Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN EVALUASI KEGIATAN PROGRAM KESEHATAN

GIGI DAN MULUT PADA LANSIA PUSKESMAS TAROK


KOTA PAYAKUMBUH

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Melengkapi Persyaratan


Program Intership Dokter Gigi

Oleh :

Drg. Dilla Puteri Anggaraini

Dokter Gigi Pendamping :

Drg. NOFI TRIANI


NIP. 197511222005012005

POLI GIGI
PUSKESMAS PARIT RANTANG
PAYAKUMBUH
2030
HALAMAN PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan “Laporan Evaluasi Kegiatan Program Kesehatan Gigi Dan Mulut

Pada Lansia Puskesmas Tarok Kota Payakumbuh ”. Melengkapi Persyaratan Program


Intership Dokter Gigi Periode 2 Tahun 2023

Payakumbuh , 10 Mei 2023

Disetujui oleh;
Kepala Puskesmas Tarok Dokter Pendamping Intership Puskesmas Tarok

Rika Rakhmawati, SKM, MKM Drg. NOFI TRIANI


NIP. 198202052005012003 NIP. 197511222005012005
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Laporan Evaluasi Kegiatan

Program Kesehatan Gigi Dan Mulut Pada Lansia Puskesmas Tarok Kota Payakumbuh

dibuat guna untuk memenuhi syarat dalam melengkapi kegiatan Intersip Dokter Gigi Periode 2

Tahun 2023. Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua proses yang

telah dilalui tidak lepas dari bimbingan Drg.Nofi Triani selaku dokter pendamping peserta

internship dokter gigi di Puskesmas Tarok, serta bantuan dan dorongan yang telah diberikan

berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu. Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana

mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan saran

sangat penulis harapkan dari pembaca.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita

semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan

pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Payakumbuh , 10 Mei 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Keadaan Umum Puskesmas

Puskesmas Tarok merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di Kota payakumbuh

dengan ruang lingkup kerja yang luas, juga merupakan salah satu puskesmas yang melayani

pemeriksaan kesehatan, rujukan, surat kesehatan dll, baik pasien umum maupun pengguna

layanan BPJS , yang juga merupakan faskes pertama dalam pembuatan rujukan bagi pasien BPJS

ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lanjutan.

Pelayanan Puskesmas Tarok juga baik dengan tenaga kesehatan yang baik, mulai dari

perawat, dokter, alat kesehatan dan obatnya. Puskesmas ini dapat menjadi salah satu pilihan

warga masyarakat Kota Payakumbuh untuk memenuhi kebutuhan terkait kesehatan. Puskesmas

Tarok mempunyai Tugas Pokok dalam Melaksanakan Pelayanan kesehatan pada masyarakat

Kota Payakumbuh, Pembinaan dan Pengembangan Upaya Kesehatan Secara Paripurna Kepada

Masyarakat di Wilayah Kerjanya, Menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan,

memandirikan masyarakat untuk hidup sehat, mewujudkan upaya dan pelayanan kesehatan yang

bermutu, baik upaya kesehatan wajib maupun pengembangan, pelayanan kesehatan dalam

gedung maupun luar gedung.


Puskesmas Tarok memiliki Layanan dan Lingkup Kerja meliputi : layanan Kesehatan Ibu,

Anak dan KB dengan tujuan Meningkatnya proporsi ibu bersalin dengan bantuan tenaga

kesehatan yang terlatih, adalah langkah awal terpenting untk mengurangi kematian ibu dan

kematian neonatal dini, Layanan Usia lanjut yang merupakann Pelayanan kesehatan yang di

tujukan salah satunya terhadap kelompok usia lanjut, dimana pada kelompok ini biasanya banyak

mengalami gangguan kesehatan degeneratif dan fungsi tubuh lainnya." Perbaikan Gizi juga

mrupakan hal pokok dalam lingkup kerja Puskesmas Tarok bertujuan untuk melakukan

Penanggulangan Anemia Gizi Besi (AGB ) sehingga mampu menurunkan prevalensi anemia

pada kelompok sasaran rawan terutama ibu hamil, kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan

dan distribusi tablet Fe." Pemberian Imunisasi "Jenis imunisasi yang diberikan adalah DPT-HB

1,2 dan 3, Polio 1,2,3 dan Imunisasi Campak. Juga merupakan agenda rutin dalam lingkup kerja

Puskesmas Tarok, serta " Pelaksanaan BIAS Pada Bulan November tahun 2017 telah terlaksana

imunisasi BIAS Campak pada anak atau sekitar dari sasaran anak SD kelas I di wilayah

Puskesmas Tarok." Selanjutnya Penggunaan akses pelayanan mutu kesehatandi Puskesmas ini

mencakup pelayanan ASKES, Jamkesmas dan PBI, Bpjs . Untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan sekarang ini telah menjangkau sampai ke tingkat kelurahan dengan adanya bidan

Poskeskel disetiap kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Tarok.


1.3 Kondisi sosial budaya dan ekonomi

Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tarok sebagian besar beragama Islam. warga non
muslim, umumnya adalah kaum pendatang dari luar provinsi. di tengah perbedaan suku, agama
dan budaya , aktivitas sosial dari peribadatan penduduk berjalan dengan baik.

Mata pencaharian penduduk beraneka ragam, mulai dari buruh, Petani, pedagang,
wiraswasta, pegawai swasta, pegawai negeri,  ABRI dan lain-lain. Dengan banyaknya sarana
pendidikan di wilayah kerja puskesmas Tarok juga berpengaruh terhadap perilaku masyarakat
terutama remaja seperti masalah kesehatan reproduksi dan narkoba, dan lain-lain

C. STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Sebagai satu bentuk organisasi,  Puskesmas Tarok memiliki struktur organisasi yang jelas
dan mengacu pada struktur organisasi tata kerja (SOTK)  Dinas Kesehatan Kota
Payakumbuh . struktur organisasi tersebut terdiri dari:

 unsur pimpinan : Kepala Puskesmas


 unsur pembantu pimpinan:  unit ketatausahaan
 unit fungsional tertentu :  pegawai dalam jabatan fungsional

Jumlah unit tergantung pada kegiatan, jumlah tenaga dan fasilitas yang ada.  untuk 
koordinasi semua unit dikelompokkan dalam dua kelompok besar,  yaitu usaha kesehatan
masyarakat dan usaha kesehatan perorangan.  masing masing kelompok diatur oleh koordinator.

1.  Kepala Puskesmas memimpin, dan mengawasi dan melaksanakan koordinasi kegiatan


Puskesmas yang dapat dilakukan dalam jabatan struktural dan jabatan fungsional. dalam
melaksanakan tugas, Kepala Puskesmas wajib menetapkan prinsip koordinasi,  integrasi
dan sinkronisasi dalam lingkungan Puskesmas maupun dengan satuan organisasi di luar
lingkungan Puskesmas.
2. Unit ketatausahaan bertugas mengurus bidang kepegawaian,  administrasi, keuangan,
perlengkapan serta pencatatan dan pelaporan. masing-masing bagian dipertanggung
jawabkan kepada 1 orang petugas, di bawah koordinasi 1 orang kepala tata usaha.
gambaran struktur organisasi Puskesmas Karang secara rinci dapat dilihat pada halaman
berikut:
1.4 Sarana dan prasarana

1.  Sarana fisik

a.  sarana  dan prasarana umum,  terdiri dari:

 sarana ibadah masjid dan  mushalla


 Sarana-sarana lingkungan, perumahan, tempat-tempat umum (TTU) , Tempat
pengolahan makanan (TPM,  sarana air bersih (SAB) dan sarana pembuangan air
limbah (SPAL).
 sarana pendidikan TK sehingga PT Madrasah Ibtidaiyah, SLB,  Panti Asuhan dan
Pendidikan Negri yang masuk wilayah kerja Puskesmas Tarok
 sarana pelayanan kesehatan terdiri dari sarana kesehatan milik pemerintah,
UKBM  dan  swasta

2. Sarana Pendidikan

Wilayah kerja puskesmas memiliki sarana pendidikan dari dari berbagai jenjang. Mulai
dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar,  pendidika lanjut lanjutan yang tersebar di wilayah
kerja Puskesmas Tarok semua murid dan siswa di semua sarana pendidikan dasar dan lanjutan
adalah sasaran pelayanan kesehatan Puskesmas Tarok,  melalui UKS,  ukgs, KIA- anak dan
imunisasi. Serta sarana dan prasarana kesehatan,  Ketenagaan. 

3. Sarana dan prasarana khusus

Untuk melaksanakan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat dalam wilayah kerja, 
Puskesmas Tarok memiliki sarana dan prasarana yang cukup diantaranya

1.  sarana fisik gedung


2.  sarana Transport
3.  sarana pelayanan penunjang pelayanan
4.  sarana penunjang administrasi dan sistem informasi
Puskesmas Tarok memiliki 1 buah Puskesmas induk dan beberapa poskeskel  di wilayah
kerjanya, untuk kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat,  Puskesmas Tarok didukung
dengan kendaraan roda 4 yang berfungsi sebagai alat transportasi guna peenunjang dalam
melakukan pelayanan kesehatan.

Berikut Tabel Data jenis pelayanan Kesehatan Puskesmas Tarok Kota Payakumbuh

No Tempat pelayanan Jenis pelayanan

1 Pendaftaran rekam medis Pendaftaran pasien


umumdan BPJS

2 UGD Pelayanan paien gawat


darurat

3 BP Umum Pengobatan, pemeriksaan


kesehatan individu dan
haji, rujukan, EKG

4 BP Lansia Pengobatan, pemeriksaan


kesehatan individu dan
haji, rujukan, EKG

5 BP Gigi Pengobatan, pencanutan,


penambalan dan scalling
dengan indikasi

6 KB Pemasangan alat KB
seperti suntik, implant,
spiral, pil, kondom dan
pemeriksaan IVA

7 KIA Pemeriksaan kehamilan,


pengobatan balita, apras
dan ibu menyusui, kelas
ibu hamil dan ibu balita,
deteksi resti bumil
8 Konseling Gizi, Kesling, PKPR

9 Kefarmasian Pelayanan Obat Umum,


BPJS

10 Imunisasi Imunisasi dasar, catin dan


rabies

11 Laboratorium Darah rutin, urin rutinm


gula darah, gol darah,
kolesterol, asam urat,
specimen TB dan test
kehamilan

12 Ambulans Mengantar rujukan


pasien gawat darurat

Dibawah ini merupakan Tabel Waktu dan Jenis Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Tarok

No JENIS PELAYANAN JADWAL

1 Pelayanan pengobatan umum Setiap hari kerja

2 Pelayanan pengobatan lansia Setiap hari kerja

3 Pelayanan pengobatan dan perawatan gigi Setiap hari kerja


mulut

4 Pelayanan keluarga berencana Setiap hari kerja

5 Pelayanan kesehatan ibu Setiap hari kerja

6 Kesehatan ibu hamil Setiap rabu minggu ke2

7 Pelayanan kesehatan anak Setiap hari kerja

8 Pelayanan DDTK Setiap hari kerja

9 Kelas ibu balita Setiap posyandu minggu


1,2,3
10 Pelayanan MTBS Setiap hari kerja

11 Pelayanan kekerasan terhadap ibu dan Setiap hari kerja


anak

12 Laboratorium Setiap hari kerja

13 Apotek Setiap hari kerja

14 Imunisasi balita, imunisasi ibu hamil Setiap hari selasa dan


kamis

15 Pelayanan kesehatan indera (Mata) Setiap hari kerja

16 Pojok giiz Setiap hari kerja

17 Pojok ASI (konseling asi) Setiap hari kerja

18 Pojok snaitasi Setiap hari kerja

19 Pelayanan IMS/HIV/AIDS Setiap hari kerja

20 Klinik PKPR Setiap hari kerja

21 Pelayanan kesehatan jiwa Setiap hari kerja

22 Balai pengobatan TB paru Setiap hari kerja

23 UGD Setiap hari kerja

4. Pendanaan

 Pendanaan Puskesmas Tarok bersumber dari:

1) Anggaran pendapatan belanja daerah (APBD)


2) Sumber-sumber lain yang sah: BOK dan kapasitas BPJS
Pengelolaan dana dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

1.6 Latar Belakang Masalah


Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2018) menyatakan penduduk Indonesia yang

memiliki masalah gigi dan mulut dengan proporsi usia 55-64 tahun sebanyak 61,9% dan usia

>65 tahun sebanyak 54,2%.lPenyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang menyerang segala

kelompok umur baik pada anak-anak sampai dewasa tak terkecuali pada kelompok lansia. Salah

satu masalah kesehatan pada lansia adalah karies gigi dan penyakit periodontal, karies dan

penyakit gigi lainnya, Penyakit gigi dan mulut masih menjadi persoalan di Indonesia sebab

berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, tingkat prevalensi karies di

Indonesia mencapai 90,05% ((RISKESDAS 2018)).

Lansia adalah setiap orang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik terlihat

berbeda dengan kelompok usia lainnya. Pengetahuan merupakan faktor yang membentuk

perilaku seseorang. Perilaku seseorang memiliki peranan penting dalam menetukan kesehatan

gigi mulut. Salah satu kondisi yang sering terjadi pada rongga mulut lansia yaitu kehilangan gigi

yang disebabkan oleh karies gigi., berdasarkan Survey laporan tahunan 2019, tingkat prevalensi

karies mencapai 90,05%. Dalam suatu penelitian menyatakan penyakit karies dapat

meningkatkan risiko stroke lebih dari 50% pada orang berusia 25-54, hal ini disebabakan bakteri

pada penyakit karies dapat masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran kapiler-kapiler

sampai ke otak, Beberapa peneliti menyebutkan 95% penderita penyakit gigi dan mulut bermur

umur lebih 65 tahun mempunyai penyakit gigi dan mulut, dan 70% penderita lansia

membutuhkan perawatan gigi dan mulut yang tepat dalam mengembalikan fungsi giginya

(Astoeti, 2004).

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah penyakit gigi dan mulut pada lansia yakni

dengan melakukan pendekatan dari tenaga kesehatan terutama dokter gigi tentang pentingnya

kesehatan gigi dan mulut. Hal ini juga dapat dilakukan dengan pembentukan kader-kader
kesehatan gigi dan mulut yang berperan dalam memantau kesehatan gigi lansia dalam kegiatan

posyandu lansia.

Tabel 1.11 Jumlah Kunjungan Pasien Lansia Poli Gigi Puksesmas Tarok Pada Bulan Maret

2023

NO DATA PENYAKIT JUMLAH PERSENTASE (%)


1 Nekrosis Pulpa 17 38 %
2 Pulpitis 8 18,%
3 Abses 9 21%
4 Periodontitis 10 23%

1.7. Identifikasi Masalah

Berdasarkan tabel diatas kasus tertinggi adalah penyakit Nekrosis pulpa dimana jumlah
kasus 17 orang dalam satu bulan dengan persentase 38 % dan kasus terendah adalah pulpitis
dimana jumlah kasus 8 dengan persentase 18 % pada tbulan maret tahun 2023 di bagian poli
gigi Puskesmas Tarok. Dengan jumalah kunjungan pasien lansia pada bulan maret yang datang
berkisar 200 orang perbulan, hanya 30% dari jumlah kunjungan yang ingin melakukan
pemeriksaan gigi dan mulut.

Berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah penyakit gigi dan mulut pada
lansia yakni dengan melakukan pendekatan baik melalui Poswindu, dengan melakukan kegitan
cek rutin kesehehatan lansia di wilayah kerja Puskesmas Tarok.

1.8 Prioritas Masalah

Untuk mengidentifikasi dan menganalisis akar penyebab masalah menggunakan metode


fishbone diagram dengan mengacu pada teori HL. Blum. Diagram fishbone adalah alat yang
membantu identifikasi, memilah, dan menampilkan berbagai penyebab yang mungkin dari suatu
masalah. Diagram ini menggambarkan hubungan antara masalah dengan semua faktor penyebab
yang mempengaruhi masalah tersebut.
Langkah-langkah dalam membuat fishbone diagram masalah penyakit terbanyak pasien
bagian poli gigi Puskesmas yaitu:
a. Meletakkan masalah kasus penyakit terbanyak di bagian poli gigi Puskesmas Tarok
b. Membuat 4 cabang faktor sesuai teori HL. Blum yaitu prilaku, pelayanan kesehatan,
lingkungan, dan sosiodemografi.
c. Variabel perilaku yang mengakibatkan kasus penyakit yaitu kurangnya pengetahuan
dan sikap masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut, serta kesibukan
masyarakat akan pekerjaan, anggapan masyarakat bahwasanya lubang kecil pada gigi
hal biasa dan adanya gigi goyang merupakan factor fisiologis usia.
d. Variabel lingkungan meliputi dukungan masyarakat dan dukungan keluarga
e. Variabel sosiodemografi meliputi pendapatan keluarga, pendidikan, pekerjaan.
f. Variabel pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan SDM, penyampaian informasi
tentang kesehatan gigi dan mulut.

Perilaku Lingkungan
1.Kurangnya
2.Kesibukan
pengetahuan
masyarakat atas
masyarakat tentang
kepekerjaannya 1.Dukungan masyarakat
kesehatan gigi dan
mulut. 2.Dukungan keluarga

Nekr 3. Aggapan masayarakat


osis bahwasanya lobang kecil
Pulpa adalah hal biasa
Meni 1.Pendapatan keluarga
ngkat 2. Pendidikan 1. Ketersediaan SDM
3. Pekerjaana 2.Penyampaian informasi tentang
kesehatan gigi dan mulut

Sosiodemografi pelayanan kesehatan

Berdasarkan metode HL blum didapatkan prioritas masalah.

1. Masih banyaknya lanjut usia dengan kondisi nekrosis pulpa dan membutuhkan

perawatan ketika datang ke puskesmas.

2. Masih banyak lanjut usia yang jarang memeriksakan kesehatan gigi dan mulut secara

rutin dikarenakan kurangnya mendapatkan informasi mengenai pemeriksaan berkala.


3. Lanjut usia hanya akan ke puskesmas apabila gigi tersebut sudah dalam kondisi parah

sehingga menimbulkan kesakitan.

1.9. Rumusan Masalah

Bagaimana cara meningkatkan Kesehatan Gigi dan Mulut pada lansia di wilayah kerja

Puskesmas Tarok ?

1.10 Tujuan

1.10.1 Tujuan Umum

Dokter gigi mampu mengaplikasikan ilmu ditengah-tengah masyarakat dan menjadi tenaga

medis profesional yang pada gilirannya bisa menjawab masalah yang ada dihadapannya sehingga

dapat memberikan pelayanan yang bermutu.

1.10.1 Tujuan Khusus

Penatalaksaan Survey Epidemiologi Kesehatan Gigi dan Mulut pada Lansia

1. Mengumpulkan data penyakit gigi dan mulut di masyarakat melalui Balai

Pengobatan poli gigi dan Poswindu

2. Memperoleh gambaran atau profil tentang kesehatan gigi dan mulut serta faktor-

faktor lain yang berhubungan dengan masalah gigi dan mulutnya.

3. Pencegahan penyakit gigi dan kelainan gigi pada lansia.

1.11. Manfaat.

1. Membantu pencatatan dan pelaporan mengenai program kesehatan gigi dan mulut

Puskesmas Tarok
2. Membantu pihak Puskesmas menyusun dan merencakan program kesehatan gigi dan

mulut pada lansia melalui Poswindu


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanjut Usia

Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh manusia dan tak dapat

dihindarkan. Proses menua akan terjadi terus menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan

umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Lanjut usia merupakan periode akhir dari

kehidupan seseorang dan setiap individu akan mengalami proses penuaan dengan terjadinya

perubahan pada berbagai aspek fisik/fisiologis, psikologis, dan sosial. Secara biologis, penduduk

lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai

dengan menurunya daya tahan fisik disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi

sel, jaringan, serta sistem organ (Aljehani,2013).

Menurut World Health Organization (WHO), batasan-batasan usia lanjut terdiri dari

empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) yang merupakan kelompok usia antara 45-

59 tahun; lanjut usia (elderly age) yang merupakan kelompok usia antara 60-74 tahun; usia tua

(old age) yang merupakan kelompok usia antara 75-90 tahun; dan usia sangat tua (very old) yang

merupakan kelompok usia diatas 90 tahun.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003) mengklasifikasikan lansia sebagai

berikut :

a. Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

b. Lansia, yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih


c. Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih, atau seseorang

yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan

yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.2 Status Kesehatan Gigi dan Mulut pada Lanjut Usia

Sistem mastikasi terdiri atas gigi geligi, mukosa mulut, kelenjar ludah, sistem

neuromaskular, tulang alveolar dan temporomandibular. Proses penuaan akan merubah struktur

dan keadaan rongga mulut baik bersifat fisiologis maupun patologis yang umumnya sulit

dibedakan. Proses penuaan fisiologis pada seluruh sistem tubuh bersama-sama dengan faktor

lokal, dapat mempengaruhi struktur dan fungsi rongga mulut. Perubahan pada sistem mastikasi

pada lansia juga dipengaruhi oleh kebiasaan, kebersihan rongga mulut dan lingkungan

(Bahar,2008).

Proses penuaan menyebabkan perubahan struktur dan tampilan gigi geligi. Beberapa

keadaan yang umumnya terjadi pada gigi seiring pertambahan usia, misalnya perubahan warna

menjadi gelap atau kekuningan. Seringkali terjadi keretakan, yang bersama dengan produk

korosif akan menyebabkan perubahan warna. Menipisnya lapisan enamel dapat disebabkan atrisi,

erosi atau abrasi. Hal ini akan berlanjut dengan tereksposnya dentin yang menyebabkan

terbentuknya dentin sekunder yang dalam waktu jangka lama menyebabkan gigi kurang sensitif

akan tetapi lebih rapuh, sehingga lebih beresiko terhadap terjadinya karies dan fraktur. Oral

mukosa akan menjadi lebih tipis, halus, dan kering, sehingga lebih rentan terhadap trauma.Pada

lidah terlihat penurunan ketebalan epitel, penyederhanaan struktur epitel dan rete peg yang
kurang menonjol, sehingga lidah terlihat lebih halus.Penipisan pada mukosa mungkin

berhubungan dengan defisiensi diet.Tidak ada bukti nyata adanya penurunan persepsi rasa yang

signifikan sehubungan dengan bertambahnya umur. Perubahan indera perasa dianggap kurang

berpengaruh dibandingkan indera lain. Indera perasa bersama indera penciuman berperan pada

asupan makanan. Penurunan fungsi kelenjar ludah merupakan keadaan normal pada proses

penuaan. Pada lansia yang sehat penurunan aliran saliva yang terjadi seiring bertambahnya usia,

tidak bermakna secara klinis. Penurunan aliran saliva yang menuju pada kekeringan mulut

(xerostomia) seringkali berkaitan dengan penyakit kronis atau pemakaian obat-obatan

tertentu(Herwanda,2014).

Fungsi otot dan sistem persyarafan berkaitan erat. Tulang alveolar turut ambil bagian

dalam hilangnya mineral tulang karena usia melalui resorbsi matriks tulang. Proses ini dapat

dipercepat dengan 9 tanggalnya gigi, penyakit periodontal, atau prothesa yang kurang

baik.Keadaan yang berhubungan dengan sendi temporomandibular masih belum jelas. Sejumlah

kelainan termasuk atritis dan kerusakan meniskus telah disebutkan, tapi hubunganya dengan

usia, terpisah dari trauma lokal dan penyakit sistemik masih belum dapat dipastikan.Dampak dari

buruknya kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi kehidupan sehari-hari lansia. Lebih lanjut

akan mempengaruhi kemampuan mengunyah, berkurangnya indera perasa, bicara, estetik, dan

seringkali mengakibatkan terbatasnya kehidupan sosial.Secara umum status kesehatan gigi yang

buruk pada lansia dapat terlihat dengan tingginya kehilangan gigi, adanya karies gigi, tingginya

pravelensi penyakit periodontal, xerostomia, prakanker/kanker rongga mulut.Kehilangan gigi

merupakan kondisi yang sering ditemui pada lansia.Menurut penelitian-penelitian yang telah

dilakukan, pravalensi kehilangan gigi pada lansia masih tinggi.Keadaan tidak bergigi baik
sebagian maupun seluruhnya merupakan indikator kesehatan gigi dan mulut dalam suatu

populasi (Ionel,2005).

2.3 Kelainan Gigi dan Mulut pada Lanjut Usia

2.3.1. Penyakit Periodontal

2.3.1.1 Defenisi Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal adalah sekumpulan penyakit infeksius yang dapat menyebabkan

terjadinya inflamasi pada gingiva dan jaringan periodontal, serta kerusakan pada tulang

alveolar.Terdapat dua tipe penyakit periodontal yang dapat dijumpai yaitu gingivitis dan

periodontitis (Daliemunthe,2008).

a. Gingivitis

Gingivitis merupakan penyakit periodontal yang ringan berlokasi di gingiva,

disebabkan infeksi non spesifik dan terjadi sebagai akibat dari gingiva yang

terakumulasi bakteri plak gigi.Gingivitis bersifat reversible, gejala klinisnya

berupa edema, perubahan warna menjadi kemerahan, peningkatan suhu jaringan,

dan pendarahn gingiva.Gingivitis disebabkan oleh plak, bakteri, faktor genetic,

manifestasi penyakit sistemik, dan trauma.

b. Periodontitis

Periodontitis didefenisikan sebagai penyakit inflamasi pada jaringan pendukung

gigi yang disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu yang biasanya

berasal dari plak gigi yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal,

kerusakan tulang alveolar dan ligament periodontal.Perbedaan mendasar dari

periodontitis dan gingivitis yaitu hilangnya perlekatan jaringan penghubung, dan


konjungsi tulang alveolar dengan terbentuknya poket gingiva dikarenakan migrasi

apikal.Kehilangan perlekatan diiringi oleh pembentukan poket periodontal dan

perubahan pada ketebalan dan ketinggian tulang alveolar. Tanda-tanda inflamasi

ini berupa perubahan pada warna, kontur, konsistensi, dan pendarahan saat

probing.

2.3.1.2. Etiologi Penyakit Periodontal

A. Faktor Lokal

a. Plak Gigi

Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri atas

mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang

melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Secara klinis juga terbukti bahwa mulut yang

berpenyakit periodontal selalu memperlihatkan adanya penimbunan plak yang jauh lebih banyak

dari mulut yang sehat.Dengan penelitian kuantitatif ditunjukkan bahwa jumlah plak dalam

kalkulus di dalam mulut yang berpenyakit periodontal adalah kurang dari 10 kali lebih banyak

daripada di dalam mulut yang sehat (Quamilla,2006).

b. Kalkulus

Kalkulus adalah massa terkalsifikasi yang melekat pada permukaan gigi asli maupun gigi

tiruan. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang telah mengalami

mineralisasi.Berdasarkan lokasi perlekatannya kalkulus dapat dibedakan atas kalkulus

supragingival dan kalkulus subgingival.Kalkulus supragingival berlokasi di koronal dari tepi

gingiva.Kalkulus ini biasanya berwarna putih atau kuning keputih-putihan, konsistensinya keras

seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke permukaan gigi.Warnanya dapat
dipengaruhi oleh tembakau dan pigmen makanan.Kalkulus ini terlokalisir pada satu gigi, atau

pada sekelompok gigi, atau menyeluruh di rongga mulut.

Kalkulus subgingival berada di apikal dari krista tepi gingiva. Penentuan lokasi dan

perluasan kalkulus subgingival membutuhkan pemeriksaan yang teliti dengan eksplorer.

Kalkulus ini biasanya berwarna coklat tua atau hitam kehijau-hijauan, dan konsistensinya keras

seperti batu api, dan melekat sangat erat ke permukaan gigi.

B. Faktor Sistemik

Berikut ini beberapa penyakit/kondisi sistemik yang ada kaitannya dengan penyakit

periodontal.secara umum faktor-faktor tersebut tidak dapat memulai timbulnya penyakit

periodontal, tetapi dapat mempercepat perkembangannya dan memperhebat kerusakan yang

ditimbulkan (Bahar,2007).

a. Diabetes Melitus

Salah satu tanda penting diabetes melitus adalah gingivitis dan periodontitis.Ada banyak

penelitian yang menunjukkan hubungan antara diabetes dan peningkatan kerentanan terhadap

infeksi oral termasuk penyakit periodontal.Periodontitis berkembang lebih cepat pada penderita

diabetes yang kurang terkontrol. Sebaliknya, pada penderita diabetes yang paling terkontrol

dengan baik dapat mempertahankan kesehatan periodontal dan akan merespon terapi periodontal

secara positif.

b. Penyakit Endokrin

Gangguan hormonal bisa mempengaruhi jaringan periodonsium secara langsung, sebagai

manifestasi penyakit endokrin pada periodonsium dan menimbulkan perubahan anatomis di

rongga mulut yang mempermudah penumpukan plak atau trauma karena oklusi.
2.3.2. Kehilangan Gigi

Kehilangan gigi disebabkan masalah yang kompleks, meliputi faktor-faktor predisposisi,

status hormonal, penyakit-penyakit yang diderita, kebiasaan dalam pemeliharaan rongga mulut,

sosio budaya dan terdapatnya sarana perawatan gigi dan mulut yang terjangkau.Pada lansia yang

sering ditemui penurunan daya penglihatan, berkurangnya indera penciuman dan indera perasa

serta kemampuan motorik, yang menyebabkan kesulitan dalam pemeliharaan kebersihan mulut.

Berkurangnya aliran saliva yang dikaitkan dengan penggunaan obatobatan pada penyakit kronis

sering menyebabkan retensi plak yang akan menyebabkan karies, dan lebih lanjut menyebabkan

kehilangan gigi (Lebukan,2017).

Kemungkinan adanya keterbatasan fisik dan penyakit yang diderita dapat mengurangi

perhatian dan atau kemampuanya untuk mengurus diri sendiri, yang berdampak terhadap status

kesehatan gigi dan mulutnya.Beberapa penelitian melaporkan hubungan keadaan tidak bergigi

dengan tingkat sosio ekonomi, ternyata pada masyarakat berpenghasilan dan berpendidikan

rendah mempunyai resiko lebih tinggi kehilangan seluruh giginya.Penelitian lain

menghubungkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehilangan gigi dengan umur, jenis

kelamin, merokok, daerah tempat tinggal, kunjungan ke dokter gigi, dan asuransi kesehatan.

Kehilangan gigi berdampak pada hilangnya struktur orofacial, seperti jaringan tulang,

sistem persarafan, reseptor dan otot-otot. Akibatnya fungsi orofacial akan hilang sejalan dengan

kehilangan gigi. Setelah gigi tanggal, akan terjadi resorbsi pada tulang alveolar yang lebih lanjut

akan mengakibatkan penurunan dimensi vertikal wajah. Besarnya resorbsi tulang alveolar

berhubungan dengan lamanya seseorang tidak bergigi. Kehilangan gigi memberi dampak negatif

pada mastikasi, estetik dan oral health related quality of life (OHRQoL).
2.3.3 Karies Gigi

2.3.3.1. Defenisi Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi yaitu email,

dentin dan sementum yang mengalami proses kronis regresif. Karies gigi terjadi karena adanya

interaksi antara bakteri di permukaan gigi, plak atau biofilm dan diet, terutama komponen

karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam laktat

dan asetat. Yang ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi dan rusaknya bahan

organik akibat terganggunya keseimbangan email dan sekelilingnya, menyebabkan terjadinya

invasi bakteri serta kematian pulpa bakteri dapat berkembang ke jaringan periapeks sehingga

dapat menimbulkan rasa nyeri pada gigi.

2.3.3.2. Etiologi Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit multifactorial yang disebabkan oleh berbagai faktor.

Lima faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan lesi karies adalah akumulasi dan

retensi plak, frekuensi asupan karbohidrat, frekuensi pajanan terhadap makanan asam, faktor

pelindung alami seperti pelikel dan saliva, serta fluoride dan elemen-elemen lain yang dapat

mengontrol perkembangan karies (Newman,2012).

Plak adalah lapisan polisakarida semi transparan yang melekat dengan kuat pada

permukaan gigi dan mengandung organisme patogen. Akumulasi dan retensi plak akan

mengakibatkan peningkatan fermentasi karbohidrat oleh bakteri asidogenik, dimana metabolisme

bakteri dalam keadaan maksimal dpata menyababkan pH permukaan gigi turun dengan cepat.

Tingkat penurunan pH bergantung pada ketebalan plak, jumlah dan jenis dalam plak,

kemampuan buffer saliva dan faktor-faktor lain.


2.3.3.3 Diagnosis Karies

Penetapan diagnosis yang tepat sangat dibutuhkan untuk kesuksesan perawatan lesi pada

karies, baik dengan pemeriksaan klinis maupun dengan pemeriksaan penunjang seperti

radiografi.Diagnosis yang dilakukan pada tahap dini telah dianggap seebagai sesuatu yang sangat

penting, sejak karies diketahui dapat dihentikan dan remineralisasi dapat terjadi.Deteksi lesi awal

merupakan perpaduan diagnosis yang penting karena hal ini mengacu kepada jenis pencegahan

dan perawatan yang dibutuhkan (Aljehani,2013).

Beberapa karies awal dapat dideteksi oleh alat diagnosa klinis yang lebih teliti dan

pemeriksaan radiografi. Deteksi dini lesi karies karies yang kecil dapat dilakukan dengan

beberapa pendekatan, pada lesi karies yang mengenai pit atau fisura dapat menggunakan kaca

mulut dan eksplorer, dengan tekanan ringan dapat terasa, ujung sonde yang tersangkut dan pada

tekanan yang lebih besar akan teraba daerah lebih lunak, opak, warna dan lebih buram jika

dibandingkan dengan gigi sebelahnya. Diagnosis karies diperlukan untuk mengetahui kerentanan

seseorang terhadap karies, aktivitas karies , dan risiko karies dan untuk menentukan jenis terapi.

a. Karies Dini/karies email tanpa kavitas yaitu karies yang pertama terlihat secara klinis, berupa

bercak putih setempat pada email. Anamnesis pada karies email tanpa kavitas adanya bintik

putih pada gigi. Terapi yang dilakukan dengan pembersihan gigi, diulas dengan flour, edukasi

pasien.

b. Karies dini/karies email dengan kavitas yaitu karies yang terjadi pada email sebagai lanjutan

dari karies dini. Anamnesa pada pasien dirasakannya gigi yang terasa ngilu.Terapi dengan

penambalan.

c. Karies dengan dentin terbuka/dentin Hipersensitif yaitu peningkatan sensitiftas karena

terbukanya dentin. Anamnesa pada pasien kadang-kadang rasa ngilu waktu kemasukan makanan,
saat minum dingin, asam dan asin dan biasanya rasa ngilu hilang setelah rangsangan dihilangkan,

rasa sakit harus karena adanya rangsangan, tidak sakit secara spontan.Terapi dengan

penambalan.

d. Pulpitis reversibel/hiperemi pulpitis/pulpitis awal yaitu peradangan pulpa awal sampai sedang

akibat rangsangan. Anamnesa biasanya pasien nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin,

nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus, rasa nyeri lama hilangnya setelah

rangsangan dihilangkan. Terapi dengan penambalan /pulp cafing dengan penambalan Ca(OH) ±

1 minggu untuk membentuk sekunder dentin.

e. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru dapat juga yang sudah berlangsung

lama.

 Pulpitis irreversibel terbagi : Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau

baru yang ditandai dengan rasa nyeri akut yang hebat. Anamnesa nyeri tajam spontan

yang berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang telinga, biasanya penderita tidak

dapat menunjukkan gigi yang sakit. Terapi bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit

dengan perawatan saluran akar .

 Pulpitis irreversibel kronis yaitu Peradangan pulpa yang berlangsung lama. Anamnesa,

gigi sebelumnya pernah sakit, rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan, nyeri tajam

menyengat, bila ada rangsangan seperti panas, dingin, asam, manis, dan penderita masih

bisa menunjukkan gigi yang sakit.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sistem Manajemen Puskesmas

Puskesmas merupakan ujung tombak Departemen Kesehatan RI dalam meningkatkan

derajat kesehatan ang optimal, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan upaya ahli kelola,

upaya kesehatan, maka fungsi Puskesmas mempunyai ruang lingkup promotif, preventif, dan

kuratif.

Prinsip manajemen Puskesmas meliputi perencanaan, pengaturan dan penilaian. Tiga prinsip

tersebut meliputi:

1. Perencanaan (P1)

a. Rencana Usulan Kegiatan (R.U.K)

RUK sama dengan planning of action (POA) atau rencana kerja yang biasanya disusun

menjelang pergantian tahun anggaran kegiatan baru.

b. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

RKA merupakan pengembangan dari RUK setelah ada perbaikan tata cara pembuatan

anggaran kegiatan dalam setiap unit satuan kerja perangkat daerah (SKPD)

c. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)

Setelah disusun rencana kegiatan kemudian dibuatkan strategi pelaksanaan secara terpadu.

d. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

DPA merupakan kelanjutan dari RKA yang telah disetujui sebagai pedoman pelaksanaan

penggunaan anggaran kegiatan.

2. Pengaturan (P2)

a. Pergerakan : Mini Lokakarya Lintas Program (MINLOK)


Minlok ini dilaksanakan Puskesmas setiap sebulan sekali, untuk mengevaluasi hasil

kegiatan pelayanan.

b. Pelaksanaan : Mini Lokakarya Lintas Sektoral

Minlok ini dilaksanakan Puskesmas setiap 3 bulan sekali dengan melibatkan instansi

terkait seperti Dinkes, Diknas, Kecamatan, Kelurahan dan lainnya, sesuai porsi kegiatan

Puskesmas.

3. Penilaian (P3)

a. Pengawasan (monitoring)

Kegiatan pelayanan harus terus diawasi pelaksanannya agar mencapai target yang telah

ditetapkan.

b. Pengendalian (controlling)

Pelayanan yang sudah optimal perlu dikendalikan arahnya agar tidak menyimpang dari

tujuan kegiatan.

c. Penilaian (evaluation)

Setiap hasil kegiatan harus dievaluasi sebagai bentuk pertanggung jawaban institusi

terhadap public dan pemerintahan daerah. Puskesmas perangkat teknis pemerintah daerah

tingkat II dan bertanggung jawab langsung baik teknis maupun administratif kepada

kepala dinas kesehatan.

Kedudukan dalam hirarki pelayanan kesehatan, dalam urutan hirarki pelayanan kesehatan,

maka Puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas pelayanan kesehatan pertama.

Susuan organisasi Puskesmas terdiri dari:

a. Unsur Pimpinan (general manager): Kepala Puskesmas

b. Unsur Pembantu Pimpinan (middle manager): Urusan Tata Usaha


c. Unsur Pelaksana (low manager): yang terdiri dari tenaga atau pegawai dalam jabatan

fungsional, jumlah unit tergantung kepada kegiatan, tenaga dan fasilitas tiap daerah, unit

terdiri dari unit I-unit IV.

3.2 Fungsi Manajemen Puskesmas

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dalam proses

manajemen yang akan dijadikan acuan bagi kepala Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan

untuk mencapai tujuan dari program Puskesmas. Adapun fungsi manajemen Puskesmas:

a. Planning

Planning adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki.

Perencanaan mengenai program Puskesmas Ulak Karang dilakukan pada awal tahun,

untuk menyusuk rencana usulan kegiatan (RUK) berdasarkan hasil kajian dari

pencapaian kegiatan tahun sebelumnya.

b. Organizing

Dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan

yang lebih kecil. Perorganisasian memudahkan kepala Puskesmas melakukan

pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan yang telah

dibagi. Pengorganisasian Puskesmas Tarok cukup baik, dikarenakan SDM yang ada di

Puskesmas telah bekerja dengan baik menjalankan planning-planning yang telah

ditentukan sesuai dengan bagian kerja masing-masing.


c. Actuating

Aktuating merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan ang mengikat para

bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaga secara efektif dan efisien

dalam mencapai tujuan program-program Puskesmas. Di Puskesmas Ulak Karang

kepala Puskesmas melakukan pengarahan terhadap program-program kerja yang telah

direncanakan kepada bawahannya dengan cara orientasi, perintah dan juga delegasi

wewenang dan cara tersebut cukup efektif dan rapat berjalan dengan baik sehingga

para bawahan dapat melaksanakan tugas-tugas yang diperintahkan dengan baik.

d. Kontroling

Merupakan proses untuk mengamati secara terus menerus, pelaksanaan rencana kerja

yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpang yang terjadi. Di

Puskesmas Ulak karang kontroling selalu dilakukan kepala Puskesmas terhadap kinerja

SDM yang ada di Puskesmas. Untuk enjalankan fungsi ini diperlukan adanya standar

kinerja yang jelas, dari standar tersebut dapat ditentukan indikator kinerja yang akan

dijadikan dasar untuk menilai hasil kerja pegawai. Penilaian kerja pegawai di

Puskesmas Ulak Karang meliputi tenaga yang memberikan pelayan langsung kepada

pasien sperti perawat, bidan dan dokter maupun tenaga administratif. Adanya indikator

kinerja, akan memudahkan dalam melakukan koreksi apabila ada penyimpangan. Oleh

karena adanya kontroling maka kinerja SDM di Puskesmas Ulak Karang bisa dikatakan

baik dan memuaskan.

e. Upaya Kesehatan Wajib

Program kesehatan berdasar komitmen global dan nasional, wajib dilaksanakan oleh

Puskesmas.
f. Upaya Kesehatan Pengembangan

Program kesehatan yang penetapannya berdasarkan permasalahan lokal spesifik atau

tuntutan masyarakat yang tercakup dalam kegiatan pokok Puskesmas dan kegiatan

tambahan lainnya.

3.3. Kesehatan Gigi dan Mulut pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Ulak Karang

DATA PENYAKIT DI BP GIGI TAHUN 2019

N JENIS KELAMIN JUMLAH PERSENTASE (%)


O
1 LAKI-LAKI 58 48
2 PEREMPUAN 65 52

NO DATA PENYAKIT JUMLAH PERSENTASE (%)


1 Nekrosis Pulpa 61 49 %
2 Persistensi 22 17,8%
3 Karies Dentin 7 4,1%
4 Kalkulus 15 8,8%
5 Impaksi 14 8,2%
6 Abses 10 5,8%
7 Karies Email 5 2,9%
8 Pulpitis 51 30%

3.3 Analisa Masalah

Analisa Masalah Masalah

Prioritas Masalah Alternatif Pemecahan


Masalah
3.4 Masalah

1. Masih banyaknya lanjut usia dengan kondisi nekrosis pulpa dan membutuhkan

perawatan ketika datang ke puskesmas.

2. Masih banyak lanjut usia yang jarang memeriksakan kesehatan gigi dan mulut secara

rutin dikarenakan kurangnya mendapatkan informasi mengenai pemeriksaan berkala.

3. Lanjut usia hanya akan ke puskesmas apabila gigi tersebut sudah dalam kondisi

parah sehingga menimbulkan kesakitan.

3.5 Prioritas Masalah :

Meningkatkan penanggulangan masalah kesehatan gigi dan mulut pada lansia pada

wilayah kerja Puskesmas Ulak Karang.


3.6 Analisa Masalah:

Analisa masalah dilakukan dengan menggunakan diagram fishbone, sebagai berikut:

Cause Effect

Man Methode
Rendahnya kesadaran
lansia tentang kesehatan
Budaya menjaga kesehatan
gigi
gigi mulut yang masih
kurang
Rendahnya pengetahuan
lansia tentang kesehatan gigi
dan mulut Tidak adanya tindak
lanjut pasca skrining
Jumlah tenaga
kesehatan yg terbatas
Kurangnya
pengetahuan
kesehatan gigi
Kurangnya penyuluhan Minimnya dan mulut pada
kesehatan gigi dan mulut lansia anggaran untuk
lansia
meningkatkan
kesgimul
Tidak ada kebijakan yang
mengharuskan lansia untuk
periksa gigi secara rutin.
Status sosial ekonomi
yang rendah
Masih kurangnya
pengetahuan waktu dan cara
yang benar untuk menjaga
kesehatan gigi Material

Mechine
Untuk mencari akar permasalahan yang lebih jelasnya maka dilakukan brainstorming, yang

dirangkum dalam bentuk tabel:

Tabel 3.1 Rangkuman brainstorming

Possible root cause Discussion Root cause ?


Man

Rendahnya kesadaran lansia Melakukan penyuluhan Yes


akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut di
kebersihan gigi dan mulut posyandu, dan puskesmas
Rendahnya pengetahuan lansia Yes
Methode
Budaya menjaga kebersihan Pemberian leaflet tentang Yes
gigi dan mulut yang masih kesehatan gigi dan mulut
kurang
Tidak ada tindakan lanjut Merencanakan program Yes
pasca skrining perawatan gigi pada lansia
yang rongga mulutnya
terdapat kelainan
Mechine
Kurangnya penyuluhan Melakukan kegiatan Yes
tentang kesehatan gigi dan penyuluhan lebih rutin
mulut
Tidak ada kebijakan yang Melakukan kegiatan No
mengharuskan lansia untuk penyuluhan lebih rutin dan
periksa gigi secara rutin mengedukasi pntingnya
memeriksa gigi 6 bulan sekali
Masih banyaknya ke tidak Pelatihan sikat gigi yang baik No
tahuan waktu yang tepat untuk dan benar dengan video
menyikat gigi yang benar
Material
Minimnya anggaran untuk Bekerja sama dengan No
meningkatkan kesehatan gigi mahasiswa untuk melakukan
dan mulut pemeriksaan gigi dan mulut
Status sosial ekonomi yang Penyuluhan tentang No
rendah puskesmas
Dari data diatas ditemukan akar permasalahannya yaitu :

1. Kurangnya pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut

2. Budaya menjaga kebersihan gigi dan mulut masih kurang

3. Kurangnya penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut

4. Tidak ada tindakan lanjut pasca skrining di Lansia

5. Tidak adanya kesadaran Lansia untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut

Alternatif Pemecahan Masalah :

1. Melakukan pemberian informasi lebih banyak kepada lansia agar pola pikir tentang

pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut sangat penting dan berdampak pada

kesehatan lainnya hal ini bisa dengan memberikan penyuluhan misalnya pada saat

diadakan nya posyandu lansia

2. Memberi tahu waktu yang tepat dan cara yang tepat dalam menyikat gigi, serta cara

menjaga kesehatan gigi dan mulut yang baik dan benar,hal ini bisa diperagakan di

posyandu maupun puskesmas atau bisa dengan poster dan pamphlet.

3. Melakukan perawatan secara berlanjut agar gigi masih tetap bisa dipertahankan.

4. Bila gigi sudah tidak dapat di pertahankan meminta lansia untuk pencabutan gigi , karna

bila tetap di biarkan infeksi akan tetap terus berlanjut dan akan berakibat serius, dan

setelah dilakukan pencabutan mengajak lansia untuk menggunakan gigi tiruan agar dapat

membantu pengunyahan. Hal ini dapat disampaikan secara pribadi, memperlihatkan

peragaan atau dengan disampaikan kepada orang terdekat lansia.


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan umum sehingga jika rongga

mulut tidak sehat, maka akan berdampak ke kesehatan tubuh lain nya, terutama pada orang

lanjut usia. Kurangnya tingkat pengetahuan sejak dini pada lansia menyebabkan banyak

terjadinya permasalahan pada rongga mulut lansia, seperti periodontitis dan karies. Kelainan

pada rongga mulut lansia akan menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan sehari hari

karena adanya rasa sakit dari rongga mulut.

4.2 Saran

Melaksanakan penyuluhan kesehatan gigi pada lansia dan merencanakan secara teratur

program kesehatan gigi dalam kegiatan posyandu lansia.


DAFTAR PUSTAKA

AlJehani, Y. A., Bansal, M., Rastogi, S., & Vineeth, N. S. (2013). Risk factors of periodontal
disease: review of the literature. International Journal of Dentistry, 2014(2), 126–30.

Bahar A.Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia di Desa Lengkong Gudang dan Serpong
serta Saran Penanggunglangannya Melalui Peran Kader Kesehatan Desa.JKGUI
2000;7:311-317.

Daliemunthe, S. H. (2008). PERIODONSIA. MEDAN: DepartemenPeriodonsia Fakultas


Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.

Dep-Kes RI, Dirjen Binkesmas Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. Pola operasional upaya
kesehatan usia lanjut, 1995.

Dinas Kesehatan Kota Padang. 2019. Laporan Tahunan Dinas Kesehata Kota Padang. Padang:
Dinas Kesehatan Kota Padang.

Gilbert GH & Duncan RP. Attitudinal and Behavioural Characteristics of Older Fluoridians with
Tooth Koss. Com. Dent. Oral Epid. Vol. 21, 1993.

Herwanda, Rahmayani L.Gambaran Kebutuhan Perawatan Gigi dan Mulut pada Pasien di
Posyandu Lansia PUSKESMAS. Cakradonya Dent J 2014; 6(1):619-677.

Ionel, A., Lucaciu, O., Moga, M., Buhatel, D., Ilea, A., Catoi, C., Campian, R. S. (2015).
Periodontal disease induced in Wistar rats - experimental study. Human & Veterinary
Medicine International Journal of the Bioflux Society, 7(2), 90–95.

Irmawati, S., H Sultan M., Nurhannis. 2017. Kualitas Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas
Sangurara Kecamatan Tatanga Kota Palu. eJurnal Katalogis Administrasi Publik. Vol. 5
(1); 188-197.

Lebukan, B. J. (2013). Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Periodontal (Studi Kasus Masyarakat
Pesisir Pantai Kecamatan Bacukiki Barat Kota Pare – Pare). Jurnal Repository Unhas, 1–
50.

Newman, M.G., Takei, H, H., Klokkevold, P. R., & Carranza, F. A. (2012). Carranza's Clinical
Periodontology (11th ed.). Philadelphia: WB. Saunders.

Niah, Najah Soraya. 2015. Manajemen Pelaksanaan Pelayanan Puskesmas Di Kabupaten


Jombang Jawa Timur. STIKES Husada Jombang.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat No. 75. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.

Puskesmas Ulak Karang. 2019. Laporan Tahunan Puskesmas Ulak Karang. Padang: Puskesmas
Ulak Karang

Putri, Wayan Citra Wulan Sucipta., Putu Cinta Dewi Yuliatni., Putu Ariani., Komang Ayu
Kartika Sari., A.A Sagung Sawitri. 2017. Dasar-dasar Pusat Kesehatan Masyarakat edisi
1. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Quamilla, N. (2016). Stres Dan Kejadian Periodontitis (Kajian Literatur), 1(2), 161–168.

Suominen AL. Demand for Oral Health Services in Adults Finns. Turku; University of Turku,
Department of Community Dentistry, Institute of Dentistry, Thesis 2000:421.

WHO. The use of epidemiology in the study of the elderly.Techn.Rep.ser 706,1984.

Woods N, Whelthon H, Kelleher V. Factors Influencing the Need for Dental Care amongs the
Elderly in the Republic of Ireland. 2007;5-12.

Wowor, Hetmi., Daud ML., Joyce Rares. 2016. Pelayanan Kesehatan Di Pusat Kesehatan
Masyarakat Amurang Timur Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Ilmu sosial dan
pengelolaan sumber daya pembangunan edisi XX. Vol. 3.
Lampiran Foto kegiatan bimbingan management puskesmas

Anda mungkin juga menyukai