Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini pola penyebab kematian di Indonesia menunjukkan peningkatan
proporsi kematian yang disebabkan penyakit tidak menular. Hasil dari Profil
Kesehatan Indonesia 2008 yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI seperti
terlihat pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa proporsi kematian akibat penyakit
menular di Indonesia 12 tahun terakhir telah menurun dari 44% menjadi 28%, dan
proporsi penyakit tidak menular mengalami peningkatan cukup tinggi dari 42%
menjadi 60%.

Tabel 1.1 Proporsi Penyebab Kematian Antara Penyakit Menular dan Tidak Menular
Tahun 1980-2001
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008)
Tahun
Jenis Penyakit
1980 1986 1992 1995 2001
Menular 64,49% 60,48% 50,72% 48,46% 44,57%
Tidak Menular 25,41% 33,83% 43,60% 45,42% 48,53%

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) (2007) penyebab


kematian tertinggi akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyakit
kardiovaskuler (31,9%) termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%), disusul
diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis.
Hasil catatan dan pelaporan rumah sakit, SIRS (Sistem Informasi Rumah
Sakit) menunjukkan jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan dan jumlah pasien
rawat inap penyakit jantung pada tahun 2007. Penyakit jantung koroner menempati
peringkat pertama dengan kasus terbanyak.

1
2

70000
Jumlah Pasien 60000
50000
40000
30000
20000
10000 Rawat Inap
0
Rawat Jalan

Gambar 1.1 Jumlah Pasien Penyakit Jantung di Rumah Sakit di Indonesia Tahun
2007 (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2008)

Dari Gambar 1.1 terlihat bahwa penyakit jantung iskemik atau biasa disebut
jantung koroner dengan jumlah pasien rawat jalan sebanyak 67.800 orang, sedangkan
jumlah pasien rawat inap mencapai 22.454 orang.
Menurut World Heart Federation (2013) terdapat 2 jenis faktor resiko
penyebab penyakit jantung, faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak
dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain adalah
hipertensi, mengkonsumsi tembakau baik itu merokok maupun mengunyah
tembakau, diabetes, kurang aktivitas fisik, kolesterol, dan obesitas. Sedangkan faktor
resiko yang tidak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2009) melaporkan, 34,7% penduduk usia 15
tahun ke atas merokok setiap hari, 93,6% kurang konsumsi buah dan sayur serta
48,2% kurang aktivitas fisik.
Terdapat tiga jenis metode pengobatan untuk penyakit jantung koroner, yaitu
Percutaneous Transluminal Coronary Angioplast (PTCA) merupakan tindakan
angioplasty yang bertujuan untuk melebarkan penyempitan pembuluh koroner
3

dengan menggunakan kateter khusus yang ujungnya mempunyai balon. Balon


dimasukkan dan dikembangkan tepat ditempat penyempitan pembuluh darah jantung.
Dengan demikian penyempitan tersebut menjadi terbuka.
Metode selanjutnya adalah stenting yaitu dengan cara memasang cincin
penyangga untuk mencegah penyempitan pembuluh darah jantung. Metode terakhir
adalah dengan melakukan tindakan operasi jaringan terbuka (coronary artery bypass)
yang merupakan tindakan untuk memasang pembuluh darah baru menggantikan
pembuluh darah jantung yang tersumbat.
Dari ketiga jenis metode pengobatan jantung, stenting lebih diminati karena
pemasangannya dapat dilakukan tanpa operasi dan membutuhkan masa pemulihan
yang lebih cepat daripada dengan melakukan operasi jaringan terbuka. Menurut Erbel
et al. (1998), pemasangan stent jantung juga efektif untuk mencegah restenosis yang
biasanya terjadi setelah dilakukannya proses angioplasty seperti terlihat pada Gambar
1.3.

Gambar 1.2 Perbandingan Prosedur Angioplasty dan Stenting (Boston Scientific, 2011)

Stent merupakan suatu alat berbentuk pipa berlubang yang digunakan untuk
mengurangi penyempitan pada pembuluh arteri jantung (Boston Scientific, 2011).
Prosedur pemasangan stent yaitu dengan memasukkannya ke dalam pembuluh darah
arteri menggunakan ballon catheter dan stent secara fleksibel dapat mengikuti
lekukan, bentuk dan ukuran pada pembuluh aretri jantung. Pemasangan stent
dilakukan untuk memperlebar pembuluh arteri dan melancarkan aliran darah ke
4

jantung. Selain itu pemasangan stent dapat mengurangi resiko terjadinya penyempitan
pembuluh arteri seperti terlihat pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Restenosis Pada Kasus Pemasangan Stent (Boston Scientific, 2011)

Saat ini terdapat dua jenis stent, yaitu bare metal stent (BMS) dan drug
eluting stent (DES) atau drug-coating stent. BMS digunakan untuk membantu
menjaga pembuluh arteri agar tetap terbuka setelah dilakukan angioplasty. Sedangkan
DES merupakan BMS dengan dibalut polimer dan obat tertentu untuk membantu
mengurangi kemungkinan terjadinya restenosis atau penyempitan kembali pembuluh
arteri. Bahan polimer pada DES digunakan untuk membawa dan melindungi obat
sebelum dan selama prosedur pemasangan stent. Setelah stent selesai dipasang maka
polimer akan mengontrol pelepasan obat pada dinding pembuluh arteri jantung
(Boston Scientific, 2011).
Seorang penderita jantung koroner (PJK) dapat melakukan pemasangan stent
apabila telah terpenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh pihak medis. Apabila PJK
mengalami penyumbatan pada lebih dari 3 pembuluh darah maupun mengalami
pengapuran pada pembuluh darah maka akan lebih disarankan untuk melakukan
operasi by pass, namun jika tidak mengalami kedua hal tersebut maka PJK dapat
melakukan pemasangan stent.
PJK yang mempunyai riwayat kesehatan yang baik, tidak menderita diabetes
maupun kolesterol maka disarankan menggunakan stent dengan jenis BMS, namun
apabila pasien menderita diabetes maka lebih disarankan untuk menggunakan DES.
Adapun prosedur PJK untuk melakukan pemasangan stent di rumah sakit dapat
5

disajikan dalam bentuk flowchart sebagai terlihat pada Gambar 1.4 berikut.
Flowchart tersebut didapatkan berdasarkan penjelasan di RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya.

PJK

Mengalami Gejala
Angina

Dilakukan
Diagnostik

Ya
Penyumbatan lebih Operasi By Pass
dari 3 pembuluh? (CABG)

Ya
Tidak

Pemeriksaan
Terjadi
Kondisi Pembuluh
pengapuran
Darah

Tidak

Tidak

Menderita penyakit Pemasangan


BMS
diabetes? Stent

Ya

DES

Selesai

Gambar 1.4 Diagram Alir Prosedur PJK Melakukan Pemasangan Stent


6

Kebutuhan alat stent jantung di Indonesia setiap tahunnya mencapai 15.000


unit stent jantung, selain itu terdapat sekitar 5.000 pasien jantung yang membutuhkan
kateterisasi yang harus dipasang stent jantung yang tersebar di 42 RS di 12 kota
besar, belum ditambah RS swasta yang membutuhkan (Burhani, 2013). Masih
menurut Burhani (2003), kebutuhan akan stent jantung ini cenderung terus
meningkat karena setiap tahun jumlah pasien jantung yang memerlukan stent jantung
naik 20% serta banyak pasien yang lebih suka dipasang stent jantung dibanding harus
melakukan pembedahan. Setiap pasien PJK rata-rata memerlukan 2-3 unit stent
jantung. Berikut adalah rumah sakit di Indoenesia yang memiliki instalasi pusat
pelayanan jantung terpadu.

Tabel 1.2 Daftar Rumah Sakit yang Memiliki Pusat Pelayanan Jantung
Terpadu di Indonesia (Rahmatullah, 2009)
No. Nama Rumah Sakit Wilayah Akreditasi
1. RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung A
2. RSUP Dr. Sanglah Denpasar A
3. RSUP Fatmawati Jakarta Selatan A
4. RS Jantung dan Pembuluh Darah Jakarta Barat A
Harapan Kita
5. RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat A
6. RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar A
7. RSUP H. Adam Malik Medan A
8. RSUP Dr. M. Djamil Padang B
9. RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang A
10. RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru B
11. RSU H.A. Wahab Syahrani Samarinda B
12. RSUP dr Kariadi Semarang A
13. RSUD Dr. Soetomo Surabaya A
14. RSUP Dr. Moewardi Surakarta A
15. RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta A
7

Harga pemasangan stent yang terbilang mahal saat ini masih menjadi kendala
bagi masyarakat yang kurang mampu. Harga BMS berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia N0. 1157/Menkes/SK/XII/2008 adalah Rp. 5.947.333,
sedangkan harga DES adalah Rp. 19.640.500, harga tersebut merupakan harga satuan
dan belum termasuk PPN.
Saat ini stent yang biasanya digunakan di rumah sakit di Indonesia berasal
dari luar negeri. Hal tersebut berpengaruh pada harga jual stent di Indonesia. Salah
satu cara untuk meminimalkan biaya pemasangan stent maka dapat dimulai dengan
mulai melakukan perancangan miniplant stent di Indonesia untuk memproduksi stent
di dalam negeri. Salah satu langkah awal untuk perancangan tersebut adalah terlebih
dahulu mengetahui jumlah pengguna stent di Indonesia, baik BMS maupun DES.
Sampai saat ini belum terdapat dokumen resmi yang dapat dijadikan acuan
untuk memetakan jumlah penggunaan stent di Indonesia. Oleh karena itu penelitian
ini dilakukan untuk memetakan dan meramalkan jumlah penggunaan stent di
Indonesia. Dalam penelitian ini akan dibahas tentang cara menentukan metode
paramalan yang tepat untuk meramalkan jumlah stent pada periode tertentu untuk
setiap jenis stent jantung yaitu BMS dan DES di masa datang.

1.2 Rumusan Masalah


Penggunaan stent di Indonesia diperkirakan meningkat dari tahun ke tahun,
namun dokumen resmi mengenai peta penggunaan serta prediksi kebutuhan stent di
Indonesia sampai saat ini belum tersedia. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan
melakukan pemetaan kebutuhan stent dan memprediksikan jumlah permintaan stent
di masa mendatang.

1.3 Batasan Masalah


Asumsi dan batasan masalah yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah:
1. Jenis stent jantung yang akan digunakan dalam penilitian ini adalah BMS dan
DES
8

2. Penelitian hanya dilakukan di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita,


RSUP Dr. Sardjito, dan RSUD Dr. Soetomo.
3. Penelitian hanya dilakukan dengan menggunakan data historis di ketiga
rumah sakit diatas, sehingga jumlah periode yang akan diramal juga terbatas.
4. Ukuran dan material stent tidak diperhatikan.
5. Metode yang digunakan adalah moving average, exponential smoothing dan
ARIMA, sehingga hanya dapat digunakan untuk peramalan jangka pendek
hingga menengah.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah untuk mmemprediksikan kebutuhan stent
jantung di periode yang akan datang. Hasil prediksi tersebut nantinya dapat
memberikan gambaran tentang jumlah permintaan stent di Indonesia, sehingga
dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan kapasitas produksi miniplant
stent jantung di Indonesia.

1.5 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang disebutkan, tujuan penelitian ini adalah:
1. Memetakan kebutuhan stent di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita, RSUP Dr. Sardjito, dan RSUD Dr. Soetomo untuk jangka pendek.
2. Meramalkan volume permintaan DES dan BMS di RS Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita, RSUP Dr. Sardjito, dan RSUD Dr. Soetomo untuk
jangka pendek.

Anda mungkin juga menyukai