LAMINEKTOMI
I. Pengertian
1. Fraktur/patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
2. Fraktur lumbal adalah fraktur atau patah tulang yang terjadi pada area vertebra
lumbalis (L1-L5).
3. Laminektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran dan atau
pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka
pada spinal.
4. Laminektomi adalah pengangkatan sebagian dari diskus lamina (Long, 1996).
5. Laminektomi adalah memperbaiki satu atau lebih vertebra, osteophytis dan Hernia
nodus pulposus (Donna, 1995).
II. Etiologi
Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas dan dari bawah,
dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.
Trauma adalah penyebab yang paling banyak menyebabkan cedera pada tulang belakang.
III. Patofisiologi
Cedera medulla spinalis paling sering terjadi karena trauma/cedera pada vertebra. Adanya
kompresi tulang menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
lumbal serta dapat merusak system saraf otonom (saraf parasimpatis). Pada area kornu
lateralis medulla spinalis bagian sacral yang erat kaitannya dengan status miksi dan
defekasi. Kompresi juga dapat merusak fleksus saraf utama terutama F. lumbalis yang
tergabung dalam fleksus lumbosakralis yang berpengaruh pada persarafan ekstrimitas
bawah. Dapat dijelaskan secara terinci:
1. Saraf lumbal I dan II membentuk nervus genitor femoralis yang mensyarafi kulit
daerah genetalia dan paha atas bagian medial.
2. Saraf lumbal II - IV bagian dorsal membentuk nervus femoralis mensarafi muskulus
quadriceps femoralis lateralis yang mensyarafi kulit paha lateralis.
3. Saraf lumbal IV - sacral III bagian ventral membentuk nervus tibialis.
4. Saraf lumbal IV- sacral II bagian dorsal bersatu menjadi nervus perokus atau fibula
komunis.
IV. Manifestasi
Secara klinis pasien mengeluh nyeri pinggang bawah dan sangat hebat, mendadak sebelah
gerakan fleksi dan adanya spasme otot para vertebrata. Terdapat nyeri tekan yang jelas
pada tingkat prolapsus diskus bila dipalpasi. Terdapat nyeri pada daerah cedera, hilang
mobilitas sebagian atau total atau hilang sensasi di sebelah bawah dari tempat cedera dan
adanya pembengkakan, memar disekitar fraktur jauh lebih mendukung bila ada deformitas
(gibbs) dapat berupa angulasi (perlengkungan). Berubahnya kesegarisan atau tonjolan
abnormalitas dari prosesus spinalis dapat menyarankan adanya lesi tersembunyi. Lesi
radiks dapat ditandai dengan adanya deficit sensorik dan motorik segmental dalam
distribusi saraf tepi, perlu diperiksa keadaan neurologist serta kemampuan miksi dan
defekasi seperti adanya inkontinensia uri et alvi paresthesia. Selama 24 jam pertama
setelh trauma, suatu lesi partikel dari medulla spinalis dimanifestasikan paling sedikit
dengan masih berfungsinya daerah sacral sensori perianal dan suatu aktifitas motorik
volunteer fleksor kaki.
V. Komplikasi
Kemampuan komplikasi yang dapat terjadi diantaranya:
1. Nyeri pada jangka lama
2. Spasme otot
3. Gangguan miksi dan defekasi
4. Disfungsi pernafasan
5. Disfungsi seksual
6. Hiterotopie ossification
7. Pysiological counseling
8. Dekubitus Deformitas
9. ISK
10. Ileus paralitik.
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen. Pemeriksaan dengan sinar X atau fluoroskopik dari kolumna vertebralis
dan ekstrimitas dapat membantu menegakkan diagnosa awal.
2. Laminografi atau tomografi terkomputerisasi. Dapat memperlihatkan lesi tulang
yang tersembunyi terutama di kanalis spinalis
3. Ct Scan atau MRI. Merupakan satu-satunya cara untuk menunjukkan apakah ada
fraktur vertebra mengancam akan menekan medula spinalis.
VII. Penatalaksanaan
Bila tidak ada keluhan neurologik :
1. Istirahat di tempat tidur: terlentang dengan dasar keras, posisi defleksi 3-4 minggu
2. Beri analgetik bila nyeri
3. Pada fraktur stabil, setelah 3-4 minggu kalau tidak merasa sakit lagi, latih otot-otot
punggung 1-2 minggu, kemudian mobilisasi, belajar duduk jalan dan bila tidak ada
apa-apa klien boleh pulang. Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu 6-8 minggu. Bila
kelainan neurologik didapatkan:
Jika dalam observasi membaik, tergantung dari stabil/tidak, tindakan seperti pada
fraktur tanpa kelainan neurologik. Jika dalam observasi keadaan memburuk, maka
harus segera dilakukan operasi dekompresi, sama halnya bila kelainan karena
kompresi fraktur. Tekanan dihilangkan dengan operasi misalnya
laminektomi. Kemudian dibantu dari luar misalnya dengan gips broek, gips korset,
jaket minerva, tergantung dari tempat fraktur. Pada pemasangan gips korset: harus
meliputi sampai manubrium sterni, simpisis daerah fraktur dan di bawah ujung
skapula.
VIII. Pathway Keperawatan
Laminektomi
Pre Op Post Op
Intra Op
Gelisah,
Anestesi Pembedahan
Khawatir, Agen
takut, dll Injuri Fisik Faktor resiko :
Penurunan
Insisi Kesadaran
Terpapar (-) Nyeri
Kesadaran akut
Informasi (-) diturunkan Terputusnya Resiko
Faktor resiko :
kontinuitas Aspirasi
jaringan pembuluh Prosedur
darah Invasif
Kurang
pengetahuan Penurunan
Resiko
otot-otot Resiko Infeksi
pernafasan Perdarahan
Koping
individu tidak
efektif Akumulasis
sekret
Ansietas
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas
IX. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional
Intra operasi
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
4. Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik.
5. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
6. PK: perdarahan
7. PK: syok
Post operasi
8. Resiko aspirasi dengan faktor resiko penurunan kesadaran
9. Resiko cedera posisi perioperatif dengan faktor resiko gangguan persepsi sensori
karena anestesi.
10. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
11. Kurang pengetahuan tentang perawatan post operatif berhubungan dengan kurangnya
paparan informasi
3. Dx. Keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri kimia (proses kanker,
diskontinuitas jaringan)
( ) ( )