Vesikolitiasis
Vesikolitiasis
ISI
Pada permukaan dalam vesika urinaria terdapat dua osteum uoeteris dan
satu ostium urethrae. di dasar trigonum visicae terdapat musculus trigonalis,
musculus ini merupakan lanjutan tunika muscularis ureter. Musculus trigo nalis ke
anterior, mengadakan kondensasi membentuk uvula visicae pada tepi otium
medius prostat, atau oleh kedua bangunan tersebut bersamaan. Di antara kedua
ostium ureteris terdapat plica interuretica yang ditimbulkan oleh lanjutan stratum
longitudinale tunika muscularis ureter.
Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot yang
kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius :
a. Fundus yaitu bagian yang menghadap ke belakang dan bawah. Bagian ini
terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh jaringan
ikat duktus deferens, vesika seminalis dan prostat.
b. Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang ke arah muka dan berhubungan dengan ligamentum
vesika umbilikalis.
Mukosa kandung kemih terdiri atas lapisan epitel transisional yang tebal
(5-8 lapis sel) dengan sel-sel basal yang berbentuk torak. Permukaan mukoasa
lumen kandung kemih ini mensekresi suatu lapisan clicosaminoglycans, yang
merupakan suatu protein yang melindungi kandung kemih dari infiltrasi bakteri
atau zat-zat yang bersifat karsinogenik.
Di bawah lapisan mukosa terdapat lapisan tunika propia yang longgar, di
sini sering dijumpai serbukan tunika muskularis yang terdiri atas otot-otot polos
yang tersebar merata dimana pada muara ureter dan uretra otot ini lebih padat dan
membentuk spingter. Lapisan paling luar adalah lapisan serosa, yang berupa
selaput tipis dan hanya terdapat pada bagian kandung kemih yang berhubungan
dengan peritoneum. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan
menjadi lurus apabila kandung kemih berisi penuh.
2.2. Fisiologi Vesika Urinaria
2.3.2. ETIOLOGI
Obstruksi kelenjar prostat yang membesar
Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)
Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada neuron yang
menginervasi bladder)
Benda asing , misalnya kateter
Divertikula,urin dapat tertampung pada suatu kantung didinding vesika
urinaria
Shistomiasis, terutama oleh Shistoma haemotobium, lesi mengarah keganasan
Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi, maupun
radang. Statis, lithiasis, dan sistitis adalah peristiwa yang saling mempengaruhi.
Statis menyebabkan bakteri berkembang sistitis; urin semakin basa memberi
suasana yang tepat untuk terbentuknya batu MgNH4PO4 (batu infeksi/struvit).
Batu yang terbentuk bisa tunggal ataupun banyak.
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi,
statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan
metabolisme kalsium).
Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung
kemih (Vesikolitiasis) adalah
1. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria
idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium
dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D
atau kelebihan kalsium.
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau
tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan
batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus
anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan
oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit
usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam
empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asan Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme
yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).
2.3.3. PATOFISIOLOGI
PROSES PEMBENTUKAN BATU SALURAN KEMIH
M. 45;1257
Teori nukleasi menegaskan bahwa batu saluran kemih terbentuk dari kristal-kristal
atau benda asing dari urin yang kadarnya jenuh. Akan tetapi, batu tidak selalu
terbentuk dari pasien yang tinggi tingkat eksresinya atau beresiko dehidrasi. Teori
inhibitor kristal merupakan teori lain pada pembentukan batu. Menurut teori ini,
batu terbentuk karena rendahnya konsentrasi ion-ion yang menjadi inhibitor alami
dari batu tersebut seperti magnesium, sitrat dan pirofosfat. Akan tetapi, validitas
teori ini masih dipertanyakan, akibat banyak orang yang mengalami defisiensi
ion-ion tersebut tidak mengalami gangguan batu saluran kemih (Stoller, 2008)
Komponen matriks pada batu bervariasi tergantung jenis batu. Komponen matriks
biasanya hanya 2-10% dari berat batu tersebut. Komposisi matriks yang dominan
adalah protein dengan sedikit hexose atau hexosamine. Peran matriks pada inisiasi
pembentukan batu masih belum diketahui secara sempurna. Matriks dapat
berperan sebagai nidus untuk agregasi kristal atau sebagai perekat komponen-
komponen kristal kecil (Stoller, 2008).
Urin normal mengandung chelating agent seperti sitrat, yang menghambat proses
nukleasi, pertumbuhan dan agrefasi kristal-kristal yang mengandung ion kalsium.
Inhibitor lainnya adalah calgranulin, Tamm- Horsfall protein,
glycosaminoglycans, uropontin, nephrocalcin, dan lain lain. Mekanisme biokimia
mengenai hubungan antara substansi tersebut dengan pembentukan batu masih
belum dipahami seluruhnya, akan tetapi bila pada pemeriksaan substansi tersebut
kadarnya dibawah normal, maka akan terjadi agregasi kristal yang akan
membentuk batu (Coe et al, 2005).
Nephrocalcin ,glikoprotein yang bersifat asam dan disekresikan oleh ginjal, dapat
menghambat nukleasi, pertumbuhan dan agregasi dari kalsium oksalat (Pearle et
al, 2012) Batu saluran kemih biasanya terbentuk dari kombinasi berbagai faktor,
dan jarang terbentuk dari kristal yang tunggal. Batu lebih sering terbentuk pada
pasien dengan konsumsi protein hewani yang tinggi atau konsumsi cairan yang
kurang. Batu juga dapat terbentuk dari kondisi-kondisi metabolic seperti distal
renal tubular acidosis, Dents disease, hyperparathyroidism, dan hyperoxalouria
(Coe et al, 2005)
Jenis Batu
a. Batu Kalsium
Kalsium yang didapat dari makanan diserap sebanyak 30-40% di usus halus dan
10% diserap di usus besar. Absorpsi kalsium bervariasi bergantung pada
konsumsi kalsium tersebut. Kalsium diserap pada fase ionik, dan penyerapan
kalsium tidak sempurna karena pembentukan kompleks kalsium pada lumen usus.
Substansi yang dapat menghasilkan kompleks kalsium adalah fosfat, sitrat,
oksalat, sulfat dan asam lemak (Pearle et al, 2012).
Kalsifikasi dapat berlangsung dan berakumulasi pada duktus pengumpul,
menghasilkan batu saluran kemih. Kira-kira 80-85% dari seluruh kejadian batu
adalah batu kalsium. Batu kalsium sangat sering terjadi akibat kenaikan kadar
kalsium dalam urin, kenaikan kadar asam urat dalam urin, naiknya kadar oksalat
dan menurunnya sitrat dalam urin (Stoller, 2008)
Hiperkalsiuria merupakan kelainan yang paling sering ditemukan pada
pasien dengan batu kalsium. Akan tetapi, peran hiperkalsiuria pada pembentukan
batu masih kontroversial. Investigasi terakhir menyatakan bahwa plak adalah
perkursor yang potensial pada pembentukan batu kalsium dan angkanya
berhubungan langsung dengan kadar kalsium dalam urin dan angka kejadian batu.
(Pearle et al, 2012). Konsentrasi kalsium dalam urin yang tinggi menyebabkan
meningkatnya saturasi garam kalsium pada urin dan menurunnya aktivitas
inhibitor seperti sitrat dan kondroitin sulfat (Stoller, 2008).
b. Batu Struvite
Menurut Griffith (1978) dalam Sellaturay (2011), batu struvite dibentuk dari
magnesium, ammonium dan fosfat. Pertama kali ditemukan oleh Ulex, seorang
geologis asal Swedia pada abad ke-18. Nama struvite berasal dari diplomat dan
ilmuwan Rusia H.C.G von Struve. Brown
menemukan bahwa bakteri akan memecah urin dan memfasilitasi pembentukan
batu. Ia mengisolasi Proteus vulgaris dari inti batu yang sekarang diketahu
mensekresikan urease.
Batu struvite umumnya ditemukan pada wanita dan sering berulang dalam
waktu singkat. Mikroorganisme lain yang memecah urea dan dapat menyebabkan
batu struvite adalah Proteus, Pseudomonas, Providencia, Klebsiella,
Staphylococci, dan Mycoplasma. Kadar amonia yang tinggi dari organisme-
organisme tersebut mengakibatkan alkalinisasi pH urin sampai 7,2 sehingga
kristal MAP akan mengendap (Stoller, 2008).
Untuk membentuk batu struvite, urin harus mengandung amonia dan ion trivalent
fosfat pada saat yang sama. Tubulus ginjal hanya menghasilkan amonia apabila
organisme mengeksresikan asam, akan tetapi ion trivalent fosfat tidak tersedia
pada saat urin bersifat asam, oleh karena itu batu struvite tidak terbentuk saat
kondisi fisiologis. Pada kondisi patologis, dimana terdapat bakteri yang
menghasilkan urease, urea akan dipecah menjadi amonia dan asam karbonat.
Selanjutnya, amonia akan bercampur dengan air untuk menghasilkan ammonium
hidroksida pada kondisi basa, dan akan menghasilkan bikarbonat dan ion
karbonat. Alkalinisasi urin oleh
reaksi urease tadi menghasilkan NH4, yang akan membentuk ion karbonat dan ion
trivalent fosfat. Inilah yang akan membentuk batu struvite (Sellaturay, 2011)
Pada Negara berkembang, batu buli lebih sering pada anak-anak, sering karena
disebabkan dehidrasi, infeksi dan diet rendah protein. Batu buli lebih sering pada
orang dewasa.
Kondisi yang dapat menyebabkan resiko batu buli, antara lain adalah obstruksi
buli dan neurogenik bladder. Ada obstruksi buli dapat menyebabakan kondisi
yang menghalangi urin dari buli ke uretra. Obstruksi saluran kleuar buli dapat
disebabkan banyak hal, tetapi yang paling sering disebabkan oleh permbesaran
prostat.
2.3.6.DIAGNOSA
a.Anamnesa
1).IdentitasKlien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga
negara, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
2).DataMedik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3).KeluhanUtama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih,
merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan
kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat
berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang,
peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan
gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.
b.PemeriksaanFisik
1).StatusKesehatanUmum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.
2).Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa
bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
3).Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot
muka dan otot rahang..
4).Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak
mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya
penglihatan klien masih baik.
5).Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan
benda asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat
mendengar dengan baik.
6).Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi,
apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih
baik.
7).Mulut,Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa
mulut apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik,
pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak.
8).Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi
pembesaran atau tidak.
9).Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
10).Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic
usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat
nyeri pada abdomen.
11). Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan
scrotum, apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat
hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya
dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan
konsistensinya.
12).Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi
atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik
sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus urologi
Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
2.3.8. TERAPI
1. Mengatasi Simtom
Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan
spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal
dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter.
2. Pengambilan Batu
a Batu dapat keluar sendiri
Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm.
b Vesikolithotomi.
c Pengangkatan Batu
1. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal (ESWL)
Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor
adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya
dapat memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas
ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui
sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti
pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
2. Metode endourologi pengangkatan batu
Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu
renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring,
tergantung dari ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang
nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu.
3. Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan
laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
d Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat)
1. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat)
2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat
20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu
tunggal dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala
pembentukan batu baru.
3. Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft
drinks, kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan
natrium, diet rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium.
4. Pemberian obat
Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan
metabolik yang ada.
Manajemennonoperative
Pelarutan batu secarakimiawi jarangdianggap sebagai pilihan utama pengelolaan
batu buli, karena perawatanyangberlarut-larutdan seringtidak
mengatasimendasaripatologifungsi atau anatomi. Renacidinditoleransi dengan
baikdandapat digunakanuntuk melarutkanbatustruvitedan kalsium fosfat.
Batuasam uratdapat dilarutkandengan oralkalium sitratatauadministrasi larutan
alkali secara intravesical.Irigasidengan asamacetohydroxamictelah terbukti efektif
dalammengurangi kejadiankateterkerakpada pasien yang membutuhkankateter
terpasangkronis.
Teknik perkutaneous dalam era ini telah menjadi pilihan unggulan , khususnya
pada pasien tanpa akses uretra yang baik , seperti pasien yang telah menjalani
rekonstruksi leher kandung kemih atau penutupan . Metode ini umumnya
melibatkan penciptaan dan dilatasi dari saluran suprapubik setelah kandung kemih
didistensikan . Selubung Amplatz digunakan dalam sebagian besar teknik yang
dilaporkan , meskipun keprihatinan atas hilangnya akses telah memaksa beberapa
orang untuk menggunakan trocar Hasson. Kombinasi energi ultrasonik dan
pneumatik digunakan untuk memecah batu ; fragmen kecil dapat disedot
sementara fragmen yang lebih besar dikeluarkan menggunakan forsep batu .
Suprapubik atau kateter transurethral drainase diperlukan untuk 1 sampai 5 hari.
Pendukungpendekatanperkutanuntukcystolitholapaxymengutipkeamanan
dankemanfaatannya, sertapenghapusanrisikotraumatispotensi terjadinyake
uretraakibat pasase instrument yang berulang. Untukpasien yang
membutuhkanmanajemenbedahuntuk benign prostatic,
transurethralreseksiprostatdapat dengan amandilakukan setelahpercutaneous
cystolitotomi.
Transurethral Cystolitholapaxy dan Lithotripsy
Pendekatan transurethral untuk pengobatan batu kandung kemih adalah atraktif
karena memungkinkan untuk penggunaan lubang alami sebagai akses . Sebuah
lithotrite dapat digunakan tapi tidak disukai karena tingginya insiden cedera
mukosa kandung kemih dan perforasi serta ketidakmampuan untuk mengatasi
batu besar dan tingkat tinggi kekambuhan batu. Laporan seri modern penggunaan
laser holmium , lithotripter electrohydraulic , dan teknologi lithoclast , semua
dengan keberhasilan pada orang dewasa dan anak-anak. Namun, di samping
kebutuhan untuk beberapa probe , energi electrohy - draulic dikaitkan dengan
insiden komplikasi yang lebih tinggi, termasuk cedera mukosa dan hematuria.
Satu laporan sebelumnya melaporkan kejadian 1,6 % dari kandung kemih
perforasi dengan lithotripsy elektrohidrolik , meskipun hal ini belum dilaporkan
dalam seri modern.
2.3.9. Komplikasi
Batu buli yang tidak disingkirkan, walaupun yang tidak mempunyai gejala bisa
menyebabkan komplikasi seperti:
Disfungsi Buli kronis jika dibiarkan, batu buli dapat menyebabkan masalah
jangka panjang, seperti nyeri dan berkemih yang sering.
Infeksi traktus urinarius infeksi yang terjadi pada traktus urinarius dapat
menyebabkan batu buli
BAB 3
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Keluhan utama : Tidak bisa buang air kecil
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 2 hari sebelum masuk
RSUP Haji Adam Malik Medan. Riwayat buang air kecil
berdarah (+) hilang timbul disertai nyeri sejak 1 tahun
yang lalu. Nyeri dirasakan pada akhir buang air kecil.
Riwayat sulit buang air kecil dab menjadi lancar bila
berubah posisi (+). Riwayat sering BAK (+). Riwayat tidak
dapat menunda BAK (+). Riwayat BAK tidak lampias (-).
Riwayat mengedan saat BAK (-). Riwayat nyeri pinggang (-
). Riwayat kencing berpasir (-). Riwayat mual muntah (-).
Riwayat demam (-). Riwayat nafsu makan berkurang (-),
berat badan berkurang (-). Riwayat menderita penyakit
asam urat (-). Sebelumnya pasien sudah dirawat di RS luar
dan telah dipasang kateter 18F kemudian dirujuk ke RSUP
Haji Adam malik Medan.
RPT : -
RPO : -
Status presens
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 78 x/i
Pernafasan : 20x/i
Suhu : 37.3 C
Anemis : -/-
Sianosis :-
Dyspnoe :-
Ikterik : -/-
Oedem :-
Elektrolit
Na Mg/dl 130 135-155
K Meq/dl 3,3 3,6-5,5
Cl Meq/dl 103 96-106
Ureum Mg/dl 41,1 <50
Kreatinin Mg/dl 2,06 0,7 1,20
Pemeriksaan Radiologis
USG : Ginjal kiri accoustic shadow (-), hidronefrosis (-), parenkim baik
Ginjal kanan accoustic shadow (-), hidronefrosis (-), parenkim baik
Vesikaurinaria accoustic shadow (+), clot (+)
Prostat protrusi (-), volume 31,9 x 40,2 x 28,2 mm, TBP 18 gram
Kesan : Batu buli + retensi clot
Foto Polos Abdomen : Tampak bayangan radiopak pada pelvic minor ukuran 24 x
18 mm
A : Hematuri + Batu buli
P : IVFD NaCL 20gtt/i
Folley Cath 3 way, irigasi NaCL 0,9 % 60 gtt/i
Sistoskopi + Lithotripsi
Follow Up
Tanggal 18 Mei 2014
S : kencing berdarah, demam (-)
O : hemodinamik stabil
Kepala : - Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Pupil : Isokor, diameter 3 mm, RC (+/+)
- T/H/M : Tidak dijumpai kelainan.
Leher : - Pembesaran KGB (-)
- Trakea Medial
Toraks : - Inspeksi : Simetris fusiformis
- Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri, kesan : normal
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi: : SP vesikuler, ST tidak dijumpai
Pearle, M.S., Lotan, Y. 2012. Campbell Walsh Urology 10th Edition: Urinary
Lithiasis. Amerika Serikat: Saunders Elsevier
Stoller, M.L., 2008. Smiths General Urology 18th Edition: Urinary Stone
Disease. Amerika Serikat: McGraw Hill
Coe, F.L., Evan, A., Worcester, E., 2005. Kidney Stone Disease. Journal of
Clinical Investigation.