Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dakwah merupakan penentu segala pemikiran yang dengannya setiap umat
dan bangsa terdorong kepadanya. Kewajiban berdakwah didasarkan atas suatu
ajaran, bahwa Islam adalah agama risalah untuk umat manusia, sedangkan umat
manusia adalah pendukung amanat tersebut, yaitu sebagai penerus risalah Islam
(nabi) dalam segala dimensi ruang dan waktu. Dengan mengemban amanat ini,
dai dituntut untuk mampu berpijak dan bertindak, mampu menyentuh dan
menyejukkan hati agar dakwahnya dapat diterima, sehingga membawa perubahan
bagi manusia.
Manusia dalam kodratnya diciptakan oleh Allah bukan hanya sebagai
makhluk individu, akan tetapi ia juga berperan sebagai makhluk sosial. Dalam
hubungan sesama manusia inilah manusia dihadapkan dengan warna-warna sosial,
yang kadang kala apabila disikapi secara berlebihan ataupun berbeda pandangan
maka akan terjadi konflik pribadi ataupun bahkan merembet pada konflik sosial.
Ketika seorang dai melangkahkan kakinya untuk berdakwah, tentu akan
menjumpai berbagai macam corak manusia. Masing-masing corak itu harus
dihadapi dengan cara yang sepadan dengan tingkat kecerdasan, sepadan dengan
alam pikiran dan perasaan serta tabiat masing-masing. Oleh karena itu, seorang
dai hendaknya mengetahui konsep serta prinsip-prinsip dakwah yang sesuai dan
tepat untuk diterapkan dalam masyarakat yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Prinsip-prinsp Dakwah yang menyejukkan?
C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana prinsip prinsip dakwah yang menyejukkan.
BAB II
PEMBAHASAN
PRINSIP-PRINSI DAKWAH
1. Mencari Titik Temu dan Sisi Kesamaan
Pola dakwah Rasulullah sebelum tiba masanya hijriah, tidak pernah menyeru
umatnya sendiri atau ahli kitab dengan sebutan orang-orang kafir, musyrik atau
munafik, melainkan dengan seruan yang sama dengan dirinya yaa ayyuhan naas
wahai manusia atau ya qoumii, wahai kaumku. Bahkan untuk orang-orang
munafik, sebelum jatuhnya kota Makkah Nabi SAW.menggunakan panggilan yaa
ayyuhal ladziina aamanuu, hai orang-orang yang beriman,dan sama sekali tidak
pernah mengungkapkan secara terang-terangan kemunafikan mereka dengan
menggunakan panggilan yaa ayyuhal munafiqun. Hai orang munafiq. Akan
tetapi, setelah sekian lama berdakwah dengan kelembutan dan ayat Ilahi sia-sia
menjelaskan kebenaran kepada mereka dan mereka tidak saja menolak kebenaran,
tetapi hingga bersepakat untuk membunuh Rasulullah. Baru Rasulullah menyeru
dengan kata-kata tegas dan jelas. Hai orang-orang kafir dan menyatakan
berlepas tangan dari mereka dan agama mereka. Katakanlah orang-orang
kafir bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
Contoh lain dari model titik temu yang pernah dilakukan oleh Rasulullah
SAW.dengan para ahli kitab terdapat dalam surah Ali Imran : 64 :







l=jQ d
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat
(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak
kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun
dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan
selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:
"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)".1
Ditengah keberagaman dan berbagai paham yang ada di dalam umat Islam
saat ini, sangat penting sekali mencari persamaan demi bisa diterimanya pesan
dakwah. Seorang pendakwah yang berada di dalalm masyarakat majemuk
hendaknya tidak membahas hal yang bersifat khilafiah karena ini bisa
menimbulkan kegelisahan.
Memperbanyak dialog untuk menyamakan persepsi terhadap masalah yang
fundamental, menghindari topik-topik kontroversial, menahan diri dari komentar-
komentar untuk masalah-masalah yang belum jelas, sehingga budaya ukhuwah
akan tercipta antara kekuatan umat Islam, dan jika muncul perbedaan tidak akan
bersifat antagonistik. 2
2. Menggembirakan Sebelum Menakut-nakuti
Sudah menjadi fitrah manusia lebih suka pada yang menyenangkan dan benci
kepada yang menakutkan, maka selayaknya bagi para dai untuk memulai
dakwahnya dengan member harapan yang menarik , dan menggembirakan
sebelum memberikan ancaman. Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu
Musa ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda Serulah manusia! Berilah
kabar gembira dan janganlah membuat orang lari.

p=Zn%
vp p=*p
Seorang dai seharusnya memberikan targhib (kabar gembira) terlebih dahulu
sebelum tarhib (ancaman). Mendorong beramal dan menyebutkan faedahnya
sebelum menakut-nakuti dengan bahaya riya. Memberi tahu keutamaan
menyebarkan ilmu sebelum member peringatan kepada mereka tentang besarnya

1
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenamedia Group, 2015), hal. 50-51.
2
Didin Hafidhuddin, Dakwah AKtual, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), hal. 202
dosa menyembunyikan ilmu. Memotivasi untuk melaksanakan shalat tepat pada
waktunya sebelum memberikan peringatan tentang besarnya dosa menyepelakan
dan meninggalkan shalat.
Memang tidak dapat menafikan manfaat tarhib, karena beragamnya tabiat
manusia. Akan tetapi, memberi kabar gembira terlebih dahulu sebelum peringatan
dapat membuat hati menerima dengan lebih baik dan lega. Pemberian motivasi ini
bisa menumbuhkan harapan dan optimisme seseorang.
Tahrib (ancaman) diberikan manakala ada perlawanan dan pembangkangan,
guna menyadarkan dan mengembalikannya pada jalan yang benar. Seperti firman
Allah SWT sebagai berikut :

,

=.2e
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku
adalah azab yang sangat pedih.(QS.Al-Hijr : 49-50)3




Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai
pembawa beritagembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu
umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. ( QS. Fatir:
24)
Dari firman Allah diatas dapat dipahami bahwa Allah mengutus tiap umat
untuk menyampaikan berita gembira yang kemudian diiringi dengan peringatan.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa Basyir mengawali Nadzir Basyir adalah kabar

3
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenamedia Group, 2015), hal. 51-52.
berita yangmenggembirakan hati. Dengan basyir itu diberilah harapan bagi
manusia bila merekamenuruti dan mematuhi apa yang disampaikan oleh Rasul
sebagai wahyu dari Allah. Jalanyang utama lebih dahulu ialah berita yang
menggembirakan, sampai orang itu tertarik.4
3. Memudahkan , Tidak Mempersulit
Diantara prinsip yang menyejukkan yang ditempuh oleh Rasulullah dalam
berdakwah adalah mempermudahkan tidak mempersulit serta meringankan tidak
memberatkan. Banyak nash al-Quran maupun as-Sunnah yang memberikan
isyarat bahwa memudahkan itu lebih disukai Allah daripada mempersulit.
Allah SWT berfirman :

=^e
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. (QS. Al-Baqarah : 185)

xBne
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat
lemah. (QS. An-Nisa : 28)

r9yU
Allah tidak bermaksud menyulitkan kamu tetapi dia hendak membersihkan kamu.
(QS. Al Maidah : 6)
Dalam Sahih Bukhari disebutkan ketika Rasulullah mengutus sahabatnya (untuk
berdakwah) bersabda :

4
Hamka, Prinsip dan Kebijaksanaan Dawah Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hal. 63
p=Zn% vp p=Fp
p=BR% vp p=B}
Mudahkan jangan kalian mempersulit. Berikan kabar gembira jangan membuat
mereka lari.
Dan pada hadis yang lain disebutkan Tenangkan jangan kalian takut-takuti.
Abu Hurairah pernah menggambarkan bahwa pernah seorang Arab kencing di
Masjid dengan serta merta orang di sekelilingnya berdiri dan ingin memukulinya.
Kemudian Rasulullah bersabda : Tinggalkanlah dia, tuangkanlah air diatas
kencingnya atau satu ember air. Sesumgguhnya aku diutus untuk mempermudah
dan aku tidak diutus untuk mempersulit.
Dari sayyidatian Aisyah ra. beliau berkata : Rasulullah tidak pernah memilih
antara dua perkara sama sekali melainkan memilih yang paling mudah diantara
keduanya selama tidak berdosa. Tetapi, jika ada dosa ketika memilih yang
mudah, maka Rasulullah adalah paling jauh darinya.
Dari keterangan-keterangan diatas, kita lebih banyak membutuhkan pendekatan
dakwah yang memudahkan dan menggembirakan daripada memberatkan dan
menyulitkan. Apalagi dakwah itu ditujukan kepada madu yang baru memeluk
Islam atau yang melakukan taubat.
Rasulullah pada tahap-tahap awal hanya memperkenalkan ajaran yang bersifat
fardhu-fardhu saja. Bahkan Rasulullah menyayangkan Muadz bin Jabal karena ia
memanjangkan shalat berjamaah. Beliau bertanya Apakah aku ini pembuat
fitnah, hai Muadz? Apakah aku ini pembuat fitnah, hai Muadz? Apakah kau ini
pembuat fitnah, Hai Muadz? (HR. Bukhari)
4. Memperhatikan Penahapan Beban dan Hukum
Untuk menjadikan aktivitas dakwah tidak memberatkan dan menawan hati madu,
para dai harus memperhatikan prinsip hukum penahapan baik dalam amar
maruf maupun nahi mungkar. Dengan mengetahui bahwa manusia tidak senang
untuk menghadapi perpindahan sekaligus dari suatu keadaan kepada keadaaan lain
yang asing sama sekali. Maka dari itu al-Quran pun diturunkan perlahan, surat
demi surat dan ayat demi ayat, dan kadang-kadang menurut peristiwa-peristiwa
yang menghendaki diturunkannya, agar dengan cara demikian lebih disenangi
oleh jiwa dan lebih mendorong kearah mentaatinya serta bersiap-siap untuk
meninggalkan ketentuan-ketentuan lama untuk menerima hukum yang baru.
Sebagaimana penahapan dalam hukum Islam, demikian pula aktivitas dakwah
dijalankan.
Contoh dalam hal ini diantaranya adalah penerapan terhadap pelarangan khamr.
Minum khamr dan judi pada mulanya belum diharamkan dengan tegas tetapi
disebutkan bahwa pada khamr dan judi terdapat dosa yang besar dan ada
kegunaan bagi orang banyak (QS. Al-Baqarah : 219). Kemudian setelah jiwa
mereka dapat menerima pertimbangan untung-ruginya minum khamr dan berjudi,
maka turun lagi firman Allah SWT dalam QS. Al- Maidah : 90-91 :
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Penahapan dalam beban yang diperhatikan oleh Islam menjadikan ajarannya lebih
bijaksana. Ini juga terlihat didalam menangani sistem perbudakan yang saat Islam
lahir merupakan system internasional. Jika pengikisan system ini dilakukan secara
drastis pasti akan menimbulkan guncangan sosial-ekonomi. Oleh karena itu, Islam
menggunakan metode penahapan.
5. Memperhatikan Psikologis Madu
Mengingat bermacam-macam tipe manusia yang dihadapi dai dan berbagai jenis
antara dia dengan mereka serta berbagai kondisi psikologis mereka, setiap dai
yang mengharapkan sejuk dalam aktivitas dakwahnya harus memperhatikan
kondisi psikologis madu.
Jika kita perhatikan perbedaan gaya dakwah nabi sebelum dan sesudah hijrah,
sewaktu di Makkah ataupun di Madinah tampaknya salah satu faktornya adalah
perbedaan kondisi psikologis kelompok-kelompok yang di dakwahi.
berkaitan dengan kondisi psikologis madu ini bahwa : pokok persoalan bagi
seorang pembawa dakwah ialah bagaimana menentukan cara yang tepat dan
efektif dalam menghadapi suatu golongan tertentu dalam suatu keadaan dan
suasana tertentu.
Seorang dai harus memperhatikan kedudukan sosial penerima dakwah. Jika dai
mencium adanya sikap memusuhi Islam dalam diri penerima dakwah, maka
dengan alasan apapun dia tidak boleh memperburuk situasi. Dai harus sebisa
mungkin menghilangkan sikap permusuhan tersebut.5
Selain itu, aspek psikologis juga berkaitan dengan seberapa jauh pengetahuan
madu terhadap islam sebelumnya.
Untuk memosisikan madu sebagai sental dakwah, maka tiga hal berikut perlu
diperhatikan6. Pertama, dakwah perlu memperhatikan kapasitas pemikiran
(tingkat elektual) suatu masyarakat. Kedua, dakwah harus memperhatikan kondisi
kejiwaan (suasana psikologis) suatu masyarakat. Kondisi kejiwaan suatu
masyarakat memiliki korelasi erat dengan sikap kejadian atau peristiwa yang
dialami, baik yang terkait dengan kondisi alam ataupun sosial. Ketiga, dakwah
memperhatikan problematika kekinian yang dihadapi suatu masyarakat. Risalah
Islam diturunkan dengan kepentingan merespons masalah-masalah umat manusia
dan membantu mencarikan jalan keluar dengan mengarahkan manusia melalui
bimbingan agar lebih berpihak kepada muatan nilai-nilai moral dan ketuhanan.

5
M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenamedia Group, 2015), hal. 53-59.

6
Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Prenamedia Group, 2013), hal. 159
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam buku Metode Dakwah, M. Munir,S.Ag.,MA membagi prinsip-prinsip
dakwah menjadi lima.
1. Mencari Titik Temu dan Sisi Kesamaan
Mencari titik temu dan sisi kesamaan sangatlah penting ditengah masyarakat
yang memiliki beragam paham atau khilafiah tentang ajaran Islam
2. Menggembirakan Sebelum Menakut-nakuti
Sudah menjadi fitrah manusia lebih suka pada yang menyenangkan dan benci
kepada yang menakutkan, maka selayaknya bagi para dai untuk memulai
dakwahnya dengan member harapan yang menarik , dan menggembirakan
sebelum memberikan ancaman.
3. Memudahkan , Tidak Mempersulit
Diantara prinsip yang menyejukkan yang ditempuh oleh Rasulullah dalam
berdakwah adalah mempermudahkan tidak mempersulit serta meringankan
tidak memberatkan.
4. Memperhatikan Penahapan Beban dan Hukum
Untuk menjadikan aktivitas dakwah tidak memberatkan dan menawan hati
madu, para dai harus memperhatikan prinsip hukum penahapan baik dalam
amar maruf maupun nahi mungkar. Dengan mengetahui bahwa manusia
tidak senang untuk menghadapi perpindahan sekaligus dari suatu keadaan
kepada keadaaan lain yang asing sama sekali. Maka dari itu al-Quran pun
diturunkan perlahan, surat demi surat dan ayat demi ayat, dan kadang-kadang
menurut peristiwa-peristiwa yang menghendaki diturunkannya, agar dengan
cara demikian lebih disenangi oleh jiwa dan lebih mendorong kearah
mentaatinya serta bersiap-siap untuk meninggalkan ketentuan-ketentuan lama
untuk menerima hukum yang baru. Sebagaimana penahapan dalam hukum
Islam, demikian pula aktivitas dakwah dijalankan.
5. Memperhatikan Psikologis Madu
Mengingat bermacam-macam tipe manusia yang dihadapi dai dan berbagai
jenis antara dia dengan mereka serta berbagai kondisi psikologis mereka,
setiap dai yang mengharapkan sejuk dalam aktivitas dakwahnya harus
memperhatikan kondisi psikologis madu.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini sangat jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Munir, M.,Metode Dakwah, Jakarta: Prenamedia Group, 2015.
Hafidhuddin,Didin., Dakwah AKtual, Jakarta: Gema Insani Press, 1998.
Hamka., Prinsip dan Kebijaksanaan Dawah Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas,
1984.
Ismail, Ilyas dan Prio Hotman., Filsafat Dakwah, Jakarta: Prenamedia Group,
2013

Anda mungkin juga menyukai