 54 32,549
39,982 45 - 49 37,549
41,595 40 - 44 38,073
40,620 35 - 39 35,718
38,563 30 - 34 34,371
36,399 25 - 29 33,360
34,911 20 - 24 32,919
35,807 15 - 19 36,856
38,139 10 - 14 39,610
38,720 5-9 40,346
37,815 0-4 39,445

50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000
JUMLAH PENDUDUK

Penduduk kecamatan Bandung tahun 2015 sebanyak 43.203 jiwa yaitu


20.901 jiwa laki-laki dan 22.302 jiwa perempuan. Saat ini, UMK
Kabupaten Tulungagung tahun 2016 ialah 1.420.000 (UMK 2016 tertuang
melalui Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 68 Tahun 2015 tentang
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Timur Tahun 2016
tertanggal 20 November 2015). Pada tahun 2014, diperkirakan masih
banyak warga miskin di Tulungagung tidak bisa menjadi peserta JKN
karena tidak pernah menjadi peserta Jamkesmas sebelumnya. Peserta
Jamkesda juga tidak terlayani karena pemerintah kabupaten tidak
memasukkan dlm JKN. Dari data yang didapatkan, peserta Jaminan
Kesehatan selama tahun 2016 sebesar 46,16% dari jumlah penduduk yang
ada yaitu 1.026.101 orang. Peserta jaminan kesehatan PBI APBN sebesar
45,47% sedangkan dari JAMKESDA sebesar 0,69%.
Hingga akhir September 2015, jumlah peserta BPJS sebanyak 2,6
juta telah mendaftar mandiri dari 7 daerah wilayah BPJS Kediri (Kab/Kota
Kediri, Kab/Kota Blitar, Kab. Tulungagung, Trenggalek, Nganjuk). Dari
52 rumah sakit yang ada d kawasan eks. Karesidenan Kediri, sampai
sekarang, terdapat 30 rumah sakit yang bergabung dengan BPJS.
Secara nasional, jumlah peserta JKN hingga Oktober 2016 adalah
sebanyak 169,5 juta jiwa atau kurang lebih 66, 11% dari total penduduk
tahun 2016 sebesar 2256,5 juta jiwa. Akhir tahun pertama diluncurkan
pada tahun 2014, jumlah peserta JKN ialah sebanyak 133,4 juta jiwa.
Artinya, sampai dengan sekarang, ada sekitar 30 juta peserta baru. Pihak
BPJS optimis jumlah peserta akan meningkat hingga akhir tahun 2019.
Terhitung sejak Januari hingga April 2015 jumlah faskes RS swasta
meningkat sebanyak 100 faskes, yang semula berjumlah 600 rumah sakit.
Dengan demikian, total saat ini 1.739 rumah sakit swasta, pemerintah, dan
klinik utama telah menjadi provider BPJS. Aturan yang berlaku per 1 Juni
2015, peserta yang mendaftar BPJS akan mendapat virtual account.
Kemudian, setelah itu peserta bisa membayar iuran paling cepat 14 hari,
sekaligus sebagai masa tunggu penggunaan kartu JKN.
Angka kemiskinan secara nasional juga mengalami peningkatan.
Dari data Badan Pusat Statistik, pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk
miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis
kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 %), bertambah
0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang
sebesar 27,73 juta orang (10,96 %). Persentase penduduk miskin di daerah
perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16%, naik menjadi 8,29 % pada
Maret 2015. Sementara persentase penduduk miskin di daerah pedesaan
naik dari 13,76% pada September 2014 menjadi 14,21 % pada Maret
2015. Selama periode September 2014 Maret 2015 jumlah penduduk
miskin di perkotaan naik 0,29 juta orang menjadi 10,65 juta orang,
sementara di daerah pedesaan naik sebanyak 0,57 juta orang menjadi
17,94 juta. Sementara itu, menurut Menteri Sosial, jumlah orang miskin di
Indonesia mencapai 40% atau sekitar 96 juta jiwa dari total penduduk 240
juta jiwa jika mengacu pada standar kemiskinan USS 1,5 per kapita per
hari.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis
Kemiskinan di perkotaan relative sama dengan di pedesaan, diantaranya
adalah beras, rokok, telur ayam ras, daging ayuam ras, mie instan, gula
pasir, tempe, tahu, kopi. Sedangkan untuk komoditi bukan makanan
diantaranya biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan
perlengkapan mandi.
Fakta-fakta di atas menguatkan pendapat bahwa ke depan, target
pasar yang dituju berubah dari pasien umum menjadi pasien peserta JKN.
3.5.2 Market Segments
Segmen yang dibidik RSU Muhammadiyah Bandung Tulungagung
saat ini ialah pasien BPJS dan pasien umum dari semua status sosial.
Untuk itu RS menyediakan kamar perawatan untuk seluruh kelas, mulai
dari kamar kelas 3, kelas 2, kelas 1, VIP dan VVIP.
Selain itu RS juga bekerja sama dengan sekolah-sekolah
Muhammadiyah di kecamatan Bandung dalam pemberian layanan
kesehatan bagi pelajar di sekolah-sekolah tersebut. Terdapat 3 sekolah
Muhammadiyah yang bekerja sama, yaitu MI (Madrasah Ibtidaiyah) Plus
Suwaru, MTsM (Madrasah Tsnawiyah Muhammadiyah) dan MAM
(Madrasah Aliyah Muhammadiyah) Bandung.
Segmen lain yang dibidik adalah penyedia jasa TKI atau TKW,
yang banyak terdapat di kecamatan Bandung dan sekitarnya. Layanan
yang diberikan untuk pangsa ini adalah medical chek-up, meliputi
pemeriksan fisik, laboratorium dan radiologi.
3.5.3 Needs and Demands
3.5.4 Switching Cost
3.5.5 Revenue Attractiveness
Pasien bersedia untuk membayar untuk :
ruangan dan fasilitas yang baik dan bersih
tata kelola ruangan dan lingkungan yang baik
keramahan karyawan
respon time pelayanan yang cepat
dokter spesialis ramah
alat kesehatan yang lengkap
biaya relatif murah

3.6 Peluang dan Ancaman


Perubahan faktor eksternal di Rumah Sakit Muhamadiyah Bandung
sangat mempengaruhi kebijakan dan perkembangan bisnis rumah sakit.
Dalam identifikasi lingkungan eksternal, ditemukan adanya peluang
(opportunity), dimana peluang adalah faktor dan situasi eksternal yang secara
nyata membantu usaha rumah sakit dalam mencapai tujuannya. Analisis
lingkungan eksternal juga mengungkap ancaman (threat), yaitu faktor
eksternal yang memungkinkan rumah sakit mengalami kegagalan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tabel 3.1. Faktor Eksternal, Peluang dan Ancaman
N Trend/isu Peluang / ancaman Data / evidence
o
1 Regulatory trends peluang & P:Merupakan pasar yang
pemberlakuan JKN ancaman besar, semua wajib ikut
JKN
A:Tarif ina cbgs kurang
sesuai dengan tarif rs
2 Tren Sosio ekonomi Ancaman jumlah penduduk miskin
kabupaten Tulungagung
meningkat
3 Tren teknologi Peluang Masih sedikit
perkembangan teknologi
kesehatan
4 Tren sosial dan budaya peluang Mata pencaharian
pertanian, pedagang
Jumlah pasangan usia
subur meningkat
5 Kondisi pasar global ancaman Adanya inflasi
6 Capital markets ancaman Daya beli masyarakat
menurun
7 Komoditi dan sumber ancaman Meningkatnya harga
daya lain alkes, obat dll
8 Infrastruktur ekonomi ancaman Lokasi RSM Bandung
kurang strategis, berada di
wilayah kecamatan, akses
jalan kurang memadai
9 Need and demands Peluang Meningkatnya kebutuhan
untuk memperoleh
pelayanan yang cepat
10 Market segments Peluang Jumlah pasien JKN
meningkat
11 Market issues Peluang RSM Bandung dikenal
dengan pelayanan yang
ramah dan tidak mahal
12 Switching cost Ancaman /peluang A : pasien berganti RS,
pindah kelain RS
P : pasien pindah ke RSM
N Trend/isu Peluang/ ancaman Regionalisasi rujukan
o BPJS
13 Rervenue atractiveness peluang Untuk tempat (Place)
memang kurang strategis,
tetapi untuk promosi
(promotion), tarif (price)
and jasa (product) RSM
bisa dijual
14 Kompetitors ancaman RSUD dr. Iskak (tipe B)
RSI Satiti (tipe C)
RSU Bayangkara (tipe D)
RSI Madinah (tipe D)
15 Pemain baru ancaman RS Prima Medika (tipe D)
16 Ancaman produk dan ancaman Tenaga kesehatan
jasa pengganti alternatif lain masih
diminati
17 Kekuatan penawaran ancaman Dengan meningkatnya
pembeli dan pemasok peserta BPJS semakin
mengurangi margin
keuntungan RS
18 Kekuatan stakeholder peluang Pemilik sangat memahami
kondisi perumahsakitan
dan tantangannya.
Karyawan mendukung
program RSM
19 Kebutuhan terhadap Peluang/ancaman A : Semakin banyak
pelayanan kesehatan rumah sakit yang didirikan
oleh masyarakat sebagai kompetitor RSM
semakin meningkat P : Memotivasi RSM
untuk lebih optimal dalam
memberikan pelayanan
kesehatan dan lebih
inovatif

BAB IV
STRATEGI RUMAH SAKIT DALAM MENGELOLA PERUBAHAN
EKSTERNAL
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W. 2008. Kesiapan Rumah Sakit Dalam Menghadapi Globalisasi.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Fakultas Indonesia.
https://staff.blog.ui.ac.id/wiku-a/files/2009/02/kesiapan-rs-dlm-menghadapi-
globalisasi_edited.pdf

Afiyah, A. 2012. Teori Stakeholder. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013.


http://blog.ub.ac.id/abidatul/files/2012/03/STAKEHOLDERS.3.pdf

Bappeda Tulungagung. 2008. Peninjauan Kembali dan Revisi Rencana Tata


Ruang Wilayah Kabupaten Tulungagung.

Budhiati. (2011). Hubungan Antara Kondisi Sosial Ekonomi,Tingkat


Pendidikan Dan Pengetahuan Tentang Pengelolaan Lingkungan Dengan Perilaku
HidupSehat Masyarakat Di Kota Surakarta. Jurnal EKOSAINS. Vol.3.No.2.

BPS, 2017. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tulungagung : katalog no :


1102001.2304

Foster, George M. 1976. Medical Anthropoloy and International Health Planning.


Edited by Medical Anthropology Newsletter. Berkeley: University of California.

Gitosudarmo Indriyo. 2012. Manajemen Pemasaran. edisi kedua, cetakan kedua.


Penerbit : BPFE Yogyakarta.

Greco, Albert N. 2005. The Book Publishing Industry : Lawrence Elbaum


Associates, Inc.

Hatta, Gemala R. 2012. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana


Pelayanan Kesehatan Edisi Revisi 2. Jakarta: UI Press.
Hubeis, Musa dan Najib, Mukhamad. 2014. Manajemen Strategik dalam
Pengembangan Daya Saing Organisasi. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Irin Yuline Rachman, 2014. Perencanaan Strategis Sistem Informasi
Pada RSUD Palembang BARI. http://eprints.mdp.ac.id/1056/1/79jurnal_irin.pdf

Kusumadewi, S. 2009. Informatika Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Kotler., (2010). Manajemen Pemasaran, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,

Michael E. Porter. 2007. Strategi Bersaing , Di-Indonesiakan oleh Agus Maulana.


Tangerang: Kharisma Publishing Grup.

Misbakhul Munir Zain dan Dr. Ir. Muhammad Taufik. 2010. Pengembangan
Potensi Wisata Alam Kabupaten Tulungagung dengan Sistem Informasi
Geografis.

Muchtar, A. F., Menyusun Business Plan dan Rencana Aksi, Yrama Widya,
Bandung, 2014

Quinn, J.B ; Mintzberg, H ; James, R.M. 1998. The Strategy Process: concepts,
contexts and cases, Prentice-Hall.

Rosjdan, Moslihoen, 1990, Manajemen Penyuluhan Kesehatan


Masyarakat.Jakarta: Departemen Kesehatan

Rustiyanto, E. 2010. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit


yang Terintegrasi. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Sabarguna, B. S. 2005. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.


Yogyakarta : Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY.

Suryandari. 2008. Hubungan Antara Faktor Pendidikan, Sosial Ekonomi Dan


Jarak Tempat Pelayanan Dengan Pemanfaatan Pos Kesehatan Desa
(PKD) Di Kecamatan Colomadu. Skripsi. Surakarta: FIK
UMS.http://eprints.ums.ac.id/2734/2/J210040058.pdf

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Rajagrafindo


Perkasa.

Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT Bumi


Aksara.

Tjiptono Fandy. 2001. Strategi Pemasaran. Edisi pertama. Andi Ofset. Yogyakarta

Trisnantoro, L. 2007. Kebijakan Asuransi Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin:


Saatnya Untuk Melakukan Evaluasi Menyeluruh. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan Vol. 10 No. 2 Juni 2007 hal. 55.

Wibowo, A. 2013. Analisis Pengaruh Switching Cost, Attractiveness of


Alternative, Interpersonal Relationship dan Service Recovery Terhadap
Repurchase Intention GSM Prabayar.

WHO. Sustainable Development Global solutions Network (SDGs). Jakarta:

United Nation; 2016.

http://www.konsultanrumahsakit.com/home/index.php?page=detail&cat=8&id=8
6

Kepmenkes Nomor 1076/SK/Menkes/VII/2003

Pasal 60 UU Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009

Permenkes no. 59 tahun 2014

Anda mungkin juga menyukai