Anda di halaman 1dari 25

POTENSI EKONOMI MIKROALGAE Chlorella sp. DAN Spirulina sp.

Tugas Makalah Botani Ekonomi

Disusun oleh:

Andesita Ryanesia Dewi 140410110016

Devi Ayu Lestari 140410110028

Athena Dinanty 140410110067

Fatharani Rayhannisa 140410110069

Septiani Gartini 140410110078

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2014
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroalga adalah alga berukuran mikro yang biasa dijumpai di air tawar
dan air laut. Mikroalga merupakan spesies uniseluler yang dapat hidup soliter dan
berkoloni. Berdasarkan spesiesnya, ada berbagai macam bentuk dan ukuran
mikroalga. Tidak seperti tanaman tingkat tinggi, mikroalga tidak memiliki akar,
batang, dan daun. Mikroalga merupakan mikroorganisme fotosintetik yang
memiliki kemampuan untuk menggunakan sinar matahari dan karbondioksida
untuk menghasilkan biomassa.

Keanekaragaman mikroalga sangatlah tinggi, diperkirakan terdapat


200.000-800.000 spesies mikroalga yang ada di Bumi. Namun baru sekitar 35.000
spesies saja yang telah terindentifikasi. Sel-sel mikroalga tumbuh dan berkembang
pada media air, itu sebabnya mikroalga memiliki tingkat efisiensi yang lebih
tinggi dalam hal penggunaan air, karbondioksida, dan nutrisi lainnya bila
dibandingkan dengan tanaman tingkat tinggi.

Dalam biomassa mikroalga terkandung bahan-bahan penting yang sangat


bermanfaat, misalnya protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat. Persentase
keempat komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Dengan adanya
komponen bahan tersebut, mikroalga juga dapat dijadikan bahan alternatif
makanan bagi manusia. Salah satu jenis mikroalga yang sudah banyak dikenal
ialah Spirulina dan Chlorella dari kelompok Cyanophyceae.

Mikroalga mempunyai kandungan lipid sekitar 50-60% dan protein


sebanyak 70%, selain itu mikroalga juga mempunyai kandungan karbohidrat yang
mencapai 40% (Chisti, 2007). Dengan kandungan lipid yang tinggi tersebut, maka
mikroalga berpotensi sebagai sumber energi atau bahan bakar nabati melalui
proses ekstraksi dan esterifikasi. Dengan kandungan protein yang cukup tinggi
dan kandungan senyawa aktif tinggi, maka mikroalga mempunyai potensi sebagai
sumber food supplement melalui proses ekstraksi. Sedangkan karbohidrat
berpotensi menjadi bioethanol.

Spirulina sp. mengandung pigmen biru yang umum disebut phycocyanin


(Kozlenko & Henson, 1998 dalam Arlyza, 2005). Phycocyanin mempunyai
kandungan yang cukup signifikan sebagai antioksidan, melindungi fungsi hati,
dan membuang senyawa radikal (Weil, 2000). Oleh karena itu phycocyanin sangat
luas digunakan dalam bidang kesehatan, pewarnaan makanan dan kosmetik.
Chlorella , memiliki kandungan memiliki kandungan minyak sebesar 28-32%
sehingga sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan baku
pembuatan biodiesel.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa identifikasi masalah


yang membatasi penulisan makalah ini, yaitu:

1. Bagaimana cara distirubusi mikroalgae Chlorella sp. dan Spirulina


sp.

2. Bagaimana cara pembudidayaan Chlorella sp. dan Spirulina sp.

3. Apa saja kangdungan metabolit sekunder yang dimiliki Chlorella


sp. dan Spirulina sp.

4. Potensi ekonomi apa saja yang dimiliki Chlorella sp. dan


Spirulina sp.

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui distirubsi,


pembudidayaan, serta kandungan metabolit sekunder dari Chlorella sp. dan
Spirulina sp. yang bermanfaat dan berpotensi secara ekonomi.
BAB II

ISI

2.1 Distribusi Mikroalga

Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), menyatakan bahwa terdapat


empat kelompok mikroalga antara lain: diatom (Bacillariophyceae), alga hijau
(Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) dan alga biru (Cyanophyceae).
Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air laut
(haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di perairan
meliputi plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton), hidup di zona
disphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik (bathyplankton) dan yang hidup
di dasar perairan atau bentik (hypoplankton) (Eryanto et.al, 2003).

2.2 Budidaya Mikroalga

Sebagian besar mikroalga menggunakan cahaya dan karbon dioksida


(CO2) sebagai sumber energi dan sumber karbon (organisme photoautotrophic).

Pertumbuhan optimum mikroalga membutuhkan temperatur air berkisar 15-30C.


Media pertumbuhan juga harus mengandung elemen anorganik yang berfungsi
dalam pembentukan sel, seperti nitrogen, phospor, dan besi. Beberapa penelitian
telah dilakukan untuk mengembangkan teknik, prosedur dan proses produksi
mikroalga dalam jumlah besar. Open ponds system dan photobioreactor system
merupakan teknik budidaya mikroalga yang paling sering digunakan (Ariyanti
dan Handayani, 2007).
2.2.1 Open Ponds

Gambar 1. Raceway open pond dilapangan

Sumber: Google Image

Open ponds merupakan sistem budidaya mikroalga tertua dan paling


sederhana. Sistem tersebut sering dioperasikan secara kontinyu. Umpan segar
(mengandung nutrisi termasuk nitrogen, phosphor, dan garam inorganic)
ditambahkan didepan paddlewheel dan setelah beredar melalui loop-loop
mikroalga tersebut dapat dipanen dibagian belakang dari paddlewheel.
Paddlewheel digunakan untuk proses sirkulasi dan proses pencampuran mikroalga
dengan nutrisi. Beberapa sumber limbah cair dapat digunakan sebagai kultur
dalam budidaya mikroalga. Pemilihan sumber limbah cair tersebut berdasarkan
pemenuhan kebutuhan nutrisi dari mikroalga. Mikroalga laut dapat menggunakan
air laut atau air dengan tingkat salinitas tinggi sebagai media kultur.

Biaya operasional sistem open ponds lebih rendah dibandingkan dengan


sistem photobioreactor, namun sistem tersebut memiliki beberapa kelemahan.
Open ponds merupakan sistem kolam terbuka sehingga mengalami evaporasi akut
dan penggunaan karbon dioksida (CO2) menjadi tidak efisien. Produktivitas

mikroalga juga dibatasi oleh kontaminasi dari alga atau mikroorganisme yang
tidak diinginkan.
2.2.2 Photobioreactor

(a) (b)

Gambar 2. (a) Instalasi flat photobioreactor, (b) Instalasi tubular


photobioreactor

Sumber: Google Image

Photobioreactor dikembangkan untuk mengatasi permasalahan


kontaminasi dan evaporasi yang sering terjadi dalam sistem open pond. Sistem
tersebut terbuat dari material tembus pandang dan umumnya diletakkan di
lapangan terbuka untuk mendapatkan cahaya matahari. Pada dasarnya,
photobioreactor terdapat dalam dua jenis, plate dan tubular. Photobioreactor
tubular lebih sesuai digunakan di lapangan terbuka.

Pada dasarnya, terdapat dua tipe photobioreactor, yaitu tipe flat plate dan
tipe tubular. Apabila dibandingkan, tipe tubular lebih cocok untuk aplikasi di luar
ruangan karena luasnya permukaan untuk proses iluminasi. Namun, flat plate
photobioreactor juga sering digunakan karena tipe ini dapat meratakan intensitas
penyinaran sehingga sel yang dihasilkan memiliki densitas yang lebih tinggi. Tipe
plate-flat photobioreactor lebih disukai karena: (i) konsumsi energi lebih rendah
dan kapasitas transfer massa tinggi; (ii) efesiensi fotosintetis tinggi; dan (iii) tdak
terdapat ruang yang tidak terkena cahaya. Desain dari tipe ini juga beragam mulai
dari tipe gelas hingga PVC transparan dan tebal. Photobioreactor memiliki rasio
luas permukaan dan volume yang besar. Produktivitas mikroalga menggunakan
photobioreactor dapat mencapai 13 kali lipat total produksi dengan menggunakan
sistem open raceway pond.

Tabel 2. Perbandingan antara penggunaan sistem open pond dengan sistem


photobioreactor. (Harun, R., dkk., 2010)

2.3 Pemanenan Mikroalga

Teknik yang banyak diaplikasikan untuk proses pemanenan mikroalga


adalah flokulasi, sentrifugasi, dan filtrasi (Ariyanti dan Handayani, 2007). Proses
flokulasi dapat digunakan sebagai tahap awal untuk mempermudah proses
selanjutnya. Mikroalga memiliki muatan negatif, sehingga untuk membentuk flok
dibutuhkan flokulan kationik seperti Al2(SO4)3, FeCl3, dan Fe2(SO4)3. Filtrasi

adalah metode pemanenan yang terbukti paling kompetitif dibandingkan dengan


teknik pemanenan yang lain. Jenis filtrasi yang dapat digunakan adalah dead end
filtration, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, filtrasi bertekanan, dan filtrasi aliran
tangensial.
Sentrifugasi

Sentrifugasi merupakan proses pemisahan yang menggunakan gaya


sentrifugal sebagai driving force untuk memisahkan padatan dan cairan. Proses
pemisahan ini didasarkan pada ukuran partikel dan perbedaan densitas dari
komponen yang akan dipisahkan.

Flokulasi

Flokulasi adalah proses dimana partikel zat terlarut dalam larutan


membentuk agregat yang disebut flok. Proses flokulasi terjadi saat partikel zat
terlarut saling bertumbukan dan menempel satu sama lain. Bahan kimia yang
biasa disebut flokulan ditambahkan ke dalam sistem untuk membantu proses
flokulasi.

Filtrasi

Metode pemisahan ini melibatkan media yang permeabel untuk


melewatkan cairan sekaligus menahan padatan sehingga kedua komponen ini
terpisah. Proses filtrasi memerlukan pressure drop untuk mendorong cairan
melewati media filter. Pressure drop yang umum digunakan adalah gravitasi,
vakum, tekanan atau sentrifugal. Namun proses filtrasi tidak cocok untuk operasi
pemanenan mikroalga yang memiliki ukuran sel yang kecil seperti spesies
Dunaliella. Kultur mikroalga dan retentat hasil proses filtrasi dipompakan ke
modul filter. Filtrat dialirkan ke proses selanjutnya, sedangkan retentat
dikembalikan lagi ke tangki umpan sehingga lama kelamaan mikroalga dalam
tangki akan semakin terkonsentrasi.

2.4 Kandungan Metabolit Sekunder

2.4.1 Karakteristik Spirulina sp.

Spirulina merupakan mikroalga yang mengandung protein tinggi


sekitar 50-70% dan sumber mikronutrien (Phang, et al., 2000). Pada
tahun 1976, Spirulina platensis sengaja dipilih sebagai sumber makanan
masa depan oleh International Association of Applied Microbiology.
Beberapa sumber bahan pangan seperti jamur dan bakteri
mikroorganisme mempunyai kadar protein yang sangat tinggi sehingga
disebut sebagai protein sel tunggal (PST). Spirulina adalah jenis
cyanobacteria atau bakteri yang mengandung klorofil dan dapat bertindak
sebagai organisme yang bisa melakukan fotosintesis untuk membuat
makanan sendiri. Bentuknya spiral (Gambar 1), mengandung fikosianin
tinggi sehingga warnanya cenderung hijau biru. Spirulina dapat tumbuh
dengan baik di danau, air tawar, air laut, dan media tanah. Spirulina juga
memiliki kemampuan untuk tumbuh di media yang mempunyai alkalinitas
tinggi, (pH 8,511), dimana mikroorganisme lainnya tidak bisa tumbuh
dengan baik dalam kondisi ini (Kebede dan Ahlgren, 1996). Suhu
o
terendah untuk Spirulina platensis untuk hidup adalah 15 C, dan
o
pertumbuhan yang optimal adalah 35 - 40 C.

Gambar 1. Spirulina dilihat dari mikroskop (Sciento.uk, 2014)

2.4.2 Kandungan Nutrisi

Spirulina memiliki beberapa karakteristik serta kandungan nutrisi


yang cocok sebagai makanan fungsional. Protein, asam lemak esensial,
vitamin, mineral, dan klorofil serta fikosianin adalah komponen yang
terkandung di dalam Spirulina. Diyakini juga bahwa Spirulina bisa
bertindak sebagai produk makanan penyembuh atau obat.

A. Mineral

Jumlah mineral esensial yang terkandung dalam Spirulina hampir


sekitar 3 - 7%. Mineral - mineral initerakumulasi di dalam mikroalga dan
berasal dari mineral yang terkandung dalam media pertumbuhan dan
juga dipengaruhi oleh suhu, salinitas dan pH. Sharma dan Azees (1988)
menyatakan bahwa bioakumulasi kobalt dan seng dipengaruhi oleh suhu
media yang berbeda. Sementara itu Gabbay, Tel dan Gresshoff (1993)
mencatat bahwa Spirulina dalam air laut terakumulasi natrium dan klorida
dalam jumlah tinggi.

B. Protein

Spirulina mengandung protein tinggi sekitar 55 -70%. Protein ini


merupakan suatu senyawa kompleks yang kaya akan asam amino esensial,
metionin (1,3 - 2,75%), sistin (0,5 - 0,7%), triptofan (1 - 1,95%), dan lisin
(2,6 4,63%). Kadar asam amino yang tinggi baik untuk kesehatan
karena merupakan salah satu bahan pembuatprotein.

C. Asam Amino Esensial

Poly Unsaturated fatty Acid (PUFA) dalam Spirulina sekitar 1,3-


-15% dari lemak total (6 - 6,5%). Jenis kandungan lemak tertinggi dari
Spirulina adalah Gamma Linoleic Acid (GLA) sekitar 25 - 60% dari
total lemak (Borowitzka, 1994; Li dan Qi, 1997). Senyaw - senyawa lain
yang terdapat di dalam lemak adalah asam palmik (44,6 - 54,1%), asam
oleat (1 - 15,5%) dan asam linoleat (10,8 - 30,7%). Spirulina mengandung
kolesterol sekitar 32,5 mg/10.
2.4.2 Karakteristik Chlorella sp.

Chlorella adalah genus ganggang hijau bersel tunggal yang hidup di air

tawar, laut, dan tempat basah. Ganggang ini memiliki tubuh seperti bola. Di dalam

tubuhnya terdapat kloroplas berbentuk mangkuk. Perkembangbiakannya terjadi

secara vegetatif dengan membelah diri. Setiap selnya mampu membelah diri dan

menghasilkan empat sel baru yang tidak mempunyai flagel. Ganggang ini sering

digunakan di laboratorium untuk penyelidikan fotosintesis. Chlorella merupakan

salah satu jenis fitoplankton yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan,

seperti digunakan sebagai makanan rotifera, bahan baku biodiesel atau sebagai

media budidaya larva ikan.

A. Senyawa Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap lima bakteri uji yaitu, E.coli,
Staphylococcus aureus A. hydrophyla, Pseudomonas aeruginosa, dan Vibrio
harveyi. Ekstrak kasar intraseluler Chlorella sp. dapat menghambat semua
pertumbuhan bakteri Gram negatif dan Gram positif. Berdasarkan hasil uji
aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar intraseluler Chlorella sp. menunjukkan
bahwa ekstrak tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri E.coli,
Staphylococcus aureus, A. hydrophyla, P. aeruginosa dan Vibrio harveyi. Hal ini
ditandai dengan terbentuknya diameter hambat atau zona bening disekitar paper
disc pada media agar. Dengan demikian ekstrak kasar intraseluler Chlorella sp.
dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan Gram negatif.
Kemungkinan hal ini disebabkan karena bakteri-bakteri tersebut tidak resisten
terhadap antibiotik klorampenikol yang terdapat pada ekstrak kasar intraseluler
Chlorella sp. Alasan ini dibuktikan dengan terbentuknya zona bening atau
diameter hambat disekitar paper disc yang telah diteteskan antibiotik
klorampenikol.
B. Ekstraksi Minyak Nabati

Minyak nabati yang dihasilkan dari Mikroalga (Chlorella sp.) dapat


digunakan sebagai biodiesel. Kandungan minyak nabati yang dihasilkan oleh
Chlorella sp. dapat mencapai 9,80% dengan kepadatan 6,60 log sel/mL. Ekstraksi
minyak nabati dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut hexena karena
bersifat non-polar sehingga akan mengikat minyak yang jug bersifat non-polar.
Ekstrasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode Banerjee
et al (2002) dan Dayananda et al (2007) :

C. Karotenoid

Produksi pigmen total mikroalga C. vulgaris mencapai 95 g.g-1 bks.


Produksi karotenoid semakin meningkat seiring dengan tahap menuju kematian
sel. Hal ini menunjukkan bahwa fusi protoplas itu mampu meningkatkan jumlah
karotenoid yang dimulai pada saat fase stasioner. Menurut Gouveia et al. (1996
dalam Kusumaningrum dan Zainuri, 2013) ketika pertumbuhan sel C. vulgaris
meningkat, karotenoid yang akan dihasilkan adalah neoxantin, violaxantin, lutein,
klorofila, klorofil-b dan b-karoten. Pada saat sel mulai berubah warna, maka
karotenoid yang terbentuk adalah violaxantin, lutein, astaxantin, klorofil-a,
klorofil-b, cantaxantin dan astaxantin ester. Hal ini berarti, b-karoten dihasilkan
pada awal pertumbuhan yaitu selama fase logaritmik bersamaan dengan klorofil-a
kemudian konsentrasinya akan menurun saat jalur karotenogenik mulai berjalan.
Setelah fase logaritmik terjadi transformasi oksidatif b-karoten menjadi
cantaxantin dan hidroksilasinya menjadi zeaxantin atau lutein. Komponen ini akan
menjadi prekursor bagi hidroksilasi atau oksidasi astaxantin. Suatu pakan buatan
yang ditambahkan dengan Chlorella dapat membuat pertumbuhan hewan
menjadi lebih baik, hal ini dikarenakan selain Chrollera menghasilkan karotenoid,
Chlorella sp. juga menghasilkan protein dalam jumlah yang cukup tinggi

2.5 Manfaat dan Potensi Ekonomi Mikroalga

2.5.1Biodiesel

Bahan bakar fosil merupakan kebutuhan yang sangat essensial bagi


manusia untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari, dengan meningkatnya
pertumbuhan manusia di seluruh dunia, meningkat pula kebutuhan akan bahan
bakar fosil tesebut. Hal ini dapat mengakibatkan krisis energi, karena sifat bahan
bakar fosil yang tidak dapat terbaharukan. Selain itu, penggunaan bahan bakar
fosil berkontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan dengan meningkatkan
emisi gas karbondioksida (CO2) di udara.

Oleh karena permasalahan tersebut, perlu dicari suatu bahan bakar


alternatif ramah lingkungan yang dapat menggantikan penggunaan bahan bakar
fosil tersebut, salah satu bahan bakar alternatif yang dapat digunakan ialah
biodiesel hasil pengolahan dari mikroalgae. Mikroalgae merupakan sumber bahan
alam yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber bahan bakar
biodiesel pengganti solar, karena mengandung minyak yang cukup tinggi di dalam
biomassanya (Khan et al., 2009).

Biofuel adalah bahan bakar padat, cair, ataupun gas yang merupakan
derivasi atau turunan dari biomassa organisme, salah satu conoh biofuel yang
berasal dari biomassa organisme adalah biodiesel (Patil et al., 2008). Biodiesel
adalah fatty methyl ester (FAME) yang berasal dari minyak nabati dan lemak/lipid
hewani. Biodiesel yang berasal dari proses transeterifikasi ini dapat dipakai secara
langsung ataupun dicampur dengan bahan bakar diesel lain untuk digunakan di
dalam mesin diesel (Panggabean et al., 2010).

Biodiesel dapat dihasilkan dari bebragai jenis tumbuhan. Saat ini yang
umum digunakan adalah penggunaan minyak sawit, jarak, jagung sebagai
campuran solar.

Tabel 2. Jenis-Jenis Tumbuhan Yang Digunakan Sebagai Bahan Baku


Biodiesel

Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sebagaian besar tumbuhan


penghasil biodiesel adalah jenis tumbuhan pangan, hal tersebut dinilai kurang baik
karena dikhawatirkan permintaan pasar akan biodiesel tersebut akan berkompetini
dengan permintaan pasar untuk tanaman pangan. Oleh karena itu, mikroalgae
menjadi solusi yang tepat untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan
biodiesel, karena tidak akan mengganggu produksi tumbuhan pangan.
Keuntungan Mikroalgae untuk Produksi Biodiesel

Mikroalgae merupakan organisme tingkat rendah yang sangat produktif


dan dapat mengungguli tumbuhan lain seperti kelama sawit, jarak, jagung, dan
lain lain sebagai sumber biodiesel. Mikroalgae dapat dikulturkan secara missal
dan biomassanya dapat diolah menjadi sumber energy yang terbaharukan (Li et
al., 2008).

Mikroalgae dapat dijadikan alternative pengembangan dan sangat


potensial untuk dijadikan bahan baku biodiesl, karena (Panggabean et al., 2010):

1. Mengandung minyak (lipid) hingga 70%.

2. Bila dibandingkan dengan tumbuhan dan material berkayu lain,


mikroalgae memiliki kelebihan, seperti:

Efisiensi fotosintesis yang tinggi

Menghasilkan biomassa yang lebih banyak

Pertumbuhan lebih cepat

Tidak berkompetisi dengan produksi pangan

Dapat menggunakan air hasil daur ulang sehingga menghemat


sumber daya air (water recycling)

Mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 recycling)

Dapat mempergunakan limbah tertentu sebagai sumber nutrisi (N,


P, Si)

Mempunyai komponen sampingan selain lipid (ex: protein, dan


pigmen yang memiliki nilai ekonomi tinggi)

3. Dapat mengubah CO2 menjadi biomassa melalui proses fotosintesis

4. Dapat bertahan di dalam salinitas tinggi

5. Sesuai dengan iklim di Indonesia.


Diketahui bahwa mikroalgae memiliki kandungan lipid yang cukup tinggi,
menurut Guschina & Harwood (2006), komponen utama lipid pada mikroalgae
adalah triasil gliserida (TAG). Senyawa tersebut dapat diubah karaktersistiknya
dalam bentuk metil ester melalui transesterifikasi. Asam lemak metil ester
(FAME) yang dihasilkan dapat digunakan untuk campuran solar sebagai bahan
bakar biodiesel.

Chlorella sp. sebagai Bahan Baku Sintesa Biodiesel

Ada dua hal penting berkaitan dengan jenis alga yang mempunyai fatty
acid yang tinggi yaitu berkaitan dengan keuntungan produksi, dan yang kedua
yaitu karakteristik dari minyak alga. Mikroalgae yang berpotensi untuk
dibudidayakan baik sebagai pakan alami di bidang perikanan maupun sebagai
sumber energi alternatif baru terdapat beberapa jenis, diantaranya yaitu Chlorella ,
Skeletonema costatum, Tetraselmis, Dunaliella, Chaetoceros, dan Spirulina
(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Tabel 3. Kandungan minyak dari beberapa jenis mikroalga

Spesies Kandungan minyak (% berat kering)


Scenedesmus obliquus 3555
Scenedesmus dimorphus 1640
Chlorella vulgaris 56
Chlorella emersonii 63
Chlorella protothecoides 2355
Chlorella sorokiana 22
Chlorella minutissima 57
Dunaliella bioculata 8
Dunaliella salina 1420
Neochloris oleoabundans 3565
Spirulina maxima 49
Botryococcus braunii* 75
Sumber: *Banerjee et al., 2002; Gouveia& Oliveira, 2009.

Jika dibandingkan sumber nabati lain, mikroalga paling ekonomis


menghasilkan bioetanol karena memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan
protein yang tinggi selain itu waktu panennya relatif cepat, perawatan lebih
mudah, tidak memerlukan lahan yang terlalu luas, dan pertumbuhannya pun jauh
lebih cepat 10-20 kali lipat (Pantunarubun, dkk., 1873), Chlorella sp dan
Nannocloropsis sp memiliki keuntungan lain yaitu mampu menyerap
karbondioksida dan mengkonversikannya menjadi oksigen. Sebanyak 90% dari
bobot kering alga mikro menyerap karbondioksida sehingga mampu mengurangi
gas itu sampai 1.000 ton/ha/tahun (Laves & Sorgeloos, 1996).

Chlorella sp. memiliki berbagai jenis asam lemak bebas termasuk rantai-
sedang asam lemak (C10-C14), rantai panjang asam lemak (C16-C18), dan rantai
asam lemak yang lebih panjang (>C20). Akan tetapi pada kondisi tertentu,
misalnya stress, beberapa jenis mikroalga akan mengubah jalur biosintetik
lipidnya menjadi lemak-lemak netral (20-50%) dan TGs. Pada mikroalga, jenis
glikolipid tersimpan di dalam membran sedangkan TGs tersimpan didalam
sitoplasma dan terdapat beberapa jenis alga yang menyimpan lemak-lemaknya di
dalam ruang-ruang tilakoid dalam kloroplastnya. Umumnya komposisi asam
lemak dari mikroalga merupakan campuran dari asam lemak tak jenuh
(unsaturated fatty acids) seperti: As.Palmitoleat (C16:1), As.Oleat (C18:1),
As.Linoleat (C18:2) and As.Linolenat (C18:3). Asam lemak-asam lemak jenuh
seperti As.Palmitat (C16:0) dan As.Stearat (C18:0) juga ditemukan dalam jumlah
kecil (Rachmaniah, dkk., 2010).

Sumber: (Rachmaniah, dkk., 2010).


Sintesa Biodiesel

Metode sintesa biodiesel menggunakan reaksi transesterifikasi in situ.


Reaksi transesterifikasi in situ pada sintesa biodiesel dilakukan menggunakan
reactor gelas yang dilengkapi pemanas, kondensor refluks, pengaduk, dan
termokopel. Biomassa kering microalgae sebanyak 0,5gr dimasukkan dalam
reaktor. Kemudian 80ml methanol dan katalis asam sulfat sesuai dengan variabel
percobaan dimasukkan ke dalam reaktor. Reaksi tranesterifikasi in situ tersebut
dilakukan selama 6 jam, kemudian sampel diambil setiap 1,5 jam untuk dianalisis
komposisi dan konsentrasi metil ester menggunakan kromatografi. Produk reaksi
disaring untuk memisahkan sisa biomassa dan cairan yang dianalisa kadar metil
esternya (Purwanto dkk, 2011)

2.5.2 Medis

Saat ini, penelitian terhadap mikroalga hijau-biru difokuskan untuk


mengidentifikasi senyawa alami yang dapat mendorong sistem kekebalan tubuh
atau menghasilkan antikanker. Spirulina sp. merupakan salah satu pilihan untuk
pengobatan penyakit yang mematikan di tengah maraknya penggunaan bahan
alami.

Sebetulnya Spirulina sp. bukan hAl baru di dunia pengobatan. Sejak 400
tahun lampau, herbal itu merupakan makanan tradisional suku Aztek dan Maya di
semenanjung Yucatan, Meksiko. Spirulina sp. mulai dikenal luas setelah seorang
professor Perancis, Crammond, menemukan rahasia kekuatan fisik suku Ganimu
yang tinggal di tepi danau Cad Afrika tahun 1963. Penduduk setempat
mengkonsumsi makanan berwarna hijau dan ternyata mencukupi gizi yang
dibutuhkan untuk beraktivitas, fisik mereka pun bagus. Setelah diteliti ternyata
makanan istimewa itu adalah Spirulina (ganggang hijau). Sekarang Spirulina
itulah yang kini banyak diharapkan mencegah dan menyembuhkan beragam
penyakit mematikan.
Spirulina merupakan pangan terbaik di antara pangan lain karena
mengandung nutrisi paling lengkap. Capelli yang memproduksi 30 ton Spirulina
per bulan di Kailua, Hawaii, tak berlebihan. Kandungan nutrisi Spirulina sp.
adalah betakaroten, zeasantin, dan pikosyanin. Kandungan ke-3 senyawa aktif
tersebut masing-masing 23.000 IU, 8 mg, dan 1.500 mg. Senyawa-senyawa itulah
yang berperan sebagai antioksidan sehingga meningkatkan sistem kekebalan
tubuh. Menurut Ahli Herba Rutgers University, Spirulina mempunyai kekayaan
antioksidan yang luar biasa untuk menetralisir radikal bebas.

Menurut Dr Komari MSc, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi


dan Makanan, Antioksidan memperkuat sistem imun, sel imun terdiri atas sel
berukuran besar dan kecil. Peran antioksidan menjembatani kedua sel itu sehingga
sistem kekebalan tubuh menjadi kuat. Itu persis hasil riset Hayashi dari Fakultas
Farmasi, Toyama Medical & Pharmaceutical University, Jepang. Ia membuktikan
tingkat kekebalan tubuh tikus yang diberi Spirulina platensis lebih tinggi.
Penyebabnya adalah produksi antibodi satwa pengerat itu meningkat.

Kanker payudara merupakan kanker yang banyak ditemukan pada wanita,


bahkan merupakan kanker nomor satu di Indonesia yang disusul kanker cervix.
Spirulina merupankan cyanobacterium mikroskopik berfilamen yang kaya akan c-
fikosianin yang mampu menginduksi apoptosis Indeks apoptosis dapat digunakan
sebagai indikator untuk mengetahui prognosis dari suatu neoplasma. Semakin
besar nilai indeks apoptosis maka semakin baik prognosis dari neoplasma
tersebut. Hal ini dikarenakan kecepatan pertumbuhan kanker akan menurun.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna nilai


indeks apoptosis antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang
mendapat dosis yang setara. Ini menandakan bahwa ekstrak Spirulina terbukti
meningkatkan indeks apoptosis sel T47D. Hal tersebut dikarenakan Spirulina
mampu menginduksi apoptosis dengan mengaktivasi gen pro-apoptosis,
menurunkan ekspresi gen anti apoptosis, memfasilitasi transduksi signal apoptosis
tumor, dan mengaktivasi caspase 2, 3, 4, 6, 8, 9, dan 10.25 Pada penelitian
terdahulu Spirulina platensis terbukti menghambat pertumbuhan sel kanker
dengan menginduksi penghentian siklus pada fase G1 dan apoptosis yang
diperantarai oleh mitokondria.26 Fragmentasi DNA dan kondensasi nukleus yang
terlihat pada sel yang apoptosis disebabkan oleh aktivasi caspase 8 dan caspase 9.

Kandungan c-fikosianin pada Spirulina mampu menurunkan regulasi protein


antiapoptosis Bcl-2 dan meningkatkan regulasi proapoptosis protein Bax.12, 13,
19, 27- 29.

Pemberian ekstrak Spirulina pada penelitian ini sesuai dengan teori dan
penelitian terdahulu, yaitu mampu meingkatkan indeks apoptosis secara
bermakna. Pada penelitian ini juga didapatkan hasil perbedaan bermakna antar
tingkat dosis perlakuan dimana nilai indeks apoptosis berbanding lurus dengan
dosis pada kelompok perlakuan satu sampai empat. Namun, indeks apoptosis
mengalami penurunan pada kelompok perlakuan lima dengan dosis
2000g/1000l media kultur.

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa indeks apoptosis dari Spirulina
berbanding lurus dengan dosis yang diberikan. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa efek dari c-fikosianin yang terkandung
dalam Spirulina berbanding lurus dengan dosisnya. Selain itu ada penelitian lain
yang menyatakan bahwa Spirulina mampu menurunkan ukuran tumor kulit dan
gaster yang berbanding lurus dengan dosis yang diberikan.12, 13, 19.
BAB III

PENUTUP

Berdasarkan penjabaran mengenai potensi ekonomi mikroalga Chlorella


sp dan Spirulina sp. diatas, dapat diterik beberapa kesempilan :

1. Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan


air laut (haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal
di perairan meliputi plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton),
hidup di zona disphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik
(bathyplankton) dan yang hidup di dasar perairan atau bentik
(hypoplankton).
2. Cara pembudidayaan mikroalgae Chlorella sp. dan Spirulina sp. dapat
dilakukan melalui dua cara, yakni Open Ponds dan Fotobioreaktor.
3. Kandungan metabolit sekunder dari Spirulina sp, antara lain: mineral
essensial, protein tinggi, dan asam amino essensial. Kemudian, kandungan
metabolit sekunder dari Chlorella sp, antara lain: senyawa antibiotik,
ekstrak minyak nabati, dan karotenoid.
4. Terdapat beberapa potensi ekonomi dari jenis mikroalgae Chlorella sp.
dan Spirulina sp., antara lain :
- Bidang Medis: Spirulina sp., antikanker, antioksidan, penambah sistem
imun
- Bidang Industri Chlorella sp., bahan baku pembuatan biodiesel
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, Dessy dan Handayani, Noer Abyor. 2007. Mikroalga Sebagai Sumber
Biomasa Terbarukan: Teknik Kultivasi Dan Pemanenan.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=21872&val=1275&t
itle=

Arlyza, Irma Shita. 2005. Phycocyanin Dari Mikroalga Bernilai Ekonomis Tinggi
Sebagai Produk Industri. Volume 30, Nomor 3 : 27 36

Banerjee, A., Sharma, R., Chisty, Y., and Banerjee, U.C.2002. Botryococcus
braunii: A renewable source of hydrocarbons and other
chemicals. Critical Reviews in Biotechnology. (22) 3: 245279.

Borowitzka, M.A. 1994. Products from Algae. In S.M. Phang, L.Y. Kun,
M.A. Borowitzka, and B.A. Whitton eds. In. Proc. 1st Asia -
Pacific Conference on Algal Biotechnology. Kuala Lumpur,
Malaysia. University of Malaya.

Chisti, J., 2007, Biodiesel from microalgae., Biotechnology Advances, (25) 294-
306.Cisneros,

Eryanto, A. et al. (2003). Suatu Pendekatan Biologi dan Manajemen Plankton


dalam Budidaya Udang. PT. CPB. Surabaya

Gabbay, A.R., O. E. Tel, P. M. Gresshoff. 1993. Mechanisms of Salt


Tolerance in Cyanobacteria. Plant Sources to the Environment.
Current Topics in Plant Molecular Biology, 123 - 132.

Gouveia, L. and Oliveira, A.N. 2009. Microalgae as a rawmaterial for biofuels


Production. J. Ind Microbiol Biotechnol. 36: 269274.

Harun, R., Singh, M., Forde, G.M., Danquah, M.K., (2010), Bioprocess
engineering of microalgae to produce a variety of consumer products,
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14, hal. 10371047.

Isnansetyo, A., Kurniastuty. (1995). Teknik Kultur Phytoplankton dan


Zooplankton. Penerbit Kanisius: Yogyakarta .
Kabede, E and Ahlgren, G. 1996. Optimum Growth Conditions and
Light Utilization Efficiency of Spirulina platensis (Arthospira
fusiformis) from Lake Chitu, . Hydrobiol., 332: 99 109

Laves, P. and Sorgeloos, P. 1996. Manual on the production and use of live food
for aquaculture. FAO, Rome. 361 pp.

Li, D.M and Y. Z. Qi. 1997. Spirulina Industry in China: Present Status
and Future Prospects. J. Appl. Phycol., 9: 25 - 28.

Panggabean, Lily. Sutomo, Radini Noerdjito, Afdal. 2010. Mikroalga Laut


sebagai Produsen Biodiesel. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.

Pantunarubun, C., Suratno, W., Adyaningsih, P., dan Haerudin, H. 1873.


Penelitian Pendahuluan Mengenai Pembuatan Biodiesel dan Bioetanol
Dari Chlorella sp. Secara Simultan. J. Sains MIPA, April 2018, Vol. 18,
No. 1, Hal.: 1 - 6 ISSN 1978-1873. Bandung.

Patil, V., K. Q. Tranh, H. R. Gliserod. 2008. Towards Sustainable Production of


Biofuels from Microalgae. International Journal of Molecular Scienes 9,
1188-1195

Phang, S.M., M. S. Miah, W. L. Chu, and M. Hashim. 2000. Spirulina


Culture in Digested Sago Starch Factory Waste Water.
J.Appl.Phycol., 12:395 - 400

Purwanto, E., Fransiscus Y., Soebroto L., Indrawati V. 2013. Sintesa Biodiesel dri
Mikroalgae Chlorella vulgaris melalui Reaksi Transeterifikasi In Situ.
Jurnal Teknik Kimia. 7(2).

Rachmaniah, O., Setyarini R.D., dan Maulida, L. 2010. Pemilihan Metode


Ekstraksi Minyak Alga dari Chlorella sp. dan Prediksinya sebagai
Biodiesel. Surabaya.

Weil, A. (2000). Green food Spirulina, Bluegreen algae and Chorella .http://
www. wellness.com
LAMPIRAN

Tanya Jawab saat Diskusi

1. Resty Agustin (50): Kandungan lipid Chlorella tinggi akan menyebabkan


perairan berminyak, perairan berminyak tersebut merugikan atau tidak ?

JAWABAN
Sebelumnya perlu diuji kualitas air dulu, apakah periaran yang berminyak
tersebut adalah akibat dari kandungan lipid pada Chlorella sp., atau dari limbah
lainnya. Karena bisa saja perairan yang berminyak adalah sisa bahan bakar dari
kapal nelayan. Apabila hasil uji kualitas air menunjukkan perairan yang
berminyak tersebut berasal dari limbah bahan bakar kapal, tentu saja akan
merugikan ekosistem perairan tersebut.

2. Surianti (12) : Apabila terdapat wanita yang kulit wajahnya rusak, dapat
ditanggulangi dengan produk Spirulina? Apakah treatment tersbut dapat
menimbulkan ketergantungan?

JAWABAN
Tergantung kerusakan pada wajah wanita tersebut seperti apa dan separah
apa. Jika kerusakan seperti bekas jerawat (scars) bisa ditanggulangi dengan
produk kecantikan Spriullina, karena Spirulina memiliki kandungan untuk
meregenerasi sel-sel baru dan memiliki senyawa antioksidan yang dapat
mencegah proses penuaan dini, serta dapat menghilangkan senyawa radikal
bebas yang terdapat pada wajah. Selain itu, karena produk kecantikan Spirulina
ini merupakan bahan yang alami, maka aman digunakan dan tidak akan
menyebabkan ketergantungan apabila digunakan dalam jangka panjang
3. Isna Nurhayati (30): Bagaimana kalau Spirulina untuk pakan hewan
ternak? Apakah dapat dikembangkan untuk skala rumah tangga?

JAWABAN
Spriullina dapat digunakan sebagai pakan hewan ternak, namun Spirulina
yang digunakan merupakan Spirulina sisa proses pengolahan suatu produk,
misalnya sisa pengolahan sebagai bahan suplemen. Biasanya pada pembuatan
suplemen, terdapat ampas Spirulina sisa penyaringan atau ampas pada proses
lainnya dalam pembuatan suplemen tersebut. Ampan sisa pembuatan suplemen
itulah yang dapat diolah kembali sebagai bahan pakan hewan ternak.
Pembuatan pakan hewan ternak dari Spirulina ini dapat pula
dikembangkan dengan skala rumah tangga. Dengan menggunakan kolam atau
teknik budidaya Open Ponds, media yang digunakan antara lain: media air
tawar yang ditambakan nutrisi-nutrisi yang dapat mendukung pertumbuhan
Spriullina. Nutrisi yang biasa digunakan yaitu pupuk NPK, dan dapat pula
menggunakan limbah sisa rumah tannga, seperti: toge, air sisa cucian beras,
serta sisa-sisa sampah sayurann dan tulang yang dikeringkan lalu digiling.

Anda mungkin juga menyukai