IKTERUS NEONATORUM
Dwi Febriani
H1A004014
Pembimbing
dr. Artsini Manfaati, Sp.A
RESUME
Pasien, By. W, laki-laki, 19 hari, BBL 3500 gram, BBS 3400 gram, alamat Gangga-
Tanjung- Lombok Utara, MRS dengan keluhan utama seluruh badan kuning sejak 5 hari
SMRS, Panas badan(+) 10 hari SMRS terjadi mendadak, disertai kejang 2 hari SMRS,
frekuensi 1 kali, durasi 5 menit, setelah kejang pasien tidak sadarkan diri tampak
bangun tangisan lemah. Minum ASI (+) awalnya menghisap kuat dan mulai malas
menghisap setelah badan kuning. Muntah (-). Mencret (-).
Pemeriksaan fisik:
Kesan Umum : sedang Kesadaran : CM
Fungsi Vital :
HR = 145 x/mnt T ax = 39.7 C
RR = 59 x/mnt CRT : <3 detik
Merintih (+), Kejang (-).
Mata : Anemis -/-. Ikterik +/+, RP (+), isokor (+).
THT: Napas cuping hidung (-)
Mulut mencucu (-), bibir sianosis (-)
Thorax : retraksi subcosta (+)
C: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-).
P: Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Abdomen :
Distensi (-), Bising usus (+) normal, organomegali (-), H/L tidak teraba.
Umbilikus: dalam batas normal
Extremitas: dalam batas normal
Kulit : icterus di seluruh badan
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Darah Lengkap (15 Feb 2010)
Hb : 13.9 gr%3
Leukosit : 21.700
Trombosit : 231.000
HCT : 38.0%
2. GDS : 128 mg%
DIAGNOSIS KERJA:
Susp. Neonatal infection
DIAGNOSIS BANDING:
Icterus Neonatorum
Rencana Awal ;
Planning diagnosis:
o cek bilirubin total&bilirubin direct
o golongan darah dan rhesus
Planning teraphy :
o O2 1 liter/menit
o Infus micro D10% 12 tpm
o Ampicillin 2 x 150 mg /IV
o Gentamicin = 15 mg/IV
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian besar
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa
angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di RSU
Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). RSAB
Harapan Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital Bersalin
Kualalumpur dengan tripple phototherapy tidak ada lagi kasus yang memerlukan tindakan
transfusi tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije Universitiet Medisch Centrum Amsterdam
dengan double phototherapy (tahun 2003).
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi mungkin
bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian, terutama
apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin
meningkat > 5 mg/dL (> 86mol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus
yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan keadaan
yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat
dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di
Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown
University Medical Centre Washington D.C. tahun 2002).
Definisi
Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah, sehingga kulit
(terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86mol/L).
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubinemia
fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut
Excessive Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non
Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00 menurut
Normogram Bhutani.
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian
besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem
bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan
proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX (Gbr. 2). Zat ini sulit larut
dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan
mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam
hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan
masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin
(protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma
hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase
yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan
pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi
ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi
kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu pada neonatus.
Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang
lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya pada hari
ke 5 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar bilirubinpun biasanya
tidak > 10 mg/dL (171 mol/L) pada bayi kurang bulan dan < 12 mg/dL (205 mol/L) pada bayi
cukup bulan. 5,6,7
Masalah timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar
menurun sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan
dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan sel otak yang akan
mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya kematian. Karena itu bayi ikterus
sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus
dilakukan untuk mengetahui penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini.
Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama
pada tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia apabila
kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 mol/L) pada bayi cukup bulan, sedangkan pada bayi
kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 mol/L).
Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan:
A. Penyebab yang sering: 1. Hiperbilirubinemia fisiologis 2. Inkompatibilitas golongan darah
ABO 3. Breast Milk Jaundice 4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus 5. Infeksi 6.
Hematoma sefal, hematoma subdural, excessive bruising 7. IDM (Infant of Diabetic Mother)
8. Polisitemia / hiperviskositas 9. Prematuritas / BBLR 10. Asfiksia (hipoksia, anoksia),
dehidrasi asidosis, hipoglikemia 11. Lain-lain
B. Penyebab yang jarang: 1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 Phosphat Dehydrogenase) 2.
Defisiensi piruvat kinase 3. Sferositosis kongenital 4. Lucey Driscoll syndrome (ikterus
neonatorum familial) 5. Hipotiroidism 6. Hemoglobinopathy
Diagnosis
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat beberapa faktor
risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.
11. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)
22. Inkompatibilitas golongan darah (dengan Coombs test positip)
33. Usia kehamilan < 38 minggu
44. Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, end tidal CO )
55. Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
66. Hematoma sefal, bruising
77. ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)
18. Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun
29. Ikterus sebelum bayi dipulangkan
310. Infant Diabetic Mother, makrosomia
411. Polisitemia
Anamnesis
11. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi
intra uterin, infeksi intranatal)
22. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
33. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
44. Riwayat inkompatibilitas darah
55. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari
kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat
lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama
pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita
sedang mendapatkan terapi sinar.
Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan
subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan
kemungkinan penyebab ikterus tersebut.
Tabel 1. Perkiraan klinis derajat ikterus
Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi
Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat Ikterus berat
Hari 2 Lengan dan tungkai
Hari 3 dst. Tangan dan kaki
(Dikutip dari Peter Cooper, A.Suryono, Indarso F, et al. Jaundice. In : Managing Newborn
Problems : a guide for doctor, nurses and midwives, WHO, 2003 : F-77-F-89)
Tabel 2. Klasifikasi Ikterus
Tanya dan Lihat Tanda / Gejala Klasifikasi
Mulai kapan ikterus ? Ikterus segera setelah lahir Ikterus patologis
Daerah mana yang ikterus ? Ikterus pada 2 hari pertama
Bayinya kurang bulan ? Ikterus pada usia > 14 hari
Warna tinja ? Ikterus lutut/ siku/ lebih
Bayi kurang bulan
Tinja pucat
Ikterus usia 3-13 hari Ikterus fisiologis
Tanda patologis (-)
(Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku
Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis,
Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001)
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula
disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
o Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat
o Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah
ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
o Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko
tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus berat,
lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil
pemeriksaan kadar serumbilirubin.
Transcutaneous bilirubin (TcB) dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin
total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin
total < 15 mg/dL (<257 mol/L), dan tidak reliable pada kasus ikterus yang sedang mendapat
terapi sinar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus
antara lain :
1 Golongan darah dan Coombs test
2 Darah lengkap dan hapusan darah
3 Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc
4 Bilirubin direk
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan
tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan
terapi sinar ataukah tranfusi tukar.
Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk mengendalikan agar
kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati
bilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat
dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini
dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-
obatan (luminal).
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin),
mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar,
merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan
pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai
dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.
Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat bilirubin
indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit yang telah terhemolisis
dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat
bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan
dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan
transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin terhadap
albumin (Tabel 4)
Tabel 4. Kriteria Transfusi Tukar Berdasarkan Berat Bayi dan Komplikasi
Berat Bayi Tidak Komplikasi Rasio Ada Komplikasi Rasio
(gram) (mg/dL) Bili/Alb (mg/dL) Bili/Alb
< 1250 13 5.2 10 4
1250 1499 15 6 13 5.2
1500 1999 17 6.8 15 6
2000 2499 18 7.2 17 6.8
2500 20 8 18 7.2
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan diberikan
dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan
oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus
positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya
digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan,
dapat dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak
ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah
yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.
Macam Transfusi Tukar:
11. Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat mengganti
kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.
22. Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti 65 %
Hb bayi.
33. Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus polisitemia
atau darah pada anemia.
Etika Risa, dkk. 2007. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Divisi Neonatologi Bagian
Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak
Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. 2008. Buku Acuan Pelayanan Obstetri dan