Anda di halaman 1dari 58

Makassar, 26 November 2015

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN 2


PUSKESMAS TAMANGAPA
BLOK SISTEM KEDOKTERAN KOMUNITAS

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 2

Nur Asyifa Kurnia Sari 1102110005


Syahrir M. Pide 1102110014
Nur Irmayanti Akbar 1102110026
Munadya Hamzah 1102110036
Nita Yulyana Putri 1102110048
Muslimin Masnur 1102110055
Andi Dewi Shanti 1102110076
Unga Hafsana Razak 1102110087
Andi Dwi Rahayu 1102110091
Riskullah Makmur 1102110103

PEMBIMBING : dr. Visi Kartika, Sp.PA, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT dengan


berkat dan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Observasi Lapangan ini
dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan dalam Blok Kedokteran Komunitas di Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia.

Laporan ini berisi data-data dan rumusan masalah hasil observasi lapangan
kelompok kami tentang penyakit tertentu yang menjadi epidemi di lingkungan
masyarakat sekitar Puskesmas Tamangapa, penjabaran mengenai Kesehatan
Lingkungan secara subjektif dan objektif berdasarkan fakta yang otentik dan
penuturan dari masyarakat serta nakes Puskesma Tamangapa, serta kesimpulan
dan pandangan kami tentang pokok-pokok permasalahan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Tamangapa.

Dalam menyelesaikan laporan ini, kami banyak mendapat bantuan dari


berbagai pihak yang telah memberikan keterangan, data-data, waktu, tenaga dan
pemikiran demi terselesaikan laporan ini. Kami menyadari bahwa dalam
penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan
maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
bersifat membangun guna perbaikan laporan kerja praktek ini lebih lanjut, akan
kami terima dengan senang hati. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.

Makassar, 26 November 2015

Tim Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. PROFIL PUSKESMAS

Puskesmas Tamangapa merupakan PKM yang beralamatkan Jl.

Tamangapa Raya No. 264 Kel. Tamangapa berada dalam wilayah Kecamatan

Manggala, dengan wilayah kerja meliputi dua kelurahan yaitu Kelurahan

Tamangapa dan Kelurahan Bangkala. Kelurahan Tamangapa terdiri dari 7 RW

dan 30 RT, dengan luas wilayah 662 ha. Sedangkan Kelurahan Bangkala terdiri

dari 14 RW dan 97 RT, dengan luas wilayah 430 ha.

Gambar 1. Peta wilayah kerja Puskesmas Tamangapa

Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Tamangapa adalah:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Antang

3
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa

c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gowa

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Panakukang

Tabel 1.Distribusi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa.


Kelurahan Rumah KK Pria Wanita Jumlah

Tamangapa 1.715 1.794 3.690 3.798 7.488

Bangkala 3.830 4.071 9.139 9.022 18.161

Total 5.545 5.865 12.829 12.820 25.649

B. KEADAAN DEMOGRAFIS

Berdasarkan survey tahun 2010, jumlah penduduk dalam wilayah kerja

Puskesmas Tamangapa adalah 25.649 orang, terdiri dari 7.488 orang di Kelurahan

Tamangapa dan 18.161 orang di Kelurahan Bangkala. Yang secara terperinci

dijelaskan dalam tabel berikut ini:

C. TINGKAT PENDIDIKAN DAN MATA PENCAHARIAN

Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa

bervariasi mulai dari tingkat Perguruan Tinggi, SLTA, SLTP, tamat SD, tidak

tamat SD, hingga tidak sekolah. Adapun mata pencaharian penduduk sebagian

besar berturut-turut adalah pegawai negeri sipil (PNS), pegawai swasta,

wiraswasta, TNI, petani dan buruh.

D. UPAYA KESEHATAN

Puskesmas Tamangapa memiliki 12 ruangan yang terdiri atas Ruang

4
Periksa/Ruang Dokter, Ruang Tindakan, Ruang Kepala Puskesmas,

Apotek,/Kamar Obat, Ruang Gizi dan PSM, Poliklinik Gigi, Ruang P2 dan

Kesling, Ruang Tata Usaha, Ruang KIA dan KB, Ruang Laboratorium dan 2 buah

WC.

Ruang Tindakan Ruang Periksa

Ruang Kepala PKM Apotek/Kamar Obat

Poliklinik Gigi Ruang Gizi dan PSM

Ruang P2 dan Kesling Tata Usaha

T
A Laboratorium
Ruan KIA dan KB
M
A WC WC
N
Gambar 2. Denah Puskesmas Tamangapa

Jumlah staf Puskesmas Tamangapa adalah 25 orang, yang akan diuraikan

secara rinci pada struktur organisasi Puskesmas Tamangapa. Pada wilayah kerja

Puskesmas Tamangapa terdapat 1buah Puskesmas Pembantu (Pustu) dan 16

Posyandu yang memiliki 101 orang kader Posyandu.

5
E. VISI DAN MISI PUSKESMAS TAMANGAPA

Visi Puskesmas Tamangapa

Puskesmas Tamangapa menjadi pusat pelayanan kesehatan dasar yang

bermutu, terjangkau dan berorientasi kepada keluarga dan masyarakat agar

tercapai Indonesia Sehat 2015.

Misi Puskesmas Tamangapa

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan bermutu, paripurna dan

terjangkau oleh seluruh masyarakat.

Meningkatkan pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang

kesehatan sehingga masyarakat bisa mandiri.

Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam

pelayanan kesehatan.

Menjadikan Puskesmas sebagai pusat pengembangan pembangunan

kesehatan masyarakat.

Meningkatkan kesejahteraan pihak yang terkait dalam pelayanan

kesehatan.

Menjalin kemitraan dengan semua pihak yang terkait dalam

pelayanan kesehatan dalam pengembangan kesehatan masyarakat.

Visi dan misi tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan :

a). Enam Upaya Kesehatan Wajib, yaitu :

1. Upaya Promosi Kesehatan

2. Upaya Kesehatan Lingkungan

3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencna

6
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

5. Upaya pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

6. Upaya Pengobatan

b). Lima Upaya Kesehatan Pengembangan, yaitu :

1. Upaya Kesehatan Sekolah

2. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

3. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut

4. Upaya Kesehatan Usia Lanjut

5. Unit Pembinaan Pengobatan Tradisional

F. STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS TAMANGAPA

Kepala Puskesmas

Tata Usaha

* Bendahara
* Inventaris

Unit Pencegahan & Unit Peningkatan & Unit Pemeliharaan Unit Lingkungan, Unit Pelaksana
Unit Perawatan Unit Penunjang
P'berantasan Peny. Kes. Keluarga Kes. Rujukan Penyuluhan & PSM Khusus
* Imunisasi * KIA * Kes. Gigi & Mulut * Kes. Lingkungan * Pelayanan Kartu * Farmasi * Kesehatan Mata
* TB Paru * KB * Pelayanan Darurat * Perkesmas * Kamar Periksa * Laboratorium * Kesehatan Jiwa
* Kusta/Diare/ISPA * Gizi * Rujukan * PKM/Posyandu * Kamar Tindakan
Surveilans * UKS
* DHF * Usila

Pustu Tamangapa Poskesdes Pustu Bangkala

Struktur Organisasi Puskesmas Tamangapa

7
G. ALUR PELAYANAN PUSKESMAS TAMANGAPA

Pasien datang

Pengambilan Kartu

Pemeriksaan Poliklinik Umum


Dengan tindakan
Penunjang Poliklinik Gigi
KIA
Imunisasi
Laboratorium Kamar Tindakan
Gizi

Apotek/Kamar Obat

Pasien pulang
Alur Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Tamangapa

8
BAB II

PELAKSANAAN KEGIATAN DI PUSKESMAS TAMANGAPA

Program kegiatan yang direncanakan selama 1 hari (24 September 2014)

di Puskesmas Tamangapa telah dilaksanakan dan mendapat bantuan dari para

petugas Puskesmas serta melibatkan masyarakat yang datang ke Puskesmas untuk

mendapatkan pengobatan.

Gambar 1. Puskesmas Tamangapa

Program-program pada Puskesmas Tamangapa yaitu :

1. Mengikuti kegiatan Poliklinik dan Apotek/Kamar Obat

2. Pelayanan Imunisasi

3. Sosialisasi KIA

9
4. Pelayanan KB (Keluarga Berencana)

5. Surveilans

6. Kesehatan Lingkungan

7. Gizi

8. Manajemen Puskesmas

9. Penyuluhan Kesehatan dan Posyandu

Mengikuti kegiatan Poliklinik

Poliklinik merupakan pelayanan bersifat pribadi (private goods) dalam

bentuk rawat jalan dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan

kesehatan perorangan tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan

pencegahan penyakit. Tujuan dari kegiatan di poliklinik adalah untuk

penyembuhan penyakit dan pemeliharaan kesehatan baik secara perseorangan

maupun berkelompok (masyarakat).

Pembelajaran penting yang didapatkan selama bertugas di Poliklinik

adalah cara berkomunikasi dengan pasien yang datang dari berbagai golongan

untuk menggali penyakit yang dideritanya dan juga cara mendiagnosa penyakit.

Pasien yang datang bervariasi, mulai dari bayi sampai usia lanjut.

10
Gambar 4. Kegiatan Poliklinik diPuskesmas Tamangapa

Kegiatan poliklinik dilaksanakan dari hari Senin hingga hari Sabtu, dimulai

pukul 8 pagi sampai dengan pukul 12 siang, kecuali pada hari Jumat dimulai

pukul 8 pagi sampai dengan pukul 11 pagi. Kegiatan yang dijalankan selama di

poliklinik antara lain anamnesis pasien, pemeriksaan fisik, diagnosis penyakit,

pemberian obat dan penulisan resep. Dalam program mengikuti kegiatan

poliklinik ini kami dapat mempelajari cara berkomunikasi yang benar dengan

pasien yang datang dari berbagai golongan dan latar belakang, yang menjadi

tujuan yang ingin dicapai dalam mengikuti kegiatan poliklinik.

Keluhan-keluhan yang paling sering ada pada pasien yang datang ke

Puskesmas Tamangapa untuk berobat adalah flu/pilek, batuk, demam, dan sakit

perut. Rata-rata pasien yang datang terdiri dari golongan anak-anak dan usia

11
lanjut. Penyakit yang sering didapatkan selama bertugas di poliklinik adalah

common cold, demam, batuk, dan diare.Selain itu juga terdapat penyakit kulit,

penyakit otot dan sendi, hipertensi serta trauma.

Berikut adalah 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Tamangapa periode

JanuariDesember 2013.

Tabel 2. Daftar 10 Penyakit Terbanyak di PKM Tamangapa


No. Jenis Penyakit

1. ISPA

2. Common Cold

3. Diare

4. Gastritis

5. Dermatitis

6. Demam yang tidak diketahui

7. Pruritus (Alergi, Gatal)

8. Hipertensi

9. Penyakit pulpa dari jaringan periapikal

10. Vulnus

12
Series1, CC, 1249 10 Penyakit terbanyak di Puskesmas
Tamangapa
Periode Juli-September 2010
Jumlah

Series1, ISPA, 602

Series1, Series1, Series1, Penyakit


Series1, Diare,
Dermatitis, 318 Abses,Furunkel,
Series1, Gastritis, Series1, Pulpa dari
283 Series1, Luka
218 215 Konjungtivitis,
Series1, Pruritus,
Jaringan
Bakar KLL, 170 163 146
periapikal, 138

Nama Penyakit

Grafik 1.10 Penyakit Terbanyak di PKM Tamangapa

Kendala-kendala yang didapatkan di sini adalah dalam komunikasi pada

pasien usia lanjut, dimana rata-rata menggunakan bahasa daerah. Hal ini

menyulitkan dokter yang bertugas untuk menggali keluhan-keluhan pasien dan

menegakkan diagnosis. Kendala ini dapat diatasi dengan mengikutsertakan

petugas kesehatan yang mengerti bahasa daerah tersebut untuk membantu

menerjemahkan secara baik kepada pasien maupun dokter.

Kendala lainnya adalah keterbatasan obat yang tersedia yang menyebabkan

pasien kadang-kadang harus membeli obat di luar Puskesmas, namun pasien

kebanyakan berasal dari golongan kurang mampu. Hal ini merupakan salah satu

penghalang dalam pengobatan dan penyembuhan penyakit.

Setelah mendapatkan resep dari dokter, pasien dapat langsung mengambil

obat di kamar obat/apotek. Akan tetapi apabila pasien ingin membeli obat lain

yang tidak tersedia di puskesmas maka akan diresepkan ke apotik lain. Kamar

13
obat melayani pasien setiap hari senin-sabtu mulai pukul 08.00-12.00 WITA yang

diawasi langsung oleh seorang apoteker.

Obat-obatan yang tersedia pada Apotek/Kamar Obat Puskesmas Tamangapa

adalah sebagai berikut :

Antibiotik : Amoxicillin (sirup kering dan kapsul), Cotrimoxazole (dewasa

dan pediatrik), Tetracyclin, Kloramfenikol, Cyprofloxacin, Metronidazol

Analgetikdan Antipiretik : Paracetamol (tablet dan sirup), Antalgin, asam

mefenamat, acetosal

Antihistamin : CTM, Ceterizine.

Anti asma : Salbutamol, Aminofilin.

Antitusif : GG, DMP, Ambroksol, OBH

Antihipertensi : Captopril, Furosemid, HCT, Propanolol, Reserpin

OAINS : Piloxicam, Ibuprofen, Fenilbutason

Obat kulit : Gameksan, Gentian Violet, Hidrokortison salep, Oksitetrasiklin,

Salep 2-4 kombinasi, betamethason, Salicyl Talk

Kortikosteroid : Dexametason, Prednison

Vitamin dan mineral : Vitamin C, B comp, B1, B6, B12, Calcium, SF,

Vitamin K

Lain-lain : Allopurinol, Antasida, Sanmag, Asetosal, Luminal, Diazepam,

Efedrin, Ekstrak Belladon, Acyclovir, Allopurinol, PTU, Oralit, Anti

hemoroid, Ergotamin Kafein, Metil ErgometrinGlibenklamid,Griseofulvin,

Carbamazepin, Pirantel Pamoat, Papaverine, Primaquine, metoklopramida,

famotidine, Nistatin, metformin, omeprazole, albendazole. Dimenhidrinat,

14
efedrin, tetracain.

Gambar 5. Obat-obatan yang terdapat dalam Apotek/Kamar Obat

15
LAPORAN KASUS I

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

(ISPA)

IDENTITAS PASIEN

Nama : Zahrah (gunakan inisial)

Umur : 2 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Bangsa/suku : Indonesia/Suku Makassar

Alamat : Jl. Tamangapa Raya Makassar

Tanggal Pemeriksaan : Tgl 19 November 2015

ANAMNESIS

Keluhan utama : Batuk

Anamnesis terpimpin : Batuk berlendir sejak malam hari, lendir berwarna

kehijauan, batuk disertai sesak. Demam (+) 2

minggu yang lalu. Ayah pasien perokok.

Riwayat penyakit sebelumnya : - (tulis jawabannya kalau memang ditanya saat

anam)

Riwayat penyakit keluarga : - tulis jawabannya kalau memang ditanya saat

anam)

PEMERIKSAAN FISIS

16
Tinggi Badan : 65 cm

Berat Badan : 10 kg

Tanda Vital:

Tekanan Darah :100/80 mmHg

Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan

Pernapasan : Tidak dilakukan pemeriksaan

Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala : Tidak ada kelainan

Abdomen : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Tidak ada kelainan

PEMERIKSAAN PENUNJANG: - (tulis hasil kalau dilakuka, tulis tidak

dilakukan kalau tdk dilakukan)

DIAGNOSIS : Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Non Pneumonia

PENATALAKSANAAN

Farmakologi yang diberikan: Cefadroxil (dosis?)

Non Farmakologi: Edukasi kepada keluarga pasien untuk memperbaiki status

gizi dan higenitas.

HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Keluhan : Batuk berdahak disertai sesak.

Pemeriksaan Fisis :

Tekanan Darah : 100/80 mmHg

17
Nadi : 72 kali/menit

Pernapasan :26 kali/menit

Suhu : 37 C

Kepala : Tidak ada kelainan

Abdomen : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Tidak ada kelainan

Pengobatan non farmakologi yang dianjurkan: Edukasi kepada keluarga pasien

untuk memperbaiki status gizi dan higenitas.

(no 1-6 termasuk poin apa?)

1. Profil Keluarga

Pasien merupakan anak terakhir dari pasangan bapak Saharuddin dan Ibu

Nuraeni. Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan saudaranya.

2. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga

Pekerjaan sehari-hari ayah pasien adalah sebagai buruh harian dan ibu

hanya tinggal di rumah mengurus pekerjaan rumah tangga. Pasien tinggal di

rumah kayu milik keluarganya yang telah dihuni sekitar 10 tahun. Rumah

pasien dalam keadaan yang kurang baik. Rumah terdiri dari 1 lantai saja.

Rumah tersebut memiliki 5 ruangan, yaitu: ruangan tamu, ruangan keluarga, 2

kamar, dan dapur. Ventilasi dan pencahayaan dirumah pasien masih kurang.

Peralatan rumah tangga dalam keadaan baik.

3. Riwayat Penyakit Keluarga

18
Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada.

4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga

Pola konsumsi makanan keluarga tersebut adalah 3 kali sehari. Dimana

setiap hidangannya terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayuran.

5. Psikologi Dalam Hubungan Antar Keluarga

Pasien memiliki hubungan yang cukup baik dengan keluarganya.

6. Lingkungan

Pemukiman pasien terdapat pada lingkungan yang padat penduduk.

Banyak terdapat sampah yang berserakan di sekitar rumah. Sumber air

menggunakan air ledeng untuk dikonsumsi dan air sumur untuk keperluan

sehari-hari.. Sehari-hari ibu memasak dengan menggunakan gas. Dan apabila

datang musim hujan, daerah pemukiman pasien sering mangalami banjir.

19
DISKUSI

(apa perbedaan antara diskusi dan pembahasan?)

Penyebab timbulnya gejala yang dirasakan pasien kemungkinan disebabkan

karena bakteri. Hal tersebut dapat dilihat dari lingkungan disekitar rumah pasien

yang kurang bersih disebabkan banyak tumpukan-tumpukan sampah yang

berserakan. ISPA yang diderita pasien diklasifikasikan ke dalam ISPA bukan

pneumonia. Hal tersebut dapat dilahat dari gejala yang dialami pasien seperti

batuk pilek, disertai demam, dan tanpa tarikan dinding dada yang masuk dalam

kriteria ISPA bukan pneumonia.

20
PEMBAHASAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

(ISPA)

(kalau pembahasannya seperti ini namanya TINJAUAN PUSTAKA,

BUKAN PEMBAHASAN) --> atau pembahasannya diganti tinjauan pustaka

dan dikusi diganti jadi pembahasan, BISA TIDAK?

A. DEFINISI

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari

saluran napas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya

seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura.

B. ETIOLOGI

Etiologi ISPA adalah bakteri, virus, dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA

antara lain adalah Genus Streptokokkus, Stafilokokkus, Pnemokokkus,

Hemofillus, dan Bordetella. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan

Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, dan

Herpesvirus.

C. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ISPA adalah penyakit yang dapat menyerang semua kelompok

usia dari bayi, anak-anak dan sampai orang tua. Menurut WHO 1981, bahwa

satu dari tiga penyebab kematian anak dibawah lima tahun adalah ISPA dengan

21
pneumonia sebesar 75% dari semua jumlah kematian. Data CBS-UNICEF juga

mengungkapkan bahwa pneumonia menyebabkan 28% kematian anak di dunia

(Zairil, 2000). Di negara berkembang,penyakit pneumonia merupakan 25%

penyumbang kematian pada anak,terutama pada bayi kurang dari dua bulan.

Dari survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 diketahi bahwa anka

mobiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4% dan pada balita sebesar

40,6%,sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat pneumonia sebesar 24%

dan pada balita sebesar 36%. Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa

angka mortalitaspada bayi akibat pennyakit ISPA menduduki urutan pertama

(36%), dan angka mortalitas pada balita menduduki peringkat kedua (13%).

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi ISPA sebagai berikut:

a) Pneumonia berat :Ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding

dada kedalam pada saat bernapas.

b) Pneumonia : Ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

c) Bukan pneumonia : Ditandai secara klinis oleh batuk pilek, biasa

disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.

E. PATOFISIOLOGI

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar,

bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu maka

penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Penularan melalui

22
udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan

penderita maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan

melalui udara dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang

penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara

yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dari interaksi bibit penyakit

dengan tubuh pejamu. Respon inflamasi pada lokasi infeksi merupakan hasil

mekanisme imun spesifik dan nonspesifik pejamu dalam melawan invasi

mikroba dengan mencegah pertumbuhannya atau selanjutnya

menghancurkannya. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan

menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak

ke atas mendorong virus ke arah faring atau reflek oleh laring. Jika reflek

tersebut gagal maka akan merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran

pernafasan. Kerusakan tersebut menyebabkan peningkatan aktifitas kelenjar

mucus sehingga mengeluarkan mukosa yang berlebihan. Rangsangan cairan

mukosa tersebut yang akhirnya menyebabkan batuk. Adanya infeksi virus

merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Infeksi sekunder

bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat

menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga

menyebabkan batuk yang produktif.

F. GEJALA KLINIS

23
Menurut WHO (2007), penyakit ISPA adalah penyakit yang sangat

menular, hal ini timbul karena menurunnya sistem kekebalan atau daya tahan

tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Pada stadium awal, gejalanya

berupa rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diikuti

bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan

nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak.

Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi kental dan sumbatan di hidung

bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan berkurang sesudah

3-5 hari. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi

telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia

(radang paru). Secara umum gejala ISPA meliputi demam, batuk, dan sering

juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan

bernapas).

Pembagian tingkat keparahan ISPA didasarkan atas gejala-gejala klinis

yang timbul (WHO, 2002). Adapun pembagiannya sebagai berikut:

1. ISPA ringan

ISPA ringan ditandai dengan gejala-gejala:

1. Batuk

2. Pilek dengan atau tanpa demam

b. ISPA sedang

ISPA sedang ditandai dengan gejala-gejala:

1.Batuk

2.Pilek dengan atau tanpa demam

24
3.Pernapasan cepat

- Umur <1 tahun : 50 kali per menit atau lebih

-Umur 1-5 tahun : 40 kali per menit

4. Wheezing (mengi)

5. Sakit atau keluar cairan dari telinga

6. Bercak kemerahan (campak)

c. ISPA berat

ISPA berat ditandai dengan gejala-gejala:

1. Batuk

2. Pilek dengan atau tanpa demam

3. Pernapasan cepat

- Umur <1 tahun : 50 kali per menit atau lebih

- Umur 1-5 tahun : 40 kali per menit

4. Wheezing (mengi)

5. Sakit atau keluar cairan dari telinga

6. Bercak kemerahan (campak)

7. Penarikan dinding dada

8. Kesadaran menurun

9. Bibir/kulit pucat kebiruan

10. Stridor yaitu suara napas seperti mengorok

25
G.PENATALAKSANAAN

Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang

benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program

(turunnya kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan

obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA)

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk

standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi

penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi

penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan

kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman

sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA.

Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :

1. Pemeriksaan

Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak

dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan

mendengarkan anak.

Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila

menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar

anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa

membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit

untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju

anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop

penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.

26
2. Pengobatan

a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,

oksigen dan sebagainya.

b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita

tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian

kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik

pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan

di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat

batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti

kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat

penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek

bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah

(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap

sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi

antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan

perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

3. Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya

yang menderita ISPA:

a. Mengatasi panas (demam)

27
Untuk anak usia 2 bulan sampi 5 tahun demam diatasi dengan

memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan

dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam

untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan

dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan (berapa dosis nya?).

Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air

(tidak perlu air es).

b. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional

yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok

teh , diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang

yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI

pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

d. Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih

banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan

cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

e. Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan

rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung

yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi

28
yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu

yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan

dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa

kedokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat

antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut

diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang

mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali

kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

H. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

a. Pencegahan dapat dilakukan dengan :

1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

2. Immunisasi.

3. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

b. Pemberantasan yang dilakukan adalah :

1. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.

2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

3. Immunisasi

Kenapa tidak ada catatan kaki (referensi) --> lengkapi!

Kenapa tidak ada daftar pustaka? PISAHKAN DENGAN HIPERTENSI -->

perbaiki

29
MODUL 2

PENYAKIT DALAM KELUARGA (KUNJUNGAN KE RUMAH)

MENCARI KASUS PENYAKIT INFEKSI DAN NON INFEKSI

30
LAPORAN KASUS 2

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Harmin (pakai inisial)

Umur : 62 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Bangsa//suku : Bugis

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga (IRT)

Alamat : Jln. Tamangapa Raya Makassar

Tanggal pemeriksaan : 19 November 2015

ANAMNESIS

Keluhan utam : Tegang pada leher dan sakit pada lutut kanan

Anamnesis terpimpin

- Dialami sejak 2 hari lalu

- riwayat penyakit sebelumnya, sakit pada lutut (rematik)

- Riwayat penyakit keluarga, ada keluarga yang meninggal karena stroke,

ada saudara yang sering sakit lutut, keluarga kesan obes.

PEMERIKSAAN FISIS

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 76 kg

31
Tekanan darah : 150/80 mmHg

Nadi : 64x/menit

Pernapasan : normal dan tidak didapatkan tanda-tanda sesak nafas

Suhu : normal (tidak didpatkan tanda-tanda demam)

Kepala : sakit kepala

Abdomen : tidak ada kelainan

Ekstremitas : nyeri pada lutut kanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG : Tidak ada

DIAGNOSIS : Hipertensi grade 1 + OA + sindrom

metabolik

PENATALAKSANAAN :

- Farmakologi yang diberikan: amlodipine 10 mg dan piroxicam 20 mg

(dosis?)

- Non farmakologi yang dianjurkan: istrahat dan kurangi mengkonsumsi

garam

HASIL KUNJUNGAN RUMAH

Keluhan : leher terasa tegang + nyeri lutut kanan

Pemeriksaan fisis :

- Tekanan darah : 150/100 mmHg

- Nadi : 64x/menit

- Pernapasan : normal dan tidak didapatkan tanda-tanda sesak nafas

32
- Suhu : normal ( tidak didpatkan tanda-tanda demam)

- Kepala : sakit kepala

- Abdomen : tidak ada kelainan

- Ekstremitas : nyeri pada lutut

- Pengobatan non farmakologi yang dianjurkan: istrahat dan kurangi

mengkonsumsi garam

(no 1-6 termasuk poin apa?)

1. Profil keluarga

Pasien tersebut bernama Ny. Harmin, beliau tinggal bersama dengan keluarga.

Status pendidikan terakhir adalah SD, pekerjaan Ibu rumah tangga (IRT), Ibu

tinggal bersama dengan ke tiga anaknya dan suaminya.

2. Status sosial dan kesejahteraan keluarga

Pekerjaan sehari-hari pasien adalah IRT pasien ini tinggal dirumah yang telah

dihuni sekitar 14 tahun, rumah pasien dalam keadaan baik. rumah terdiri dari 2

lantai, dilantai 1 terdapat ruang keluarga untk bersantai dan ada dapur beserta

kamar tidur dan WC, sedangkan dilantai 2 masih dalam tahap pembangunan.

Ventilasi dan pencahayaan dirumah pasien kurang, peralatan rumah tangga

mencukupi.

3. Riwayat penyakit keluarga

33
Ada yang memiliki tekanan darah tinggi dan adek dari ibu Harmi meninggal

karena strok. Ada juga keluarga yg sakit pada lututnya. Keluarga kesan obes

4. Pola konsumsi makanan keluarga

Pola komsumsi makanan tidak teratur (kadang-kadang 2kali sehari atau 1 kali

sehari)

5. Psikologi dalam hubungann antar keluarga

Pasien memiliki hubungan baik, akrab dengan tetangga

6. Lingkungan

Pemukiman pasien terdapat pada lingkungan yang padat penduduk, terdapat

sampat di lingkungan rumah karena memang linkungan yang ditempati ibu

harmin adalah TPS (tempat pembuangan sampah). Tata letak peralatan rumah

cukup baik. Sumber air menggunakan air sumur. Sehari-hari ibu pasien masak

dengn menggunakan kompor gas. Ketika hujan sering banjir, sampah didlam

rumah ataupun sekitar teras tidak berserakan.

34
DISKUSI

(apa perbedaan antara diskusi dan pembahasan?)

Berdasarkan hasil observasi kunjungan rumah yang telah dilaksanakan,

terdapat pasien Ny. Harmin dengan keluhan utama leher terasa tegang dan sakit

pada lutut kanan. Berdasarkan hasil pemeriksaan tanda vital yang dilakukan,

didapatkan peningkatan tekanan darah yaitu 150/100 mmHg. Berdasarkan

klasifikasi JNC-7, pasien ini digolongkan sebagai hipertensi grade 1.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, pasien ini memiliki beberapa

faktor risiko untuk hipertensi. Berdasarkan data pada identitas pasien, Ny. Harmin

usia 62 tahun, merupakan usia lanjut yang sangat rentan untuk menderita

hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit degeneratif, dimana kejadiannya

meningkat seiring penambahan usia.

Jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko hipertensi. Hormon

estrogen pada perempuan merupakan hormon protektif terhadap perempuan.

Namun pada wanita menopause, hormon estrogen sudah tidak diproduksi

sehingga wanita akan lebih beresiko untuk menderita berbagai penyakit seperti

hipertensi.

Pola hidup yang buruk juga akan meningkatkan risiko hipertensi. Kebiasaan

makan-makanan berlemak, malas berolahraga, merupakan faktor predisposisi dari

hipertensi. Hal ini terlihat dari postur tubuh pasien yang terkesan obesitas. Selain

itu, pasien juga memiliki kebiasaan makan makanan yang tinggi kadar

natriumnya. Secara teori, natrium memiliki kemampuan mengabsobsi air di

35
tubulus ginjal, sehingga terjadi peningkatan volume plasma. Hal ini akan

menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Selain mengeluhkan tegang pada leher, pasien juga mengeluhkan sakit pada

lutut kananya. Hal ini juga bisa disebabkan oleh peningkatan usia, IMT pasien

yang obesitas, dan aktifitas pasien yang berat. Berdasarkan hasil observasi, pasien

Ny. Harmi memiliki tambahan aktivitas selain mengurus rumah tangga. Ny.

Harmi juga membantu suaminya menjadi kuli bangunan untuk merenovasi

rumahnya.

36
PEMBAHASAN

HIPERTENSI

(kalau pembahasannya seperti ini namanya TINJAUAN PUSTAKA,

BUKAN PEMBAHASAN) --> atau pembahasannya diganti tinjauan pustaka

dan dikusi diganti jadi pembahasan, BISA TIDAK?

A. DEFINISI

Hipertensi (HTN) atau tekanan darah tinggi, kadang-kadang disebut juga

dengan hipertensi arteri, adalah kondisi medis kronis dengan tekanan

darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja

lebih keras dari biasanya untuk mengedarkan darah melalui pembuluh darah.

Tekanan darah melibatkan dua pengukuran, sistolik dan diastolik, tergantung

apakah otot jantung berkontraksi (sistole) atau berelaksasi di antara denyut

(diastole).

B. ETIOLOGI

Hipertensi terbagi menjadi hipertensi primer (esensial) atau hipertensi

sekunder. Sekitar 9095% kasus tergolong "hipertensi primer", yang berarti

tekanan darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas. Kondisi lain yang

mempengaruhi ginjal, arteri, jantung, atau sistem endokrin menyebabkan 5-10%

kasus lainnya (hipertensi sekunder).

Dalam hampir semua masyarakat kontemporer, tekanan darah meningkat

seiring penuaan dan risiko untuk menjadi hipertensi di kemudian hari cukup

37
tinggi. Hipertensi diakibatkan oleh interaksi gen yang kompleks dan faktor

lingkungan. Berbagai gen yang sering ditemukan sedikit berpengaruh pada

tekanan darah, sudah diidentifikasi, demikian juga beberapa gen yang jarang yang

berpengaruh besar pada tekanan darah tetapi dasar genetik dari hipertensi masih

belum sepenuhnya dimengerti. Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi

tekanan darah. Faktor gaya hidup yang menurunkan tekanan darah di antaranya

mengurangi asupan garam dalam makanan, meningkatkan konsumsi buah-buahan

dan produk rendah lemak (Pendekatan Diet untuk Menghentikan Hipertensi (diet

DASH)). Olah Raga, penurunan berat badan dan menurunkan asupan alkohol juga

membantu menurunkan tekanan darah. Kemungkinan peranan faktor lain seperti

stres, konsumsi kafein, dan defisiensi vitamin D kurang begitu jelas. Resistensi

insulin, yang umum ditemukan pada obesitas dan merupakan komponen dari

sindrom X (atau sindrom metabolik), juga diduga ikut berperan dalam

mengakibatkan hipertensi. Studi terbaru juga memasukkan kejadian-kejadian pada

awal kehidupan (contohnya, berat lahir rendah, ibu merokok, dan kurangnya air

susu ibu) sebagai faktor risiko bagi hipertensi esensial dewasa. Namun,

mekanisme yang menghubungkan paparan ini dengan hipertensi dewasa tetap

tidak jelas.

Hipertensi sekunder terjadi akibat suatu penyebab yang diketahui. Penyakit

ginjal adalah penyebab sekunder tersering dari hipertensi. Hipertensi juga bisa

disebabkan oleh kondisi endokrin, seperti sindrom Cushing, hipertiroidisme,

hipotiroidisme, akromegali, sindrom Conn atau hiperaldosteronisme,

hiperparatiroidisme, dan feokromositoma Penyebab lain dari hipertensi sekunder

38
di antaranya obesitas, henti nafas saat tidur, kehamilan, koarktasio aorta,

konsumsi akar manis (licorice) yang berlebihan, serta obat resep, obat herbal, dan

obat-obat terlarang

C. EPIDEMIOLOGI

Distribusi epidemiologi penyakit hipertensi terdiri dari :

1. Person (orang)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit hipertensi dilihat dari

segi orang:

a. Umur Penyakit hipertensi pada kelompok umur paling dominant berumur

(31-55tahun). Hal ini dikarenakan seiring bertambahnya usia, tekanan darah

cenderung meningkat. Yang man penyakit hipertensi umumnya berkembang

pada saat umur seseorang mencapiu paruh baya yakni cenderung meningkat

khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60

tahun keatas.

b. Jenis kelamin. Penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin

perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan pada

perempuan meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang mana pada

perempuan masa premenopause cenderung memiliki tekanan darah lebih

tinggi dari pada laki-laki penyebabnya sebelum menopause, wanita relatife

terlindungi dari penyakit kardiovaskuler oleh hormon estrogen yang dimana

kadar estrogen menurun setelah menopause.

39
c. Status gizi. Keadaan zat gizi seperti karbohidrat, protein dan lemak.

Kekurangan atau kelebihan salah satu unsur zat gizi akan menyebabkan

kelainan atau penyakit. Oleh karena itu, perlu diterapkan kebiasaan

makanan yang seimbang sejak usia dini dengan jumlah yang sesuai dengan

kebutuhan masing-masing individu agar tercapai kondisi kesehatan yang

prima.Dimana ini merupakan faktor penting sebagai zat pembangun atau

protein ini penting untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel rusak yang

didapatkan dari bahan makanan hewani atau tumbuh-tumbuhan (nabati).

Sehingga ini sebagai penunjang untuk membantu menyiapkan makanan

khusus serta mengingatkan kepada penderita, makanan yang harus

dihindari/dibatasi.

2. Place (tempat)

Tempat yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kasus hipertensi

adalah merupakan wilayah yang berdominan dipesisir dari pada dipegunungan.

Yang dimana penduduk yang berdomisil di daerah pesisir lebih rentan terhadap

penyakit hipertensi karena tingkat mengkonsumsi garam lebih tinggi atau

berlebihan dibanding daerah pegunungan yang kemungkinan lebih banyak

mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

D. KLASIFIKASI

Pada orang berusia 18 tahun ke atas, hipertensi didefinisikan sebagai

pengukuran tekanan darah sistolik dan/atau diastolik yang terus-menerus melebihi

nilai normal yang dapat diterima (saat ini sistolik 139 mmHg, diastolik 89 mmHg:

40
lihat tabel Klasifikasi JNC7). Bila pengukuran diperoleh dari pemantauan

ambulatori 24 jam atau pemantauan di rumah, digunakan batasan yang lebih

rendah (sistolik 135 mmHg atau diastolik 85 mmHg). Beberapa pedoman

internasional terbaru tentang hipertensi juga telah membuat kategori di bawah

kisaran hipertensi untuk menunjukkan risiko yang berkelanjutan pada tekanan

darah yang lebih tinggi dari kisaran normal. JNC7 (2003) menggunakan istilah

pra-hipertensi untuk tekanan darah dalam kisaran sistolik 120139 mmHg

dan/atau diastolik 8089 mmHg, sedangkan Pedoman ESH-ESC (2007) dan BHS

IV (2004) menggunakan kategori optimal, normal, dan normal tinggi untuk

membagi tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan diastolik di bawah 90 mmHg.

Hipertensi juga digolongkan lagi sebagai berikut: JNC7 membedakan hipertensi

derajat I, hipertensi derajat II, dan hipertensi sistolik terisolasi. Hipertensi sistolik

terisolasi mengacu pada peningkatan tekanan sistolik dengan tekanan diastolik

normal dan umumnya terjadi pada kelompok usia lanjut. Pedoman ESH-ESC

(2007) dan BHS IV (2004), mendefinisikan hipertensi derajat ketiga (derajat III)

untuk orang dengan tekanan darah sistolik di atas 179 mmHg atau tekanan

diastolik di atas 109 mmHg. Hipertensi tergolong resisten bila obat penurun

tekanan darah tertentu tidak mengurangi tekanan darah (menjadi normal) dan

perlu mencoba obat yang lain.

Disamping klasifikasi di atas, terdapat juga:

Gestational hypertension atau tekanan darah tinggi yang terjadi pada saat

kehamilan di atas 20 minggu dan protein pada air seni adalah negatip dan harus

41
dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali dengan selang waktu lebih dari 6

jam dan keduanya menunjukkan tekanan darah lebih besar dari 140/90.

Orthostatic hypertension atau postural hypertension adalah kejadian

meningkatnya tekanan darah secara tiba-tiba ketika bangun berdiri, jika

tekanan sistolik meningkat lebih dari 20 mmHg dinamakan systolic orthostatic

hypertension dan jika tekanan diastolik meningkat hingga 98 mmHg atau lebih

dinamakan Diastolic orthostatic hypertension. Hal ini lebih banyak terjadi,

ketika kita tiba-tiba bangun dari tidur yang pulas, oleh karenanya pengukuran

tekanan darah sebaiknya dilakukan 15 sampai 30 menit sesudah kita bangun

tidur, tetapi belum melakukan aktivitas apa pun, kecuali misalnya buang air

kecil dan minum air putih saja.

E. PATOMEKANISME

Mekanisme humoral hipertensi yaitu karena terjadiny aabnormalitas Sistem

Renin-Angiotensin-Aldosteron (SRAA). Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

dimulai denga nadanya renin yang merupakan enzim yang disimpan di dalam

sel juxtaglomerular yang berada di arteriol aferen ginjal. Pelepasan renin

dimodulasi oleh faktor intra renal (seperti angiotensin II, katekolamin, dan

tekanan perfusi ginjal), dan juga factor ekstrarenal (seperti natrium, klorida,

dan kalium). Sel juxta glomerular berfungsi sebagai alat sensor, dimana pada

penurunan tekanan arteri ginjal dan aliran darah ginjal dapat dikenali oleh

selini, dan kemudian menstimulasi pelepasan renin. Begitu juga dengan

peristiwa menurunnya kadar natrium dan klorida yang ditranspor ke tubulus

42
distal, peningkatan katekolamin, serta penurunan kalium dan/atau kalsium

intra sel dapat memicu sel juxta glomerular untuk melepaskan renin. Renin

mengkatalisis perubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I di dalamdarah.

Angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin converting

enzyme (ACE). Setelah berikatan dengan reseptor spesifik (yang

diklasifikasikan sebagai subtipe AT1 dan AT2), angiotensi II menyebabkan

respon biologis pada beberapa jaringan.

F. GEJALA KLINIS

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki

gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati

antara lain yaitu :

1. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala

2. Sering gelisah

3. Wajah merah

4. Tengkuk terasa pegal

5. Mudah marah

6. Telinga berdengung

7. Sukar tidur

8. Sesak napas

9. Rasa berat ditengkuk

10. Mudah lelah

11. Mata berkunang-kunang

43
G. DIAGNOSIS

Anamnesis:

Sering sakit kepala, terutama bagian belakanng sewaktu bangaun tidur

pagi atau kapan saja terutama sewaktu mengalami ketegangan.

Keluhan sistem kardiovaskuler (berdebar atau dada terasa berat)

Keluhan sistem serebrovaskuler (susah konsentrasi, susah tidur, migran,

dan mudah tersinggung)

Tidak jarang tanpa keluhan, diketahuinya secara kebetulan

Lamanya mengidap hipertensi. Obat-obat hipertensi yang telah dipakai,

hasil kerjanya dan apakah ada efek samping yang ditimbulkan

Riwayat keluarga yang hipertensi

Faktor resiko penyakit kardiovaskuler atau kebiasaan buruk (merokok,

obesitas, makanan)

Pemeriksaan fisik:

Pengukuran tekanan darah pada 2-3 kali kunjungan berhubung variabilitas

tekanan darah. Posisi terlentang, duduk atau berdiri lengan kanan dan kiri

Perabaan denyut nadi arteri carotis dan femoralis

Adanya permbesaran jantung

H. PENANGANAN

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah:

44
Target tekanan darah yaitu <140/90 mmHg

Penurunan mordibitas dan mortalitas kardiovaskuler

Menghambat laju penyakit ginjal

Terapi non farmakologis:

Menurunkan berat badan jika ada obesitas

Meningkatkan aktifitas fisik

Mengurangi asupan natrium

Terapi farmakologis:

Terapi farmakologis yang dianjurkan JNC VII yaitu diuretic, terutama jenis

thiazide atau beta blocker, calcium chanel bloker, angiotensin converting

enzyme inhibitor (ACEI).

I. PROGNOSIS

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung

maupun tidak langsung yang bisa mengenai jantung, otak, ginjal, arteri perifer,

dan mata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa penyebab kerusakan organ-

organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada

organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap

reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric

oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi

garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan

organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi

transforming growth factor- (TGF-).

45
Tabel. Faktor Risiko Kardiovaskular

Dapat Dimodifikasi Tidak Dapat Dimodifikasi

a) Hipertensi a) Umur (pria > 55 tahun, wanita > 65

b) Merokok tahun)

c) Obesitas (BMI 30) b) Riwayat keluarga dengan penyakit

d) Physical Inactivity kardiovaskular prematur (pria < 55

e) Dislipidemia tahun, wanita < 65 tahun)

f) Diabetes mellitus

g) Mikroalbuminemia atau GFR

< 60 ml/min

WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang

berhubungan dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun

ke depan :

1) Risiko rendah, kurang dari 15 %.

2) Risiko menengah, sekitar 15-20 %.

3) Risiko tinggi, lebih dari 20 %.

46
Tabel. Faktor Yang Mempengaruhi Prognosis

Tabel. Prognosis Hipertensi

J. PENCEGAHAN

Promosi Hipertensi

1) Mengukur Tekanan Darah Sendiri

Pengukuran sendiri TD memberi informasi yang berharga untuk penilaian

pada penderita hipertensi dan untuk mengawasi respons pengobatan, disamping

mencegah adanya white coat hypertension (WCH). WCH adalah meningkatnya

TD secara persisten pada pengukuran di ruang pemeriksaan klinik dan TD

normal di luar ruang pemeriksaan klinik. Definisi ini arbitrary dan diagnosis

WCH ditegakkan dengan memonitor TD selama 24 jam. Prevalesi WCH

47
besarnya berkisar antara 560% tergantung karakteristik klinik dari populasi

setempat. WCH banyak dijumpai pada usia muda, wanita kurus pada usia

subur. Cara yang baik untuk menghindari adanya WHC adalah melakukan

Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM, (1,2,7) namun cara ini jarang

dipakai. Data kriteria yang direkomendasikan adalah:

a) Daytime, <135/85 mmHg probably normal, 140/90 mmHg probably

abnormal

b) Night-time, <120/70 mmHg probably normal, 125 /75 mmHg probably

abnormal

c) 24 hour <130/80 mmHg probably normal, 135/85 mmHg probably

abnormal.

2) Memberikan Target Tekanan Darah

Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan

darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah

untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah 130/80 mmHg.

American Heart Association (AHA) merekomendasikan target tekanan darah

yang harus dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan

penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri

kronik, dan 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan

menurut National Kidney Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus

dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan

48
diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen,

2008).

3) Meningkatkan Kontrol Tekanan Darah

Pada mayoritas pasien, menurunkan tekanan sitolik lebih sulit dibandingkan

dengan menurunkan tekanan diastole. Walaupun kontrol tekanan darah yang

efektif dapat dicapai pada penderita hipertensi, mayoritas membutuhkan dua

obat antihipertensi atau lebih. Kegagalan melakukan modifikasi gaya hidup,

dosis obat antihipertensi yang adekuat, atau kombinasi obat yang tidak sesuai

menyebabkan kontrol tekanan darah tidak adekuat.

Model perilaku menyarankan bahwa terapi yang diterapikan oleh dokter

dapat mengontrol tekanan darah pasien hanya bila pasien tersebut memiliki

motivasi untuk menjalani pengobatan dan menjalankan modifikasi gaya hidup

yang baik. Motivasi timbul ketika pasien mendapatkan pengalaman yang

positif, percaya kepada dokternya. Komunikasi yang baik akan meningkatkan

hasil pengobatan; empati dapat membangun kepercayaan dan merupakan

motivator yang potensial.(National Institutes of Health, 2003)

Hubungan dokter-pasien adalah berdasarkan kepercayaan, menghormati,

dan pengetahuan holistik pasien berkorelasi dengan hasil positif dari

perawatan, seperti kepatuhan, kepuasan, dan status kesehatan. Pasien sering

mengevaluasi kompetensi dokter berdasarkan keterampilan layanan pasien

mereka, bukan keterampilan klinis mereka. Layanan pasien adalah termasuk

kemudahan akses, waktu tunggu yang minimal, dan tanggapan yang positif dari

49
staf pekerja, semua mempengaruhi kepuasan penyedia dan kepatuhan pasien.

Dokter adalah model peran dan harus melatih staf dengan meningkatkan positif

interaktif, dan lingkungan empati. Hal Ini akan meningkatkan kenyamanan

pasien dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam perawatan mereka

sendiri.(National Institutes of Health, 2003)

Menurut Boulware (2001), Intervensi perilaku pada pasien, seperti

konseling, terbukti efektif meningkatkan kontrol tekanan darah. Edukasi pasien

terhadap hipertensi, diantaranya adalah:

a) Menilai pemahaman pasien dan penerimaan atas diagnosa hipertensi

b) Diskusikan keluhan pasien dan mengklarifikasi ketidakpahaman pasien

c) Beritahu pasien tentang pembacaan tekanan darah dan memberikan

salinan tertulis

d) Dokter dan pasien sepakat mengenai target tekanan darah yang akan

dicapai

e) Menginformasikan pasien tentang pengobatan yang direkomendasikan,

dan memberikan informasi tertulis yang spesifik tentang peran gaya

hidup termasuk diet, aktivitas fisik, suplemen makanan, dan konsumsi

alkohol, penggunaan brosur standar bila tersedia

f) Menunjukkan keprihatinan dan memberikan kesempatan bagi pasien

kesempatan perilaku tertentu untuk melaksanakan rekomendasi

perawatan

g) Menekankan :

Perlunya melanjutkan pengobatan

50
Kontrol tidak berarti menyembuhkan

Universitas Sumatera Utara

Tekanan darah yang meninggi tidak dapat dikatakan melalui

perasaan atau gejala; tekanan darah harus diukur.

Menurut Yogiantoro (2003), strategi untuk meningkatkan kepatuhan kepada

pengobatan adalah:

a) Empati dokter akan meningkatkan kepercayaan, motivasi dan kepatuhan

pasien,

b) Dokter harus mempertimbangkan latar belakang budaya kepercayaan

pasien serta sikap pasien terhadap pengobatan,

c) Pasien diberi tahu hasil pengukuran tekanan darah, target yang masih

harus dicapai, rencana pengobatan selanjutnya serta pentingnya

mengikuti rencana tersebut.

Prevensi Hipertensi

1) Merubah Gaya Hidup

Haruslah diakui sangat sulit untuk mendeteksi dan mengobati

penderita hipertensi secara adekuat, harga obat-obat anti hipertensi

tidaklah murah, obat-obat baru amat mahal, dan mempunyai banyak efek

samping. Untuk alasan inilah pengobatan hipertensi memang penting

tetapi tidak lengkap tanpa dilakukan tindakan pencegahan untuk

menurunkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler akibat hipertensi.

51
Pencegahan sebenarnya merupakan bagian dari epngobatan hipertensi

karena mampu memutus mata rantai penatalaksanaan hipertensi

dankomplikasinya.

Pencegahan hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan:

a) Intervensi untuk menurunkan tekanan darah dipopulasi dengan tujuan

menggeser distribusi tekanan darah ke arah yang lebih rendah.

Penurunan TDS sebanyak 2 mmHg di populasi mampu menurunkan

kematian akibat stroke, PJK, dan sebab-sebab lain masing-masing

sebesar 6%, 4% dan 3%. Penurunan TDS 3 mmHg ternyata dapat

menurunkan kematian masing-masing sebesar 8%, 5% dan 4%.

b) Strategi penurunan tekanan darah ditujukan pada mereka yang

mempunyai kecenderungan meningginya tekanan darah, kelompok

masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami tekanan darah

normal dalam kisaran yang tinggi (TDS130-139 mmHg atau TDD 85-

89 mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi, obsitas,

tidak aktif secara fisik, atau banyak minum alcohol dan garam.

Berbagai cara yang terbukti mampu untuk mencegah terjadinya

hipertensi, yaitu pengendalian berat badan, pengurangan asupan natrium

kloride, aktifitas alcohol, pengendalian stress, suplementasi fish oil dan

serat The 5-year primary prevention of hypertension meneliti berbagai

faktor intervensi terdiri dari pengurangan kalori, asupan natrium kloride

dan alcohol serta peningkatan aktifitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan

penurunan berat badan sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan penurunan

52
TDS dan TDD sebesar 1,3mmHg dan 1,2 mmHg. Penelitian yangmengikut

sertakan sebanyak 47.000 individu menunjukan perbedaan asupan sodium

sebanyak 100 mmo1/hari berhubungan dengan perbedaan TD sebesar 5

mmHg pada usia 15-19 tahundan 10 mmHg pada usia 60-69 tahun.

Meningginya TDS dan TDD, meningkatnya sirkulasi kadar

kateholamin, cortisol, vasopressin, endorphins, aldosterone, dan

penurunan ekskresi sodium di urine merupakan respon dari rangsangan

stress yang akut. Intervensi pengendalian stress seperti relaksasi, meditasi

dan biofeedback mampu mencegah dan mengobati hipertensi.

Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah

memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi.

Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk

individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat

pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung

secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan

darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan

jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga

telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada

penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan

penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat,

jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah

dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah

adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan

53
asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat

secara keseluruhan.

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk

menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata

penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan

berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti

berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan darah.

Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap

NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan

hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan

setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan

tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih

rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang

mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi

~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan

konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula

dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet

kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam

menurunkan tekanan darah.

54
Penurunan

Modifikasi Rekomendasi Potensial TD

Sistolik

Diet Membatasi diet natrium tidak lebih dari 2-8 mmHg

Natrium 2400 mg/hari atau 100 meq/hari

Penurunan Menjaga berat badan normal; BMI = 5-20 mmHg per 10

Berat Badan 18,5-24,9 kg/ kg penurunan berat

badan

Olahraga Olahraga aerobik secara teratur, 4-9 mmHg

Aerobik bertujuan untuk melakukan aerobik 30

menit

Latihan sehari-hari dalam seminggu.

Disarankan pasien berjalan-jalan 1 mil

per hari di atas tingkat aktivitas saat ini

Diet DASH Diet yang kaya akan buah-buahan, 4-14 mmHg

sayuran, dan mengurangi jumlah lemak

jenuh dan total

Membatasi Pria 2 minum per hari, wanita 1 2-4 mmHg

konsumsi minum per hari

alkohol

55
2) Menurunkan Berat Badan Berlebih

Penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan terdapat hubungan

yang searah antara berat badan dengan tekanan darah. Penelitian

Framingham menunjukkan bahwa peningkatan berat badan sebesar 10%

dapat meningkatkan tekananvdarah sistolik sebesar 7 mmHg. Bramlage et

al. menyatakan adanya hubungan derajat obesitas dengan prevalensi

hipertensi. Hasil penelitiannya memperlihatkan prevalensi hipertensi

sebesar 34,3% pada populasi dengan indeks massa tubuh (IMT) normal,

60,6% pada pasien dengan status gizi berlebih, 72,9 % pada pasien dengan

obesitas derajat I, 77,1% pada pasien dengan obesitas derajat 2 dan sebesar

74,1 % pada pasien obesitas derajat 3. Sebaliknya, penurunan berat badan

juga dapat memberikan penurunan tekanan darah. The trial of

hypertension prevention (TOHP) memperlihatkan bahwa penurunan berat

badan sebesar 2 kg dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

sebesar 3,7 mmHg dan 2,7 mmHg.

Patofisiologi peningkatan berat badan terhadap tekanan darah

merupakan mekanisme yang kompleks. Diduga kegemukan

mengakibatkan hipertensi melalui peningkatan aktivasi sistem

reninangiotensin aldosteron, aktivitas sistem saraf simpatetik, resistensi

insulin dan leptin, aktivitas prokoagulatori, dan disfungsi endotel. Pada

berat badan berlebih/obesitas terjadi peningkatan reabsorbsi sodium di

ginjal dan terganggunya natriuresis dan peningkatan volume cairan.

56
3) Diet DASH

Dietary approaches to stop hypertension (DASH) merupakan pola

diet yang dianjurkan dalam Seventh Report of The Joint National

Committee onPrevention, Detection, Evaluation, and Treatmentof High

Blood Pressure (JNC 7) bagi semua pasien hipertensi. Pola diet mengikuti

pola DASH ini meliputi tinggi buah-buahan, sayuran, produk susu rendah

lemak, rendah asupan lemak dan rendah lemak jenuh, kolesterol, serealia

utuh (whole grain), ikan, unggas, dan kacang-kacangan; mengurangi

daging merah, gula, serta minuman manis. Pola diet sesuai DASH ini kaya

akan potasium, magnesium, kalsium, serat, dan sedikit tinggi protein.

Penelitian yang melibatkan subjek penelitian dengan tekanan darah

sistolik paling tinggi 160 mmHg dan tekanan diastolik 80-95 mmHg,

menjalankan pola asupan makanan sesuai DASH selama 2 minggu

menunjukkan terdapat penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5,5

mmHg dan tekanan diastolik sebesar 3,0 mmHg. Pada penelitian tersebut

didapatkan penurunan tekanan darah paling besar pada populasi yang

menjalankan pola diet DASH dibandingkan dengan subjek yang

menjalankan diet biasa yang dikonsumsi masyarakat Amerika dan diet

biasa yang ditambah dengan sayuran dan buah.

Kenapa ada yang ada catatan kaki (referensi) ada yang tidak? --> lengkapi!

Cara penulisan referensimu juga salah, pisahkan antara referensi yang di

ISPA dengan Hipertensi --> perbaiki

57
DAFTAR PUSTAKA

1. Daulay, Ridwan, 2008. Kesehatan Anak Untuk Perawat, Petugas Penyuluhan


Kesehatan, dan Bidan di Desa, Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.
2. Widoyono.2005. Penyakit Tropis (Epidemiologi,Penularan,Pencegahan,&
Pemberantasannya).Erlangga;Jakarta.
3. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
4. Universitas Sumatera Utama. Chapter II, No.20
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23512/5/Chapter%20II.pdf,
diakses 24 November 2015).
5. Muljadi Budisetio, Pencegahan Dan Pengobatan Hipertensi Pada Penderita
Usia Dewasa. Universa Medicina Journal of Medicine, Vol. 20, No. 2,
Halaman 57-107 (http://www.univmed.org/wp-
content/uploads/2011/02/Vol.20_no.2_6.pdf, diakses 24 November 2015).
6. Meilani Kumala, 2014. Peran Diet Dalam Pencegahan Dan Terapi
Hipertensi. Damianus Journal of Medicine, Vol. 13, No. 1, Februari 2014,
Halaman 5061,
(http://ojs.atmajaya.ac.id/index.php/damianus/article/view/208/161, diakses
24 November 2015).

58

Anda mungkin juga menyukai