Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

Stroke Non Hemoragik dengan Atrofi Cerebri

Oleh :

Abdurrohman Izzuddin, S.Ked

Preceptor :

dr. Silman Hadori, Sp. Rad., M.H.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG
2017
DAFTAR ISI

Bab I. Pendahuluan .................................................................................... 1

Bab II. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 2

Bab III. Laporan Kasus ................................................................................ 8

Bab IV. Analisa Kasus .................................................................................. 24

Bab V. Kesimpulan ...................................................................................... 39

Daftar Pustaka ................................................................................................ 40


BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang

jelas selain vaskuler. Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai

penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan

kematian di negara-negara berkembang.

Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah

penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara

berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh

dunia. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1000 penduduk.

Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Aceh (16,6 per 1000

penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke bersama-sama dengan

hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, merupakan

penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian

stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun

faktor resiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor

yang tidak dapat dimodifikasi (contoh: usia, ras, gender, genetik, dll), dan faktor

yang dapat dimodifikasi (contoh: obesitas, hipertensi, diabetes, dll). Identifikasi

faktor resiko sangat penting untuk mengendalikan kejadian stroke di satu negara.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI VASKULER CEREBRI

Gambar 2.1. Arteriae di Encephalon; dilihat dari inferior.

2
Gambar 2.2. Circulus arteriosus cerebri (Circulus WILLISII); dilihat dari
superior.

Gambar 2.3. Pasokan darah ganglia basalis; potongan frontal, dilihat dari
posterior.

3
DEFINISI

Stroke non hemoragik / iskemik ialah stroke yang disebabkan oleh

sumbatan pada pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh

berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik

yang menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang

dalam waktu 24 jam atau lebih.

ETIOLOGI

Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh

emboli dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga

disebabkan oleh berkurangnya aliran darah otak. Pada level seluler, setiap proses

yang mengganggu aliran darah ke otak dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik,

yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark otak.

a. Emboli

Sumber emboli dapat terletak di arteri karotis maupun vertebralis akan

tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskular sistemik.

1. Embolus yang dilepaskan oleh arteri karotis atau vertebralis, dapat

berasal dari plaque atherosclerotique yang berulserasi atau

thrombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul

pada daerah leher.

2. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada: Penyakit jantung

dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian

kiri atrium atau ventrikel.

4
3. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai emboli

septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis, dapat juga

akibat metaplasia neoplasma yang sudah ada di paru.

b. Trombosis

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis dan percabanganya) dan pembuluh darah

kecil. Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik

percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri

karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya

turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan

kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa. Bila tidak ada aliran

darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2

menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka

kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat

meninggal.

PATOFISIOLOGI

Stroke iskemik terjadi apabila terjadi oklusi atau penyempitan aliran darah

ke otak dimana otak membutuhkan oksigen dan glukosa sebagai suber energi agar

fungsinya tetap baik. Aliran drah otak atau Cerebral Blood Flow (CBF) dijaga

pada kecepatan konstan antara 50-150 mmHg. Aliran darah ke otak dipengaruhi

oleh:

5
a. Keadaan pembuluh darah

Bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh trombus

atau embolus maka aliran darah ke otak terganggu.

b. Keadaan darah

Viskositas darah meningkat, polisitemia menyebabkan aliran darah ke otak

lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak

menurun.

c. Tekanan darah sistemik

Autoregulasi serebral merupakan kemampuan intrinsik otak untuk

mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan walaupun ada

perubahan tekanan perfusi otak.

d. Kelainan jantung

Kelainan jantung berupa atrial fibrilasi, blok jantung menyebabkan

menurunnya curah jantung. Selain itu lepasnya embolus juga

menimbulkan iskemia di otak akibat okulsi lumen pembuluh darah.

Jika CBF tersumbat secara parsial, maka daerah yang bersangkutan

langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan

daerah iskemik. Infark otak, kematian neuron, glia, dan vaskular disebabkan oleh

tidak adanya oksigen dan nutrien atau terganggunya metabolisme.

6
GAMBARAN KLINIS

Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai

macam tampilan klinis, dari yang ringan hingga berat. Gambaran klinis stroke

iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi).

Hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia,

peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan

penurunan kesadaran.

7
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI PASIEN

MR : 09.68.43

9Nama : Tn. H

Jenis kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir :01 Februari 1947

Umur : 70 tahun

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Pendidikan : SMA

Masuk IGD RSPBA : Rabu, 11 Oktober 2017, pukul : 20.50 WIB

Masuk Rawat Inap : Rabu, 11 Oktober 2017, pukul : 22.00 WIB

ANAMNESIS

Anamnesis secara autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 12 Oktober 2017.

Keluhan Utama

Kelemahan anggota gerak bagian kiri

Keluhan Tambahan

Kesulitan saat berbicara (pelo), lemas.

8
Riwayat Perjalanan Penyakit

Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan mengalami kelemahan anggota

gerak bagian kiri sejak 2 hari yang lalu. Keluhan dirasakan oleh os tiba-tiba saat

bangun dari tidur. Keluhan kelemahan hanya dirasakan oleh os pada tubuh bagian

kiri, sedangkan bagian kanan tidak ada keluhan. Os juga mengaku kesulitan saat

berbicara/pelo dan bibir yang miring ke satu sisi sejak 2 hari yang lalu, bersamaan

dengan timbulnya kelemahan anggota gerak bagian kiri. Keluhan lain seperti sakit

kepala yang berat, muntah, kejang-kejang, dan pingsan sebelum timbulnya

keluhan disangkal. Keluhan buang air kecil, buang air besar, dan trauma disangkal

oleh os.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os memiliki riwayat hipertensi sejak + 10 tahun yang lalu, dan tidak

terkontrol. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat merokok sejak muda.

Riwayat minum alkohol disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Os mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa. Riwayat

darah tinggi, kencing manis, sakit jantung pada keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien baru pertama kali mengalami hal seperti ini. Sebelumnya os

mengalami hipertensi, namun jarang kontrol berobat ke dokter.

9
Riwayat Alergi Obat disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Os sudah tidak bekerja dan sehari-hari beraktivitas di dalam rumah,

ditemani anak dan cucunya dengan keadaan ekonomi kurang.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6

Berat Badan : Tidak diketahui pasti, sekitar 50 kg

Tinggi badan (cm) : Tidak diketahui pasti

IMT : Tidak diketahui pasti

Tekanan darah : 180/120 mmHg

Nadi : 88 x/menit, reguler, volume cukup

Suhu : 36,8C

Pernapasan : 24x/menit, reguler

Sianosis : Tidak sianosis

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku : Wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif

Alam perasaan : Biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah

Proses pikir : Wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi

10
Status Generalisata

Kulit

Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit cukup,

capillary refill time < 2 detik, dan teraba hangat.

Kepala

- Mata : Konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL

(+/+), RCTL (+/+), pupil isokor (+/+), penurunan

visus (-), peningkatan tekanan bola mata (-)

- Hidung : Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi

septum (-), sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-)

- Telinga : Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-),

sekret (-/-), perdarahan (-)

- Mulut : Kering (-), sianosis (-), asimetris (+)

- Tenggorokan : Trismus (-), arcus faring simetris, hiperemis (-), uvula

di tengah

Leher

Tekanan vena jugularis : JVP 5-2 cm H2O (Tidak ada peningkatan)

Kelenjar tiroid : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar limfe : Normal, tidak ada pembesaran

Kelenjar getah bening

Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di submandibular,

supraklavikula, dan leher.

11
Thorax

Bentuk : Simetris Sela iga : Melebar

Paru Depan Belakang

Inspeksi : Bentuk dada normal, tidak ada yang tertinggal saat

inspirasi

Palpasi : Massa (-), krepitasi (-), vokal fremitus sama kanan dan

kiri

Perkusi : Kanan : sonor

Kiri : sonor

Batas paru hepar : Setinggi vertebra thorakal VII

Batas paru belakang kanan :Setinggi vertebra thorakal IX

Batas paru belakang kiri : Setinggi vertebra thorakal X

Auskultasi : Kanan : vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-)

Kiri : vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra

Batas jantung kiri : ICS IV linea midklavikula sinistra

Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 normal, Heart rate 88 x/menit,

reguler. Murmur (-), Gallop (-)

12
Abdomen

Inspeksi : Bentuk cembung, venektasi (-), caput medusa (-), ikterik (-)

Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen tidak ada, Hati dan Limpa tidak

teraba, Nyeri ketok CVA tidak ada, Ballotement ginjal (-)

Perkusi : Shifting dullnes (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas

Ekstremitas superior dextra dan sinistra: Oedem (-) Deformitas (-)

Bengkak (-) Sianosis (-)

Nyeri sendi (-) Ptekie (-)

Ekstremitas inferior dextra dan sinistra: Pitting oedem (-) Ptekie (-)

Deformitas (-) Sianosis (-)

Nyeri sendi (-) Bengkak (-)

Pemeriksaan Neurologis

Rangsang Meningeal

- Kaku kuduk : Tidak ditemukan tahanan pada tengkuk

- Brudzinski I : Tidak ditemukan fleksi pada tungkai

- Brudzinski II : Tidak ditemukan fleksi pada tungkai

- Kernig : Tidak terdapat tahanan sebelum mencapai 135o

- Laseque : Tidak terdapat tahanan sebelum mencapai 70o

Nervus Cranialis

- Nervus I (Olfaktorius) : Tidak terdapat gangguan penciuman

13
- Nervus II (Opticus)

a. Tajam penglihatan : OD 5/60 OS 5/60

b. Lapang penglihatan : Dalam batas normal

c. Tes warna : Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Fundus oculi : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Nervus III, IV, VI (Occulomotorius, Trochrealis, Abducens)

a. Kelopak mata : Ptosis (-/-), endophtalmus (-/-),

exophtalmus (-/-)

b. Pupil : Isokor, bulat, 3 mm/3 mm

c. Gerakan bola mata : Medial (+/+), lateral (+/+), superior

(+/+), inferior (+/+), obliquus

superior (+/+), obliquus inferior

(+/+)

- Nervus V (Trigeminus) :

a. Sensorik; Nervus V1 (Ophtalmicus) :+

Nervus V2 (Maxillaris) :+

Nervus V3 (Mandibularis) :+

b. Motorik; Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut

dengan lemah

c. Refleks; Refleks kornea : Dalam batas normal

Refleks bersin : Dalam batas normal

- Nervus VII (Fascialis)

a. Sensorik (indra pengecap) : Dalam batas normal

14
b. Motorik;

Inspeksi wajah sewaktu;

Diam : Asimetris

Senyum : Asimetris

Meringis : Asimetris

Bersiul : Tidak bisa bersiul

Menutup mata : Asimetris

Pasien diminta untuk;

Mengerutkan dahi : Asimetris

Menutup mata kuat : Asimetris

Menggembungkan pipi : Asimetris

- Nervus VIII (Vestibulocochlearis)

a. Keseimbangan;

Nistagmus : Tidak ditemukan

Rombergs test : Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Pendengaran;

Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Nervus IX, X (Glossopharingeus, Vagus)

a. Refleks menelan :+

b. Refleks batuk :+

c. Perasat lidah (1/3 anterior) : Dalam batas normal

15
d. Refleks muntah : Dalam batas normal

e. Posisi uvula : Normal

f. Posisi arcus faring : Simetris

- Nervus XI (Accessorius)

a. Kekuatan M. Sternocleidomastoideus : +/melemah

b. Kekuatan M. Trapezius : +/ melemah

- Nervus XII (Hipoglossus)

a. Tremor lidah :-

b. Atrofi lidah :-

c. Ujung lidah saat istirahat :-

d. Ujung lidah saat dijulurkan : Simetris

e. Fasikulasi :-

Pemeriksaan Motorik

a. Refleks;

- Refleks fisiologis;

Biceps : N/N

Triceps : N/N

Achiles : N/N

Patella : N/N

- Refleks patologis;

Babinski : -/-

Oppenheim : -/-

Chaddock : -/-

16
Gordon : -/-

Scaeffer : -/-

Hoffman-Trommer : -/-

b. Kekuatan Otot;

5555 3333

Ekstremitas Superior Dextra Ekstremitas Suprerior Sinistra

5555 3333

Ekstremitas Inferior Dextra Ekstremitas Inferior Sinistra

c. Tonus Otot;

Hipotoni : -/- Hipertoni : -/-

Sistem Koordinasi

- Rombergs test : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Tandem walking : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Finger to finger test : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Finger to nose test : Tidak dilakukan pemeriksaan

Fungsi Luhur

- Fungsi bahasa : Dalam batas normal

- Fungsi orientasi : Dalam batas normal

- Fungsi memori : Dalam batas normal

- Fungsi emosi : Dalam batas normal

Susunan Saraf Otonom

- Miksi : Tidak ada kelainan

- Defekasi : Tidak ada kelainan

17
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium, 11 Oktober 2017

a. Hematologi

Hemoglobin : 12,7 gr/dl (14-18 gr/dl)

Leukosit : 7.100 ul (4.500-10.700 ul)

Hitung Jenis Leukosit Basofil : 0 % (0-1 %)

Hitung Jenis Leukosit Eosinofil : 0 % (0-3 %)

Hitung Jenis Leukosit Batang : 2 % (2-6 %)

Hitung Jenis Leukosit Segmen : 67 % (50-70%)

Hitung Jenis Leukosit Monosit : 26 % (20-40%)

Hitung Jenis Leukosit Limfosit : 5 % (2-8%)

Eritrosit : 4,8x106 / ul (4,6-6,2x106 / ul)

Hematokrit : 38 % (50-54%)

Trombosit : 242.000 ul (159.000-400.000 ul)

MCV : 88 fl (80-96 fl)

MCH : 26 pg (27-31 pg)

MCHC : 30 g/dl (32-36 g/dl)

b. Kimia Darah

Gula Darah Sewaktu : 73 mg/dl (<200 mg/dl)

Urea : 24 mg/dl (10-50 mg/dl)

Creatinin : 1,2 mg/dl (0,6-1,1 mg/dl)

18
Pemeriksaan EKG, 11 Oktober 2017

Rate : 90x / menit, regular, normokardia

Axis : Normoaxis

Interval : Interval P-R, kompleks QRS, Q-T dalam batas normal

Infarct : Segmen S-T dalam batas normal, Q patologis (-)

Hypertrophy : Hypertrophy (-)

Pemeriksaan CT Scan Non Kontras, 11 Oktober 2017

19
Dilakukan CT Scan kepala dengan potongan axial, sagittal, dan coronal. Slice

ketebalan 2,5 mm, dimulai dari daerah basis cranii sampai vertex, scanning tanpa

memakai kontras media.

Jaringan lunak extracalvaria dan calvaria masih tampak normal

Sulcy corticalis, fissura sylvii bilateral dan fissura interhemisfer tampak

melebar

Kaliber ventrikel lateralis bilateral, 3 dan 4 tampak melebar

Tampak kalsifikasi fisiologis di daerah pineal body dan plexus choroideus

bilateral.

Tampak lesi hipodens, batas tegas, soliter di parenkim serebri daerah

substansia alba periventrikuler lateralis cornu posterior kanan

Tampak lesi hipodens, batas tidak tegas, multipel, di parenkim serebri

daerah kapsula eksterna kiri dan substansia alba periventrikuler lateralis

cornu anterior kiri

Tampak lesi hipodens, bulat, kecil-kecil, multipel, di parenkim serebri

daerah ganglia basalis bilateral

Parenkim serebelum dan batang otak masih tampak normal

Mid line shift (-)

Sisterna basalis dan ambiens masih tampak normal

Daerah sella tursica, juxtacella, dan cerebello-pontine angle masih tampak

normal

Bulbus oculi dan ruang retrobulbar bilateral masih tampak normal

20
Sinus maksilaris, ethmoidalis, sfenoidalis, dan frontalis bilateral masih

tampak normal

Cavum nasalis dan mastoid air cell bilateral masih tampak normal

KESAN :

Atrofi serebri

Infark serebri (lama) a/r substansia alba periventrikuler lateralis

cornu posterior kanan

Infark serebri (baru) multipel a/r kapsula eksterna kiri dan

substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior kiri

Infark lakuner multipel (MIL) a/r ganglia basalis bilateral

Tidak tampak tanda-tanda SOL maupun perdarahan intrakranial

RESUME

Pasien H, Laki-laki, 70 tahun, datang ke IGD RSPBA dengan keluhan

mengalami kelemahan anggota gerak bagian kiri sejak 2 hari yang lalu. Keluhan

dirasakan oleh os tiba-tiba saat bangun dari tidur. Keluhan kelemahan hanya

dirasakan oleh os pada tubuh bagian kiri, sedangkan bagian kanan tidak ada

keluhan. Os juga mengaku kesulitan saat berbicara/pelo dan bibir yang miring ke

satu sisi sejak 2 hari yang lalu, bersamaan dengan timbulnya kelemahan anggota

gerak bagian kiri. Keluhan lain seperti sakit kepala yang berat, muntah, kejang-

kejang, dan pingsan sebelum timbulnya keluhan disangkal. Keluhan buang air

kecil, buang air besar, dan trauma disangkal oleh os. Os memiliki riwayat

21
hipertensi sejak + 10 tahun yang lalu, dan tidak terkontrol. Riwayat kencing manis

disangkal. Riwayat merokok sejak muda. Riwayat minum alkohol disangkal. Os

mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa. Riwayat darah tinggi,

kencing manis, sakit jantung pada keluarga disangkal oleh pasien. Pasien baru

pertama kali mengalami hal seperti ini. Sebelumnya os mengalami hipertensi,

namun jarang kontrol berobat ke dokter. Os sudah tidak bekerja dan sehari-hari

beraktivitas di dalam rumah, ditemani anak dan cucunya dengan keadaan ekonomi

kurang.

Pemeriksaan fisik didapatkan TD 180/120 mmHg, N: 88 x/menit, RR 24

x/menit, suhu 36,8 C. BB tidak diketahui secara pasti. Pada pemeriksaan thorax,

inspeksi sela iga melebar. Pada pemeriksaan neurologi, didapatkan motorik wajah

asimetris (nervus VII), kelemahan pada musculus sternocleidomastoideus dan

musculus trapezius (nervus XI), kekuatan otot 3333 pada ekstremitas superior et

inferior sinistra.

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan laboratorium, EKG,

dan CT-scan kepala. Hasil laboratorium didapatkan penurunan kadar hemoglobin,

yaitu 12 gr/dl, penurunan hematokrit yaitu 38%, dan sisanya dalam batas normal.

Hasil EKG irama sinus tanpa deviasi axis, infark, maupun hypertrophy. Hasil CT-

Scan didapatkan kesan atrofi serebri, infark serebri (lama) a/r substansia alba

periventrikuler lateralis cornu posterior kanan, infark serebri (baru) multipel a/r

kapsula eksterna kiri dan substansia alba periventrikuler lateralir cornu anterior

kiri, infark lakuner multipel (MIL) a/r ganglia basalis bilateral, dan tidak tampak

tanda-tanda SOL maupun perdarahan intrakranial.

22
DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Hemiplegia sinistra

Diagnosis Topik : Lesi Infark Serebri

Diagnosis Etiologi : Stroke Non Hemoragik

Diagnosis Banding : Stroke Hemoragik

PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi

- Tirah baring dan kurangi aktivitas yang tidak perlu

- Diet rendah garam sekitar 2 gr/hari

- Fisioterapi

Farmakologi

- IVFD RL xv gtt/menit

- Inj. Citicolin 500 mg 2x1

- Tromboaspilet tab 5 mg 2x1

- Micardis tab 80 mg 1x1 (1-0-0)

- Amlodipin 10 mg 1x1 (0-0-1)

PROGNOSIS

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam

- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

23
BAB IV

ANALISA KASUS

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24

jam atau lebih, dan dapat menyebabkan kematian. Stroke dapat terjadi secara

mendadak atau tiba-tiba akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak

sehingga menyebabkan sel-sel otak tertentu kekurangan darah, oksigen, atau zat-

zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu

yang sangat singkat. Stroke Non Hemoragik adalah gangguan peredaran darah

pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga

menimbulkan infark/iskemik. Umumnya terjadi pada saat penderita istirahat, tidak

terjadi perdarahan, dan kesadaran umumnya baik.

Bagaimana Penegakan Diagnosis Klinis Pada Pasien Ini?

Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 70 tahun di diagnosa dengan

stroke non hemoragik, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada

anamnesis didapatkan bahwa Os, jenis kelamin laki-laki datang ke IGD RSPBA

dengan keluhan kelemahan anggota gerak bagian kiri sejak 2 hari sebelum

masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan oleh os tiba-tiba saat bangun dari tidur.

Keluhan kelemahan hanya dirasakan oleh os pada tubuh bagian kiri, sedangkan

bagian kanan tidak ada keluhan. Os juga mengaku kesulitan saat berbicara/pelo

dan bibir yang miring ke satu sisi sejak 2 hari yang lalu, bersamaan dengan

24
timbulnya kelemahan anggota gerak bagian kiri. Keluhan lain seperti sakit kepala

yang berat, muntah, kejang-kejang, dan pingsan sebelum timbulnya keluhan

disangkal.

Penting untuk diketahui bahwa salah satu instrument penegakan diagnosa

klinis pada stroke adalah siriraj skor dan algoritma gadjah mada. Sebelum

dilakukan scanning sebagai pemeriksaan penunjang, skor yang didapatkan pada

kasus ini adalah sebagai berikut:

Siriraj Score

Rumus:
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan diastolik)
(3 x penanda atheroma) - 12
Keterangan
Derajat Kesadaran 0 : Compos mentis
1 : Somnolen
2 : Sopor / koma
Muntah 0 : Tidak ada
1 : Ada
Nyeri kepala 0 : Tidak ada
1 : Ada
Atheroma 0 : Tidak ada
1 : Ada, salah satu atau lebih (diabetes; angina; penyakit pembuluh
darah)
Hasil
Skor > 1 Stroke Hemoragik
Skor -1 s/d 1 Dilakukan CT-Scan
Skor < -1 Stroke Non Hemoragik
Skor Pasien (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2x0) + (0,1 x 120) (3 x 1) 12 = (-3) Stroke
Non Hemoragik

25
Algoritma Gadja Mada

Keterangan
Penurunan 0 : Tidak ada
Keadaran 1 : Ada
Nyeri kepala 0 : Tidak ada
1 : Ada
Refleks Babinski 0 : Tidak ada
1 : Ada
Hasil
Jika didapatkan 2 atau lebih dari 3 kriteria : Stroke Hemoragik
Jika didapatkan salah satu dari penurunan kesadaran atau nyeri kepala : Stroke Hemoragik
Jika hanya ditemukan reflex babinski : Stroke Non Hemoragik
Jika tidak didapatkan salah satu dari 3 kriteria tersebut : Stroke Non Hemoragik
Skor Pasien Penurunan kesadaran (-), Nyeri kepala (-), Refleks Babinski (-):
Stroke Non Hemoragik

Berdasarkan perbedaan yang ditunjukkan pada gejala klinis, dapat pula

menentukan diagnosis klinis, yaitu sebagai berikut:

Stroke Hemoragik
Gejala Klinis Stroke Non Hemoragik
PIS PSA
Gejala defisit fokal Berat Ringan Berat / Ringan
Permulaan (onset) Menit / jam 1-2 menit Pelam (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan / tidak ada
Didahului muntah Sering Sering Tidak, kecuali lesi di batang
otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Selalu
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Bisa hilang / tidak
sebentar
Hemiparesis Sering sejak Permulaan Sering sejak awal
awal tidak ada

26
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis klinis yang

ditetapkan sudah sesuai dengan teori, yaitu hemiplegia sinistra dengan kecurigaan

mengarah kepada stroke non hemoragik sebagai diagnosis etiologis. Pada kasus

stroke, salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat menentukan penegakan

etiologi dan membedakan diagnosis banding serta menentukan lokasi lesi adalah

CT-Scan, sehingga pada kasus ini dilakukan pemeriksaan CT-Scan.

Bagaimana Gambaran Radiologi Pada Pasien Ini?

1. Atrofi serebri

Gambar 4.1. Sulcy corticalis, fissura sylvii bilateral dan fissura


interhemisfer tampak melebar

27
2. Infark serebri (lama) a/r substansia alba periventrikuler lateralis cornu

posterior kanan

Gambar 4.2. Tampak lesi hipodens, batas tegas, soliter di parenkim


serebri daerah substansia alba periventrikuler lateralis cornu posterior
kanan

28
3. Infark serebri (baru) multipel a/r kapsula eksterna kiri dan substansia

alba periventrikuler lateralis cornu anterior kiri

Gambar 4.3. Tampak lesi hipodens, batas tidak tegas, multipel, di


parenkim serebri daerah kapsula eksterna kiri dan substansia alba
periventrikuler lateralis cornu anterior kiri

29
4. Infark lakuner multipel (MIL) a/r ganglia basalis bilateral

Gambar 4.4. Tampak lesi hipodens, bulat, kecil-kecil, multipel, di


parenkim serebri daerah ganglia basalis bilateral

5. Tidak tampak tanda-tanda SOL maupun perdarahan intrakranial

30
Bagaimana Hubungan Gambaran Klinis dengan Gambaran Radiologi Pada

Pasien Ini?

1. Atrofi serebri

Atrofi serebri menggambarkan keadaan berkurangnya atau

hilangnya sel-sel otak dan adanya kerusakan diantara sel-sel tersebut, atau

sering disebut dengan mengecilnya ukuran otak. Atrofi serebri dapat

terjadi pada seluruh bagian otak atau hanya pada bagian tertentu saja dan

dapat menyebabkan berkurangnya massa otak dan hilangnya fungsi

neurologis. Atrofi serebri dapat terjadi oleh karena adanya cedera otak atau

pada penyakit-penyakit neurologis, seperti pada cerebral palsy dan

penyakit Huntington. Atrofi juga dapat terjadi akibat stroke atau

degeneratif. Infeksi otak juga dapat menyebabkan kematian pada sel-sel

otak dan atrofi serebri Adapun gejala-gejala dari atrofi serebri, antara lain

kehilangan ingatan, kejang, kehilangan kontrol motorik dan kesulitan

berbicara maupun membaca. Pada anak-anak khususnya dapat terjadi

kejang dan keterlambatan perkembangan.

Pada kasus ini, ditemukan adanya atrofi serebri yang ditandai

dengan pelebaran sulcy corticalis, fissura sylvii bilateral dan fissura

interhemisfer. Hal ini dapat diakibatkan oleh proses degeneratif ataupun

dampak dari stroke. Hal ini sesuai dengan kondisi pasien, dimana usia

pasien 70 tahun dan terdapat gambaran infark lama pada substansia alba

periventrikuler lateralis cornu posterior kanan.

31
2. Infark serebri (lama) a/r substansia alba periventrikuler lateralis cornu

posterior kanan dan Infark serebri (baru) multipel a/r kapsula eksterna

kiri dan substansia alba periventrikuler lateralis cornu anterior kiri.

Masing-masing hemisfer memiliki banyak substansia alba

subkortikalis, yang terdiri dari serabut saraf bermielin dengan ketebalan

yang bervariasi dan neuroglia (terutama oligodendrosit, sel-sel yang

membentuk selubung mielin). Substansia alba subkortikalis berkaitan

dengan korteks serebri, ventrikel lateral, dan striatum. Serabut sarafnya

terdiri dari tiga tipe:

a. Serabut proyeksi

Serabut eferen dari korteks serebri melewati substansia alba

subkortikalis dan kemudian bergabung untuk membentuk

capsula interna. Sedangkan serabut aferen berjalan dari

thalamus ke area korteks serebri yang luas.

b. Serabut asosiasi

Serabut asosiasi membentuk sebagian besar substansia alba

subkortikalis. Serabut-serabut ini menghubungkan area kortikal

di sekitarnya yang jaraknya berjauhan satu dengan lainnya di

hemisfer yang sama.

c. Serabut komisural

Serabut komisural menguhubungkan regio kortikal dengan

struktur yang sama di sisi hemisfer serebri yang berlawanan,

dan ditemukan di corpus callosum dan commissura anterior.

32
Pada kasus ini, ditemukan gambaran yang sesuai antara klinis

dengan radiologi, yaitu infark serebri (lama) a/r substansia alba

periventrikuler lateralis cornu posterior kanan dan infark serebri (baru)

multipel a/r kapsula eksterna kiri dan substansia alba periventrikuler

lateralis cornu anterior kiri. Serabut asosiasi yang berada pada kedua

regio tersebut merupakan hubungan antar hemissfer yang ekstensif,

sehingga impuls neural yang bersesuaian akan dialihkan ke jaras lain yang

masih intak. Hal ini ditunjukkan dengan tidak tampaknya gejala-gejala

gangguan asosiasi pada pasien.

Gambar 4.5. Encephalon; potongan horizontal di tingkat pars centralis ventriculi


laterals; dilihat dari superior

33
Serabut eferen akan bergabung membentuk capsula interna dan

membentuk tractus ke medulla spinalis yang menyilang di decussation

pyramidalis. Penyilangan ini akan menunjukkan gambaran klinis

kontralateral dari sisi lesi. Hal ini tampak pada gambaran klinis pasien

yang menunjukkan hemiplegia sinistra, yang sesuai dengan gambaran lesi

infark serebri (lama) a/r substansia alba periventrikuler lateralis

cornu posterior kanan. Sedangkan lesi infark serebri (baru) multipel

a/r kapsula eksterna kiri dan substansia alba periventrikuler lateralis

cornu anterior kiri tidak menunjukkan gejala pada pasien.

3. Infark lakuner multipel (MIL) a/r ganglia basalis bilateral

Infark lacunar disebabkan oleh perubahan mikroangiopatik arteri-

arteri kecil dengan penyempitan lumen yang prograsif dan oklusi yang

diakibatkannya. Faktor resiko terpenting adalah hipertensi arterial, yang

menyebabkan hyalinosis dinding vascular arteri kecil. Arteri

lentikulostriata perforantes yang tipis dan panjang adalah arteri yang

paling sering terkena; sehingga, infark lacunar umumnya terjadi di

capsula interna, ganglia basalis, substansia alba hemisfer, dan pons.

Capsula interna sangat bermakna secara klinis karena mengandung

hampir semua neurofibae projections kortikal yang terkumpul di dalam

satu ruang kecil. Capsula interna dibatasi oleh nucleus caudatus di bagian

anteromedialnya, thalamus di potongan medioposterior, dan globus

34
pallidus serta putamen di sisi lateral. Pada potongan horizontal, capsula

interna terlihat menekuk.

Gambar 4.6. Capsula interna, struktur fungsional

Crus anterius, genu, dan crus posterius terlihat dengan jelas pada

gambar di atas. Traktus descendens di dalam capsula interna memiliki

susunan somatotopik. Serabut kortikonuklear berjalan di dalam genu,

sementara serabut kortikospinal yang mempersarafi ekstremitas atas, torso,

dan ekstremitas bawah tersusun secara somatotopis dari anterior ke

posterior di dalam crus posterius.

35
Tractus dan Suplai Darah Arteri bagi Capsula Interna
Lokasi Tractus Suplai Darah
Crus anterius Tractus frontopontinus (dari lobus Aa. centrales
frontalis ke pons) anteromediales (dari
Radiatio thalami anterior (dari thalamus A.cerebri anterior)
ke cortex frontalis)
Genu Tractus corticonuclearis (bagian dari Aa. centrales
tractus pyramidalis) anterolaterales (dari
A. cerebri media) =
Aa. lenticulostriatae
Crus posterius Tractus corticospinalis Rr. Capsulae internae
Tractus corticorubralis dan tractus (dari A. choroidea
corticoreticularis anterior)
Radiatio centralis thalami (dari nuclei
thalami rostral ke cortex motoric)
Radiatio thalami posterior (dari corpus
geniculatum lateraled an nuclei thalami
tambahan ke lobi parietalis et occipitalis)
Tractus parietotemporopontinae dan
tractus occipitopontinus (dari lobus
temporalis atau lobus occipitalis ke pons)
Radiatio optica (dari corpus geniculatum
lateral ke lobus occipitalis)
Radiatio acustica (dari corpus
geniculatum medial ke lobus temporalis)

Pembuluh darah yang menuju capsula interna merupakan arteri-

arteri terminal. Tidak jarang, terjadi oklusi vascular atau perdarahan

masif ke dalam capsula interna yang disebabkan oleh ruptur pembuluh

darah (khususnya Aa. centrales anterolaterales). Akibatnya, terjadi

penghancuran serabut fibrae dan stroke. Perluasan stroke bergantung

36
kepada lokasinya di dalam capsula interna dan dapat melibatkan paralisis

kontralateral (hemiplegia), defisit sensorik, dan kebutaan di lapang

visual kontralateral (hemianopsia).

Aa. centrales anterolaterales bercabang dari A. cerebri media

dengan sudut yang hampir tegak lurus. Hal ini membuatnya mudah

mengalami turbulensi aliran darah dan mudah terbentuk plak

arteriosklerotik sekunder di tempat ini. Penderita tekanan darah tinggi

(hipertensi arterial) seringkali menderita oklusi di tempat-tempat

percabangan yang penting ini. Oklusi serta perdarahan dari pembuluh

darah ini menyebabkan nekrosis di daerah-daerah ganglia basalis dan

capsula interna, sehingga timbul hemiplegia kontralateral. Bergantung

lokasi kerusakan ganglia basalis, bisa timbul gangguan gerakan hiper-

atau hipokinetik berat (dystonia).

Pada kasus ini, ditemukan kondisi yang sesuai antara gambaran

klinis dengan gambaran radiologi. Infark lakuner multipel (MIL) a/r

ganglia basalis bilateral akan menunjukkan gejala hemiplegia

kontralateral (sinistra) yang ditemukan pada kasus ini. Hal ini terjadi

karena tractus corticospinalis yang berada di cornu posterior capsula

interna akan memodulasi gerakan motorik dan menyilang di decussatio

piramidalis. Adapun gejala lain yang mungkin menyertai, seperti defisit

sensorik, dan kebutaan di lapang pandang visual kontralateral

(hemianopsia) tidak ditemukan pada pasien ini. Sisi kanan menunjukkan

gejala klinis berupa hemiplegia sinistra, sedangkan sisi kiri tidak

37
menunjukkan gejala klinis. Gejala klinis lain yang mungkin timbul pada

lesi ganglia basalis adalah gangguan gerakan hiper- atau hipokinetik berat

(dystonia) yang tidak ditemukan pada kasus ini.

Gambar 4.7. Ganglia basalis dan thalamus; dilihat dari sisi kiri.

Gambar 4.8. Tractus pyramidalis dan nuclei basales; potongan oblik tidak rata
melalui crus posterius capsula interna, pedunculi cerebellares, dan medulla
oblongata; dilihat dari anterior.

38
BAB V

KESIMPULAN

Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan

otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam

atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang

jelas selain vaskuler. Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai

penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan

kematian di negara-negara berkembang.

Penegakan diagnosa dini pada kasus stroke sangat menentukan dalam

melakukan tindakan selanjutnya. Pemeriksaan CT Scan dapat mendeteksi lokasi

lesi yang terjadi, dan dapat menentukan langkah selanjutnya dalam penanganan

pasien.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen F, Waschke J. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 23, Jilid 3.


Jakarta; EGC, 2012.
2. Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 15. Jakarta; Dian
Rakyat, 2012.
3. Baehr, M, Frotscher, M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 4.
Jakarta; EGC, 2012.

40

Anda mungkin juga menyukai