Saudara sekalian, biogas adalah gas yang diperoleh dari sampah tanaman, kotoran hewan, dan
lain sebagainya yang dapat membusuk. Biogas dapat kita manfaatkan untuk energi. Antara lain
untuk memasak.
Ada cara mudah dan sederhana bagi yang ingin mengetahui tentang biogas dan pemanfaatannya.
Alat yang dibutuhkan pun ada disekitar kita. Dalam kesempatan ini, saya mencoba menjelaskan
secara sederhana mungkin bagaimana cara membuat biogas dengan alat dan bahan disekeliling
kita.
Dalam kapasitas yang lebih besar, misalnya menggunakan drum bekas minyak, dapat digunakan
untuk bahan bakar kompor gas dengan biogas ini. Mudah ?,
Catatan: Bila belum berhasil, mungkin terdapat kekurangan bakteri pada sisa sayurannya. Untuk
itu dapat ditambah bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4). Tetapi
biasanya tanpa ditambah bakteri itu tetap dapat memproduksi biogas.
Selamat Bereksperimen.
Peringatan: Bagi adik-adik yang ingin mencoba eksperimen di atas, mohon meminta bimbingan
kakak, orang tua, atau guru sekolah. Jangan sampai niat bereksperimen justru membahayakan diri
dan lingkungan.
Membuat Kompor Biogas Mengandalkan Eceng Gondok
PETUGAS stan Endang memasukkan cacahan tanaman eceng gondok pada Pameran Inovasi
IPTEKS 2009 di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Selasa (3/3). Hasil fermentasi dari
10 kg ecengan gondok dapat menghasilkan energi sebanding 0,8 liter minyak tanah.* USEP
USMAN NASRULLOH/PR
Memanfaatkan eceng gondok (Eichornia crassipes) sebagai biogas, bisakah? Tentu bisa. Hanya mengandalkan
proses fermentasi, pembaca sudah bisa menikmati gas buatan sendiri sekaligus membantu ekosistem air untuk tidak
terganggu dari kembang biak eceng gondok yang tergolong cepat. Terlebih, mendapatkan eceng gondok ,di Kota
Bandung khususnya, tidak terlalu sulit. Pasalnya, di kota itu banyak sekali sungai yang tercemar limbah pabrik.
Alat dan cara pembuatannya pun bisa dipraktikkan sendiri baik dalam skala rumah tangga. Pada
dasarnya, rangkaian kerja alat ini terdiri dari tiga macam, yaitu alat fermentasi sebagai tempat gas
diproses dan dihasilkan, penampung gas, dan kompor gas.
Untuk membuat alat fermentasi, sediakan 2 drum isi 200 liter, 1 meter pipa galpanis 3 inci, 5
meter selang karet/plastik, 3 stop keran setengah inci, 50 meter pipa setengah inci, 6 kleman
selang setengah inci, dan gunakan jasa las drum.
Sementara untuk alat penampung gas, bisa menggunakan plastik polyethelin yang tebalnya
minimal 0,6 milimeter, berdiameter 60 sentimeter (cm), dan tingginya 1,5-2 meter. Plastik ini
biasa digunakan sebagai tempat ikan. Jika khawatir dapat terjangkau oleh anak-anak, pembaca
juga bisa memanfaatkan drum 100 liter.
Selain plastik, yang harus disediakan adalah PVC 3 inci, 4 kenie setengah inci, drat luar dalam, 2
isolatif besar, 4 baut, karet ban dalam, 1 T setengah inci, selang plastik saluran gas, PVC tiga
perempat inci 2 liter, 3 stop keran setengah inci, 2 lem paralon, lem aibon, dan 2 plat acritik 150
cm persegi.
Untuk kompor pun, jika pembaca tidak mempunyai tipe kompor semawar seperti yang biasa
digunakan penjual nasi goreng, pembaca bisa membuatnya sendiri. Caranya, manfaatkan pipa
yang ditutup pada bagian atas dan bawah.
Pada tutup atas, bor beberapa titik sebagai tempat keluar gas. Sementara kurang lebih pada
seperempat dari panjang pipa, dekat dengan tutup bawah pasang selang yang akan dihubungkan
dengan alat penampung gas tadi.
Cara Pembuatan
Jika alat sudah selesai disiapkan, cara pembuatannya secara garis besar adalah sebagai berikut.
Untuk alat fermentasi, tutup atas drum isi 200 liter dibuang, lalu disambungkan dengan jasa las
sehingga volumenya menjadi 400 liter. Di kiri dan kanannya dipasang pipa 3 inci sepanjang 50
cm yang berguna untuk memasukkan eceng gondok dan satunya lagi sebagai pembuangan air
pada proses fermentasi nanti.
Kemudian di tengah bagian atas drum fermentasi tersebut dipasang pipa setengah inci dan stop
keran setengah inci yang akan disambungkan ke alat penampung gas melalui selang.
Untuk membuat penampung gas, misalnya dengan drum 100 liter tadi, pada tutup atas drum
pasanglah 2 pipa setengah inci dan stop keran setengah inci yang akan disambung dengan selang
dari ruang fermentasi dan ke kompor gas. Pengaturan selang bisa dilakukan sendiri apabila ingin
dihubungkan dengan lebih dari satu kompor.
Prinsip kerja tersebut berlaku sama apabila ingin menggunakan plastik polyethelin. Pembaca
membentuk plastik menjadi silinder dan pemasangan selang-selang penghubung sama dengan
cara di atas.
Hanya, jika menggunakan plastik, pembaca harus memberi pemberat pada bagian atas plastik.
Pemberat ini bisa menggunakan apa saja seperti kayu, batu, dan sebagainya. Jika plastik
ditidurkan pun (keadaan horizontal), pembaca bisa memanfaatkan tali rafia yang pada bagian
bawahnya dipasang batu bata sebagai pemberatnya.
Pemberat ini dimaksudkan sebagai pengatur tekanan gas yang keluar sehingga bisa dijadikan
pengontrol besar atau kecilnya api. Jika ingin besar, pemberat juga harus lebih berat, dan
sebaliknya.
Proses Produksi
Ambil 100 kilogram eceng gondok yang masih segar (tidak kering) sebagai masukan awal. Lalu
tanaman itu dipotong-potong (dicacag). Untuk mempercepat proses fermentasi, pembaca bisa
menumbuknya. Eceng tersebut lalu dimasukkan ke dalam drum fermentasi dengan dicampur air.
Drum fermentasi tadi bervolume 400 liter dan yang dimanfaatkan sebagai ruang fermentasi
adalah setengahnya. Artinya jika pembaca mengisi 100 kg eceng gondok (yang ditumbuk), air
yang dibutuhkan adalah 100 liter (perbandingan 1 : 1). Jika eceng gondok dicacag,
perbandingannya 1 : 1/2.
Proses menghasilkan gas membutuhkan 3-5 hari jika menggunakan eceng yang ditumbuk.
Sementara untuk eceng yang dicacag, prosesnya memakan waktu 5-7 hari.
Gambaran Hasil
Pembuat inovasi ini yaitu HM. Sayogo, Endang Hadiat, dan Asmadi dari PT Indonesia Power
memberikan gambaran hasil sebagai berikut.
Percobaan pertama, dengan penampungan gas dari drum ukuran panjang 65 cm dan diameter 35
cm, eceng gondok ditumbuk sebanyak 20 kg, menghasilkan gas yang dapat dipakai selama 7 hari
dengan setiap harinya selama 30 menit.
Percobaan kedua, dengan penampungan gas dari plastik ukuran panjang 120 cm dan diameter 60
cm, eceng gondok yang dicacag sebanyak 30 kg, menghasilkan gas yang dapat dipakai selama 7
hari yang setiap harinya dipakai 90 menit.
Jika gas pertama sudah dihasilkan, setiap harinya pembaca perlu mengisi 50 kg eceng gondok
agar gas tetap dihasilkan. Untuk 10 kg eceng gondok setara dengan 0,8 liter minyak tanah.
Dengan prinsip kerja yang sama, pembaca bisa mencoba pada ukuran drum fermentasi yang
disesuaikan dengan kebutuhan rumah tangga masing-masing. Selamat berhemat dan bermanfaat!
Bagi yang tinggal di zona gempa bumi sering kali kita merasa ada gempa padahal mungkin
disebabkan oleh aktivitas orang lain di samping kita. Sebaliknya, karena begitu sibuk
beraktivitas kita tidak sadar saat gempa sudah mulai terjadi. Hmmmm apa lagi saat kita lagi
tidur.
Karena itulah perlu sekali suatu alat yang dapat mendeteksi getaran akibat gempa di rumah
untuk selalu siap sedia 24 jam memperingatkan, meyakinkan dan membangunkan kita saat
gempa terjadi. Memang sudah ada alarm gempa, tapi pasti harganya sangat mahal dan tidak
selalu tersedia di setiap daerah di Indonesia.
Bahan
1. Bell pintu kabel (bukan wireless)
2. Kawat listrik halus (bisa dipakai dari kabel bell pintu)
3. Kawat (saya pakai dia 2 mm) (untuk dibuat ring/cincin)
4. Pipa paralon (PVC) (saya pakai 1,5 x 40 cm) (berguna sbg pelindung dari angin atau
binatang seperti cicak)
5. Unting-unting* (yang diharapkan bergerak saat gempa)
6. Paku secukupnya
* alat tukang berguna untuk menentukan posisi vertikal, kadang disebut bandul aka. lot
Alat:
1. Palu
2. Tang
3. Gergaji
4. Lain2 yang diperluka
Tidak harus seperti ini yang penting prinsip kerja alat (bisa disesuaikan dengan bahan-bahan
yang ada disekitar rumah).
Prinsip kerjanya sih sama saja dengan menekan bell pintu, hanya saja saklar bell dimodifikasi
untuk berbunyi saat goyangan unting menyentuh cincin.
Langkah-langkahnya silakan lihat foto2 dan diagram (tutorialnya pake gambar aja yach
saya rasa sudah cukup dimengerti) di bawah ini:
Inilah Bahan-bahannya
Tips
1. Baiknya cari nada seperti lagu, jadi agak lebih panjang.
2. Pakai baterai alkaline supaya lebih awet.
3. Kotak pembungkusnya lebih baik transparan supaya memudahkan pengecekan
Saat gempa di kepulauan Mentawai tanggal 25 Oktober kemaren, berikut gempa2 susulannya
alat ini Terbukti BERFUNGSI dengan BAIK!!!
Bagi yang tinggal di zona gempa jangan ditunda, yukkk kita coba bikin sendiri alarm gempa.
Mudah-mudahan kita dapat meminimalisir musibah yang mungkin terjadi pada kita dan
keluarga.
http://www.kaskus.us/
2.3 Bahan yang akan digunakan dalam pembuatan alat pendeteksi banjir ini
Pembuatan alat detector banjir ini cukup sederhana ,Bahan utama dalam alat ini yaitu
Early flood warning system, bahan utama ini antara lain pipa paralon, karet, karet, lampu
sirine, modul sirine pengeras suara, lempeng konduktor tembaga dan gabus.alat pendeteksi
banjir ini juga memfaatkan teknologi AT 89C51 dan DTMF melalui sinyal frekwensi FM.
Menggunakan program DTMF yang merupakan digital .seandainya pakai yang manual ,maka
seringkali terjadi eror karena salah baca kode.
Alat :
1 . Gergaji paralon
2 . Solder
3 . Pisau
4 . Penyodet Timah
Bahan :
2 . Timah
3 . Komponen elektronika :
3. Resistor
4. Speker 8
5. Saklar 3 arah
6. Saklar sensitive
7. Diode
8. Power
10. Transistor
12. Kapasitor
5 . Bambu
6 . Kabel
Hasil Kerja :
Cara Kerja :
1. Persiapkan Semua alat dan bahan , lalu mulailah dengan memotong pipa paralon setinggi +
30 Cm
2. Lubangilah bagian bawahnya agar air dari samping bisa masuk ke dalam tabung
5. Persiapkan botol bekas kecil yang tutupnya masih ada , lubangi tutupnya , dan pakulah
batang bambu ke tutup botol tersebut.
10. Kemudian cat bagian luar selimut tabung dengan warna terserah , misalnya : Hitam
12. Untuk memasang komponen pada PCB jangan sampai salah , baca petunjuk yang sudah
ada di buku elektronika / lembaran pada saat membeli PCB .
1. Persiapkan Semua alat dan bahan , lalu mulailah dengan memotong pipa paralon
setinggi + 30 Cm
1. Lubangilah bagian bawahnya agar air dari samping bisa masuk ke dalam tabung
2. Potonglah balok kayu menjadi balok berukuran :
1. Persiapkan botol bekas kecil yang tutupnya masih ada , lubangi tutupnya , dan pakulah
batang bambu ke tutup botol tersebut.
1. Kemudian cat bagian luar selimut tabung dengan warna terserah , misalnya : Hitam
1. Persiapkan komponen elektronika , Solder , timah , Penyodet timah .
2. Untuk memasang komponen pada PCB jangan sampai salah , baca petunjuk yang
sudah ada di buku elektronika / lembaran pada saat membeli PCB .
3. Sambungkan kabel dengan saklar & Beterai / Adaptor .
Pemasangan alat pendeteksi banjir ini diinstalasikan di sekitar pintu air sungai dan dipasang
tegak pada dinding batas sungai yang telah dipasang dudukan plat besi sebelumnya,sedangkan
sirine dipasang di dekat pemukiman penduduk,dengan 2 tiang yang dipasangi lampu sirine dan
pemancar FM,serta boks berisi didektor . saat banjir menggenangi lubang itu sirine akan
berbunyi keras dan pemancar FM akan memberikan informasi kondisi status tersebut melalui
sirine ,maka stiap radio masyarakat yang berada disekitarnya dalam radius tertentu akan
menerima sinyal peringatan tersebut
Pendeteksi banjir ini bekerja kalau diatas gabus dipasang tongkat alumunium ringan dan
diujungnya dipasang konduktor yang sudah di dihubungkan dengan kabel. Bila volume air
sungai meningkat air akan mendorong gabus dan karet ke atas .pada saat ujung tongkat
alumunium bergerak ke atas maka akan menyentuh pada lempeng konduktor yang sudah
dipasang pada bagian sirine.dengan demikian ketika kedua konduktor saling menyentuh ,arus
listrik akan mengalir sehingga membunyikan dan menyalahkan lampu sirine sebagai peringatan
atau tanda terjadinya banjir selama 2-3 menit yang terdengar dalam radius 100 meter dari pusat
terjadinya banjir
Air beserta sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak dibutuhkan oleh
mahluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan memelihara kesehatannya. Air yang mengisi
lebih dari dua pertiga bagian dari seluruh permukaan bumi, memberi tempat hidup yang 300 kali lebih
luas dari pada daratan, akan tetapi sebagian besar dari air tersebut tidak dapat langsung digunakan
untuk kepentingan mahluk hidup. Hanya 1% yang merupakan air manfaat yang dapat dipergunakan
sebagai air bersih, untuk menjadi air bersih / air minum harus mengalami suatu Teknologi.
Teknologi yang diterapkan mulai dari pengambilan air baku, pengolahan air untuk menjadi air bersih
yang sangat tergantung kualitas sumber air baku, kemudian melaui system distribusi melalui perpipaan
ke area pelayanan.
Pengolahan Air dilakukan pada air baku yang pada hakekatnya tidak memenuhi standar kualitas air
minum/bersih yang berlaku, sehingga unsur-unsur yang tidak memenuhi standar perlu dihilangkan
ataupun dikurangi, agar seluruh air memenuhi standar yang berlaku. Hal ini dilaksanakan dengan
pengolahan air. Teknologi untuk pengolahan air yang sangat tergantung dari sumber air baku dengan
kualitas air yang bermacam-macam untuk dapat diolah.
Pusat-pusat pengolahan air perkotaan atau municipal water treatment dengan skala besar mengolah air
dengan cara menambahkan senyawa kimia penggumpal (coagulants) ke dalam air kotor yang akan
diolah. Dengan cara tersebut partikel-partikel yang berada di dalam air akan menjadi suatu gumpalan
yang lebih besar lalu me- ngendap. Baru kemudian air di bagian atas yang bersih dipisahkan untuk
digunakan keperluan sehari-hari. Namun demikian, zat kimia penggumpal yang baik tidak mudah
dijumpai di berbagai daerah terpencil. Andaipun ada pasti harganya tidak terjangkau oleh masyarakat
setempat.
Salah satu alternatif yang tersedia secara lokal adalah penggunaan koagulan alami dari tanaman yang
barangkali dapat diperoleh di sekitar kita. Penelitian dari The Environmental Engineering Group di
Universitas Leicester, Inggris, telah lama mempelajari potensi penggunaan berbagai koagulan alami
dalam proses pengolahan air skala kecil, menengah, dan besar.Penelitian mereka dipusatkan terhadap
potensi koagulan dari tepung biji tanaman Moringa oleifera. Tanaman tersebut banyak tumbuh di India
bagian utara, tetapi sekarang sudah menyebar ke mana-mana ke seluruh kawasan tropis, termasuk
Indonesia. Di Indonesia tanaman tersebut dikenal sebagai tanaman kelor dengan daun yang kecil-kecil.
Moringa oleifera
Nama Lokal :
Kelor (Indonesia, Jawa, Sunda, Bali, Lampung), Kerol (Buru); Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo
(Gorontalo); Keloro (Bugis), Kawano (Sumba), Ongge (Bima); Hau fo (Timor).
Tanaman tersebut juga dikenal sebagai tanaman drumstick karena bentuk polong buahnya yang
memanjang meskipun ada juga yang menyebut sebagai horseradish karena rasa akarnya menyerupai
radish.
Kelor (moringa oliefera) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki ketingginan batang 7 -11
meter. Di jawa, Kelor sering dimanfaatkan sebagai tanaman pagar karena berkhasiat untuk obat-obatan.
Pohon Kelor tidak terlalu besar. Batang kayunya getas (mudah patah) dan cabangnya jarang tetapi
mempunyai akar yang kuat. Batang pokoknya berwarna kelabu. Daunnya berbentuk bulat telur dengan
ukuran kecil-kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Kelor dapat berkembang biak dengan baik
pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah 300-500 meter di atas permukaan laut. Bunganya
berwarna putih kekuning kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga kelor keluar
sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor berbentuk segi tiga memanjang yang disebut
klentang (Jawa). Buahnya pula berbentuk kekacang panjang berwarna hijau dan keras serta berukuran
120 cm panjang. Sedang getahnya yang telah berubah warna menjadi coklat disebut blendok (Jawa).
Budidaya tanaman Moringa atau kelor memerlukan pemeliharaan yang sangat minimal dan dapat tahan
pada musim kering yang panjang. Cepat tumbuh sampai ketinggian 4-10 meter, berbunga, dan
menghasilkan buah hanya dalam waktu 1 tahun sejak ditanam. Tanaman tersebut tumbuh cepat baik
dari biji maupun dari stek, bahkan bila ia ditanam di lahan yang gersang yang tidak subur. Sehingga baik
bila dikembangkan di lahan-lahan kritis yang mengalami musim kekeringan yang panjang.
Penjernihan air
Biji kelor dibiarkan sampai matang atau tua di pohon dan baru dipanen setelah kering. Sayap bijinya yang
ringan serta kulit bijinya mudah dipisahkan sehingga meninggalkan biji yang putih. Bila terlalu kering di
pohon, polong biji akan pecah dan bijinya dapat melayang terbang ke mana-mana.
Biji tak berkulit tersebut kemudian dihancurkan dan ditumbuk sampai halus sehingga dapat dihasilkan
bubuk biji Moringa. Jumlah bubuk biji moringa atau kelor yang diperlukan untuk pembersihan air bagi
keperluan rumah tangga sangat tergantung pada seberapa jauh kotoran yang terdapat di dalamnya.
Untuk menangani air sebanyak 20 liter (1 jeriken), diperlukan jumlah bubuk biji kelor 2 gram atau kira-
kira 2 sendok teh (5 ml).
Tambahkan sedikit air bersih ke dalam bubuk biji sehingga menjadi pasta. Letakkan pasta tersebut ke
dalam botol yang bersih dan tambahkan ke dalamnya satu cup (200 ml) lagi air bersih, lalu kocok selama
lima menit hingga campur sempurna. Dengan cara tersebut, terjadilah proses aktivitasi senyawa kimia
yang terdapat dalam bubuk biji kelor.
Saringlah larutan yang telah tercampur dengan koagulan biji kelor tersebut melalui kain kasa dan
filtratnya dimasukkan ke dalam air 20 liter (jeriken) yang telah disiapkan sebelumnya, dan kemudian
diaduk secara pelan-pelan selama 10-15 menit.
Selama pengadukan, butiran biji yang telah dilarutkan akan mengikat dan menggumpalkan partikel-
partikel padatan dalam air beserta mikroba dan kuman-kuman penyakit yang terdapat di dalamnya
sehingga membentuk gumpalan yang lebih besar yang akan mudah tenggelam mengendap ke dasar air.
Setelah satu jam, air bersihnya dapat diisap keluar untuk keperluan keluarga.
Efisiensi proses
Proses pembersihan tersebut menurut hasil penelitian yang telah dilaporkan mampu memproduksi
bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9% yang melekat pada partikel- partikel padat, sekaligus
menjernihkan air, yang relatif aman (untuk kondisi serba keterbatasan) serta dapat digunakan sebagai air
minum masyarakat setempat.
Namun demikian, beberapa mikroba patogen masih ada peluang tetap berada di dalam air yang tidak
sempat terendapkan, khususnya bila air awalnya telah tercemar secara berat. Idealnya bagi kebutuhan
air minum yang pantas, pemurnian lebih lanjut masih perlu dilakukan, baik dengan cara memasak atau
dengan penyaringan dengan cara filtrasi pasir yang sederhana.