sebagai voltage dip merupakan suatu fenomena penurunan tegangan rms dari nilai nominalnya yang terjadi dalam waktu yang singkat, sekitar 10 ms sampai beberapa detik. IEC 61000-4-30 mendefinisikan voltage sag (dip) sebagai penurunan besar tegangan sementara pada titik di bawah nilai threshold-nya. Sedangkan berdasarkan IEEE Standard 1159-1995, voltage sag merupakan variasi tegangan rms dengan besar antara 10% sampai 90% dari tegangan nominal dan berlangsung selama 0,5 siklus sampai satu menit. Gambar berikut menunjukkan gelombang tegangan saat terjadi voltage sag dengan besar 0,3 pu dan berlangsung selama 0,3 detik. Gambar 4. Contoh Bentuk Gelombang Saat Terjadi Voltage sag
2.3.2 Akibat voltage sag
Secara umum, akibat yang ditimbulkan akibat adanya
voltage sag yaitu:
Motor tiba-tiba berhenti
Peralatan digital ter-reset menyebabkan hilangnya data Kerusakan / kegagalan peralatan Produksi terhenti Produk harus dikerjakan ulang Pengaruh pada kualitas produk Pengaruh pada konsumen seperti keterlambatan pengiriman dan hilangnya penjualan Biaya tambahan untuk investigasi masalah.
2.3.1. Penyebab voltage sag
Sebagian besar penyebab terjadinya voltage sag adalah : Arus hubung singkat yang terjadi baik di dalam fasilitas industri itu sendiri maupun yang terjadi dalam sistem penyaluran tenaga listrik. Short- circuit fault menyebabkan tegangan menurun dan hampir bernilai nol pada titik terjadinya Adanya penyalaan motor besar 2.3.2. Mitigasi Voltage Sag Ada tiga teknik memitigasi voltage sag yaitu
1. Mengurangi jumlah terjadinya gangguan
Membatasi jumlah terjadinya gangguan merupakan cara yang efektif, tidak hanya untuk mengurangi terjadinya voltage sag, tapi juga mengurangi frekuensi terjadinya short and long interruption. 2. Mencegah terjadinya gangguan Langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya fault dapat berupa kebijakan pemangkasan pohon, penambahan arrester petir, maupun penambahan pengaman terhadap binatang. Fault yang terjadi karena petir dapat dikurangi dengan menurunkan resistansi tanah pada kaki tiang transmisi pada saluran transmisi overhead, atau dapat juga dilakukan dengan memasang kawat pelindung tambahan yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga kawat tersebut menjadi lebih mungkin tersambar oleh petir daripada kawat fasanya. 3. Mengurangi terjadinya gangguan Langkah lain yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi jumlah fault tiap tahunnya antara lain dapat dicapai dengan menggantikan saluran transmisi overhead dengan kabel bawah tanah, yang tidak begitu terpengaruh akan adanya kondisi cuaca yang buruk. Fault lebih sering terjadi pada saluran transmisi overhead daripada kabel bawah tanah, akan tetapi dalam hal waktu perbaikan yang dikarenakan oleh fault, kabel bawah tanah membutuhkan waktu perbaikan yang lebih lama. 2.4. Voltage swell 2.4.1 Gambaran umum Voltage swell merupakan suatu fenomena kenaikan tegangan rms dari nilai nominalnya yang terjadi dalam waktu yang singkat, sekitar 10 ms sampai beberapa detik. IEC 61000-4-30 mendefinisikan voltage swell sebagai kenaikan besar tegangan sementara pada titik diatas nilai threshold- nya. Sedangkan berdasarkan IEEE Standard 1159- 1995, voltage swell merupakan variasi tegangan rms dengan besar antara 110% sampai 180% dari tegangan nominal dan berlangsung selama 0,5 siklus sampai satu menit. Gambar berikut menunjukkan gelombang tegangan saat terjadi voltage swell dengan besar 1.2 pu dan berlangsung selama 0,12 detik. Gambar 5. Contoh Bentuk Gelombang Saat Terjadi Voltage swell
2.4.2 Akibat voltage swell
Secara umum, akibat yang ditimbulkan akibat adanya voltage swell yaitu:
Motor tiba-tiba berhenti
Peralatan digital ter-reset menyebabkan hilangnya data Kerusakan / kegagalan peralatan Produksi terhenti Produk harus dikerjakan ulang Pengaruh pada kualitas produk Pengaruh pada konsumen seperti keterlambatan pengiriman dan hilangnya penjualan Biaya tambahan untuk investigasi masalah.
2.4.1. Teknik Mitigas
1. Pengunaan Dynamic Voltage Restorer (DVR)
DVR merupakan alat yang menggunakan teknologi elektronika daya khususnya teknologi inverter dan dikonfigurasikan sebagai pengendali tegangan yang dihubungkan secara seri. DVR dapat dioperasikan dengan sebuah kapasitor yang relatif kecil untuk meng-exchange daya reaktif atau dapat mensuplai daya aktif ke beban dengan menggunakan energy storage. Capacitor bank yang besar, flywheel, dan baterai dapat digunakan sebagai media penyimpanan energi.
DVR, yang diletakkan diantara suplai dan beban
kritis, telah terbukti menunjukkan unjuk kerja yang sangat baik untuk pada mitigasi voltage swell atau swell. Gambar 6. Skematik DVR
2. Penggunaan Distribution Static Synchronous
Compensator (D-STATCOM) Bila metode DVR menginjeksikan tegangan yang hilang, maka D-STATCOM menginjeksikan arus untuk mengkompensasi variasi tegangan beban. D- STATCOM terdiri dari kapasitor DC, modul inverter tiga fasa menggunakan IGBT atau tiristor, filter AC, coupling transformer dan strategi pengendali. D- STATCOM jarang digunakan untuk memitigasi adanya voltage swell, dan lebih sering digunakan sebagai power factor correction, voltage flicker mitigation,dan active filtering Gambar 7. Skema D-STATCOM
3. Penggunaan Unified Power Flow Controller
(UPFC) UPFC merupakan kombinasi kompensator seri dan kompensator paralel dengan adanya DC-link energy storage capacitor. UPFC dapat mengendalikan daya aktif dan daya reaktif. Oleh karena itu, UPFC dapat memaksimalkan kapabilitas saluran dan mengurangi power loss pada sistem.
Gambar 8. Skematik UPFC
4. Penggunaan Solid State Transfer Switch (SSTS) SSTS dapat dengan sangat efektif digunakan untuk melindungi beban dari adanya voltage swell, swell dan gangguan lainnya. SSTS memastikan suplai daya yang kontinu dan berkualitas tinggi pada beban yang sensitif dengan mentransfer beban, dalam skala waktu milidetik, dari bus yang terkena gangguan ke bus lain yang masih sehat. Konfigurasi dasar alat ini terdiri dari dua three phase solid state switch, satu switch terletak pada main feeder dan yang lainnya pada backup feeder. Konfigurasi ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 9. Skematik SSTS sebagai Custom Power Device
2.5. Variasi Frekuensi Tenaga (Power Frekuency Variations) 2.5.1. Gambaran Umum Frekuensi merupakan salah satu parameter yang menentukan keandalan dan kualitas listrik. Frekuensi adalah jumlah siklus arus bolak balik (AC) per detik. Beberapa negara, termasuk Indonesia menggunakan frekuensi listrik standar sebesar 50 Hz. Frekuensi listrik ditentukan oleh kecepatan perputaran dari turbin sebagai penggerak mula. Sebagaimana kita tahu, frekuensi nominal yang keluar dari pembangkit hanya ada dua, yaitu frekuensi 50 Hz atau frekuensi 60 Hz.
Variasi frekuensi merupakan kejadian ketidakstabilan
frekuensi, dimana frekuensi berubah ubah alias tidak stabil. Di Indonesia, aturan mengenai batasan fluktuasi frekuensi diatur dalam regulasi SNI 04-1922-2002 yang menyatakan bahwa frekuensi standard dari sumber listrik adalah 50 + 1% Hz. Perusahaan listrik harus mengusahakan agar frekuensi sekonstan mungkin, pada umumnya perusahaan listrik dapat mengusahakan agar variasi frekuensi hanya plus 1% dan minus 1% atau plus 0.5 Hz dan minus 0.5 Hz pada frekuensi 50 Hz. Batas yang ketat ini dipersyaratkan karena adanya peralatan pengguna yang sangat peka perubahan frekuensi
Gambar 10. Ilustrasi Variasi Frekuensi
2.5.2. Pengaruh Variasi Frekuensi
Berikut ini pengaruh variasi frekuensi antara lain : 1. Dapat menyebabkan hilangnya data pada suatu PC, sistem menjadi crash dan rusaknya peralatan. Peralatan peralatan seperti PC sangat rentan terhadap gangguan ini. Akibat yang paling fatal adalah peralatan tibatiba shut down, akibatnya banyak data yang hilang, sistem menjadicrash dan akhirnya peralatan rusak. 2. Bertambahnya atau berkurangnya kecepatan putar suatu motor. Jika tiba tiba kita menemukan motor berputar lebih cepat atau lebih lambat dari seharusnya, maka ini adalah indikasi terjadinya frequency variation. 3. Berubahnya putaran motor induksi. Misalkan motor induksi tersebut digunakan untuk mengoperasikan mesin tenun, maka mesin tenun akan beroperasi dengan kecepatan yang berubah pula. Perubahan kecepatan ini akan merubah pula kualitas tenunannya. 4. Banyak peralatan listrik lainnya yang akan berubah unjuk kerjanya bila frekuensi berubah, antara lain: meja putar (turn table), pabrik kertas, dll. 2.5.1. Mitigasi Variasi Frekuensi Penggunaan LFC (Load Frekuensi Control) LFC adalah sebuah sistem yang digunakan untuk menjaga fluktuasi frekuensi yang ditimbulkan oleh perubahan beban. Penerapan LFC bertujuan untuk menjaga Pemodelan pengendalian. Variasi frekuensi sistem dalam pembagian beban yang harus dipikul oleh sebuah generator. Untuk mengetahui performansi LFC perlu diketahui terlebih dahulu berbagai komponen dalam sistem tenaga yang berhubungan dengan pengendalian frekuensi yaitu, governor, turbin, generator, dan sistem beban, dan pengendali PID (Proposional Integral Differential) yang berfungsi sebagai komponen pengatur proporsional untuk mengurangi kesalahan frekuensi yang terjadi selama kondisi operasi.
LFC memiliki objektifitas yang harus dicapai
dalam pengoperasian sistem tenaga, terutama untuk menjaga frekuensi sistem dalam pembagian beban yang telah dijadwalkan. Salah satu tujuan dasar dari pengaturan frekuensi dalam operasi sistem tenaga listrik yaitu memperkecil penyimpangan frekuensi akibat perubahan beban secara tiba-tiba agar tetap menuju nilai yang dikehendaki setiap saat.
STUDI PERANCANGAN SKEMA PERTAHANAN UNTUK SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN TIMUR BERBASIS UNDER FREQUENCY RELAY DENGAN SETTING FREKUENSI ATAU LAJU PENURUNAN FREKUENSI
Perhitungan CCT (Critical Clearing Time) Berdasarkan Trajectory Kritis Menggunakan Hilangnya Sinkronisasi Pada Sistem 3 Generator 9 Bus Yang Terhubung Pada Infinite Bus