Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim sehingga gugatan yang diajukan penggugat
tidak diterima ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui alasan pertimbangan hukum hakim sehingga gugatan yang diajukan
penggugat tidak diterima.
Contoh kasus :
Pada tahun 2002 Kepala Desa Gelam, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo
mengangkat Suroto, Imron Hanafi dan Anawati menjadi perangkat desa. Suroto diangkat
sebagai Perangkat Desa dengan jabatan Kepala Dusun Pagerwojo Desa Gelam,
Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo tanggal 29 April 2002 dengan Keputusan Kepala
Desa Gelam No. : 141/10.DS/404.5.2.10/2002. Imron Hanafi diangkat sebagai Perangkat
Desa dengan jabatan Seksi Pemerintahan Desa Gelam, Kecamatan Candi, Kabupaten
Sidoarjo berdasarkan Keputusan Kepala Desa Gelam tanggal 29 April 2002, Nomor :
141/10.DS/404.5.2.10/2002 dan Anawati diangkat sebagai Perangkat Desa dengan
Jabatan Seksi Pelayanan Umum Desa Gelam, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo
berdasarkan Keputusan Kepala Desa Gelam tanggal 29 April 2002 Nomor :
141/10.DS/404.5.2.10/2002. Masa jabatan dari ketiga orang tersebut di atas ditentukan
berdasarkan pada pasal 36 Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor : 4 Tahun 2000,
tanggal 29 April 2000, tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan Dan Atau Pengangkatan
Perangkat Desa dengan masa jabatan masing-masing 10 (sepuluh) tahun terhitung mulai
tanggal 29 April 2002 sampai dengan tanggal 29 April 2012.
Pada tanggal 12 Juli 2002 telah diundangkan Perda No. 7 Tahun 2002 tentang
Perubahan Pertama Perda No. 4 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan
dan atau Pengangkatan Perangkat Desa yang dalam pasal 44 ayat (2) menegaskan bahwa :
Bagi Perangkat Desa yang saat ini telah menjabat dapat menyelesaikan tugasnya sampai
dengan usia 64 (enam puluh empat) tahun. Walaupun telah ada Perda yang mengatur
bahwa masa jabatan Perangkat Desa dapat menyelesaikan masa jabatannya sampai
dengan umur 64 Tahun, tetapi khususnya Kepala Desa Gelam yang menjabat pada waktu
itu tidak mau merubah atau menerbitkan Keputusan yang baru untuk menyesuaikan dan
memberlakukan bahwa untuk Para Penggugat dapat menyelesaikan tugasnya sampai
dengan usia 64 (enam puluh empat) tahun. Padahal sejak diberlakukannya Perda Nomor :
7 Tahun 2002 pada tanggal 12 Juli 2002 kepala desa seharusnya menerbitkan Keputusan
yang merubah masa jabatan dari perangkat desa dari 10 (sepuluh) tahun menjadi 15 (lima
belas) tahun dan menyelesaikan tugasnya sampai dengan usia 64 (enam puluh empat)
tahun. Selain itu Suroto, Imron dan Anawati mendengar bahwa di desa lain yang juga
masuk wilayah hukum Kabupaten Sidoarjo ada Kepala Desa yang menerbitkan
Keputusan tentang masa jabatan Perangkat Desa sampai dengan usia 64 Tahun. Salah
satunya di Desa Keboharan, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo seorang Perangkat
Desa bernama : Mohammad Yono diangkat pada tanggal 20 Mei 2002 dengan masa
jabatan sampai dengan usia 64 (enam puluh empat) tahun, sehingga menurut hukum,
seharusnya Para Penggugat memperoleh perlakuan yang serupa seperti yang berlaku di
Desa Keboharan, yakni mengenai berlakunya masa jabatan Perangkat Desa sampai
dengan usia 64 (enam puluh empat) tahun dan sampai saat ini masih berlaku dan diakui
oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
Penyelesaian :
Atas kesepakatan DPRD Kabupaten Sidoarjo dan Perangkat Desa, Kepala Desa
Gelam dinyatakan melakukan Mall Admisistrasi di Pemerintahan Desa apabila tidak
mengubah surat keputusan yang di keluarkannya. Karena itu pihak perangkat desa
membuat surat permohonan kepada kepala desa yang isinya meminta kepala desa untuk
mengubah isi surat keputusan tetapi kepala desa memberikan penolakan dan tetap
berpegang teguh pada keputusan awal yang ditetapkannya yaitu Keputusan Nomor :
141/03/404.7.2.11/2012 tanggal 29 April 2012, tentang Pengesahan Pemberhentian
Perangkat Desa. Sehingga para perangkat desa akhirnya mendaftarkan gugatan kepada
kepala desa di PTUN Surabaya atas adanya keputusan yang dinilai merugikan tersebut.
Analisa Saya :
Menurut saya subyek sengketa tersebut adalah Suroto, Imron Hanafi dan Anawati
selaku perangkat desa sebagai penggugat karena mereka yang mendaftarkan gugatan di
PTUN terhadap keputusan Kepala Desa yang dinilai tidak sesuai dengan Perda
Kabupaten Sidoarjo dan merugikan Perangkat Desa Gelam. Yang menjadi tergugat
adalah Kepala Desa Gelam, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo karena Kepala Desa
Gelam adalah pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan tersebut serta
menimbulkan akibat yang merugikan bagi perangkat desa (pengugat).
Berdasarkan kronologi diatas kepala desa dapat digugat oleh perangkat desa karena
keputusan yang dikeluarkannya dianggap tidak sesuai dengan Perda Kabupaten Sidoarjo
yang berlaku saat ini. Keputusan Tata Usaha Negara bersifat konkrit, individual dan final
sebagaima diatur dalam pasal 1 angka (9) Undang Undang Nomor : 5 Tahun 1986 jo.
Undang Undang Nomor : 51 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa:Keputusan Tata
Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat
tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang belaku yang bersifat konkrit, individual dan final,
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata dalam hal
ini terhadap para perangkat desa (Penggugat). Selain itu keputusan yang bersifat final
tersebut dianggap merugikan bagi pihak perangkat desa karena menimbulkan akibat
hukum pemberhentian dari jabatan perangkat desa.
Menurut saya seharusnya dalam menerbitkan keputusan kepala desa sebagai pejabat
Tata Usaha Negara haruslah memperhatikan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AAUPB) agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari. Dalam kasus ini, kepala
desa Gelam dalam mengeluarkan keputusan sepertinya bertentangan dengan beberapa
asas AAUPB, seperti :
Asas Kecermatan Formal : Keputusan yang dibuat oleh kepala desa dinilai
tidak cermat karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu
bertentangan dengan Perda Kabupaten Sidoarjo.
Asas Persamaan/Keseimbangan : Perangkat desa Gelam tersebut menuntut
adanya persamaan atas masa jabatan mereka karena di desa lain yang masih
termasuk wilayah hukum Kabupaten Sidoarjo, perangkat desa menjabat
hingga berumur 64 tahun dan masa jabatannya 15 tahun sedangkan perangkat
desa Gelam (Penggugat) dibatasi hanya 10 tahun masa jabatannya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak ada persamaan perlakuan kepada perangkat
desa di satu wilayah hukum yang sama yakni Kabupaten Sidoarjo.
Asas Kepastian Hukum : Keputusan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa
Gelam dinilai tidak mengutamakan kepastian hukum karena tidak berdasarkan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Peraturan Daerah
Kabupaten Sidoarjo: Perda No. 7 Tahun 2002 tentang Perubahan Pertama
Perda No. 4 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan atau
Pengangkatan Perangkat Desa.
Keputusan presiden Nomor 71/M Tahun 2000 yang memberhentikan Parni Hadi
dari jabatannya selaku Pimpinan Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA (LKBNAN
TA) dan menggantiannya dengan Mohammad Sobary telah mendatangkan sejumlah
kontroversi, sebagaimana diketahui bahwa Parni Hadi melalui kuasa hukumnya telah
menggugat Keppres tersebut ke PTUN. Jika dicermati Keppres tersebut telah memenuhi
persyaratan sebagai keputusan TUN, karena sangat jelas bahwa badan atau pejabat yang
mengeluarkannya adalah presiden RI.
Begitu juga mengenai isi Keppres dan kepada siapa Keppres tersebut ditujukan sudah
sangat jelas yakni pemecatan/pemberhentian Parni Hadi sebagai Pimpinan Lembaga
Kantor Berita Nasional ANTARA dan sekaligus mengangkat Mohammad Sobary sebagai
penggantinya. Keputusan presiden tersebut berisi tentang tindakan hukum TUN, bersifat
konkret karena keputusan presiden tersebut mengenai pemberhentian Parni Hadi sebagai
Pimpinan LKBN ANTARA. Bersifat individual, jelas keputusan presiden tersebut tidak
ditunjukkan untuk umum, tetapi ditujukan kepada Parni Hadi dan Mohammad Sobary
yang alamatnya sudah sangat jelas. Bersifat final, keputusan presdien tersebut
untuk berlakunya tidak memerlukan persetujuan siapapun. Kemudian keputusan tersebut
menimbulkan kerugian bagi Parni, jadi dapat dikualifikasikan keputusan presiden nomor
71/M Tahun 2000 termasuk KTUN.
Namun, dalam keputusan Presiden tersebut tidak tercantum secara jelas alasan-alasan
mengapa Parni Hadi di berhentikan, dan dia juga tidak di berikan kesempatan untuk
membela diri, sehingga muncullah pemikiran baru jika keputusan Presiden ini di buat
secara subyektif, karena alasan seperti pelanggaran atau kesalahan Parni Hadi tidak di
sebutkan. Dalam surat surat gugatan Parni Hadi ke PTUN yang dibuat oleh kuasa
hukumnya,terdapat dua alasan utama yang di jadikan argumentasi bahwa presiden tidak
memiliki wewenang mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 71/M Tahun 2000. Yang
pertama alasan bahwa berdasarkan Akte Notaris No. 52 tanggal 20 Mei 1953 status
LKBNANTARA adalah badan hukum swasta, namun alasan ini dapat langsung
dipatahkandengan Keputusan Presiden No. 307 Tahun 1962, yang menjelaskan bahwa
Yayasan Kantor Berita Nasional telah dirubah menjadi Lembaga Kantor Berita
Nasional(ANTARA). Begitu juga dengan alasan kedua yang dapat di perdebatkan, bahwa
Keppresini tidak bertentangan dengan UU No.40/1990, karena keduanya mengatur hal
yang berbeda. Namun, KTUN ini pada akhirnya di nyatakan cacat prosedur sehingga
menjadikannya tidak sah. Karena seharusnya, sebelum KTUN yang di maksud di
keluarkan hendaknya di perhatikan tentang pemberian kesempatan kepada orang atau
badan hukum perdata yang di tuju untuk membela diri sebelum KTUN tersebut di
keluarkan, hal ini juga bertujuan agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dalam
mewujudkan good governance. Keppres tersebut juga melanggar Pasal 53 ayat 2 huruf
aUUPTUN, yang mana pada akhirnya Keppres ini bertentangan dengan ketentuan-
ketentuan dalam atauran perundang-undangan yang bersifat prosedural formal, seperti :
sebelum keputusan pemberhentian dikeluarkan harusnya pegawai yang bersangkutan
mendapat kesempatan untuk membela diri.
Analisis Kasus :
Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan baik pusat maupun daerah ( Pasal 1 butir 1
Undang-Undang No.5 Tahun 1986). Untuk menganalisa kasus PTUN terdapat dua
metode yang dapat kita lakukan. Pertama kita harus mengetahui siapa subjek dari kasus
tersebut. Kedua kita harus mengetahui apa yang menjadi objek dari kasus tersebut.
Didalam Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menjadi objek gugatan atas suatu
permasalahan adalah surat keputusan yang dikeluarkan oleh Badan/Pejabat tata usaha
negara, Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha
Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata (Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No.5 Tahun 1986), sedangkan
yang menjadi subyek gugatan adalah Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan surat keputusan tersebut. Badan/Pejabat Tata Usaha Negara
adalahBadan/Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No.5 Tahun
1986). Contohnya Walikota, Bupati, Kepala Dinas, Gubernur, Rektor, Komisi
Pemilihan Umum, dsb.
Hukum acara PTUN berbeda dengan hukum acara lain. Di dalam Hukum Acara
PTUN yang menjadi penggugat adalah Orang/Badan hukum sedangkan yang menjadi
pihak tergugat adalah Badan/Pejabat TUN. Ketentuan tersebut tidak boleh dibalik karena
PTUN ada untuk melindungi rakyat. Tidak semua kasus dapat diselesaikan di PTUN,
karena hal ini berkaitan dengan kompetensi dari PTUN itu sendiri. Ketika terdapat
sebuah kasus kita harus menentukan apakah kasus tersebut dalam kompetensi PTUN.
Terdapat dua jenis kompetensi ,yaitu kompetensi absolut yang berkaitan dengan materi
dari kasus yang ada dan kompetensi relatif yang didasarkan atas wilayah terjadinya
kasus.
Berdasarkan dua metode untuk dapat menganalisa suatu kasus TUN, kasus diatas
merupakan kasus TUN yang dapat diajukan gugatan ke PTUN oleh masyarakat Kec.
Klojen. Hal ini didasarkan atas fakta yang menunjukkan bahwa objek atas kasus tersebut
adalah surat keputusan IMB dengan Nomor 123/45.6/MAL/IX/2012. Keputusan tersebut
merupakan keputusan yang tidak termasuk didalam Pasal 2 Undang-Undang No 5 Tahun
1986. sedangkan subyeknya adalah Walikota dan Kepala Dinas perijinan kota Malang.
Maka, dari metode yang ada dapat kita katakan bahwa kasus tersebut adalah murni
sengketa TUN antara masyarakat dengan Pejabat TUN.
Dalam Kasus tersebut sebelum kedua belah pihak menyelesaikan sengketanya melalui
PTUN, langkah utama yang ditempuh adalah melalui jalur upaya administrasi, karena
upaya adminstrasi adalah langkah mutlak yang harus ditempuh sebelum jalur pengadilan,
hal ini berdasarkan pasal 48 ayat 1 yang menyebutkan bahwa Dalam hal suatu Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha
Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi
dan/administratif yang tersedia. Ketika upaya administrasi tidak menghasilkan solusi
atas sengketa tersebut maka walikota malang melalui kepala dinas perijinan dapat
digugat ke PTUN. Ketentuan tersebut dapat kita lihat pada pasal 48 ayat 2 yang
menyebutkan bahwa Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika
seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
PENUTUPAN
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usahanegara
antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usahanegara, baik di
pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usahanegara. Sengketa
Tata Usaha Negara terbagi menjadi dua yaitu, sengketa intern dansengketa ekstern.Penggugat
adalah orang atau badan hukum perdata yang dirugikan akibatdikeluarkannya KTUN. Pihak
tergugat adalah selalu badan atau jabatan TUN yangmengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yangdilimpahkan kepadanya.Terdapat dua cara
penyelesaian sengketa TUN, yaitu :1. Secara langsung yaitu melalui pengadilan2. Secara
tidak langsung yaitu melalui upaya administratif, terbagi menjadi duacara yaitu banding
administrasi dan keberatan.Penyelesaian sengketa melalui pengadilan digunakan terhadap
gugatan denganobjeknya berupa Keputusan Tata Usaha Negara yang dalam peraturan
dasarnya tidakmengisyaratkan adanya penyelesaian sengketa melalui upaya administratif
terlebihdahulu. Sedangkan Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh
olehseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap keputusan TUN
yangdilaksanakan di lingkunagan pemerintahan itu sendiri.Banding administrasi adalah
penyelesaian sengketa TUN secara administratif yangdilakukan oleh instansi atasan atau
instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan
yang bersangkutan. Sedangkan penyelesaian sengketa TUN secara keberatan adalah penyeles
aian sengketa TUN secara administratif yang dilakukan sendiri oleh badan / pejabat TUN
yang mengeluarkan keputusan itu.Dengan mengetahui proses penyelesaian sengketa
administrasi maka kitamemperoleh pengetahuan dan dapat menjelaskan dengan tepat kapan
suatu sengketadapat diselesaikan melalui jalur pengadilan, dan kapan suatu penyelesaian
sengketa TataUsaha Negara melalui upaya administratif terlebih dahulu.
SARAN
Seharusnya setiap KTUN yang dikeluarkan dapat dipertanggung jawabkan, karenasetiap
KTUN akan selalu ada akibat hukum yang ditimbulkan dan akan ada pihak yangdirugikan.
Sehingga UU PTUN semestinya mampu melindungi pihak penggugat daritindak
kesewenang-wenangan pejabat atau badan TUN.Dan juga seharusnya ada pensederhanaan
prosedur, karena prosedur yang diterapkansaat ini terlalu berbelit-belit. kita tahu bahwa
terdapat tenggang waktu untuk mengajukangugatan, jika prosedur yang ditreapkan serumit
ini, maka waktu hanya akan terbuang pada proses adminitrasi masuknya gugatan saja.