DAFTAR ISI............................................................................................................................ i
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG................................................................................................ 1
1.2. RUMUSAN MASALAH .......................................................................................... 2
1.3. TUJUAN ............................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 10
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan uraian singkat diatas terlihat betapa pentingnya
fenomena turnover, khususnya turnover intention dalam sebuah organisasi
atau perusahaan. Penjelasan secara rinci dan lebih jelas mengenai turnover
termasuk turnover intention ini akan dibahas pada bab pembahasan dari
makalah ini.
1.3. TUJUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dapat dikategorikan atas empat
tipe sumber daya, yaitu finansial, fisik, manusia, dan kemampuan teknologis dan
sistem. Aset organisasi yang paling penting yang harus dimiliki oleh perusahaan
dan dan sangat diperhatikan oleh manajemen adalah aset manusia dari organisasi
tersebut. Terminologi sumber daya manusia (human resources) merujuk kepada
orang-orang di dalam organisasi. Sumber daya manusia membuat sumber daya
organisasi lainnya berjalan, oleh karena perlu dikelola dengan baik. Manajemen
sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian
balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan.
Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi
sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan
karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan yang
baik. (Henry Simamorta, 2003). Menurut Desler (2013) manajemen sumber daya
manusia adalah suatu proses mengakuisisi, melatih, menilai, memberi kompensasi,
dan memperhatikan hubungan ketenagakerjaan, kesehatan, dan keselamatan
dengan baik.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Towers Watson Global Workface
Study ditemukan bahwa 70% perusahaan di Indonesia menganggap
mempertahankan karyawan merupakan tantangan terbesar (Oktaviani dan Hartijasti
2016). Turnover adalah jumlah rata-rata karyawan yang meninggalkan suatu
perusahaan. Turnover dapat terjadi karena keinginan karyawan (voluntary
turnover) maupun karena keinginan organisasi (involuntary turnover). (Desler,
2013). Menurut Simamora (2003) putaran karyawan (turnover) merupakan tingkat
perpindahan melewati batas keanggotaan dari sebuah organisasi. Putaran karyawan
akan menambah jumlah orang yang dibutuhkan. Putaran karyawan mengganggu
aktivitas usaha, menimbulkan masalah moral kerja, dan melambungkan biaya
rekruitmen dan biaya administrasi pemrosesan karyawan baru. Mobley (1999: 13),
megemukakan bahwa batasan umum tentang pergantian karyawan adalah :
3
berhentinya individu sebagai anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian
imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan.
Berdasarkan Rajan (2013), turnover dapat diklasifikasikan menjadi lima
kategori, yaitu
1. Fungsional dan Disfungsional
2. Turnover yang bisa dihindari dan tidak bisa dihindari
3. Voluntary dan Involuntary turnover
4. Turnover internal dan eksternal
5. Turnover terlatih dan tidak terlatih
Turnover intention adalah perilaku yang mengarahkan secara langsung
karyawan dari organisasi (Robbins & Judge, 2006). Untuk lebih jelasnya mengenai
Turnover intention ini, berikut ada beberapa ahli yang menyatakan pendapatnya
mengenai pengertian dari turnover intention itu sendiri. Menurut Harninda
(1999:27): Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan
berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Pendapat
tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk
berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari
satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Menurut Dessler (2013) turnover
intention didefinisikan sebagai niat seseorang untuk keluar dari organisasi. Harnoto
(2002:2) menyatakan: turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari
keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan
timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama
dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions
pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan.
Handoko (2000:322) menyatakan: Perputaran (turnover) merupakan tantangan
khusus bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena kejadian-kejadian
tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus
mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar. Di lain pihak, dalam
banyak kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru
meningkatkan turnover intentions. Dalam arti luas, turnover diartikan sebagai
4
aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan (Ronodipuro dan Husnan,
1995: 34).
Berdasarkan Mobley (1997) ada tiga tahapan kognitif sebelum seseorang
meninggalkan pekerjaannya:
1. Pikiran untuk keluar dari pekerjaan, termasuk penarikan diri (withdrawal)
2. Niat untuk mencari pekerjaan lain
3. Niat meninggalkan pekerjaan
Turnover intention diindikasikan sebagai sikap individu yang mengacu pada
hasil evaluasi mengenai kelangsungan hubungannya dengan organisasi dimana
dirinya bekerja dan belum terwujud dalam bentuk tindakan pasti (Suwandi dan
Indriantoro, 1999). Turnover sendiri didefinisikan sebagai penarikan diri secara
sukarela (voluntary) atau tidak sukarela (involuntary) dari suatu organisasi
(Robbins, 1996). Voluntary turnover atau quit, merupakan keputusan untuk
meninggalkan organisasi, disebabkan oleh dua faktor, yaitu: seberapa menarik
pekerjaan yang ada saat ini serta tersedianya alternatif pekerjaan lain (Shaw et.al.,
1998). Sebaliknya, involuntary turnover atau pemecatan mengambarkan keputusan
pemberi kerja (employer) untuk menghentikan hubungan kerja dan bersifat
uncontrolable bagi karyawan yang mengalaminya. Perpindahan kerja sukarela yang
dapat dihindari disebabkan karena alasan-alasan : upah yang lebih baik ditempat
lain, kondisi kerja yang lebih baik diorganisasi lain, masalah dengan
kepemimpinan, administrasi yang ada, serta adanya organisasi lain yang lebih baik
sedangkan perpindahan sukarela yang tidak dapat dihindari disebabkan oleh alasan-
alasan : pindah ke daerah lain karena mengikuti pasangan, perubahan karier
individu, harus tinggal di rumah untuk menjaga pasangan atau anak, dan kehamilan
(Dalton, Krackhardt, dan Porter, 1981) dalam Suwandi dan Indriartoro (1999).
Penyebab turnover intention adalah
1. Pay Satisfaction
Luthans (1995), mengemukakan upah atau jumlah finansial yang
diterima dan ditingkatkan dimana hal tersebut dipandang adil terhadap pekerja
lainnya dalam organisasi. Upah ini merupakan faktor yang signifikan dalam
kepuasan kerja. Uang tidak hanya membantu orang-orang dalam memenuhi
5
kebutuhan pokoknya tetapi uang bersifat instrumental dalam menyediakan
pemenuhan kebutuhan pokok yang lebih tinggi lagi. Karyawan sering
memandang upah sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang
kontribusi karyawan dalam organisasi. Tunjangan tambahan juga penting akan
tetapi kurang berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
Ketidakpuasan atas pembayaran atau gaji yang diterima dapat
mengakibatkan rendahnya motivasi karyawan sehingga hal ini mendorong
kepada terjadinya turnover sebagai bentuk ketidakpuasan dari seorang
karyawan, meskipun individu tersebut belum mendapatkan kepastian untuk bisa
bekerja ditempat lain. Ketidakpuasan tersebut bisa terjadi ketika apa yang
didapatkan oleh individu (karyawan) tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Porter dan Lawler (1968) mendefinisikan pay satisfaction sebagai perasaan atau
persepsi afektif seseorang terhadap keberadaan sistem pembayaran yang ada.
Senada dengan yang diungkapkan oleh Locke (1969) bahwa pay satisfaction
yaitu perbandingan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada. Zeffane
(Kurniasari, 2005) menyatakan bahwa ketidakpuasan terhadap kompensasi
akan memicu perilaku karyawan yang negatif seperti kemangkiran dan
kelesuan. Seringkali dikelompokkan dalam perilaku pengunduran diri atau
disebut pula sebagai keinginan berhenti bekerja.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover.
Diantaranya adalah factor external, yakni ; pasar tenaga kerja, faktor institusi,
upah, ketrampilan kerja dan supervisi. Karakteristik personal dari karyawan
seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama
bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya. Dari disimpulkan bahwa,
apabila terdapat kesenjangan antara jumlah kompensasi yang diharapkan dan
kenyataan yang diterima atas faktor tinggi rendahnya kompensasi, hal ini akan
mendorong perilaku karyawan untuk berintensi meninggalkan pekerjaan saat
ini dan mencari organisasi lain yang lebih bisa memenuhi harapan akan
kebutuhan kompensasi meraka. Semakin tinggi, semakin menarik faktor
kompensasi akan semakin mengurangi niat karyawan untuk meninggalkan
organisasi, sebaliknya semakin rendah tingkat kompensasi yang diterima
6
semakin mendorong karyawan untuk meninggalkan organissasi dan mencari
alternatif pekerjaan di tempat lain.
2. Job Insecurity
Kenyamanan kerja merupakan hal yang emergensi dalam dunia kerja,
karena kenyamanan akan mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang dalam
berkarya. Ketidaknyamanan kerja yang dialami oleh seseorang akan memicu
terjadinya penurunan kualitas kerja yang dihasilkan oleh seseorang.
Ketidaknyamanan tersebut dapat disebabkan oleh suasana kerja, demografi
tempat kerja dan masih banyak lagi. Ketidaknyamanan kerja dapat didefinisikan
sebagai perasaan dari kekuatan untuk menjaga keberlangsungan yang
diinginkan pada suatu situasi kerja (Greenhalg dan Rosenblatt 1984, 438).
Ketidaknyamanan kerja yang terjadi dapat menimbulkan konsekuensi-
konsekuensi sebagai berikut yaitu : komitmen organisasi, kepercayaan
organisasi, dan kepuasan kerja Pasewark dan Strawser (1996).
Faktor-faktor ketidaknyamanan kerja yang kurang mendukung dapat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi karyawan yang kemudian berujung pada
turnover intention sebagai konsekuensis akhir (Pasewark dan Strawser, 1996).
Hal ini dapat dimaklumi karena sejatinya manusia ingin berada dalam
kenyamanan untuk menghasilkan hasil yang lebih optimal dan produktif.
Namun, ketika karyawan dihadapkan pada pilihan ketidakpuasan atas
pembayaran serta faktor kerja yang mendukung, atau sebaliknya yaitu kepuasan
pembayaran dan faktor kerja yang tidak mendukung, tentu saja menjadi pilihan
yang sulit bagi seorang karyawan.
Karena hal ini menjadi subjektif, karyawan menjadi dilemma antara
kebutuhan dan keinginan dari suatu pekerjaan Menurut Greenhalgh dan
Rosenblatt (1984) Model Job Insecurity terdiri dari lima komponen, empat
komponen utama berfungsi mengukur derajat ancaman yang dapat diterima
untuk melanjutkan situasi kerja dan komponen kelima menekankan pada
kemampuan individu untuk mengatasi ancaman pada keempat komponen tadi
secara terinci, kelima komponen Job Insecurity dinyatakan sebagai berikut:
7
a. Arti penting aspek kerja, yaitu berupa ancaman yang diterima pada berbagai
aspek kerja seperti promosi, kenaikan upah atau mempertahankan upah
yang diterima saat ini, mengatur jadwal kerja.
b. Arti penting keseluruhan kerja seperti kejadian promosi, kejadian untuk
diberhentikan sementara waktu, kejadian tersebut, ancaman ini
meningkatkan Job Insecurity.
c. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada kejadian kerja, semakin
besar timbulnya ancaman negatif pada aspek kerja akan memperbesar
kemungkinan timbulnya job insecurity pada karyawan.
d. Mengukur kemungkinan perubahan negatif pada keseluruhan kerja seperti
kehilanganpekerjaan maka akan meningkatkan Job Insecurity karyawan.
e. Ketidakberdayaan (Powerlesness) yang dirasakan individu, membawa
outcomes pada cara individu menghadapi keempat komponen diatas.
Artinya, jika terjadi ancaman pada aspek kerja atau kejadian kerja, maka
mereka akan menghadapinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Semakin tinggi atau rendah powerlesness akan berakibat semakin tinggi
atau rendah Job Insecurity yang dirasakan individu.
Menurut Harnoto (2002:2): Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal
yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai
malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk
menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan
semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasi-
indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover
intentions karyawan dalam sebuah perusahaan.
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya
ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab
karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya
8
yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan
bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan
sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih
sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun
berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif.
Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang
dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda
dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
5. Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya karena karyawan
baru belum terlatih dengan baik.
6. Karyawan lain perlu melakukan kerja lembur, sebab kalau tidak ada lembur
maka akan terjadi penundaan produksi. Hal ini mengakibatkan beban kerja
karyawan lain meningkat.
7. Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan karyawan
baru tersebut.
8. Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi.
9. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.
Tidak hanya memberikan dampak yang kurang baik bagi perusahaan,
turnover juga dapat membawa dampak positif apabila timbul kesempatan untuk
menggantikan individu yang berkinerja tidak optimal dengan individu yang
memiliki keterampilan, motivasi dan loyalitas yang tinggi (Dalton dan Todor,
1981). Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi,
menunjukkan bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi kerjanya
atau cara pembinaannya.
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap keinginan seseorang untuk keluar
organisasi, salah satunya yaitu yang berhubungan dengan ketidakpuasan karyawan
yang dapat memicu keinginan karyawan untuk keluar dan mencari pekerjaan lain.
Hubungan antara kepuasan kerja dengan keinginan pindah kerja (Intention to
Leave) berdasarkan Mobley :
11
1. Kebijakan KARAKTERISTIK
2. Visi-misi
3. Supervisi Umur
4. Monitoring dan evaluasi Jenis Kelamin
5. Karakteristik pekerjaan Jabatan
Beban kerja Status kerja
Rutinitas kerja Status pernikahan
Kualitas kehidupan kerja Sikap kerja
Dukungan Sosial Pendidikan
Senioritas Dukungan keluarga
Hubungan Kerja Masa kerja
Fasilitas Pengalaman kerja
6. Kompensasi Keterampilan
7. Pengembangan Karir
INTENTION TO LEAVE
MOTIVASI/KEPUASAN KERJA
(KEINGINAN PINDAH KERJA)
12
10. Meningkatnya biaya pelatihan
11. Mempengaruhi keselamatan pasien
12. Stress yang tinggi pada perawat yang baru masuk yang masih harus
menyesuaikan dengan kegiatan baru
13. Kesulitan untuk mengatur rumah sakit dimana turnover terjadi pada saat
kunjungan pasien sangat penuh
14. Meningkatnya surat ijin dan cuti dari perawat yang tersisa
15. Timbulnya penyakit pada perawat yang tersisa akibat meningkatnya
beban kerja
16. Keinginan pasien untuk pindah ke rumah sakit lain karena rendahnya
perhatian perawat
17. Turunnya reputasi rumah sakit karena tidak adanya staff senior yang
kompeten
18. Turunnya mutu pelayanan rumah sakit
19. Efisiensi staff baru masih rendah
20. Gangguan pada alur kerja
21. Kerusakan peralatan karena kurangnya pengetahuan dari staff baru
22. Buruknya moral karyawan
23. Timbulnya konflik karena kurangnya pegawai dan beban kerja yang
berlebih
24. Peningkatan kecelakaan kerja akibat beban kerja yang tinggi dan
kelelahan
13
dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat turnover intention dalam sebuah
organisasi atau perusahaan :
1. Kompensasi dan Turnover Intentions
Secara lebih spefisik tujuan program kompensasi yang efektif adalah
untuk menarik, mempertahankan, memotivasi dan memberi penghargaan
terhadap orang dan kinerja yang mendukung prestasi dan mencakup
keseluruhan misi dan strategi organisasi. Artinya penerapan kompensasi
haruslah konsisten dengan budaya dan nilai-nilai organisasi.
Mendukung strategi sumber daya manusia dan membayar orang yang
tepat. Karena upah/gaji merupakan mata rantai dari perilaku dan kinerja serta
berjalannya nilai-nilai organisasi (Hay, 2005).
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa penerapan sistem
kompensasi yang fair dan layak akan mencegah terjadinya labor mencegah
meningkatnya Turnover Intention (Sumarto).
Herpen et.al. (2002) mengungkapkan penerapan sistem kompensasi
yang mempunyai karakteristik : 1) transparan, 2) adil, 3) terkontrol. Pemberian
kompensasi berbasis kinerja yang mempunyai kriteria : 1) cocok dengan tujuan
perusahaan, 2). Dikontrol pelaksanaannya akan memacu motivasi kerja
karyawan untuk berprestasi. Karena tersedia kesempatan promosi dan
mengurangi turnover intention. Pemberian kompensasi model ini cukup
menarik minat karyawan dan menjadi faktor penggerak untuk berperilaku
positif dalam bekerja dan dengan sendirinya akan mengurangi turnover
intention intent.
2. Motivasi dan Turnover Intention
Untuk secara efektif memotivasi dan mempertahankan karyawan,
seorang manager perlu berhubungan langsung dengan setiap orang dalam
organisasi pada waktu-waktu tertentu. Menanyakan beberapa pertanyaan,
mendengarkan, dan bekerja bersama secara terbuka dengan setiap orang.
Seorang manager yang baik akan membantu karyawan berbakat untuk
menemukan kepuasan dalam pekerjaannya. Kepuasan adalah kunci dari suatu
keputusan karyawan untuk tetap tinggal atau meninggalkan organisasi
14
Mengetahui apa yang dapat memotivasi karyawan dan mengetahui apa yang
mereka inginkan, butuhkan dan berharga bagi mereka adalah salah satu cara
yang paling baik untuk menurunkan tingkat turnover intention. Karena faktor
ini dapat memberikan kontribusi secara efektif dan efesien terhadap hal-hal
yang memungkinkan dapat memuaskan kebutuhan mereka.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi karyawan akan
mempengaruhi perilaku dalam lingkungan kerjanya. Karyawan termotivasi
akan menunjukkan perilaku positif yaitu merasa berharga, semangat dalam
bekerja dan senang dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya. Hal ini sangat
berpengaruh terhadap keputusan karyawan untuk tinggal lebih lama dalam
organisasi. Sebaliknya tidak adanya motivasi kerja akan berdampak pada
berkeinginan untuk meninggalkan organisasinya. Karenanya terdorong mencari
alternatif pekerjaan lain yang lebih baik dan dapat memenuhi kebutuhannya.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/turnover-intentions-definisi-indikasi.html
Skripsi :
Turnover Intention Page 11
1. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Turnover Intention Pada Staf
Akuntansi:Job Insecurity Dan Pay Satisfaction Sebagai Antecedent (Studi
Eksperimental) Oleh Yenni Agustina, Dosen FEB Universitas Lampung.
2. Analisis Pengaruh Job Insecurity, Kepuasan Kerja, Serta Komitmen Organisasi
Terhadap Turnover Intention Oleh M.M Dewi Yuliani. K.
3. Mencegah Meningkatnya Labor Turnover IntentionOlehSumarto Staf Pengajar
FE
Jurusan Manajemen &Pascasarjana UPN Veteran Jawa Timur.
Turnover Intention Page 12
17