Anda di halaman 1dari 39

COMPANY VISIT

PT BANK MANDIRI (Persero) Tbk. DAN BADAN PEMERIKSA


KEUANGAN (BPK)

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

untuk memenuhi sebagian persyaratan lulus Kuliah Kerja Lapangan

JARIYAH
7211413146

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

COMPANY VISIT: BANK MANDIRI DAN BADAN PEMERIKSA


KEUANGAN (BPK)

Kuliah Kerja Lapangan ini dilaksanakan pada:


Hari : Rabu
Tanggal : 25 Agustus 2015
Objek Kunjungan : Bank Mandiri dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Semarang, 9 September 2015

Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi, Dosen Pembimbing

Drs. Fachrurrozie, M.Si. Hasan Mukhibad, S.E., M.Si.


NIP 196206231989011001 NIP 198112222009031000

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyusun Laporan
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang berjudul Company Visit: Bank Mandiri dan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan ini Penulis susun dengan tujuan untuk
memenuhi sebagian persyaratan lulus Kuliah Kerja Lapangan.
Penulis mengucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian Laporan ini, baik yang langsung maupun yang tidak langsung.
Ucapan terima kasih terutama diberikan kepada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kami kesempatan untuk
melakukan company visit ke beberapa instansi pemerintah dan instansi perbankan
terbesar di Indonesia.
Layaknya peribahasa Tiada gading yang tak retak, Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa Laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat Penulis harapkan sebagai
bahan perbaikan Laporan ini. Namun, di balik ketidaksempurnaan tersebut masih
terbesit satu harapan Penulis yakni semoga Laporan ini bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, September 2015

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan Kegiatan ................................................................................... 2
1.3. Manfaat ................................................................................................. 3
1.4. Rumusan Kegiatan ................................................................................ 3
BAB 2 ISI ............................................................................................................. 4
2.1. Profil PT Bank Mandiri (Persero) Tbk ................................................ 4
2.2. Profil Badan Pemeriksa Keuangan ....................................................... 10
2.3. Akuntansi pada Instansi Perbankan dan Pemerintah ............................ 16
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 34
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Budaya Bank Mandiri TIPCE ......................................................... 7


Tabel 2.2. Nilai Dasar BPK ................................................................................. 15
Tabel 2.3. Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan ............................................... 16
Tabel 2.4. Perbandingan Pengukuran Menurut PSAK 50 (revisi 1998) dengan PSAK
50 (revisi 2006) .................................................................................................... 20
Tabel 2.5. Prosedur Umum dalam Pemeriksaan .................................................. 30

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Logo Bank Mandiri ......................................................................... 6


Gambar 2.2. Logo Badan Pemeriksa Keuangan ................................................... 14

v
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Universitas Negeri Semarang merupakan penyelenggara jenjang
pendididikan tinggi di Indonesia yang berkewajiban untuk melaksanakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ketiga hal tersebut
merupakan pemenuhan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tujuan utama dari Tri
Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam aspek pendidikan adalah untuk
mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kampus sebagai sarana pendidikan bagi mahasiswa menyelenggarakan
kegiatan belajar mengajar secara terpadu di kelas. Namun, teori yang diperoleh
mahasiswa di dalam kelas tidak cukup untuk menyiapkan mahasiswa
menghadapi persaingan di dunia bisnis dan dunia kerja. Oleh karena itu, Jurusan
Akuntansi Universitas Negeri Semarang menyelenggarakan suatu pola
pendidikan di luar bangku perkuliahan melalui kegiatan yang dikemas dengan
nama Kuliah Kerja Lapangan (KKL).
Kuliah Kerja Lapangan (KKL) merupakan kegiatan yang wajib diikuti oleh
mahasiswa. Kegiatan ini bertujuan untuk menjembatani teori yang diperoleh
selama perkuliahan dengan praktek riil di lapangan (dunia kerja). Saat di kelas,
mahasiswa dibekali dengan berbagai macam teori dari berbagai sumber. Namun,
tidak semua teori tersebut dapat diaplikasikan di dunia kerja. Selain itu, kegiatan
belajar di kelas tidak mampu memberikan bekal yang cukup bagi mahasiswa
untuk memiliki kompetensi keahlian yang sempurna. Oleh karena itu, KKL dapat
memberikan wadah pada mahasiswa untuk memeroleh gambaran nyata dan
factual tentang seluk-beluk dunia kerja dan aplikasi teori yang telah dipelajari di
kelas dalam dunia kerja. Dengan demikian, mahasiswa akan memiliki
pemahaman komprehensif tentang praktek nyata dari ilmu yang dipelajari di
kelas.

1
KKL merupakan wadah untuk mengembangkan dan membentuk karakter
pribadi mahasiswa yang mengedepankan aspek kebersamaan, bersosialisasi, dan
bernegosiasi. Mahasiswa diharapkan mampu menjunjung tinggi kebersamaan
yang dilandasi dengan tanggung jawab social yang tinggi dan tidak
mengorbankan kepentingan orang lain. Selain itu, mahasiswa dapat memelajari
dan mengembangkan karakter yang ada di dunia kerja seperti team work,
negosiasi, dan bersosialisasi.
KKL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unnes semester gasal tahun
2015/2016 dilaksanakan pada 25 Agustus 2015. Tujuan KKL adalah 2 instansi
pemerintah dan 3 instansi perbankan, yaitu Kementerian Keuangan, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia 46 (BNI
46), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Pada kesempatan tersebut, kelompok
Penulis berkesempatan untuk mengunjungi Bank Mandiri dan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK).
Berdasarkan kegiatan KKL di atas, mahasiswa Jurusan Akuntansi FE
Unnes wajib menyusun Laporan KKL sebagai sebagian persyaratan untuk
dinyatakan lulus Kuliah Kerja Lapangan. Oleh karena itu, Penulis menyusun
Laporan KKL dengan judul Company Visit: Bank Mandiri dan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).

1.2. Tujuan Kegiatan


Tujuan dari pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan adalah:
a. Sebagai salah satu syarat kelulusan skripsi.
b. Menjembatani teori yang diperoleh mahasiswa di kelas dengan praktek di
dunia kerja.
c. Memperkaya pengetahuan dan ilmu mengenai penerapan sistem akuntansi
di Bank Mandiri dan Badan Pemeriksa Keuangan.
d. Melakukan observasi langsung dan analisis terhadap penerapan ilmu
akuntansi di instansi perbankan dan BPK.

2
1.3. Manfaat
Manfaat dari penulisan Laporan KKL ini antara lain:
a. Menambah wawasan Penulis, terutama mengenai kegiatan akuntansi di
Bank Mandiri dan Badan Pemeriksa Keuangan.
b. Meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa.
c. Memudahkan mahasiswa untuk melakukan sinkronisasi atau pencocokan
antara teori yang diperoleh di kelas dengan ilmu yang diterapkan di
lapangan.

1.4. Rumusan Kegiatan


Rumusan kegiatan dari Kuliah Kerja Lapangan (KKL) adalah:
a. Nama kegiatan : Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
b. Hari : Senin
c. Tanggal : 25 Agustus 2015
d. Waktu : 09.00 16.00 wib
e. Peserta : 239 mahasiswa Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Unnes
f. Objek KKL : Kementerian Keuangan, Badan
Pemeriksa Keuangan, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia 46 (BNI 46),
dan Bank Tabungan Negara (BTN).

3
BAB 2 ISI

2.1. Profil PT Bank Mandiri (Persero) Tbk


2.1.1. Sejarah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Bank Mandiri didirikan pada tanggal 2 Oktober 1998 sebagai bagian dari
program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank milik Pemerintah Indonesia yaitu
Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank
Pembangunan Indonesia, digabungkan ke dalam Bank Mandiri. Keempat bank
tersebut turut membentuk riwayat perkembangan perbankan di Indonesia di
mana sejarahnya berawal pada lebih dari 150 tahun yang lalu.
Proses panjang pendirian Bank Bumi Daya bermula dari nasionalisasi
sebuah perusahaan Belanda De Nationale Handelsbank NV, menjadi Bank
Umum Negara pada tahun 1959. Pada tahun 1964, Chartered Bank (sebelumnya
bank milik Inggris) juga dinasionalisasi, dan Bank Umum Negara diberi hak
untuk melanjutkan operasi bank tersebut. Pada tahun 1965, Bank Umum Negara
digabungkan ke dalam Bank Negara Indonesia dan berganti nama menjadi Bank
Negara Indonesia Unit IV. Kemudian pada tahun 1968, Bank Negara Indonesia
Unit IV beralih menjadi Bank Bumi Daya.
Bank Dagang Negara merupakan salah satu bank tertua di Indonesia,
pertama kali dibentuk dengan nama Nederlandsch Indische Escompto
Maatschappij di Batavia (Jakarta) pada tahun 1857. Pada tahun 1949 namanya
berubah menjadi Escomptobank NV, di mana selanjutnya pada tahun 1960
dinasionalisasi serta berubah namanya menjadi Bank Dagang Negara, sebuah
bank pemerintah yang membiayai sector industry dan pertambangan.
Sejarah Bank Ekspor Impor Indonesia berawal dari perusahaan dagang
Belanda, N.V. Nederlandsche Handels Maatschappij yang didirikan pada tahun
1824 dan mengembangkan kegiatannya di sector perbankan pada tahun 1870.
Pemerintah Indonesia menasionalisasi perusahaan ini pada tahun 1960, dan
selanjutnya pada tahun 1965 perusahan ini digabung dengan Bank Negara

4
Indonesia menjadi Bank Negara Indonesia Unit II. Pada tahun 1968 Bank Negara
Indonsia Unit II dipecah menjadi dua unit, salah satunya adalah Bank Negara
Indonesia Unit II Divisi Expor Impor, yang akhirnya menjadi BankExim, bank
Pemerintah yang membiayai kegiatan ekspor dan impor.
Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) berawal dari Bank Industri
Negara (BIN), sebuah Bank Industri yang didirikan pada tahun1951. Misi Bank
Industri Negara adalah mendukung pengembangan sektor sektor ekonomi
tertentu, khususnya perkebunan, industri, dan pertambangan. Bapindo dibentuk
sebagai bank milik negara pada tahun 1960 dan BIN kemudian digabung dengan
Bank Bapindo. Pada tahun 1970, Bapindo ditugaskan untuk membantu
pembangunan nasional melalui pembiayaan jangka menengah dan jangka
panjang pada sektor manufaktur, transportasi dan pariwisata.
Kini, Bank Mandiri menjadi penerus suatu tradisi layanan jasa perbankan
dan keuangan yang telah berpengalaman selama lebih dari 140 tahun. Masing-
masing dari empat Bank bergabung memainkan peranan yang penting dalam
pembangunan Ekonomi.
2.1.2. Visi dan Misi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Dalam Rencana Jangka Panjang Bank Mandiri 2010-2014, terdapat
penajaman Visi dan Misi Bank Mandiri dengan memposisikan diri sebagai
lembaga keuangan. Visi dan Misi Bank Mandiri adalah sebagai berikut:
Visi Bank Mandiri:
Menjadi Lembaga Keuangan Indonesia yang paling dikagumi dan selalu
progresif.
Misi Bank Mandiri:
Kami berkomitmen membangun hubungan jangka panjang yang didasari
atas kepercayaan baik dengan nasabah bisnis maupun perseorangan. Kami
melayani seluruh nasabah dengan standar layanan internasional melalui
penyediaan solusi keuangan yang inovatif. Kami ingin dikenal karena kinerja,
sumber daya manusia, dan kerja sama tim yang baik.

5
Dengan mewujudkan pertumbuhan dan kesuksesan bagi pelanggan, kami
mengambil peran aktif dalam mendorong pertumbuhan jangka panjang Indonesia
dan selalu menghasilkan imbal balik yang tinggi secara konsisten bagi pemegang
saham.
2.1.3. Struktur Organisasi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Struktur Organisasi terlampir

2.1.4. Corporate Identity PT Bank Mandiri (Persero) Tbk


Layaknya seluruh entitas, Bank Mandiri memiliki logo atau corporate
identity sebagai identitas diri. Logo dari Bank Mandiri adalah sebagai
berikut:

Gambar 2.1. Logo Bank Mandiri


Sumber: mandiri

2.1.5. Budaya Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk


Untuk mendukung pencapaian visi dan misi, serta keberhasilan strateginya,
Bank Mandiri telah merumuskan dan mengimplementasikan budaya perusahaan
yang disebut dengan TIPCE yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

6
Tabel 2.1.
Budaya Bank Mandiri TIPCE
Budaya Deskripsi
Perusahaan
Trust Membangun keyakinan dan sangka baik dalam hubungan
yang tulus dan terbuka berdasarkan kehandalan.
Integrity Berperilaku terpuji, menjaga martabat serta menjunjung
tinggi etika profesi.
Professionalism Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik
dengan penuh tanggung jawab.
Customer Senantiasa menempatkan pelanggan internal dan eksternal
Focus sebagai focus untuk membangun pengalaman positif yang
saling menguntungkan dan tumbuh berkesinambungan.
Excellence Selalu berupaya mencapai keunggulan menuju
kesempurnaan yang merupakan wujud cinta dan bangga
sebagai Insan Mandiri.
Sumber: PT Bank Mandiri (Persero) Tbk

2.1.6. Manajemen PT Bank Mandiri (Persero) Tbk


Dewan Komisaris
Edwin Gerungan Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen
Gunarni Soerwono Komisaris Independen
Pradjoto Komisaris Independen
Krisna Wijaya Komisaris Independen
Wahyu Hidayat Komisaris
Abdul Aziz Komisaris
Agus Suprijanto Komisaris

7
Direksi
Budi G. Sadikin Direktur Utama
Riswinandi Wakil Direktur Utama
Abdul Rachman Direktur Institutional Banking
Sentot A. Sentausa Direktur Risk Management
Ogi Prastomitono Direktur Compliance & Human Capital
Pahala N. Mansury Direktur Finance & Strategy
Fransisca N. Mok Direktur Corporate Banking
Sunarso Direktur Commercial & Business Banking
Kresno Sediarsi Direktur Technology & Operations
Royke Tumilaar Direktur Treasury, Financial Institutions & Special
Asset Management
Hery Gunardi Direktur Micro & Retail Banking

Senior Executive Vice President (SEVP)


Riyan T. Bondan SEVP Internal Audit
Ventje Rahardjo SEVP Change Management Office
Tardi SEVP Consumer Finance
Rico Usthavia Frans SEVP Transaction Banking

Group Head
Nama Group Direktorat
Riduan Business Banking I Group Commercial & Business
Banking
Hermawan Business Banking II Commercial & Business
Group Banking
Toni Eko Boy Subari Business Banking III Commercial & Business
Group Banking
Winarsih Budiriani Jakarta Commercial Sales Commercial & Business
Group Banking

8
Aquarius Rudianto Regional Commercial Commercial & Business
Sales I Group Banking
Tri Prasetio Regional Commercial Commercial & Business
Sales II Group Banking
Himawan Edhy Compliance Group Commercial & Human
Subiantoro Capital

I. Amnarti Widiati Culture Specialist Commercial & Human


Capital
Ridzki Juniadi Hurman Capital Service Commercial & Human
Group Capital
Alex Denni Human Capital Strategy Commercial & Human
& Policy Group Capital
I Nengah Rentaya Learning Center Group Commercial & Human
Capital
M. Arifin Firdaus Legal Group Commercial & Human
Capital
Boyke Yurista AT T.M. Consumer Cards Group Consumer Finance

Sarastri Baskoro Consumer Loans Group Consumer Finance

Rafjon Yahya Corporate Banking Agro Corporate Banking


Based Group
Bambang Setyogroho Corporate Banking I Corporate Banking
Group
Didiek Hartanto Corporate Banking II Corporate Banking
Group
Kartini Sally Corporate Banking III Corporate Banking
Group
Alexandra Askandar Syndication, Oil & Gas Corporate Banking
Group
Haryanto Sukandar Accounting Group Finance & Strategy

Destry Damayanti Chief Economist Finance & Strategy

9
Nixon L.P. Napitupulu Corporate Secretary Finance & Strategy
Group
Setyowati Policy, System & Finance & Strategy
Procedure Group
Agus Dwi Handaya Strategy & Performance Finance & Strategy
Group
Bret Matthew Ginesky Investor Relations Group Finance & Strategy

Indarto Pamoengkas Institutional Banking I Institutional Banking


Group
Anton Zulkarnain Institutional Banking II Institutional Banking
Group
Deni Hendra Permana Retail Audit Group Internal Audit
Titiek Setiyowati Wholesale & Corporate Internal Audit
Center Audit Group
Agus Fuad Distribution Network I Micro & Retail Banking
Group
Chrisna Pranoto Distribution Network II Micro & Retail Banking
Group
Riza Zulkifli Mass Banking Group Micro & Retail Banking

Agus Haryoto Widodo Micro Business Micro & Retail Banking


Development Group
Maswar Purnama Micro Network Micro & Retail Banking
Development Group
Myland Wealth Management Micro & Retail Banking
Group

2.2. Profil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


2.2.1. Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa

10
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil
pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat
Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang
pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang
berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa
Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya,
Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1
telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia
mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang
Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-
undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer
(Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat
kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke
Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap
mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun
1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK
Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus
1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk
Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah
satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai
tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor
di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah
Netherland Indies Civil Administration (NICA).

11
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS
yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan
Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor
menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan
Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di
Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan
berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas
Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan
berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan
Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas
Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa
Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan
kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg
Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi
MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk
menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat
kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober
1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965
yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi
pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan
pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan
masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.

12
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan
BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi
Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya
baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang
Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah
mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan
Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa
eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR
No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan
Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal
keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang
independen dan profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK
RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen, BPK RI
hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5). Kemudian dalam Perubahan
Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A)
dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat
Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
UU No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
2.2.2. Visi dan Misi Badan Pemeriksa Keuangan
Visi Badan Pemeriksa Keuangan:
Menjadi lembaga pemeriksa keuangan Negara yang kredibel dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai dasar untuk berperan aktif dalam mendorong
terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
Misi Badan Pemeriksa Keuangan:

13
a. Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara,
b. Memberikan pendapat untuk meningkatkan mutu pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan Negara, dan
c. Berperan aktif dalam menemukan dan mencegah segala bentuk
penyalahgunaan dan penyelewengan keuangan Negara.
2.2.3. Struktur Organisasi Badan Pemeriksa Keuangan
Struktur Organisasi terlampir

2.2.4. Corporate Identity Badan Pemeriksa Keuangan


Logo Badan Pemeriksa Keuangan adalah:

Gambar 2.2. Logo Badan Pemeriksa Keuangan

2.2.5. Budaya Badan Pemeriksa Keuangan


Dalam menjalankan tugas, Badan Pemeriksa Keuangan bertumpu dan
menjunjung tinggi nilai dasar BPK yang terdiri dari independensi, integritas, dan
profesionalisme.

14
Tabel 2.2.
Nilai Dasar BPK
Nilai Dasar Deskripsi
Independensi BPK menjunjung tinggi independensi baik secara
kelembagaan, organisasi, maupun individu. Dalam
semua hal yang berkaitan dengan pemeriksaan, BPK
bebas dalam sikap mental dan penampilan dari
gangguan pribadi, ekstern, dan/ atau organisasi yang
dapat mempengaruhi independensi
Integritas BPK membangun nilai integritas dengan bersikap
jujur, objektif, dan tegas dalam menerapkan prinsip,
nilai, dan keputusan.
Profesionalisme BPK membangun nilai profesionalisme dengan
menerapkan prinsip kehati-hatian, ketelitian, dan
kecermatan, serta berpedoman kepada standar yang
berlaku.
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan

2.2.6. Manajemen Badan Pemeriksa Keuangan


Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3.
Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan
Nama Jabatan
Dr. H. Harry Azhar Aziz, M.A. Ketua BPK RI
Drs. Sapto Amal Damandari, Ak., C.P.A. Wakil Ketua BPK RI
Dr. Agung Firman Sampurna, S.E., M.Si. Anggota I BPK RI
Agus Joko Pramono, M.Acc., Ak. Anggota II BPK RI
Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi Anggota III BPK RI
Prof. Dr. H. Rizal Djalil, M.M. Anggota IV BPK RI

15
Dr. Moermahadi Soerja Djanegara, S.E., Ak., Anggota V BPK RI
M.M., C.P.A.
Prof. Dr. Bahrullah Akbar, M.B.A., C.M.P.M Anggota VI BPK RI
Achsanul Qosasi Anggota VII BPK RI
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan

2.2. Akuntansi pada Instansi Perbankan dan Pemerintah


2.2.1. Akuntansi pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Implementasi PSAK 55 dan PSAK 50
Definisi
PSAK No. 50 (revisi 2006) mendefinisikan instrumen keuangan adalah:
Setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan entitas dan kewajiban
keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain. Selain itu, definisi tersebut
mencakup:
a. Aset keuangan, adalah setiap aset yang berbentuk:
1. Kas
2. Instrumen ekuitas milik entitas lain
3. Hak kontraktual
i. Untuk mempertukarkan aset keuangan atau kewajiban
keuangan dengan kondisi yang berpotensi menguntungkan
entitas tersebut.
ii. Untuk menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas
lain
4. Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan
instrumen ekuitas milik entitas yang bersangkutan dan merupakan
suatu:
i. Non derivatif dalam hal entitas harus atau mungkin
diwajibkan untuk menerima suatu jumlah yang variabel
(variable number) dan instrumen keuangan milik entitas

16
ii. Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain
dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset
keuangan lain untuk suatu jumlah yang ditetapkan (fixed
amount) dari instrumen ekuitas milik entitas.

b. Kewajiban keuangan, setiap kewajiban berupa:


1. Kewajiban kontraktual
i. Untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada
entitas lain.
ii. Untuk mempertukarkan aset keuangan atau kewajiban
keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang
berpotensi merugikan entitas tersebut.
2. Kontrak yang akan atau mungkin disesuaikan dengan
menggunakan instrumen ekuitas milik entitas yang bersangkutan
dan merupakan suatu:
i. Non-derivatif dalam hal entitas harus atau mungkin
diwajibkan untuk menyerahkan suatu jumlah yang variabel
(variabel number) dan instrumen ekuitas milik entitas.
ii. Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain
dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset
keuangan lain untuk suatu jumlah yang ditetapkan (fixed
amount) dari instrumen ekuitas milik entitas.
c. Instrumen ekuitas, adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas
aset entitas setelah dikurangkan dengan seluruh kewajibannya.
Pada ED PSAK No. 50 (revisi 2010), definisinya tidak banyak berubah dari
definisi PSAK 50 tahun 2006, tetapi ada tambahan yaitu mengenai
Instrumen yang mempunyai fitur opsi jual (puttable instrument).
Puttable instrument adalah instrumen keuangan yang memberikan hak
kepada pemegangnya untuk menjual kembali instrumen kepada penerbit
dan memperoleh kas atau aset keuangan lain atau secara otomatis menjual

17
kembali kepada penerbit pada saat terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti di masa yang akan datang atau kematian atau purna karya dari
pemegang instrumen.
Klasifikasi (Classification)
Bila dilihat pada PSAK ini, maka klasifikasi sama dengan yang di atur
dalam US GAAP. Sedangkan menurut pencatatannya pada neraca, PSAK 50
(revisi 2006) paragraf 7 mengklasifikasikan instrumen keuangan ke dalam
empat kategori:
a. Aset keuangan atau kewajiban keuangan yang dinilai pada nilai wajar
melalui laporan laba rugi (financial asset at fair value through profit or
loss atau FVTPL) dengan kriteria:
1. Untuk diperdagangkan (trading), termasuk instrumen derivatif
(kecuali derivatif yang ditetapkan sebagai instrumen lindung nilai
dan efektif).
2. Ditetapkan (designated)
b. Investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo (Held To Maturity atau HTM),
dengan kriteria:
1. Aset keuangan non-derivatif.
2. Pembayaran tetap atau telah ditentukan.
3. Jatuh tempo telah ditetapkan.
4. Entitas memiliki maksud dan kemampuan untuk memiliki hingga
jatuh tempo.
c. Pinjaman yang diberikan dan piutang (Loan and Receivable atau L&R),
dengan kriteria yang sama dengan HTM hanya saja tidak memiliki kuotasi
di pasar aktif (quoted market)
d. Aset keuangan tersedia untuk dijual (Available for Sale atau AFS), dengan
kriteria:
1. Aset keuangan non-derivatif.
2. Ditetapkan sebagai AFS
3. Tidak diklasifikasikan sebagai FVTPL, L&R, dan HTM.

18
Pengakuan (Recognition)
PSAK No. 50 (revisi 2006) melakukan pengklasifikasian berdasarkan
pengakuan dan pengukurannya yaitu berdasar jangka waktu suatu aset
keuangan akan dimiliki ataupun jangka waktu tempo untuk kewajiban
keuangan.
Penghentian Pengakuan (Derecognition)
Instrumen keuangan bukanlah instrumen yang akan terus ada di dalam
balance sheet. Ia dapat dikeluarkan dari balance sheet jika terjadPei beberapa
kondisi seperti:
a. Jatuh tempo
b. Pemutusan kontrak
c. Transfer jual beli instrumen keuangan
PSAK No. 55 (revisi 2006) banyak memberikan penekanan pada
keterlibatan berkelanjutan atau continuing involvement jika terjadi transfer
aset keuangan. Yakni apakah seluruh resiko dan manfaat secara substansial juga
telah ditransfer, dan juga apakah pengendalian terhadap instrumen keuangan
tersebut masih dimiliki atau tidak.
Pengukuran (Measurement)
PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran telah banyak mengadopsi IAS. Ada perbedaan yang mendasar pada
pengukuran awal (initial measurement) antara PSAK 55 (1998) dengan PSAK
55 (revisi 2006). Sebelumnya, semua instrumen keuangan dikur pada
pengukuran awal sebesar historical cost, namun menurut PSAK No. 55 (revisi
2006), pengukuran nilai awal instrumen keuangan berdasarkan fair value-nya.
Khusus untuk Held to Maturity, fair value tersebut ditambah dengan biaya-
biaya yang berhubungan langsung dengan akuisisi ataupun penerbitan
instrumen keuangan tersebut.
Perbandingan pengukuran dan pengakuan gain atau loss dapat dilihat dari
perbandingan PSAK No. 50 (1998) dengan PSAK No. 50 (revisi 2006) secara
ringkas pada tabel di bawah ini:

19
Tabel 2.4.
Perbandingan pengukuran menurut PSAK No. 50 (1998) dengan PSAK
No. 50 (revisi 2006)
Jenis PSAK No. 50 (1998) PSAK No. 50 (revisi 2006)
FVTPL 1. Pengakuan awal berdasarkan Pengukuran awal berdasarkan fair
cost (biaya). value (par 43).
2. Pengukuran selanjutnya Pengukuran selanjutnya berdasar
berdasarkan fair value. fair value (par 46).
3. Gain atau loss yang belum Gain atau loss diakui pada income
direalisasi atas efek kategori statement.
trading harus diakui sebagi
income.
HTM 1. Pengukuran awal Pengukuran awal berdasarkan fair
berdasarkan cost. value. (par 43)
2. Pengukuran selanjutnya Pengukuran selanjutnya diukur
berdasar amortized cost. pada biaya perolehan diamortisasi
dengan metode suku bunga efektif.
(par 46)
Gain atau loss diakui pada income
statement. Terjadi ketika financial
asset atau financial liabilities
tersebut dihentikan pengakuannya
atau mengalami penurunan nilai
dan melalui proses amortisasi. (par
50)
L&R Tidak diklasifikasikan Pengukuran awal berdasarkan fair
value.
Pengukuran selanjutnya diukur
pada biaya perolehan diamortisasi

20
dengan metode suku bunga efektif.
(par 46)
Gain atau loss diakui pada income
statement. Terjadi ketika financial
asset atau financial liabilities
tersebut dihentikan pengakuannya
atau mengalami penurunan nilai
dan melalui proses amortisasi. (par
50)
AFS 1. Pengukuran awal Pengukuran awal berdasarkan fair
berdasarkan cost value (par 43)
2. Pengukuran selanjutnya Pengukuran selanjutnya berdasar
berdasarkan fair value fair value (par 46)
3. Gain atau loss yang belum Gain atau loss diakui pada laporan
direalisasi atas AFS perubahan ekuitas.
(termasuk efek yang
diklasifikasikan sebagai
curret asset) harus
dimasukkan sebagai
komponen ekuitas yang
disajikan terpisah, dan tidak
boleh diakui sebagai income
sampai gain atau loss tersebut
dapat direalisasi
Sumber: PSAK 50 (1998) dan PSAK 50 (2006)

Masalah penentuan fair value, untuk instrumen yang memiliki kuotasi di pasar
aktif seperti FVTPL, tentunya mudah untuk menentukan fair valuenya, namun
apabila tidak memiliki pasar aktif fair value seperti itu tidak akan didapat.

21
PSAK No. 55 (revisi 2006) AP 86 dan 89 mengatur mengenai pengukuran
instrumen yang tidak mempunyai pasar aktif dengan teknik penilaian:
a. Penggunaan transaksi pasar terkini yang dilakukan secara wajar oleh pihak-
pihak yang memahami, berkeinginan (arms length market transaction).
b. Nilai wajar terkini instrumen lain yang secra substansial sama.
c. Analisis discounted cah flow.
d. Penggunaan option pricings model.
Reklasifikasi (Reclassification)
Salah satu bentuk kedisiplinan IAS yang diadopsi oleh PSAK No. 50 & 55
(revisi 2006) adalah dalam masalah reklasifikasi ini. Pada PSAK No. 50 (1998)
tidak memberikan larangan mengenai pengklasifikasian ulang instrumen
keuangan yang sebelumnya telah direklasifikasi. Hal ini memungkinkan adanya
moral hazard oleh manajemen perusahaan dengan mereklasifikasi instrumen
keuangannya untuk tujuan pemerataan laba atau income smoothing.
PSAK No. 55 (revisi 2006) yang mengatur lebih ketat masalah reklasifiksi
ini. Ada tiga aturan baru reklasifikasi menurut PSAK ini:
a. Reklasifikasi dari kelompok klasifikasi manapun DARI atau KE FVTPL
tidak diperbolehkan.
b. Reklasifikasi Loan and Receivable DARI atau KE HTM dan FVTPL tidak
diperbolehkan.
c. Reklasifikasi dari AFS menjadi Loan and Receivable tidak diperbolehkan.
Selain itu, terdapat tainting rule yaitu larangan untuk mengklasifikasikan
HTM selama 2 tahun jika entitas bermaksud menjual atau mereklasifikasi
investasi HTM dalam jumlah pokok yang signifikan, kecuali jika sudah
mendekati jatuh tempo, jumlah pokok hutang hampir seluruhnya tertagih atau
ada kejadian tertentu di luar kendali.
Penurunan Nilai (Impairment)
PSAK 55 (revisi 2006) memberikan penekanan lebih pada bukti objektif
(objective evidance) yang menjadi dasar dari penurunan nilai tersebut
(paragraf 60) dan juga penekanan bahwa evaluasi akan adanya penurunan

22
tersebut harus dilakukan pada setiap tanggal neraca (paragraf 59). Sebagai
contohnya instrumen keuangan jenis FVTPL akan dinyatakan turun nilainya
berdasarkan PSAK 55 (revisi 2006) apabila pasar aktif instrumen tersebut
hilang karena kesulitan keuangan.
Selain itu, untuk masalah restorasi nilai yang diturunkan, diatur lebih jelas
dalam PSAK revisian ini seperti pada tabel di bawah ini:
Aturan Pemulihan (restorasi) Nilai pada Penurunan Nilai (impairment)
Klasifikasi Perlakuan
FVTPL Pada FVTPL tidak berlaku penurunan nilai (impairment) karena
sudah dinilai dengan nilai wajar.
HTM Kerugian karena penurunan nilai dapat dipulihkan.
L&R Kerugian karena penurunan nilai dapat dipulihkan.
AFS Kerugian karena penurunan nilai instrumen ekuitas sebagai
AFS tidak dapat dipulihkan, sedangkan untuk instrumen hutang
kerugian penurunan nilai dapat dipulihkan.

Instrumen Keuangan Derivatif


Baik PSAK 55 (1999) maupun PSAK 50 (revisi 2006) memiliki definisi
yang kurang lebih sama mengenai instrumen derivatif, yakni PSAK No. 50
(revisi 2006) Suatu instrumen keuangan atau kontrak lain dengan tiga
karakteristik sebagai berikut:
d. Nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan dalam suku bunga, harga
instrumen keuangan, harga komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks
harga atau indeks suku bunga, peringkat kredit atau indeks kredit, atau
variabel lainnya yang telah ditentukan sepanjang untuk variabel non
keuangan bukan merupakan variabel yang ditentukan secara khusus bagi
para pihak dalam kontrak tersebut (sering disebut sebagai variabel yang
mendasari),
e. Tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal
neto dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang

23
dibutuhkan untuk kontrak sejenis lainnya yang diperkirakan akan
menghasilkan pengaruh yang sama terhadap perubahan faktor pasar,
f. Diselesaikan pada tangal tertentu dimasa mendatang.
Pengungkapan
PSAK 50 (1998) dan 55 (1999) hanya mengatur pengungkapan sesuai
dengan ruang lingkup dari setiap PSAK tersebut. Sementara PSAK 50 (revisi
2006) mengatur pengungkapan untuk seluruh instrumen derivatif dengan rinci.
Yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan meliputi:
a. Format, Tempat, dan Klasifikasi Instrumen Keuangan
1. Pernyataan ini tidak mengatur format dari informasi yang
dipersyaratkan untuk diungkapkan atau tempatnya dalam laporan
keuangan.
2. Pengungkapan dapat berbentuk kombinasi dari penjelasan naratif
dan kuantitatif, sepanjang dianggap memadai untuk
mengungkapkan karakteristik instrumen dimaksud serta arti
pentingnya bagi entitas.
3. Manajemen entitas mengklasifikasikan instrumen keuangan dalam
beberapa kelompok sesuai sifat dari informasi yang diungkapkan,
dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti karakteristik
instrumen tersebut dan dasar pengukuran yang telah digunakan.
b. Kebijakan Manajemen Risiko dan Aktivitas Lindung Nilai
1. Mengungkapkan tujuan dan kebijakan manajemen risiko keuangan
termasuk kebijakan lindung nilainya. Penjelasan kebijakan
manajemen risiko harus memuat kebijakan yang menyangkut hal-hal
seperti lindung nilai atas eksposur risiko, upaya penghindaran
konsentrasi risiko yang berlebihan, dan persyaratan mengenai agunan
guna mengurangi risiko kredit.
2. Menjelaskan sejauh mana suatu instrumen keuangan digunakan, risiko
yang terkait dan sasaran usaha yang ingin dicapai.

24
3. Untuk lindung nilai atas nilai wajar, lindung nilai atas arus kas, dan
lindung nilai atas investasi bersih dalam operasi di luar negeri,
pengungkapan terpisah secara lebih spesifik dan terperinci harus
dilakukan.
c. Persyaratan, Kondisi, dan Kebijakan Akuntansi
1. Untuk tiap kelompok aktiva finansial, kewajiban finansial, dan
instrumen ekuitas, entitas harus mengungkapkan:
a) Informasi mengenai cakupan dan sifat instrumen keuangan,
termasuk persyaratan dan kondisi yang bersifat signifikan yang
dapat mempengaruhi jumlah, waktu, dan tingkat kepastian arus
kas di masa datang.
b) Kebijakan dan metode akuntansi yang digunakan, termasuk
kriteria pengakuan dan dasar pengukuran yang diterapkan.
2. Pengungkapan untuk setiap kategori aset keuangan apakah pembelian
dan penjualan aset keuangan dicatat pada tanggal perdagangan atau
pada tanggal penyelesaian.
3. Jika instrumen keuangan bersifat signifikan, maka seluruh persyaratan
dan kondisi instrumen tersebut harus diungkapkan.
d. Risiko Tingkat Bunga
1. Informasi mengenai eksposur risiko tingkat bunga, termasuk:
i. tanggal penilaian ulang (repricing) atau tanggal jatuh tempo
kontraktual, mana yang lebih dahulu.
ii. tingkat bunga efektif, jika tersedia.
2. Mengindikasikan aset keuangan dan liabilitas keuangan mana yang:
i. terekspos risiko tingkat bunga atas nilai wajar,
ii. terekspos risiko tingkat bunga atas arus kas, dan
iii. tidak secara langsung terekspos terhadap risiko tingkat bunga
(misal instrumen ekuitas)

25
3. Pengungkapan suku bunga efektif berlaku untuk obligasi, notes,
pinjaman, dan instrumen keuangan sejenis yang melibatkan
pembayaran di masa datang yang mencerminkan nilai waktu dari uang.
4. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi instrumen keuangan seperti
investasi dalam instrumen ekuitas dan instrumen derivatif yang
tingkat bunga efektifnya tidak dapat ditentukan.
d. Risiko Kredit
1. Mengungkapkan informasi mengenai eksposur risiko kredit,
termasuk:
i. jumlah yang paling mewakili eksposur risiko kredit
maksimal apabila pihak lawan tidak mampu memenuhi
kewajibannya, tanpa memperhitungkan nilai wajar dari
agunan.
ii. konsentrasi risiko kredit yang bersifat signifikan.
2. Aset keuangan dengan hak saling hapus dengan liabilitas keuangan,
tidak boleh disajikan neto dalam neraca, kecuali penyelesaian akan
dilakukan secara neto atau secara bersamaan. Namun demikian,
entitas mengungkapkan keberadaan hak secara hukum untuk
melakukan saling hapus ketika menyajikan informasi seperti yang
dipersyaratkan di atas.
e. Nilai wajar
1. Mengungkapkan nilai wajar tiap kelompok aset dan liabilitas dalam
cara yang memungkinkan untuk diperbandingkan dengan nilai
tercatat dalam neraca.
2. Jika entitas tidak mengukur instrumen keuangan di neraca pada
nilai wajar, maka entitas wajib menyediakan informasi nilai wajar
pada pengungkapan tambahan.
3. Jika investasi dalam instrumen ekuitas atau derivatif yang terkait
tidak memiliki kuotasi, maka instrumen tersebut diukur pada biaya
perolehan berdasarkan pernyataan ini. Fakta ini harus diungkapkan

26
bersamaan dengan penjelasan instrumen keuangan tersebut, nilai
tercatatnya, dan penjelasan mengapa nilai wajarnya tidak dapat
diukur secara andal, dan jika memungkinkan, kisaran dari estimasi
nilai wajar yang paling memungkinkan.
f. Pengungkapan Lainnya
Pengungkapan lainnya mengenai:
1. Penghentian pengakuan
2. Jaminan
3. Instrumen Keuangan Majemuk dengan Beberapa Derivatif Melekat
4. Instrumen Keuangan pada Nilai Wajar
5. Reklasifikasi atau Penggolongan Kembali
6. Laporan Laba Rugi dan Ekuitas
7. Penurunan Nilai
8. Wanprestasi dan Pelanggaran

Penerapan pada Industri Perbankan.


a. Masalah Penyisihan Kerugian Kredit (Loan-Loss Provisioning) atau
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CPKN)
Penyisihan kerugian kredit (Loan-Loss Provisioning) adalah
penyisihan (provisioning) kerugian atas portfolio kredit dan
pendanaanya yang mengalami penurunan nilai ekonomi. Nilai ekonomi
dari portfolio kredit dan pendanaannya (funding) dapat naik atau turun
disebabkan karena adanya perubahan dengan kualitas kredit yaitu jika
terjadi masalah terhadap itikad baik (willingness to pay) dan
kemampuan debitur untuk melunasi kredit beserta pinjamannya (ability
to pay). Penyisihan kerugian ini penting untuk dilakukan sehingga
laporan keuangan bank tersebut mencerminkan keadaan yang
sebenarnya (representation faithfullness).
Mengacu pada PSAK yang lama (1998), penentuan cadangan
memakai konsep ekspektasi kerugian kredit (expectation loss) sehingga

27
bank bisa menumpuk cadangan besar-besaran kalau bankir merasa
default credit-nya besar. Celah ini yang banyak dimanfaatkan bank
untuk memoles laporan keuangannya dan melakukan window dressing
yaitu merekayasa laporan keuangan bank untuk tujuan tertentu.
Namun, dengan diterapkannya PSAK 50 & 55 (revisi 2006) dan
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) tahun 2008 yang
menyesuaikan PSAK tersebut, bank dituntut untuk menentukan CPKN
berdasarkan data historis kerugian kredit yang sudah terjadi atau
incurred loss. Adapun CKPN dihitung dari perkalian beberapa
komponen, yakni potensi gagal bayar (potential of default) dikalikan
jumlah kredit yang bersangkutan. Komponen lainnya loss given default
(LGD) yang merupakan porsi kerugian riil akibat gagal bayar yang
benar-benar tak tertagih, di luar tingkat kembalian tagihan (recovery
rate). Potential of default yang dihitung dari pengalaman kerugian yang
sudah terjadi berdasarkan data historis setiap jenis kredit bank tersebut
minimal selama 3 tahun terakhir.
Selain itu, walaupun bank dapat mengakui adanya penurunan nilai
karena pailit walaupun masih dalam kemungkinan, tapi tidak bisa
dikatakan sebagai expected loss karena PSAK 55 (revisi 2006)
mensyaratkan bukti objektif itu harus ada. Jika penyisihan diakui ketika
bukti objektif ada walaupun secara riil belum diakui adanya kerugiaan
(loss) tetap dikatakan sebagai incurred loss.
Kesulitan yang dialami bank dalam penentuan CPKN ini adalah
tuntuan kepada bank untuk mempunyai data historis mengenai
pengalaman kerugian dari setiap jenis kredit bank, minimal 3 tahun.
Bank dituntut untuk mempunyai data mengenai jumlah tingkat kerugian
suatu kredit dari setiap nasabah. Dan untuk mendapatkan data ini, cukup
rumit karena banyaknya jenis kredit dan jangka waktu yang berbeda.

28
b. Manfaat dan kelebihan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dengan adanya standar akuntansi Indonesia yang mengacu pada
standar internasional ini, akan meningkatkan reliability,
comparability, dan representative faithfullnes.
2. Transparansi terhadap pelaporan keuangan bank akan meningkat.
Transparansi ini sangat penting, mengingat kasus atas jatuhnya
raksasa finansial Lehman Brothers saat krisis menghantam tahun
2008 silam yang diindikasi karena adanya aspek akuntansi atas
transaksi repo yang kurang wajar karena kurangnya transparansi.
Hal tersebut berarti bahwa dengan meningkatkan transparansi
laporan keuangan, maka kecurangan-kecurangan akan dapat
diminimalisasi. Selain itu, aturanaturan baru pada PSAK revisian
mempersempit kemungkinan adanya kecurangan. Seperti pada
contoh yang dijelaskan di atas, yaitu masalah reklasifikasi dari dan
ke kategori FVTPL dari kategori manapun dilarang, untuk
menghindari usaha untuk menaikkan laba. Selain itu, adanya aturan
yang tegas mengenai penentuan CPKN akan mengurangi
kesempatan manajemen bank untuk melakukan kecurangan seperti
window dressing. Bila dulu bank dapat menumpuk pencadangan
besar dengan alasan kehati-hatian, meski kualitas kredit tidak
mengkhawatirkan sehingga laba ikut turun. Tujuannya menghindari
pajak atau mengatur ritme kinerja. Namun dengan diberlakukan
PSAK revisian ini, bank tidak bisa lagi melakukan hal itu.

2.2.2. Pemeriksaan BPK dan Tindak Lanjut


Pemeriksaan
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen, obyektif, dan professional berdasarkan standar
pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan

29
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2004, objek pemeriksaan adalah:
a. Laporan Keuangan, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas
pelaksanaan anggaran Negara; serta
b. Pengelolaan keuangan Negara, yang meliputi seluruh aktivitas mulai
dari perencanaan hingga pertanggungjawaban.
Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan, BPK berpedoman pada prosedur
umum mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, hingga tindak
lanjut.
Tabel 2.5. Prosedur Umum dalam Pemeriksaan
Tahapan Pemeriksaan Kegiatan pada Tahapan Pemeriksaan
Perencanaan Pemahaman entitas dan pengumpulan
informasi awal
Penyusunan organisasi audit
Penyusunan program audit (waktu, dana,
personil, sarana, metode)
Pelaksanaan Pelaksanaan program audit
Supervisi
Dokumentasi audit
Temuan
Pelaporan Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan
Permintaan Tanggapan dan Rencana Aksi
Review Berjenjang dan penerbitan Laporan
Tindak Lanjut Ikhtisar Laporan dan Pemantauan Tindak Lanjut
Sumber: Badan Pemeriksa Keuangan, 2015

Tujuan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)


adalah untuk mengeluarkan opini terkait Laporan Keuangan auditee. Dalam pasal
16 Undang-Undang No. 15 Tahun 2004, opini didefinisikan sebagai pernyataan

30
professional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan
dalam Laporan Keuangan yang didasarkan pada kriteria:
a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
b. Kecukupan Pengungkapan
c. Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan
d. Efektivitas Sistem Pengendalian Intern.
Auditor dapat memberikan 4 macam opini, yaitu:
a. Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Opini WTP akan diberikan jika terdapat kesesuaian dengan SAP dan
kecukupan pengungkapan, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
sudah efektif, dan adanya kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan terkait penyajian informasi keuangan.
b. Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
c. Tidak wajar (Adverse Opinion)
d. Menolak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion)
Opini yang diberikan BPK bisa jadi tidak sama setiap tahun. Opini tahun
berikutnya dapat terdegradasi, stagnan, atau meningkat. Hal ini dikarenakan:
a. Adanya kejadian, kebijakan, dan/ atau peraturan perundang-undangan
baru yang mempengaruhi transaksi dan penyajian laporan keuangan
pemerintah, maupun
b. Permasalahan/ kondisi yang telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya
dan tidak diselesaikan secara bijak sehingga terjadi lagi di masa depan
dengan nilai dan lingkup yang lebih material, begitupun sebaliknya.
Tindak Lanjut
Hasil pemeriksaan BPK terdiri dari:
a. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Adalah hasil akhir dari proses penilaian kenenaran, kepatuhan,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/ informasi mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan
secara independen, objektif, dan professional berdasarkan Standar

31
Pemeriksaa yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
sebagai keputusan BPK. Peraturan yang mengatur LHP adalah pasal 1
angka 14 UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK dan pasal 15 dan 16
UU No. 15 Tahun 2004.
b. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS)
Adalah dokumen yang disusun yang memuat ringkasan mengenai hasil
pemeriksaan yang signifikan, hasil pemantauan tindak lanjut hasil
pemeriksaan, dan hasil pemantauan penyelesaian pengenaan ganti
kerugian Negara/ daerah dalam satu semester. IHSP diatur dalam pasal
18 UU No. 15 Tahun 2004.
Hasil pemeriksaan BPK tersebut di atas disampaikan kepada lembaga
perwakilan dan pemerintah. Pemerintah dan lembaga perwakilan memiliki
otoritas untuk menindaklanjuti hasil temuan BPK dan disampaikan kepada BPK.
Pada akhirnya, BPK memantau, menyusun dan menyampaikan laporan
pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan kepada lembaga perwakilan.

32
BAB 3 PENUTUP

3.1. Simpulan
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. adalah bank terbesar di Indonesia yang pada
awalnya merupakan penggabungan dari empat bank milik Pemerintah Indonesia
yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan
Bank Pembangunan Indonesia pada Juli 1999. Dengan menerapkan budaya
perusahaan TIPCE (trust, integrity, professionalism, customer focus, excellence),
Bank Mandiri berkomitmen kuat untuk merealisasikan slogannya Spirit
Memakmurkan Negeri. Dalam melaksanakan kegiatan akuntansi, Bank Mandiri
berpedoman pada PSAK 50 dan PSAK 55.
BPK merupakan lembaga pemeriksa keuangan Negara yang kredibel dengan
tujuan utama untuk merealisasikan terwujudnya tata kelola keuangan negara yang
akuntabel dan transparan. BPK melakukan audit atas Laporan Keuangan instansi
pemerintah untuk selanjutnya diberikan opini dan tindak lanjut atas pemeriksaan
tersebut. Dalam menjalankan kegiatannya, BPK didukung dengan UU No.17
Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

3.2. Saran
Saran dari penulis untuk KKL berikutnya adalah sebagai berikut:
a. Tujuan kunjungan industri hendaknya lebih divariasikan lagi agar mahasiswa
memperoleh lebih banyak pengalaman.
b. Instansi Pemerintah yang Penulis sarankan untuk dikunjungi selain
Kementerian Keuangan dan Badan pemeriksa Keuangan adalah Direktorat
Jenderal Pajak. Selain itu, akan lebih baik jika perusahaan komersiil menjadi
tujuan KKL.
c. Materi KKL hendaknya dijadikan arsip sehingga mahasiswa dapat dengan
mudah melakukan review materi KKL.

33
DAFTAR PUSTAKA

Bank Mandiri. 2013. Annual Report.


Ikatan Akuntansi Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Kerangka
Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keungan.
________. 2006. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 50 (revisi
2006), Instrumen Keuangan.
________. 2006. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 50 (revisi
2006), Instrumen Keuangan.
________. 2010. Exposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntnasi Keuangan
(PSAK) No 50 (revisi 2010).
________. 2010. Exposure Draft (ED) Pernyataan Standar Akuntnasi Keuangan
(PSAK) No 60 (revisi 2010).
Mulyadi. 2008. Pengauditan. Jakarta: Salemba Empat

34

Anda mungkin juga menyukai