Referat Psikoterapi
Referat Psikoterapi
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada system saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental prilaku (mind and behavior alterig drugs), digunakan untuk
terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication).1,4
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.1
3. Sampai sejauh apa efek samping dari obat psikotropika tersebut dapat
digunakan untuk mencapai keuntungan simtomatik tambahan?
4. Sampai sejauh apa efek samping obat psikotropika tersebut
menyebabkan efek negatif terhadap simtom?
5. Sampai sejauh apa interaksi antara obat psikotropika tersebut dengan
obat lain yang diminum oleh pasien?
6. Dapatkah pasien meminum obat secara oral atau perlu diberikan
secara intravena?
7. Apakah terdapat kelainan fungsi dari hati atau ginjal dari pasien
hingga metabolisme obat akan menurun sehingga perlu penyesuaian
dosis?
Farmakodinamik
Tiga tipe utama dari reseptor telah diidentifikasi: inotropik (reseptor
aksi cepat); g-protein coupled (reseptor aksi lambat); dan reseptor nuclear.
Kebanyakan obat psiktropika yang digunakan sekarang ditujukan pada
reseptor gandeng protein G, sebagai contoh reseptor serotonergic (5HT),
noradrenaline (NA), dopamine (DA), glutamate (GLU), dan acetylcholine
(ACh). Dewasa ini, obat-obat yang bekerja dengan reseptor inotropik atau
nuclear tidak tersedia untuk tujuan klinis sehari-hari.5
Implikasi paling penting dari efek obat terhadap reseptor adalah
hubungan antara efek profil reseptor (agonis: stimulasi; antagonis:
menghambat) dan respon simptomatik termasuk efek samping. Profil
reseptor dari obat dapat memprediksi respon simptomatik maupun efek
samping. Oleh karena itu dengan mengetahui profil reseptor utama, akan
lebih mudah untuk meresepkan obat yang spesifik untuk satu orang yang
spesifik,memfasilitasi efek yang diinginkan, dan menghindari efek yang
tidak diinginkan. 5
Efek farmakodinamik juga menjadi fokus utama ketika seorang
dokter memberikan obat psikotropika bersamaan dengan obat lainnya.
Sebagai contoh, bila seorang pasien mendapatkan obat serotonergik aktif
setelah mendapatkan obat lain yang bekerja di seroronin, maka akan terjadi
peningkatan risiko dari sindrom serotonergik (interaksi farmakodinamik). 5
5
Farmakokinetik
Fase I Metabolisme dan Sitokrom
Setelah dikonsumsi, obat akan dikeluarkan oleh usus dan hati. Sekitar
50% obat akan dimetabolisme pada fase I. Fase I dari metabolism terdiri atas
oksidasi, reduksi, dan hidrolisis oleh sitokrom p450 (CYP) dan enzim
lainnya. Terdapat variasi wajar pada konsentrasi serum antar individu yang
mengonsumsi obat dalam jumlah yang sama. Ketika seorang pasien tidak
merespon pada dosis reguler, atau menderita dari suatu efek samping yang
cukup kuat, kemungkinan baik kekurangan maupun kelebihan dosis harus
dipertimbangkan. Jika memungkinkan, konsentrasi serum dari obat tersebut
bisa diuukur untuk menentukan tindakan kedepannya. 5
Walau begitu, metabolism dari sebuah obat, sampai batas tertentu,
dapat diprediksi dengan pengetahuan enzimatik dari pasien dan faktor lain
seperti konsumsi alkohol, merokok dan diet. Enzim-enzim dari subfamili
P450-3A dari sitokrom (CYP-3A) adalah sitokrom hepatik terbanyak pada
manusia. Isoform dari CYP-3A memediasi biotransformasi dari banyak obat
termasuk sejumlah agen psikotropika, kardiak, analgesik, hormonal,
immunosupresan, antineoplastik, dan antihistamin. 5
1) Penggolongan2
a. Obat anti psikosis tipikal
1) Rantai Aliphatic : Chlorpromazine (Largactil)
Rantai Piperazine : Perphenazine (Trilafon)
Trifluoperazine (Stelazine)
Fluphenazine (Anatensol)
Rantai Piperidine : Thioridazine (Melleril)
2) Butyrophenone : Haloperidol (Haldol)
3) Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide (Orap)
b. Obat anti psikosis atipikal
1) Benzamide : Supiride (Dogmatil)
2) Dibenzodiazepine : Clozapine (Clozaril)
Olanzapine (Zyprexa)
Quetiapine (Seroquel)
Zotepine (Ludopin)
3) Benzisoxazole : Risperidon (Risperdal)
Aripirazole (Abilify)
7
2) Mekanisme Kerja2
Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah
memblokade dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron di
otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
(dopamine D2 reseptor antagonists. Sedangkan obat anti-
psikosis yang baru (atipikal) disamping berafinitas terhadap D2
receptors, juga terhadap Serotonin 5 HT2 Receptors
(Serotonin-dopamine antagonists)
3) Pengaturan dosis2
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
a. Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
b. Waktu paruh : 12 14 jam (pemberian obat 1 2x perhari)
c. Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi
dampak dari efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam
lebih besar) sehingga tidak begitu menggangu kualitas hidup
pasien
Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran,
dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif
(mulai timbul perederan sindrom psikosis) dievaluasi setiap 2
minggu dan bila perlu dianaikkan dosis optimal
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan
setiap 2 minggu dosis maintenance dipertahankan
6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/ minggu)
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
4) Lama Pemberian2
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis tang
episode terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling
selama 5 tahun. Pemberian yang cukup lama ini dapat
menunjukkan derajat kekambuhan 2,5 5 kali.
Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua
gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif
singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya dalam
kurun waktu 2 minggu 2 bulan.
8
Kalxetin
(Kalbe)
15. Citalopram Cilpram Tab. 20 mg 20 60
(Lundbeck) mg/h
16. Mitrazapine Remeron Tab. 30 mg 15 45
(Organon) mg/h
Sumber : Maslim, 2003
1) Penggolongan2
a. Mania akut : Haloperidol (Haldol, Searle, Govotil)
Carbamazepine (tegretol, Bamgetol)
Valproic Acid (Depaken)
Divalproex Na (Depakote)
b. Profilaksis mania : Lithium Carbonate
2) Mekanisme Kerja2
Efek anti-mania dari Lithium disebabkan
kemampuannya mengurangi dopamine receptor
supersensitivity, meningkatkan cholinrgic-muscarinic
activity dan menghambat cyclic AMP (adenosine
monophosphate) dan phosphoinositides
3) Pengaturan Dosis2
Biasanya preparat Lithium yang digunakan adalah Lithium
Carbonate mulai dengan 250-500 mg/h diberikan 1-2 kali sehari
dinaikkan 250 mg/h setiap minggu, diukur serum lithium setiap
minggu sampai diketahui kadar serum lithium berefek klinik
terapeutik (0,8-1,2 Meq/L). Biasanya dosis efektif dan optimal
berkisar 1000-1500 mg/h. Dipertahankan sekitar 2-3 bulan
kemudian diturunkan menjadi dosis maintenance, konsentrasi
serum lithium yang dianjurkan untuk mencegah kekambuhan
(profilaksis) berkisar antara 0,5-0,8 mEq/L.
Untuk mengurangi efek samping pada saluran makanan
(mual, muntah, diare) lithium carbonate diberikan setelah
makan.
4) Lama Pemberian2
a. Pada penggunaan untuk sindrom mania akut setalah gejala-
gejala mereda, lithium carbonate harus diteruskan sampai
lebih dari 6 bulan, dihentikan secara gradual (tapering off)
bila memang tidak ada indikasi lagi.
b. Pada gangguan afektif bipolar dan unipolar penggunaan harus
diteruskan sampai beberapa tahun, sesuai dengan indikasi
14
8. Xanax 3x0,25
Alprazolam Tab.
(Upjohn) 0,25-0,5-1 0,5 mg/h
Alganax mg
Tab.
(Guardian Ph) 0,25-0,5-1
mg
9. Prazepam Equipax Tab. 5 mg 2-3 x 5
(Parke Davis) mg/h
17
1) Penggolongan2
a. Obat anti obsesif kompulsif Trisiklik
Contoh: Clomipramine
b. Obat anti obsesif kompulsif SSRI
Contoh: Sertaline, Paroxetine, Flavoxamine, Fluoxetine,
Citalopram
2) Mekanisme Kerja2
Mekanisme kerja obat anti obsesif kompulsif adalah
sebagai serotonin reuptake blockers (menghambat re-uptake
neurotransmitter serotonin) sehingga hipersensitivitas tersebut
berkurang.
3) Pengaturan Dosis2
a. Mulai dari dosis rendah untuk penyesuaian efek samping,
namun dosis ini umumnya lebih tinggi dari dosis sebagai
anti-depresi, clomipramine mulai dengan 25-50 mg/hari
(dosis tunggal pada malam hari, waktu paruhnya 10 sampai
20 jam), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25
mg/h sampai tercapai dosis efektif yang mempu
mengendalikan sindrom obsesif kompulsif (biasanya sampai
200-300 mg/h) dan ini sangat tergantung pada toleransi
penderita terhadap efek samping obat.
b. Dosis pemberian (maintenance) umumnya agak tinggi,
meskipun sifatnya individual. Clomipramine sekitar 100-200
mg/h dan Sertaline sekitar 100 mg/hari, serta bertahan untuk
jangka waktu yang lama (1-2 tahun), sambil terapi perilaku
dan psikoterapi lain.
c. Sebelum dihentikan pengurangan dosis secara tapering off.
4) Lama Pemberian2
a. Meskipun respon obat sudah terlihat dalam 1 sampai 2
minggu untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya
20
2.4. Psikoterapi
2.4.1. Definisi
Psikoterapi adalah cara pengobatan dengan ilmu kedokteran
terhadap gangguan mental emosional dengan mengubah pola
pikiran, perasaan dan perilaku agar terjadi keseimbangan dalam diri
individu tersebut.6
Psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan
cara-cara psikologik, dilakukan oleh seorang yang terlatih khusus,
yang menjalin hubungan kerjasama secara profesional dengan
seorang pasien dengan tujuan untuk menghilangkan, mengubah
atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit.7
2.4.2. Tujuan 6
1. Menguatkan daya tahan mental yang telah dimilikinya
2. Mengembangkan mekanisme daya tahan mental yang baru dan
yang lebih baik untuk mempertahankan fungsi pengontrolan diri
3. Meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
23
m. Hipersalivasi
4. Lain lain :
a. Alergi
b. Ikterus
c. Fotosensitivitas
d. Kenaikan berat badan
e. Leukopenia/agranulositosa
26
BAB III
KESIMPULAN
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif
pada system saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas
mental prilaku (mind and behavior alterig drugs), digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Sedangkan psikofarmakologi
adalah ilmu yang mempelajari kimiawi, mekanisme kerja, serta farmakologi klinik
dari psikotropik.
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya:
antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan
anti obsesif-kompulsif.
Golongan obat psikofarmaka yang banyak dipergunakan adalah obat
antipsikosis, obat anti mania dan obat antidepresi. Penggunaan jenis obat ini perlu
pengawasan yang ketat karena seringkali menimbulkan efek samping seperti
ketergantungan psikologis dan fisik yang dapat mengakibatkan keracunan obat,
depresi dan kehilangan sifat menahan diri, gangguan paru-paru, gangguan
psikomotoris dan iritatif (mudah marah, gelisah dan ansietas bila obat dihentikan).
Oleh sebab itu, banyak variabel yang melekat pada praktek psikofarmakologi,
termasuk pemilihan obat, peresepan, pemberian, arti psikodinamika bagi pasien
dan pengaruh keluarga serta lingkungan.
Selain psikotropik ada terapi yang lain untuk gangguan jiwa yaitu terapi
psikoterapi, psikoterapi adalah terapi atau pengobatan yang menggunakan cara-
cara psikologik, dilakukan oleh seorang yang terlatih khusus, yang menjalin
hubungan kerjasama secara profesional dengan seorang pasien dengan tujuan
untuk menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan
akibat penyakit. Psikoterapi perlu diberikan agar tujuan terapeutik dapat tercapai
dan dapat menciptakan dan memelihara hubungan optimal antara dokter dan
pasien.
27
DAFTAR PUSTAKA