Mikosis oportunistik adalah infeksi yang berhubungan dengan jamur yang memiliki
virulensi yang rendah yang berarti bahwa pathogen ini terdiri dari jamur dalam jumlah
yang tidak terbatas. Organisme ini lazim ada pada semua lingkungan.
Rumus penyakit:
Jamur yang paling sering diisolasi dari pasien yang mengalami penurunan daya tahan
tubuh adalah bersifat saprofitik (misalnya dari lingkungan) atau endogen (komensal).
Spesies yang paling lazim adalah spesies Candida, Aspergillus dan zygomycetes.
Ketika sebuah jamur diisolasi dari pasien yang mengalami penurunan daya tahan tubuh,
dokter yang berkunjung harus membedakan antara:
Kolonisasi (yang bukan merupakan perhatian utama)
Fungemia sementara (seringkali melibatkan Candida albicans)
Infeksi sistemik
Penilaian klinis yang baik dibutuhkan untuk mencapai kesimpulan ini, yang berpengaruh
terhadap keputusan terapi yang penting.
Diagnosis infeksi oportunistik membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi. Tanpa rasa
ingin tahu ini, klinisi mungkin tidak memikirkan infeksi jamur pada pasien yang
mengalami penurunan daya tahan tubuh karena:
3
Keganasan (Leukemia, limfoma, Penyakit Hodgkin). Pada satu penelitian pada
pasien kanker, septicemia dan pneumonia akibat jamur hampir sepertiga dari
kematian.
Terapi obat-obatan. Bahan anti-neoplastik, steroid, obat penekan daya tahan
tubuh.
Antibiotik. Penggunaan antibiotika yang berlebihan atau tidak tepat juga berperan
dalam perkembangan infeksi jamur dengan mengubah flora normal pada hospes
dan membantu pertumbahan berlebihan dari jamur atau dengan jalan memilih
organisme yang resisten.
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan peningkatan frekuensi infeksi jamur adalah:
Luka bakar berat
Diabetes
Tuberkulosis
Penggunaan obat intravena
AIDS. Kenyataannya semua pasien AIDS akan mengalami infeksi jamur pada
suatu waktu selama perjalanan penyakitnya.
Pembentukan Biofilm
Telah lama dikenal bahwa pada pasien dengan infeksi mikroba, setiap benda buatan
seperti sebuah kateter yang terpasang atau katup buatan, harus disingkirkan sebelum
memulai terapi antibiotika. Benda asing akan bertindak sebagai sebuah focus infeksi,
menyebarkan infeksi jika dia tetap ada. Mekanisme pastinya belum diketahui. Sebuah
biofilm adalah koloni kecil dari organisme yang menempel dengan kuat dipermukaan
(kateter, implant, atau jaringan mati) dan tahan terhadap perpindahan akibat gerakan
cairan dan menurunkan kerentanan terhadap antimikroba (gambar 1). Fenomena biofilm
ini, yang terjadi pada batu-batu dalam aliran air, yang pertama kali diketahui sebagai
masalah kesehatan masyarakat dalam pipa air dan dikatakan sebagai sumber coliform
yang mengkontaminasi air minum. Penelitian baru-baru ini dalam mikrobiologi klinis
telah menunjukkan bahwa organisme ini mengembangkan resistensi terhadap terapi
karena mereka mengandung matriks yang bertindak sebagai jaringan dan menjadi
penghalang bagi antibody dan agen antimikroba.
3
Gambar 1
Sebuah biofilm yang terdiri dari berbagai jenis bakteri (b) dan yeast (y) yang berkoloni pada protesa karet suara silicon
sesudah diletakkan 3-4 bulan dalam seorang pasien yang dilaringektomi. Gambar diambil dengan mikrosko pemindai
electron. Skalanya: 5 m. Henny C. van der Mei, E.P.J.M. Everaert, H. J. Busscher. University of Groningen and the MicrobeLibrary
TAMPILAN KLINIS
Pada pasien yang mengalami penurunan daya tahan tubuh, infeksi jamur yang lazim
mungkin memiliki penampakan yang tidak biasa karena:
1. Tanda dan lesi yang tidak khas
Malassezia furfur (gambar 2) biasanya menyebabkan penyakit yang agak jinak
dan sembuh sendiri pada hospes normal (Tinea versicolor) (gambar 3), tetapi
pada pasien yang mengalami penurunan daya tahan tubuh mungkin tampak
sebuah kemerahan dengan penyakit yang sudah menyebar dan sepsis. Organisme
ini membutuhkan asam lemak berantai panjang untuk pertumbuhannya. Pasien
yang menerima emulsi lemak parenteral untuk makanannya menjadi piringan
kultur yang berjalan.
3. Infeksi akibat jamur dimorfik terjadi di luar daerah endemis. Faktor-faktor ini
mempersulit diagnosis dan penanganan penyakit ini.
3
4. Histopatologi yang tidak biasa.
Reaksi peradangan dapat berbeda pada specimen biopsy. Reaksi hospes yang
normal terhadap invasi jamur biasanya piogenik atau granulomatosa. Pada hospes
yang mengalami imunodefisiensi, reaksinya adalah nekrotik.
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
3
Candida albicans menunjukkan produksi tubulus germinalis dalam serum. Pewarnaan Gram. CDC/Dr. Lucille K. Georg
Beberapa contoh variasi dari tampilan klinis, diagnosis dan terapi jamur yang standar
Cryptococcosis (gambar 6)
Penelitian menunjukkan bahwa dari 10% sampai 30% pasien AIDS menderita meningitis
cryptococcus dan mereka akan membutuhkan terapi pemeliharaan dengan fluconazole
seumur hidupnya. Fluconazole menembus cairan serebrospinal.
Gambar 6
3
Histopatologi dari paru menunjukkan pelebaran septum alveolar yang mengandung beberapa sel peradangan dan
sejumlah yeast dari Cryptococcus neoformans. Lapisan dalam dari kapsul yeast berwarna merah. CDC/Dr. Edwin P. Ewing, Jr.
Sporotrichosis
Infeksi bersama dengan jamur lain sering terjadi.
Gambar 7
Histopatologi dari coccidioidomycosis dari paru menunjukkan spherule dengan endospora dari Coccidioides immitis.
Pewarnaan FA. Endospora, bukan dinding spherulel, yang diwarnai . CDC
3
Gambar 8
Grafik batang menunjukkan kasus coccidioidomycosis yang dilaporkan di California pada tahun, 1986-1992.
Epidemiology, surveillance. CDC
Gambar 9
Histiosit mengandung banyak sel yeast dari Histoplasma capsulatum. Apusan jaringan, pewarnaan Giemsa. CDC
Gambar 10
3
Co
mputed tomography scan dari paru menunjukkan penampakan badai salju yang klasik dari histoplasmosis akut. CDC
Gambar 11
Apusan lesi kaki dari blastomycosis menunjukkan sel yeast Blastomyces dermatitidis yang menjalani penguncupan
berdasar lebar. ASCP/Atlas of Clinical Mycology II / CDC
3
Aspergillosis
Angka kematian:
Dengan amphotericin B : 72%
Tanpa amphotericin B : 90%
Penicillium mameffei
Ini adalah jamur dimorfik yang menghasilkan pigmen merah dan berkembang
biak dengan penggabungan (fission). Terapinya Amphotericin B dan itraconazole
oral untuk pemeliharaan.
Gambar 12
Pn
eumocystis carinii adalah penyebab penting dari infeksi oportunistik saluran pernapasan pada pasien yang mengalami
penurunan daya tahan tubuh, khususnya pasien AIDS. Gambar ini menunjukkan P. carinii dari bilasan bronkus dari
seorang pasien AIDS. Antibodi monoclonal tikus terhadap P. carinii dilabeli dengan tag fluorescent. Organisme
Pneumocystis yang dilabeli berfluoresen berwarna hijau apel terang dengan latar belakang merah. Lewis Tomalty, Gloria J.
Delisle Queens University, Ontario and the MicrobeLibrary
Gambar 13
Lesi kulit nodular dari blastomycosis, seseorang dimana lesi bulosanya di atas dari nodul. Aspirasi dari bulla
mengungkapkan bentuk yeast dari Blastomyces dermatitidis. CDC
3
Gambar 14
P. marneffei endemic di Asia Tenggara, dimana ia merupakan salah satu infeksi oportunistik yang lebih lazim berkaitan
dengan HIV. James Gathany/CDC
Gambar 15
Kista Pneumocystis carinii dalam apusan dari bilasan bronchoalveolar. Pewarnaan Methenamine silver. Dr. Russell K.
Brynes/CDC
Gambar 16
3
Histopatologi dari paru menunjukkan ruang alveolar yang mengandung eksudat yang khas dari infeksi oleh
Pneumocystis carinii CDC/Dr. Edwin P. Ewing, Jr.
3
Immunosuppression
Hyperalimentation
Diabetes
mellitusKateter
intravenaLuka
bakar yang
beratPenyalahguna
an obat-obat
intravenaTerapi
kortikosteroidHyper
alimentationTerapi
intravenaImmunosu
ppressionKateter
urin yang
lamaDiabetes
mellitusTerapi
kortikosteroidTuber
culosisKateter
intravena dalam
waktu
lamaPenekanan
daya tahan
tubuhLeukemiasTer
api
kortikosteroidTerapi
antibiotika yang
lamaObat-obat
Sitotoksik Diabetes
mellitusLeukemias
Candida
(Torulopsis)
glabrata
Zygomycetes
Aspergillus
species
Beberapa
hubungan yang
lazim antara
organisme jamur
dan kondisi
penyakit
Immunosuppression
3
Terapi
Kortikosteroid
Penyakit Hodgkin
Lymphoma
Tuberculosis
Diabetes mellitus
Candida albicans
Cryptococcus
neoformans
RINGKASAN
"Only the prepared mind can help the impaired host." Dr. Libero Ajello, Opportunistic Fungal
Infections. Proceedings of the Second International Conference. Charles C.Thomas, 1975. P. 31-
35.