Anda di halaman 1dari 3

Kasus Diversity Karyawan di PT.

Bima Indonesia

1. Kasus

PT. Bima Indonesia merupakan sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ada
dikabupaten Solok Selatan , Sumatra Barat. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1994 dengan
tujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar yang pada waktu itu tidak
mempunyai lapangan pekerjaan. Pada tahun 1997 perusahaan perkebunan kelapa sawit ini
memiliki jumlah karyawan sekitar 200 orang, baik yang bekerja diperkebunan maupun yang
bekerja didalam perusahaan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan tersebut
berhasil menjadi salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar dipulau Sumatra dengan jumlah
pekerja sekitar 500 orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Sebagai sebuah
perusahaan perkebunan yang berada di tengah-tengah mayoritas suku Solok, PT. Bima
Indonesia, perusahaan memberikan perlakuan yang sama/adil terhadap karyawan yang berasal
dari suku Solok dengan karyawan yang berasal dari luar suku Solok khususnya
dalam kedudukan dalam perusahaan. Pada tahun 2012, manajemen PT. Bima Indonesia
membuat sebuah peraturan yang menyatakan setiap orang/ karyawan yang berhak menempati
posisi tertinggi dalam perusahaan hanya berasal dari suku Solok saja dengan pertimbangan
bahwa suku tersebut lebih mengenal nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat Solok.
Peraturan manajemen tersebut ditolak oleh karyawan yang berasal dari suku lain/diluar suku
Solok, karyawan dari suku lain menganggap bahwa perusahaan telah melakukan diskriminasi
terhadap mereka yang berasal dari suku lain. Menurut mereka, pihak manejemen tidak adil
dalam menerapkan peraturan tersebut. Jika dibandingkan dengan karyawan dari suku Solok,
pendidikan yang dimiliki oleh karyawan yang berasal dari luar suku Solok jauh lebih tinggi,
sehingga kesempatan untuk menempati posisi yang lebih tinggi dalam perusahaan semakin
mudah dan keberlangsungan perusahaan akan lebih baik. Sehingga sebagai minoritas para
pekerja merasa mendapat perlakuan diskriminasi.
Masalah lain yang terjadi didalam PT. Bima Indonesia, yaitu diskriminasi terhadap
karyawan wanita yang bekerja diperkebunan kelapa sawit. Diskriminasi yang terjadi yaitu
karyawan wanita sering bekerja sendirian diperkebunan tanpa adanya bantuan dari pekerja laki-
laki, sehingga dalam mengambil dan mengangkut biji-biji sawit juga dikerjakan oleh
perempuan. Hal lain yang juga tidak jarang terjadi pada saat pekerja wanita berada
diperkebunan yaitu pelecehan seksual, dan tidak diizinkan untuk membawa anak-anak mereka
untuk datang ke perkebunan. Dalam pemberian gaji pun pihak perusahaan tidak memberikan
gaji yang sepantasnya kepada para wanita yang bekerja diperkebunan, dan tidak memberikan
upah tambahan buat mereka.

2. Landasan Teori

Munculnya diversity sebagai tantangan penting dalam perubahan demografi, dimana


karyawan yang lebih tua, perempuan, minoritas, dan yang lebih berpendidikan sekarang
menjadi banyak jumlahnya dalam sebuah organisasi, sehingga tantangan untuk manajemen
akan berhubungan dengan perubahan kesukuan seperti perubahan berkaitan dengan gender,
minoritas, usia, sehingga berpengaruh dalam konteks kebijakan dan praktik upah serta promosi
(Luthans, 2005:75-78). Sebuah metafora glass ceiling menggambarkan bahwa adanya
sebuah penghalang yang tak terlihat bagi ras, warna kulit tertentu, kaum minoritas, serta wanita
untuk dapat menduduki suatu jabatan penting dalam perusahaan.
Menurut (Betters-Reed & Moore, 1995) menyatakan bahwa tingginya mobilitas sosial,
menyebabkan sebuah organisasi memiliki pegawai yang berasal dari berbagai suku, agama,
dan ras dengan karakteristik yang berbeda. Sehingga kondisi ini mengubah situasi pegawai
yang semula bersifat homegen menjadi heterogen, dimana manejemen sumber daya manusia
secara konvensional tidak cukup memiliki kemampuan untuk menangani masalah
keanekaragaman pegawai dan situasi seperti ini manajemen sumber daya manusia mengalami
konvergensi paradigma atau shifting the management development paradigm. Menurut
(Gallos, 1995) memberi konsep bahwa lingkungan kerja yang sifatnya maskulin menciptakan
situasi dimana kantor adalah more comfortable second home bagi laki-laki namun sebaliknya
bagi perempuan kantor adalah rumah kedua yang mengandung situasi berbahaya karena
gangguan utama bagi kaum perempuan dalam bentuk pelecehan seksual yang menyangkut
persoalan martabat atau harga diri perempuan sebagai manusia.
Salomon dan Schork (1998) menyatakan tiga kunci keberhasilan perusahaan-perusahaan
dalam mengelola keragaman budaya yaitu: (1) meningkatkan asset yang lebih luas kepada
kelompok-kelompok pekerja yang berbakat, (2) meningkatkan inovasi, (3) hubungan yang kuat
dengan pelanggan. Sehingga menurut (Parvis, 2003) manfaat yang diperoleh dari keragaman
tenaga kerja antara lain muncul ide, gaya, bentuk ketaatan, visi, kreatifitas, inovasi, sejarah,
dan gaya hidup.

3. Penutup
Adanya keberagaman tenaga kerja seringkali dipandang hanya akan menimbulkan masalah
bagi perusahaan, namun pengelolaan keberagaman yang baik justru dapat memberikan
keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Agar dapat memperoleh keunggulan kompetitif
tersebut, maka organisasi harus mengarah pada terbentuknya organisasi multibudaya yaitu
organisasi yang menghargai, mempromosikan, dan secara proaktif mengelola perbedaan-
perbedaan budaya yang ada diantara sumberdaya manusia yang dimilikinya. Pengelolaan
organisasi ini dilakukan untuk meminimumkan konflik dan memaksimalkan keunggulan-
keunggulan yang dapat diperoleh dari adanya keberagaman budaya sumber daya manusia.

Anda mungkin juga menyukai