Anda di halaman 1dari 26

Tugas Kelompok

TEKNIK PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN TES HASIL BELAJAR


Dosen Pengampuh : Prof DR. Jokebet S, M.Pd
Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran

Di Susun Oleh :

Nimatussolihah Syahdani 1528041012


Ernawati 1528042018
PKK 02 Busana (2015)

JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah memberikan kami
kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Evaluasi Pembelajaran
Teknik Penyusunan Dan Pelaksanaan Tes Hasil Belajar. dapat diselesaikan seperti
yang telah di rencanakan.

Tersusunya makalah ini tentu tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas budi baik
yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak yang telah ikut mengambil andil dalam selesainya
tugas makalah ini.

Tak ada gading yang tak retak, untuk itu kami pun menyadari bahwa makalah yang
telah kami susun masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan baik dari
segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu kami membuka pintu selebar-lebarnya kepada
semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan
penulisan mendatang.

Makassar , 25 September 2017

Kelompok 4
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dalam arti luas, menurut Mehrens & Lehmann yang dikutip oleh Ngalim
Purwanto bahwa evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan
rnenyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif
keputusan. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau
penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh
informasi atau data. Sudah barang tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu
haruslah data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.
Namun, di samping itu kadang-kadang guru merasa bahwa evaluasi itu
merupakan sesuatu yang bertentangan dengan pengajaran. Hal ini timbul karena
sering kali terlihat bahwa adanya kegiatan evluasi justru merisaukan dan menurunkan
gairah belajar pada siswa. Hingga anggapan dengan adanya kegiatan evaluasi itu
bertentangan dengan kegiatan pengajaran. Pendapat yang demikian pada hakikatnya
tidaklah benar. Evaluasi yang dilakukan dengan tidak benar dapat mematikan
semangat belajar siswa.
Sebaliknya dengan evaluasi yang dilakukan dengan baik dan benar seharusnya
dapat meningkatkan mutu dan hasil belajar siswa, karena kegiatan evaluasi itu
membantu guru untuk memperbaiki cara mengajar dan membantu siswa dalam
meningkatkan cara belajarnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa evaluasi tidak dapat
dipisahkan dengan pengajaran.

B. RUMUSAN MALALAH

- Bagaimanakah Cirri-ciri Tes Hasil Belajar Yang Baik ?

- Bagaimanakah Prinsip-prinsip Dasar Dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar ?

- Bagaimanakah Bentuk-bentuk Tes Hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya ?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Ciri-ciri Tes hasil belajar yang baik

Ada empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga
tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik, yaitu : valid (shahih), reliabel (tsabit),
obyektif (mauduiy), dan praktis (amaliy).

Ciri pertama dari tes hasil belajar yang baik bahwa tes hasil belajar tersebut bersifat
valid atau memiliki validitas. Kata valid sering diartikan: tepat, benar, shahih, absah. Jadi
kata validitas dapat diartikan degan ketepatan, kebenaran, keshahihan, atau keabsahan. Jadi,
tes hasil belajar dapat dinyatakan valid apabila tes hasil belajar tersebut (sebagai alat
pengukur keberhasilan belajar peserta didik) dengan secara tepat, benar,shahih, atau absah
telah dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta
didik., setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.

Untuk menetapkan apakah sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang
telah memiliki validitas atau daya ketepatan mengukur, ataukah belum, dapat dilakukan
penganalisisan secara rasional atau secara logika dan dapat pula dilakukan pengalnalisisan
secara empiric.

Ciri kedua dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut telah
memiliki reliabilitas atau bersifat reliable. Kata reliabilitas sering diterjemahkan dengan
keajengan atau kemantapan. Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat
pengukur mengenai keberhasilan belajar peserta didik, maka sebuah tes hasil belajar dapat
dinyatakan reliable apabila hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes
tersebut secara berulangkali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang
tetap sama atau sifat ajeng atau stabil.

Guna mengetahui, apakah sebuah tes hasil belajar telah memiliki reliabilitas yang
tinggi ataukah rendah, dapat digunakan tiga jenis pendekatan, yaitu : pendekatan single test
atau single trial, pendekatan test retest, dan pendekatan alternate forms.

Cirri ketiga dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut
bersifat obyektif. Dalam hubungan ini sebuah tes hasil belajar dapat dikatakan sebagai tes
hasil belajar yang obyektif, apabila tes tersebut disusun dan dilaksanakan menurut apa
adanya. Ditinjau dari segi isi atau materi tesnya, maka istilah diatas itu mengandung
pengertian bahwa materi tes tersebutbersumber dari bahan ajaran yang telah diberikan sesuai
dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan. Keudian dijadikan acuan dalam
penyusunan tes hasil belajar.

Cirri keempat dari tes hasil belajar yang baik adalah bahwa tes hasil belajar tersebut
bersifat praktis dan ekonomis. Bersifat praktis mengandung pengertian bahwa tes hasil
belajar tersebut dapat dilaksanakn dengan mudah, karena tes itu: (a) bersifat sederhana, dalam
arti tidak memerlukan peralatan yang banyak ataupun peralatan yang sulit pengadaannya. (b)
lengkap dalam arti bahwa tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai cara
pengerjaannya , kunci jawaban dan pedoman scoring serta penentuan nilainya. Bersifat
ekonomis megandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut tidak memakan waktu yang
panjang dan tidak memerlukan tenaga serta biaya yang banyak.

B. Prinsip-prinsip Dasar Dalam Penyusunan Tes Hasil Belajar

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu dicermati di dalam menyusun tes hasil belajar
agar tes tersebut dapat mengukur tujuan instruksional khusus untuk mata pelajaran yang telah
diajarkan, atau mengukur kemampuan dan keterampilan peserta didik yang diharapkan,
setelah mereka menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.

Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur ecara jelas hasil belajar (learning
outcomes) yang telah ditetapkan dengan tujuan instruksional.

Kedua, butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representative
dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili
seluruh performace yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit
pengajaran.

Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi,
sehingga betul-betul cocokuntuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan
tujuan tes itu sendiri.

Keempat, tes hasil belajar harus didesainkan sesuai dengan kegunaannya untuk
memperoleh hasil yang diinginkan. Pernyataan tersebut mengandung makna, bahwa desain
tes hasil belajar harus disusun relevan dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing
jenis tes.

- Desain dari placement test yaitu tes yang digunakan untuk penentuan penempatan
siswa dalam suatu jenjang atau jenis program pendidikan tertentu.
- Desain dari formative test yaitu tes yang digunakan untuk mencari umpan balik guna
memperbaiki proses pembelajaran, baik bagi guru maupun bagi siswa.
- Summative test yaitu tes yang digunakan untuk mengukur atau menilai sampai dimana
pencapaian siswa terhadap bahan pelajaran yang telah diajarkan dan selanjutnya ubtuk
menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan siswa yang bersangkutan.
- Diagnostic test, yaitu tes yang digunakan dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab
kesulitan belajar siswa.

Kelima, tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan. Artinya
setelah tes hasil belajar itu dilaksanakan berkali-kali terhadap subyek yang sama, hasilnya
selalu sama atau relative sama.

Keenam, tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan
belajar siswa juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk
memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.

C. Bentuk-bentuk Tes Hasil Belajar dan Teknik Penyusunannya

Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila
ditinjau dari segi bentuk soalnya, dapat dibedakan menjadi dua macam :

1. Tes hasil belajar bentuk uraian

a. Pengertian tes uraian

Tes uraian (essay test), yang juga sering dikenal dengan istilah tes subjektif, adalahsalah
satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan berikut ini.

- Tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang mengkhendaki jawaban berupa
uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
- Bentuk-bentuk pertanyaan atau perinytah itu menuntut kepada testee untuk
memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan
sebagainya.
- Jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan
sepuluh butir.
- Pada umumnya soal tes uraian itu diawali dengan kata-kata : megapa, terangkan,
uraikan, mengapa, bagaimana, atau kata-kata lain yang serupa.

b. Penggolongan tes uraian

Tes uraian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : tes uraian bentuk bebas atau
terbuka dan tes uraian bentuk terbatas.

c. Ketepatan penggunaan tes uraian

Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat
dipergunakan apabila pembuat soal disamping ingin mengungkap daya ingat dan pemahamn
testee terhadap materi pelajaran yang dinyatakan dalam tes, juga dikhendaki untuk
mengungkap kemampuan testee dalam memahami berbagai macam konsep berikut
aplikasinya. Kecuali itu, tes subyektif ini lebih tepat dipergunakan apabila jumlah testee
terbatas.

d. Segi-segi kebaikan dan kelemahan tes uraian

- keunggulan yang dimiliki tes uraian :

1. Tes uraian adalah merupakan jenis tes hasil belajar yang pembuatannya dapat dilakukan
dengan mudah dan cepat. Hal ini disebabkan karena kalimat-kalimat soal pada tes uraian itu
adalah cukup pendek, sehingga dalam penyusunannya tidak terlalu sulit dan tidak terlalu
banyak memakan waktu, tenaga, pikiran, peralatan, dan biaya.

2. dengan menggunakan tes uraian, dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan


spekulasi dikalangan testee. Hal ini dimungkinkan karena hanya testee yang mampu
memahami pertanyaan atau perintah yang diajukan dalam tes itu sajalah yang akan dapat
memberikan jawaban yang benar dan tepat. Adapun bagi testee yang tidak memahami butir-
butir pertanyaan atau perintah yang dikemukakan dalam tes tersebut, kecil sekali
kemungkinan untuk dapat memberikan jawaban dengan secara benar dan tepat.

3. Dengan butir soal tes uraian, penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat
kedalamn dantingkat penguasaan testee dalam memahami materi yang ditanyakan dalam tes
tersebut.
4. testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani mengemukakan pendapat dengan
menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang merupakan hasil olahannya sendiri.

- kelemahan yang disandang oleh tes subyektif :

1. Umumnya kurang menampung atau mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi
pelajaran yang telah diberikan kepada testee, yang seharusnya diujikan dalam tes hasil
belajar.

2. Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit. Hal ini disebabkan karena sekalipun
butir soalnya sangat terbatas, namun jawabannya bisa panjang lebardan sangat bervariasi,
sehingga pekerjaan koreksi akan banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran.

3. dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester lebih banyak
bersifat subyektif.

4. Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan
kepada orang lain, sebab pada tes uraian orang yang paling tahu mengenai jawaban yang
sempurna adalah penyusunan tes itu sendiri.

5. Daya ketepatan mengukur dan daya keajegan mengukur yang dimiliki oleh tes uraian pada
umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil belajar yang
baik.

e. Petunjuk operasional dalam penyusunan tes uraian

Beberapa petunjuk operasional berikut ini akan dijadikan pedoman dalam menyusun
butir-butir soal tes uraian:

- Dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan
agar soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah
diajarkan kepada testee untuk dipelajarinya.
- Untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee, seperti menyontek. Agar
hendaknya diusahakan supaya susunan kalimat soal dibuat berlainan dengan susunan
kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran.
- Sesaat setelah soal tes uraian tersebut dibuat, hendaknya segera disusun dan
dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang
dikehendaki oleh tester sebagai jawaban yang betul.
- Dalam menyusun soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan
jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara bervariasi.
- Kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat, dan jelas, sehingga cepat
dipahami oleh testee dan tidak menimbulkan keraguan bagi testee dalam memberikan
jawaban.
- Suatu hal yang penting tidak boleh dilupakan oleh tester ialah, agar dalam menyusun
soal tes uraian, sebelum memulai menjawab hendaknya dikemukakan pedoman
tentang cara mengerjakan setiap soal-soal tersebut.

2. Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif

a. Pengertian tes obyektif

Tes obyektif yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek, tes ya atau tidak dan
tes model baru, adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari soal-soal yang dapat
dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu atau lebih di antara beberapa
kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing items, atau dengan
mengisikan jawaban atau symbol tertentu pada tempat yang disediakan.

b. Penggolongan tes obyektif

Tes obyektif dapat dibedakan dalam lima golongan, yaitu :


1) Tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test)
2) Tes obyektif bentuk menjodohkan (matching test)
3) Tes obyektif bentuk melengkapi (completion test)
4) Tes obyektif bentuk isian (fill in test)
5) Tes obyektif bentuk pilihan ganda (multiple choice item test)

1) Tes obyektif bentuk benar-salah (true-false test)

Tes obyektif bentuk true-false adalah salah satu bentuk tes dimana soal yang diajukan
dalam tes hasil belajar berupa pernyataan, dimana mengandung dua kemungkinan jawab
benar atau salah.

Tes obyektif bentuk true-false memilki beberapa keunggulan :

- Pembuatannya mudah,
- Dapat dipergunakan berulang kali,
- Dapat mencakup bahan pelajaran yang luas,
- Tidak terlalu banyak memakan lembaran kertas,
- Bagi testee, cara mengerjakannya mudah,
- Cara mengoreksinya sangat mudah,

Adapun kekurangannya :
- Membuka peluang bagi testee untuk berspekulasi dalam memberikan jawaban
- Sifatnya amat terbatas, dalam arti bahwa tes tersebut hanya dapat mengungkap daya
ingat dan pengenalan kembali saja. Jadi sifatnya hanya hafalan saja
- Pada umumnya jenis tes ini reliabilitasnya rendah, kecuali apabila soal-soal dibuat
dalam jumlah yang banyak sekali.
- Soal tes jenis ini tidak dapat dijawab dengan dua kemungkinan saja, yaitu betul atau
salah.

Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun soal tes obyektif
bentuk true false :

+ Seyogyanya tuliskanlah huruf B S di depan setiap pernyataan dan jangn di belakangnya.


Hal ini dimaksudkan agar mudah bagi testee dalam memberikan jawaban disamping itu
mudah pula bagi tester dalam mengoreksi jawaban soal tersebut.

+ Jumlah butir soal hendaknya berkisar antara 10 sampai dengan 20 butir.

+ Jumlah butir soal yang jawabannya betul sebaiknya seimbang dengan jumlah soal yang
jawabannya salah.

+ Urutan soal-soal yang jawabannya betul dan salah hendaknya dibuat berselang seling
sehingga mencegah timbulnya permainan spekulasi dikalangan testee.

+ Soal yang jawabannya betul, ebaiknya tidak mempunyai corak yang berbeda dari soal yang
jawabannya salah.

+ Hindarilah pernyataan yang susunan kalimatnya persis seperti yang dimuat dalam buku.
Sebaiknya diubah sehingga sekalipun maknanya sama tetapi kalimatnya telah dimodifikasi.

+ Dalam menyusun soal hendaknya dapat dihindari sejauh mungkin, agar tidak ada
kemungkinan jawabannya betul dan kemungkinan jawabannya salah.
2) Tes obyektif bentuk menjodohkan (matching test)

Sering dikenal dengan istilah menjodohkan, tes mencari pasangan, tes menyesuaikan,
mencocokkan, dan mempertandingkan.

Cirri-ciri tes obyektif bentuk matching test sebagai berikut :


a. Tes terdiri dari satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban
b. Tugas testee adalah mencari dan menempatkan jawabn yang telah tersedia, sehingga sesuai
atau cocok (merupakan pasangannya).
Tes obyektif bentuk matching memiliki beberapa keunggulan :
- Pembuatannya mudah
- Dapat dinilai dengan mudah, obyektif dan cepat
- Apabila tes jenis ini dibuat dengan baik, maka factor menebak praktis dapat
dihilangkan.
Tes jenis ini sangat berguna untuk menilai berbagai hal :
Antara problem dan penyelesaiannya
Antara teori dan penemunya
Antara sebab dan akibat
Antara singkatan dan kata-kata lengkapnya
Antara istilah dan definisinya.
Adapun segi-segi kelemahannya yaitu :
Cenderung lebih banyak mengungkap aspek hafalan atau daya ingat saja
Karena mudah disusun, maka jenis tes ini seringkali dijadikan pelarian bagi
pengajar, yaitu dipergunakan kalau pengajar tidak sempat lago membuat tes
bentuk lain
Karena jawabannya pendek-pendek, maka tes jenis ini kurang baik untuk
mengevaluasi pengertian dan kemampuan membuat tafsiran
Tanpa disengaja, dalam tes jenis ini sering menyelinap hal-hal yang sebenarnya
kurang perlu diujikan.
Beberapa petunjuk dalam menyusun tes obyektif bentuk matching, berikut ini:
o Sekalipun tidak ada hukum, rumus, atau ketentuan yang pasti, namun hendaknya
butir-butir item yang dituangkan dalam bentuk matching test ini akan jumlahnya tidak
kurang dari 10 dan jangan lebih dari 15 butir.
o Pada tiap kelompok item hendaknya ditambahkan sekitar 20% kemungkinan jawab.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya suatu keadaan di mana
pasangan yang harus dipilih tinggal sedikit.
o Daftar yang berada di sebelah kiri hendaknya dibuat lebih panjang ketimbang daftar
yang di sebelah kanan.
o Hendaknya diatur dengan sedemikian rupa, sehingga kelompok soal maupun
kelompok jawabannya berada pada satu halaman kertas. Agar testee tidak sulit untuk
memilih jawabannya.
o Sekalipun kadang-kadang sulit dilaksanakn, usahakanlah agar petunjuk tentang cara
mengerjakannya dibuat seringkas dan setegas mungkin.

3) Tes obyektif bentuk melengkapi (completion test)

Sering dikenal dengan istilah tes melengkapi atau menyempurnakan, yaitu salah satu
jenis tes obyektif yang memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
a) Tes tersebut terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagianya sudah dihilangkan
b) Bagian-bagian yang dihilangkan tersebut diberi titik-titik (.)
c) Titik-titik tersebut harus diisi atau dilengkapi oleh testee.

Diantara segi kebaikan yang dimiliki oleh tes obyektif bentuk completion test adalah :
< Tes model ini sangat mudah penyusunannya
< Jika dibandingkan dengan tes bentuk fill in, tes ini lebih menghemat tempat (kertas)
< Karena bahan yang disajikan dalam tes ini cukup banyak dan beragam, maka persyaratan
komprehensif dapat dipenuhi oleh tes model ini
< Sehubungan dengan yang disebutkan pada butir diatas, maka tes ini dapat digunakan untuk
mengukur berbagai taraf kompetensi dan tidak sekedar mengungkap taraf pengenalan atau
hafalan saja.
Adapun kekurangan-kekurangannya yaitu:
< Pada umumnya tester lebih cenderung menggunakan tes model ini untuk mengungkap daya
ingat atau aspek hafalan saja
< Dapat terjadi bahwa soal dari tes ini kurang relevan untuk diujikan
< Karena pembuatannya mudah, maka tester sering menjadi kurang berhati-hati dalam
menyusun kalimat-kalimat soalnya.
4) Tes obyektif bentuk isian (fill in test)

Ini biasanya berbentuk karangan atau cerita. Kata-kata penting dalam cerita itu
beberapa diantaranya dikosongkan, sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian
yang telah dikosongkan itu.
Tes obyektif bentuk fill in memiliki segi-segi kebaikan dan kelemahan.
Kebaikan :
1. Dengan tes bentuk ini, maka masalah yang diujikan tertuang secara keseluruhan
dalam konteksnya.
2. Berguna sekali untuk mengunkap pengetahuan testee secara bulat atau utuh mengenai
suatu hal atau bidang.
3. Cara penyusunan itemnya mudah.
Kekurangan :
1. Cenderung lebih banyak mengungkap aspek pengetahuan atau pengenalan saja
2. Karena tes ini tertuang dalam bentuk cerita, maka banyak memakan tempat atau
kertas
3. Sifatnya kurang komperehensif, sebab hanya dapat mengungkap sebagian saja dari
bahan yang seharusnya diteskan
4. Terbuka peluang bagi testee untuk bermain tebak terka.

Ada pula pedoman dalam penyusunan soal tes obyektif bentuk fill in yaitu :

Agar tes ini dapat digunakan secara efektif, sebaiknya jawaban yang harus diisikan
ditulis pada lembar jawaban. Jangan pada titik agar lebih mudah diketahui jawabannya
Ungkapan cerita yang dijadikan bahan tes hendaknya di susun secara ringkas dan padat,
demi menghemat tempat atau kertas
Sejauh mungkin supaya diusahakan agar soal yang diajukan adalah yang selain
mengungkap pengetahuan atau pengenalan juga dapat mengungkap taraf kompetensi lain
yang sifatnya lebih mendalam.
Apabila jenis mata pelajaran yang akan diteskan itu memungkinkan, penyajian soal juga
dapat dituangkan dalam bentuk gambar, peta, dan sebagainya. Sehingga kalimat cerita
dapat di persingkat.
5) Tes obyektif bentuk pilihan ganda (multiple choice item test)

Sering dikenal dengan istilah tes bentuk pilihan ganda, yaitu salah satu bentuk tes
yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai, dan untuk
menyelesaikannya harus dipilih salah satu dari beberapa kemungkinan jawab yang telah
disediakan pada tiap-tiap soal.

Tes obyektif bentuk pilihan ganda terdiri atas dua bagian, yaitu :

a. Item atau soal, yang dapat berbentuk pertanyaan dan dapat pula berbentuk pernyataan
b. Option atau alternative, yaitu kemungkinan-kemungkinan jawab yang dapat dipilih oleh
testee. Option ini terbagi menjadi dua bagian :
- satu jawaban betul, yang biasa disebut kunci jawaban
- beberapa pengecoh atau distraktor, yang jumlahnya berkisar antara dua sampai lima.
Dalam perkembangannya, sampai saat ini tes ini dapat dibedakan menjadi Sembilan
model, yaitu :
a. model melengkapi lima pilihan
b. model asosiasi dengan lima atau empat pilihan
c. model melengkapi berganda
d. model analisis hubungan antar hal
e. model analisis kasus
f. model hal kecuali
g. model hubungan dinamik
h. model pemakaian diagram, grafik,peta, atau gambar.

a. Model melengkapi lima pilihan


Terdiri atas : kalimat pokok yang berupa pernyataan yang belum lengkap,diikuti oleh
lima kemungkinan jawaban yang dapat melengkapi penyataan tersebut.

b. Model asosiasi dengan lima atau empat pilihan


Terdiri dari lima atau empat judul/istilah/pengertian, yang diberi tanda huruf abjad di
depannya, dan diikuti oleh beberapa pernyataan yang diberi nomor urut didepannya.

c. Model melengkapi berganda


Soal sejenis ini pada dasarnya sama dengan multiple choice item model melengkapi
lima pilihan, yaitu terdiri atas satu kalimat pokokk yang tidak lengkap, diikuti dengan
beberapa kemungkinan jawaban. Perbedaannya adalah bahwa pada butir soal jenis ini,
kemungkinan jawabannya betulnya bisa satu, dua, tiga, atau empat.

d. model analisis hubungan antar hal


Biasanya terdiri atas satu kalimat pernyataan yang diikuti oleh satu kalimat
keterangan. Kepada testee ditanyakan, apakah pernyataan itu betul, dan apakah keterangan itu
juga betul. Jika pernyataan dan keterangan itu betul, testee harus memikirkan, apakah
pernyataan itu disebabkanoleh keterangan yang diberikan, ataukah pernyataan itu tidak
disebabkan oleh keterangan tersebut?

e. Model analisis kasus


Soal jenis ini merupakan tiruan keadaan yang sebenarnya. Seolah-olah testee
dihadapkan kepada suatu kasus. Dari kasus tersebut, kepada testee ditanyakan mengenai
berbagai hal dan kunci jawban-jawaban itu tergantung pada tahu atau tidaknya testee dalam
memahami kasus tersebut.

f. Model hal kecuali


Model hal kecuali ini dikembangkan atas dasar asosiasi positif dan asosiasi negative
secara serempak. Jika model semacam ini digunakan dalam tes hasil belajar, maka pada
kolom sebelah kiri dicantumkan tiga macam gejala atau kategori, sedangkan pada kolom
sebelah kanan terdapat lima hal atau keadaan, dimana empat diantaranya cocok dengan satu
hal yang berada di sebelah kiri.
Jawaban yang dikhendaki tester ialah, agar testee menentukan hal berabjad mana yang
dipandang cocok dengan empat keadaan yang bernomor, dan keadaan yang tidak cocok
dengan hal itu. Jadi, disini testee diminta untuk memberikan dua jawaban, yaitu 1 huruf abjad
dan 1 nomor.

g. Model hubungan dinamik


Salah satu jenis tes obyektif bentuk pilihan ganda, yang menuntut kepada testee untuk
memilki bekal pengertian atau pemahaman tentang perbandingan kuantitatif dalam hubungan
dinamik.

h. Model perbandingan kuantitatif


Pada model ini, yang perlu ditanyakan kepada testee adalah hafalan kuantitatif yang
sifatnya fundamental dan dikemudian hari perlu dihafal diluar kepala, di dalam profesinya,
tanpa melihat buku, daftar, atau table.
i. Model pemakaian diagram, grafik,peta, atau gambar.
Pada model ini, terdapat gambar, diagram, grafik, atau peta yang diberi tanda huruf
abjad. Kepada testee ditanyakan tentang sifat, keadaan atau hal-hal tertentu yang
berhubungan dengan tanda-tanda tersebut.

c. Kecepatan Penggunaan Tes Obyektif

Tes hasil belajar bentuk obyektif sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tepat di
pergunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan-kenyataan seperti di sebutkan
berikut ini:

Peserta tes pesertanya cukup banyak. Dengan jumlah testee yang cukup banyak itu,
maka penggunaan tes uraina menjadi kurang efektif dan efisien, terutma ditinjau dri segi
waktu yang dibutuhkan untuk mengoreksi hasilnya.

Penyusunan Tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang luas
dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif. Perlu disadari, bahwa menyususn butir-butir
soal tes obyektif itu tidaklah mudah seperti menyususn tes uraian. Kesulitan pertama yang
akan ditemui oleh pembuat soal tes obyektif ialah dalam menentukan model-model tes
obyektif mana yang paling tepat dipergunakan dalam tes, yang kiranya sesuai dengan cirri-
ciri yangdimiliki oleh bahan pelajaran yang akan diteskan. Kesulitan lainnya yang tidak lebih
ringan ialah, dalam hal menyusun alternative atau option (kemungkinan jawab) yang harus
dipasangkan pada setiap butir soal.

Penyusun tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan penyusunan
butir-butir soal tes obyektif. Berbeda dengan tes uraian, maka butir-butir soal yang harus di
buat dalam tes obyektif jumlahnya cukup banyak. Pada umumnya jumlah butir soal tes
obyektif itu tidak kurang dari 40 butir dengan berbagai variasinya dan harus bersifat
komprehensif. Karena itu untuk dapat menyusun butir-butir soal tes obyektif dengan
karakteristik seperti itu, diperlukan waktu yang cukup longgar. Adalah tidak mungkin bagi
tester untuk membuat butir-butir soal tes obyektif dengan secara mendadak atau terburu-buru.

Menyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir soal tes obyektif itu tidak hanya akan
dipergunakan dalam satu kali tes saja, melainkan akan dipergunakan lagi pada kesempatan
tes-tes hasil belajar yang akan dating. Mengeluarkan lagi butir-butir soal tes obyektif yang
telah dikeluarkan sebelumnya adalah tidak terlalu sulit. Sekalipun itemnya sama, tetapi
dengan menguubah letak kunci jawabannya saja misalnya, atau dengan merevisi susunan
kalimat soalnya, butir-butir soal tes obyektif itu masih relevan dan cukup handal untuk
dijadikan alat pengukur hasil belajar.

Penyusunan tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan butir-butir


soal tes obyektif yang disusunnya itu, akan dapat dilakukan penganalisisan dalam rangka
mengetahui kualitas butir-butir itemnya, misalnya dari segi derajat kesukarannya, daya
pembedanya dan sebagainya.

Penyusun tes berkeyakinan bahwa dengan mengeluarkan butir-butir soal tes obyektif,
maka butir obyektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang menggunakan
butir-butir soal tes obyektif. Seperti diketahui, bagi tes obyektif hanya ada dua kemungkinan
jawaban, yaitu betul atau salah.

d. Segi-segi Kebaikan dan Kelemahan Tes Obyektif

Seperti halnya tes uraian, sebagai alat pengukur keberhasilan belajar peserta didik, tes
obyektif ini disamping memiliki keunggulan-keunggulan tertentu, juga tidak dapat terlepas
dari kekurangan-kekurangan.

Diantara yang dimiliki oleh tes obyektif ialah, bahwa:

- Tes objektif sifatnya lebih representative dalam hal mencakup dan mewakili materi
yang telah diajarkan kepada peserta didik atau telah diperintahkan keada peserta didik
untuk mempelajarinya
- Tes obyektif lebih memungkinkan bagibtester untuk bertindak lebih obyektif, baik
dalam mengoreksi lembar-lembar jawaban soal, menentuan bobon skor maupun
dalam menentukan nilai hasil tesnya.
- Mengoreksi hasil tes obyektif adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat ketimbang
mengoreksi hasil tes uraian.
- Berbeda dengan tes uraian, maka tes obyektif memberikan kemungkinan kepada
orang lain untuk di tugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi hasil tersebut.
- Butir-butir soal pada tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis, baik analisisnya dari
segi derajat kesukarannya, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitas.
Adapun segi-segi kelemahan dari tes obyektif antara lain adalah, bahwa:

- Menyusun butir-butir soal tes obyektif adalah tidak semudah seperti halnya menyusun
te uraian.
- Tes obyektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkap proses
berpikir yang tinggi atau mendalam
- Dengan tes obyektif, terbuka kemungkinan bagi taste untuk bermain spekulasi, tebak
terka, adu untung dalam memberikan jawaban soal.
- Cara memberikan jawaban soal pada tes obyektif, dimana dipergunakan simbol-
simbol huruf yang sifatnya seragam, seperti : A, B, C, D dan E arau B-S dan
sebagainya, maka hal ini dapat membuka peluang bagi testee untuk melakukan kerja
sama yang tidak sehat dengan sesma testee lainnya

e. Pentunjuk Operasional Penyusunan Tes Obyektif

Dengan tujuan agar tes obyektif betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat
pengukur hasil belajar, maka petunjuk operasional berikut ini kiranya akan dapat di jadikan
pedoman dalam menyusun butir-butir item tes obyektif.

Pertama, untuk dapat menusun butir-butir soal obyektif yang bermutu tinggi, pembuat
soal tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus membiasakan diri dan sering berlatih,
sehingga dari waktu ke waktu ia akan dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes
obyektif dengan lebih baik dan lebih sempurna.

Kedua, setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyektif itu selesai
dipergunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item, dengan tujuan dapat
mengidentifikasi butir-butir item mana yang sudah termasuk dalam kategori baik dan butir-
butir item mana yang masih termasuk dalam kategori kurang baik dan tidak baik.

Ketiga, dalam rangka mencegah timbulnya permainan spekulasi dan kerja sama yang
tidak sehat di kalangan testee, perlu disiapkan terlebih dahuku suatu norma yang
diperhitungkan factor tebakan. Norma dimaksud adalah berupa sanksi yang akan diberikan
kepada testee, dimana untuk setiap butir item yang dijawab salah, kepada testee yang
bersangkutan akan dikenai denda berupa pengurangan skor.

Keempat, agar tes obyektif di samping mengungkap aspek ingatan atau hafalan juga
dapat menungkap aspek-aspek berpikir yang lebih dalam, maka dalam merancang dan
menyusun butir-butir item tes obyektif hendaknya tester menggunakan alat bantu berupa
Tabel Spesifikasi Soal yang sering dikenal dengan istilah kisi-kisi soal atau blue print.

Kelima, dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah istilah
yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan mudah di pahami oleh
testee. Susunan kalimat yang berkepanjangan, istilah-istilah yang tidak jelas atau meragukan,
dapat berakibat terjadinya hambatan bagi testee untuk memberikan jawaban

Keenam, untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perdebatan antara testee
dengan tester, dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif hendaknya disusahakan
sungghsungguh agar tidak ada butir-butir yang dapat menghasilkan penafsiran ganda atau
kerancuan dalam pemberian jawabannya.

Ketujuh, cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda-tanda baca


seperti titik, koma dan sebagainya, penulisan tanda-tanda aljaber seperti kuadrat, akar dan
sebagainya, hendaknya ditulis secara benar, usahakan agar tidak terjadi kesalahan ketik atau
kesalahan cetak, sehingga tidak mengganggu konsentrasi testee dalam memberikan jawaban
soal.

Kedelapan, dengan cara bagaimanakah testee seharusnya memberikan jawaban


terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam tes, hendaknya diberikan pedoman atau
petunjuknya secara jelas dan tegas, sehingga testee dapat bekeja sesuai dengan pentunjuk
atau perintah yang telah ditentukan dalam pentunjuk umum atau petunjuk khusus yang
dicantumkan dalam lembar soal tes.

f. Pembuatan Tabel Spesifikasi Soal Sebagai Salah Satu Upaya dalam Mengatasi
Kelemahan Tes Obyektif

Dalam pembicaraan terdahulu telah dikemukakan, bahwa salah satu kelemahan dari
tes obyektif adalah, bahwa sekalipun jumlah butir soalnya cukup banyak, sehingga dipandang
dapat mencakup materi tes yang luas dalam arti bahwa materi pelajaran harus seharusnya
diteskan dapat terwakili oleh butir-butir soal yang banyak itu, namun pada umumnya tes
obyektif tersebut kursng dpst mengukur proses berpikir yag mendalam.

Telah dikemukakan pula bahwa salah satu cara yang dapat ditempuh dalam rangka
mengatasi keemahan tes obyektif terebut adaah dengan jalan menggunakan Tabel Spesifikasi
sebagai alat bantu dalam merancang dan menyusun butir-butir soal tes objektif.
a. Pengertian Table Spesifikasi

Tabel spesifikasi yang juga dikenal dengan istilah kisi-kisi soal atau blue print adalah
sebuah tabel analisis yang didalamnya dimuat rincian materi tes dan tingkah laku beserta
proporsi yang dikehendaki oleh tester, dimana pada tiap petak (sel) dari tabel tersebut diisi
dengan angka-angka yang menunjukkan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan dalam
tes hasil belajar bentuk objektif. Didalam tabel spesifikasi juga memuat tentang informasi-
informasi yang berhubungan dengan butir-butir soal tes yang akan disusun oleh tester. Hal-
hal yang sering dicantumkan dalam tabel spesifikasi hanya 3 buah aspek yaitu ingatan,
pemahaman, dan aplikasi.

Table spesifikasi itu memuat informasi-informasi yang berhubungan dengan butir-


butir soal tes yang akan di susun. Salah satu cara yang sering di tempuh dalam menyiapkan
table spesifikasi itu ialah dengan jalan menyusun table dua jalan, yang menunjukkan isi mata
pelajaran yang akan diteskan serta tingkah laku tertentu yang dipandang dapat menerminkan
taraf kompetensi testee dalam mata pelajaran yang akan di ukur.

Adapun dari arah taraf kompetensi, biasanya tester menggunakan model yang
dikembangkan oleh Bloom (1956). Menurut Bejamin S. Bloom, kompetensi koognitif peserta
didik mulai dari yang paling rendah sampai kepada yang lebih tinggi adalah :

- Pengetahuan
- Pemahaman
- Aplikasi dan penerapan
- Analisis
- Sintesis, dan
- Evaluasi.

Keenam taraf kompetensi inilah yang harus diukur dalam setiap kali ujian atau tes hasil
belajar.

b. Cara Membuat Tabel Spesifikasi

Sebenarnya ada beberapa macam tabel spesifikasi. Macam tabel ditentukan oleh
bidang studi dan homogenitas materi yang akan diteskan. Langkah pertama yang harus
diambil adalah mendaftar pokok-pokok materi yang akan diteskan kemudian memberikan
imbangan bobot untuk masing-masing pokok materi.
Contoh:

Akan membuat tes untuk evaluasi. Pokok-pokok materinya adalah:

1. Pengertian Evaluasi
2. Fungsi Evaluasi
3. Macam-Macam Cara Evaluasi
4. Persyaratan Evaluasi

Angka-angka yang tertera di dalam kurung yang dituliskan di belakang pokok materi,
menunjukkan imbangan bobot untuk masing-masing pokok materi. Penentuan imbangan
bobot dilakukan oleh penyusun soal berdasarkan atas luasnya materi atau kepentingannya
untuk dites. Penentuan imbangan dilakukan atas perkiraan (judgment) saja. Pada waktu
menuliskan angka tidak perlu dihitung-hitung bahwa jumlahnya harus 10 karena semuanya
akan diubah menjadi angka dalam bentuk presentase. (Arifin, 2012:99)
Dari contoh di atas, langkah kedua pokok-pokok materi dapat dipindahkan ke dalam
tabel kemudian mengubah indeks menjadi presentase.

TABEL SPESIFIKASI UNTUK MENYUSUN SOAL EVALUASI

POKOK Aspek yang diungkap

MATERI Ingatan Pemahaman Aplikasi Jumlah

Materi I
7
(14%)

Materi II
10
(21%)

Materi III
18
(36%)

Materi IV
15
(29%)

Jumlah 50 butir soal


Langkah ketiga adalah merinci banyaknya butir soal untuk tiap-tiap pokok materi dan
angka ini dituliskan pada kolom paling kanan. Caranya adalah membagi jumlah butir soal (di
sini 50 buah) menjadi 4 bagian berdasarkan imbangan bobot yang tertera sebagai presentase.

Angka 50 ditentukan oleh guru berdasarkan alokasi waktu yang disediakan dan
bentuk soal yang akan diberikan. Dalam contoh ini, misalnya akan disusun tes berbentuk
objektif dengan jumlah 50 butir soal berbentuk pilihan ganda, karena waktu yang disediakan
adalah 75 menit. Di sini diperlukan kebijaksanaan guru untuk memperkirakan banyaknya
butir soal agar tidak terlalu sedikit ataupun terlalu banyak.

Sebagai patokan waktu adalah bahwa sebuah soal tes objektif membutuhkan waktu 1
menit untuk membaca dan menjawab sehingga disediakan waktu 75 menit untuk tes, dapat
disusun butir soal sejumlah :

- 50 buah bentuk objektif (50 menit)


- 5 buah bentuk uraian (25 menit)

Jadi banyaknya butir soal sangat ditentukan oleh :


- Waktu yang tersedia
- Bentuk soal

Sampai dengan langkah ketiga, cara yang dilalui sama bagi seluruh bidang studi.
Langkah-langkah selanjutnya, terdapat langkah khusus, tergantung dari homogenitas atau
heterogenitas (keragaman) materi yang diteskan.

D. Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar

Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes
tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.

Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis

Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian,
yaitu sebagaimana dikemukakan berikut ini.

Pertama, agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya
ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara
hiruk pikuk dan lalu lalangnya orang.
Kedua, ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur
dengan jarak tertentu yang memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara
testee.

Ketiga, ruangan tes sebaiknya memiliki system pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.

Keempat, jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas
tempat penulis, maka sebelum tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alat
tulis yang terbuat dari triplex, hardboard atau bahan lainnya.

Kelima, agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar
soal-soal tes diletakkan secara terbalik.

Keenam, dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar.

Ketujuh, sebelum berlangsungnya tes, hendaknya sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang
dapat dikenakan kepada testee yang berbuat curang.

Kedelapan, sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus
ditandatangani oleh seluruh peserta tes.

Kesembilan, jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta untuk
menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes.

Kesepuluh, untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan di kemudian hari, pada Berita
Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan
siapa yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor
ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau kelainan-
kelainan harus dicatat dalam berita acara pelaksanaan tes tersebut.

Teknik Pelaksanaan Tes Lisan

Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai pegangan
dalam pelaksanaan tes lisan.

Pertama, sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi
berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut.

Kedua, setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus
disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
Ketiga, jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee
menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-
masing testee selesai dites.

Keempat, tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai
menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.

Kelima, dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang

dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali "memberikan angin segar"
atau "memancing-mancing" dengan kata-kata, kalimat-kalimat atau kode-kode tertentu yang
sifatnya menolong testee tertentu alasan "kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati"
kepada testee yang ada dihadapinya itu.

Keenam, tes lisan harus berlangsung secara wajar.

Ketujuh, sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya tester
mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti.

Kedelapan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat


bervariasi.

Kesembilan, sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara
individual (satu demi satu).

Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan

Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang
bersifat keterampilan (psiko-motorik), di mana penilaiannya dilakukan terhadap proses
penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas
tersebut.

Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
tester.

Pertama, tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam
menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
Kedua, agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan
berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjaka
tugas tersebut.

Ketiga, dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester
telah menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang di dalamnya telah ditentukan
hal-hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:

1.Teknik penyusunan tes hasil belajar ditinjau dari bentuk soal dapat dibeadakan dua macam,
yaitu: tes hasil belajar bentuk uraian dan bentuk obyektif,

2.Teknik pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis),
secara lisan (tes lisan), dan secara perbuatan (tes perbuatan).

B.Saran

Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis menyarankan kepada
pembaca untuk pemahaman yang lebih dalam dapat membaca tentang hal tersebut lebih banyak lagi
dari sumber-sumber yang lain. Dan penulis mengharapkan masukkan yang konstruktif kepada kita
semua, demi penyempurnaan tulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai