Jtptiain GDL Jou 2005 Zuhad 1050 7 - Asbabu D PDF
Jtptiain GDL Jou 2005 Zuhad 1050 7 - Asbabu D PDF
Asbab al-Wurud:
Media Pengembangan Pemahaman Hadis
Oleh Zuhad*
Pendahuluan
Secara garis besar, tipologi pemahaman ulama dan umat Islam
terhadap hadis diklasifikasikan menjadi dua bagian. Pertama, adalah
tipologi pemahaman yang mempercayai hadis sebagai sumber dari pada
ajaran Islam tanpa memperdulikan proses sejarah pengumpulan hadis
dan proses pembentukan ajaran ortodokst. Barangkali tipe
pemikirannya yang oleh ilmuwan sosial dikategorikan sebagai tipe
pemikiran yang ahistoris (tidak mengenal sejarah timbulnva hadis dari
sunnah yang hidup pada saat itu). Tipe ini bisa juga disebut tekstualis.
Kedua, adalah golongan yang mempercayai hadis sebagai sumber ajaran
kedua dari pada ajaran agama Islam, tetapi dengan kritis historis
melihat dan mempertimbangkan asal-usul (asbab al-wurud) hadis tersebut.
Mereka memahami hadis secara kontekstual.1 Tipe pemahaman yang
kedua ini tidak begitu populer karena pemahaman ini tenggelam
dalam pelukan kekuatan Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah yang lebih suka
memahami hadis secara tekstual. Pemahaman secara tekstual ini
Asbab al-Wurud... Zuhad
MaknaAsbabal-Wurud
Asbab al-wurud al-hadis didefinisikan sebagai keadaan-keadaan dan
hal ihwal yang menjadi sebab datangnya hadis Nabi Saw.5 Dengan
membandingkan pada pembahasan ulama tafsir, mereka memperkenalkan
dua macam asbab al-nuzul, yaitu:
a. Asbab al-nuzul al-khas, yaitu peristiwa yang terjadi menjelang turunnya
suatu ayat.6
b. Asbab al-Nuzul al-Am, yaitu semua peristiwa yang dapat dicakup hukum
atau kandungannya oleh ayat al-Quran, baik peristiwa tersebut
terjadi sebelum maupun sesudah turunnya ayat itu.7 Pengertian yang
kedua ini dapat diperluas sehingga mencakup kondisi sosial pada
masa turunnya al-Quran (setting sosial).8
Dengan analogi pada Asbab al-Nuzul, maka Asbab al-Wurud juga bisa
dibagi menjadi dua macam, yaitu Asbab al-Wurud al-Khash dan Asbab
al-Wurud al-Am dengan pengertian sebagaimana dinyatakan diatas.
Dalam Asbab al-Wurud tercakup tiga hal pokok yang tidak dapat
diabaikan, yaitu : (1) peristiwa, (2) pelaku dan (3) waktu, yang masing-
masing mempunyai kontribusi untuk memberi makna sebuah teks hadis.
2.HadistantangMandiJumat
Imam Bukhari dan Muslim meriwayat -an hadis dari A dullah Ibn
Umar sebagai berikut : Apabila salah seorang di antara kamu sekalian
mendatangi shalat jumat, maka hendaklah mandi (terlebih dahulu).15 Hadis
ini dinyatakan oleh Rasulullah karena ada sebab khusus. Pada zaman
Nabi saw. ekonomi para Sahabat pada umumnya masih dalam keadaan
sulit. Mereka memakai baju wol dan bekerja di perkebunan kurma,
memikul air di atas punggung mereka untuk melakukan penyiraman.
Setelah bekerja diperkebunan, banyak diantara mereka yang langsung
pergi ke masjid untuk shalat Jumat. Pada suatu hari Jumat Nabi saw.
pergi ke masjid dalam udara yang panas. Nabi menyampatkan khutbah
Jumat di atas mimbar yang pendek, kemudian mereka berkeringat
dalam keadaan pakai pakaian wol. Bau keringat dan baju wol mereka
menyebar diruangan masjid dan jamaah merasa terganggu. Bahkan
bau mereka juga sampai ke mimbar Rasulullah saw. dan kemudian
PengembanganPemahamanHadis
Dalam kaitannya dengan Asbab al-Nuzul/Asbab al-Wurud sebagian
kecil ulama mengemukakan kaidah: al-ibrah bi khusus al-sabab la bi
umum al-lafz (yang menjadi patokan dalam memahami teks adalah sebab
khusus, bukan keumuman teksnya). Setiap Asbab al-Nuzul / Asbab al-
Wurud mencakup tiga hal pokok, yaitu: (a) peristiwa, (b) pelaku dan (c)
waktu. Tidak mungkin benak akan mampu menggambarkan adanya
sesuatu peristiwa yang tidak terjadi dalam kurun waktu tertentu dan
tanpa pelaku.18
PenerapanKaidahKhushushal-SababDalamHadis
1. Hadis tentang Ghanimah
Abdullah Ibn Umar meriwayatkan dari Rasulullah sbb: Bahwasanya
Rasulullah membagi ghanimah untuk penunggang kuda dua bagian, dan
untuk pejalan kaki satu bagian.27
Abu Huairah meriwayatkan dari Rasuluilah sbb: Desa/kota mana
sajayangkamu sekalian datangi dan kamu bertempat tinggal di sana, maka
saham (bagian) kamu ada disana, dan desa/kota mana saja yangmelakukan
perbuatan maksiyat (melawan) Allah dan Rasul-Nya (kemudian kamu
kalahkan), maka seperlima bagian untuk Allah dan Rasul-Nya, dan sisanya
menjadi bagian kamu sekalian.28
Kedua riwayat hadis di atas menegaskan bahwa ghanimah (rampasan
perang yang didapat kaum muslimin baik harta bergerak maupun tetap
menjadi hak Allah, Rasul--Nya dan kaum muslimin yang ikut serta
dalam peperangan. Dalam praktek yang dilakukan oleh Rasulullah,
sejarah antara lain mencatat sebagai berikut:
a. Pada tahun ke-4 Hijriyah Rasulullah mengalahkan Yahudi Bani al-
Nadzir dan mengusir mereka dari sekeliling Madinah. Mereka
meninggalkan banyak harta kekayaan, baik barupa harta tak
Janganlah kamu sekalian memulai ucapan salam kepada orang Yahudi dan
Nasrani, dan jika kamu sekalian bertemu mereka di jalan, hendaklah kamu
desak kepinggir.36
Ketika Rasulullah saw hijrah ke Madinah, kota itu didiami oleh banyak
komponen masyarakat, antara lain suku-suku Arab (yang terdiri dari
suku Aus dan Khazraj), dan beberapa koloni Yahudi, seperti bani
Qainuqa, bani Nadzir, bani Quraidzah dan Yahudi Khaibar.41 Diantara
mereka terjadi persaingan, konflik dan pertempuran dalam
memperebutkan berbagai kepentingan. Keadaan seperti itu yang justru
memungkinkan penerimaan mereka terhadap kehadiran Nabi dan
kesediaan menerima Islam.
Golongan musyrik dari sisa-sisa Aus dan Khazraj akibat peperangan
di antara mereka di masa lampau merasa lemah sekali di tengah-
tengah kaum muslimin dan Yahudi. Mereka mencari jalan supaya
antara keduanya itu timbul insiden. Golongan Yahudi dengan tiada
ragu-ragu menyambut baik kedatangan Nabi dengan dugaan bahwa
mereka akan dapat membujuknya dan sekaligus merangkulnya ke
pihak mereka, serta dapat pula diminta bantuannya membentuk sebuah
jazirah Arab.42
Tidak lama setelah menetap di Madinah, Nabi secara kongkrit
meletakkan dasar-dasar masyarakat yang kuat, dengan bersama-sama
semua unsur penduduk Madinah menggariskan ketentuan hidup
bersama dalam surat dokumen yang dikenal dengan Piagam Madinah,
atas dasar (landasan) kebebasan, terutama bidang agama dan ekonomi
serta tanggungjawab sosial politik, khususnya pertahanan.43
Dalam perjalanan sejarah, orang-orang Yahudi tidak mentaati
perjanjian yang disepakati bersama Nabi, sebaliknya mereka
melanggarnya. Mereka tidak saja mengabaikan tugas-tugas yang
ditetapkan dalam dokumen, tetapi juga menjadi agresif. Itulah
sebabnya mengapa kemudian mereka diusir dari Madinah, berturut-turut
mulai dari bani Qainuqa, lalu bani Nadzir, kemudian bani Quraidzah,
dan terakhir Yahudi Khaibar.
Yahudi bani Qainuqa memperlihatkan kemarahan dan kedengkian
ketika kaum muslimin memperoleh kemenangan gemilang pada perang
Badar. Bahkan kemarahan itu sampai kepada permusuhan terbuka.
Pada waktu Nabi mengumpulkan dan menasehati mereka di sebuah
pasar bani Qainu1a, mereka justru menentang secara terbuka dengan
menyombongkan diri. Dalam kasus lain, ada kelompok orang-orang
Yahudi bani Qainuqa yang melakukan pelecehan dan penghinaan
kepada seorang wanita Arab. Hal ini menimbulkan terjadinya
pembunuhan di antara kedua belah pihak.
Setelah Yahudi bani Qainuqa membatalkan perjanjiannya dengan
Nabi, mereka lalu dikepung selama 15 hari. Nabi kemudian
memerintahkan supaya mereka diusir dari Madinah.44
Penutup
Pemahaman terhadap hadis secara umum terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu pemahaman secara tekstual dan pemahaman secara
kontekstual. Hal ini sudah terjadi sejak zaman Rasulullah sendiri.
Kasus larangan Nabi shalat Ashar kecuali di perkampungan Bani
Quraidlah dipahami oleh para Sahabat secara beragam. Sebagian
sehabat memahami secara tekstual sehingga mereka tidak
melaksanakan shalat Ashar kecuali diperkampungan Bani Quraidlah,
walaupun waktu telah lewat. Sementara sebagian yang lain memahami
secara kontekstual dalam pengertian perintah untuk bergerak secara
cepat menu keperkampungan mereka, sehingga. tidaklah salah jika
dalam perjalanan itu diselin shalat Ashar, kemudian melanjutkan
gerak cepat tersebut.
Salah satu media yang dapat dipakai untuk pengembangan
pemahaman hadis adaiah pengetahuan tentang ilmu Asbab al-Wurud.
Dani sini lahir dua macam kaidah yang dipakai sebagai pedoman
memahami makna sebuah teks. Kaidah pertama Umum al--Lafdl
lebih menekankan kepada keumuman lafal dalam memahami teks;
dan kaidah kedua Khushush al-Sabab lebih memfokuskan kepada
kekhususan sabab, yang penerapannya dilakukan dengan cara analogi
(qiyas). Penerapan kaidah khushush al-sabab melibatkan kajian pada
bidang-bidang lain yang terkait, seperti bahasa, sejarah sosial dan
budaya pada masa kehidupan Rasul dan masa kini.
Catatan Akhir:
*Penulis adalah dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang
1
M. Quraish Shihab, Kata Pengantar dalam Muhammad al-
Ghazali, Studi Kritis Atas Hadis Antara Pemahaman Tekstual dan
Kontekstual (Bandung: Mizan, t.th.), h. 8-9.
2
Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas
(Yogyakarta: Pustaka Pelaiar, 1996), h. 315
3
M. Arkoun, Al-Fikr al-Islami Qiraatun ;ilmiyyatun, dikutip dalam Amin
Abdullah, ibid., h. 64
4
Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam, dalam Nurcholish
Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina,
1994), h. 35-36
5
Muhammad Usman al-Khusyat, Mafatih ulum al-hadis (Kairo:
Maktabah al-Quran, t.th.), h. 126
6
Manna al-Qaththan, Mabahis fi Ulu al-Quran (Al-Riyat: Mansyurat
al-Ashr al-Hadis, t.th.), 78
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Surat-surat Pendek (Jakarta: Pustaka
Hidayah, 1997), h. 694
8
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1992),
h. 90
9
A1-Zaraani, Manahil al-Irfan Fi Ulum AI-Ouran (Dar Ihya al-Kutub
al .Arabiyyah, tt.), h. 19.
10
Ahmad Ibn Hambal, Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal, jus III,
(Beirut: Dar al-Fikr, tt.), h. 152.
11
Lihat Imam Muslim, Shahih Muslim, Jus IV (Mesir: Isa al-Babi al-
Malabi, tt.), h. 1836.
12
Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang tekstual dan Kontekstual (Jakarta,
Bulan Bintang, 1994), h. 57
13
Ibid.
14
Muhammad Rasyid Ridla, Tafsir at Manar, Jus VI (Mesir: Muhammad
Ali shabih, 1953), h. 123
15
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Ju. I (Jakarta: Wijaya, 1992), h. 260.;
Muslim, Shahih Muslim, Juz. 3 (Kairo: Mushthafa al-Babi al-Hlalabi, t.t),
h. 2.
16
Ibn Hamzah al-Husaini, al-Bayan wa al-Tarif fi Asbab Wurud al-
Hadis al-Syarif (Bairut: Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, juz I, tt.) h. 145-6.
17
Al-Shanani, Subul al-Salam, juz I, (Kairo: Dar al-Ulum, 1960), h.
87.
18
M. Quraish Shihab, Membumikan, op. cit., h. 89
19
Al-Zarqani, op. cit., h. 120
20
M. Quraish Shihab, Membumikan, op. cit., h. 89
21
Yusuf Kamil, al-Ashriyun Mutazila al-Yaum, dikutip oleh M. Quraish
Shihab dalam, op. cit., h. 89.
22
Ridlwan al-Savvid, al-Islam al- Muashir Nazat fi al-Hadlir wa al-
Mustagbal, diikuti dalam ibid., h. 90.
23
FaziurRahman,Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual
(Bandung: Pustaka, 1985), h. 7-8.
24
Nurcholish Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
(Jakarta: Paramadina, 1994), h. 37
25
M. Amin Abdullah, Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran
Keislaman dalam Hamim Ilyas dan M. Azhari (ed), Pengembangan
Pemikiran Keislaman Muhammadiyah Purifikasi dan Dinamisasi(Yogyakarta:
LPPI, 2000), h. 4-5
26
Ibid., h. 5
27
Imam Muslim, Shahih Muslim, al-Thiba al-Amirah, 1331, bab Hukum
al-Fai, h. 150
28
Muslim, ibid., h. 151
29
Muhammad Husain Haekal, SeiarahHidupMuhammad,Jilid 2(Jakarta:
Tintamas, 1973), h. 12
30
Ibid., h. 56
31
Ibid., h. 126. Lihat, Zainal Abidin, Problematika Ijtihad, dalam
Jalaluddin Rahmad, (editor), Ijtihad Dalam Sorotan (Bandung: Mizan,
1988), h. 87.
32
I. Zainal Abidin, ibid., h. 88
33
Nurcholis Madjid, Khazanah IntelektualIslam (Jakarta: Bulan Bintang,
1984), h. 5.
34
I. Zainal Abidin, op. cit., h. 88
35
Ibid., h. 88
36
Al-Shanani, Subul al-Salam: Syarh Bulugh al-Maram, juz. IV
(Singapura-Jeddah:, al-Maramain, 1960), h. 155.
37
Ibn Hajar, al Asgalani, Fath al-Bar: Syarh Shahih alBukhuri, juz Xl
(Bairut: Dar al-Kutub al-Illmiyyah, 2000), h. 50.
38
Ibid., h. 50
39
Al-Shanani, op. cit., h. 156
40
Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: Rute
Mas, 1973), h. 161
41
Akram Dhiyauddin Umari, Mawarakat Madani (Jakarta: Gema
Insani, 1999), h. 63-67.
42
Muhammad Husain Haikal, op.cit., vol. 1, h. 211.
43
Ibid, Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi
(Jakarta: Paramadma, 1999), h. 64-65
44
Ibn al-Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1418),
vol. II, h. 33-34.
45
Ibid., h. 64-65
46
Ibid., h. 75-77
47
Akram Dhiyauddin Umari, op. cit., h. 155
48
Ibid., h. 155
49
Ibn al-Atsir, op.cit., h. 99-104; Haikal, op.cit., vol. II, h. 120-126.
DAFTAR PUSTAKA