Makalah Distosia Bahu
Makalah Distosia Bahu
A. Pengertian
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas sacral
promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau bahu tersebut
bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sakrum.
B. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada
pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran
akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis, bila bahu gagal untuk
mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap berada pada
posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
C. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk
melipat ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu
cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah
melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu
berhasil melipat masuk ke dalam panggul.
D. Penilaian Klinik
1. Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva
2. Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum
sehingga tampak masuk kembali ke dalam vagina.
5. Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
symphisis.
E. Faktor Risiko
1. Ibu dengan diabetes, 7 % insiden distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes
gestasional (Keller, dkk)
2. Janin besar (macrossomia), distosia bahu lebih sering terjadi pada bayi dengan
berat lahir yang lebih besar, meski demikian hampir separuh dari kelahiran
doistosia bahu memiliki berat kurang dari 4000 g.
3. Riwayat obstetri/persalinan dengan bayi besar
4. Ibu dengan obesitas
5. Multiparitas
6. Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus tumbuh
setelah usia 42 mingu.
7. Riwayat obstetri dengan persalinan lama/persalinan sulit atau riwayat distosia bahu,
terdapat kasus distosia bahu rekuren pada 5 (12%) di antara 42 wanita (Smith dkk.,
1994)
8. Cephalopelvic disproportion
The American College of Obstetrician and Gynecologist (1997,2000) meninjau
penelitian-penelitian yang diklasifikasikan menurut metode evidence-based yang
dikeluarkan oleh the United States Preventive Sevice Task Force, menyimpulkan
bahwa :
1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah karena
tidak ada metode yang akurat untuk mengidentifikasi janin mana yang akan
mengalami komplikasi ini.
2. Pengukuran ultrasonic untuk memperkirakan makrosomia memiliki akurasi yang
terbatas.
3. Seksio sesarea elektif yang didasarkan atas kecurigaan makrosomia bukan
merupakan strategi yang beralasan.
4. Seksio sesarea elektif dapat dibenarkan pada wanita non-diabetik dengan
perkiraan berat janin lebih dari 5000 g atau wanita diabetik yang berat lahirnya
diperkirakan melebihi 4500 g.
Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, pelaku praktik obstetric harus
mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan penyulit. Bila diduga akan terjadi
distosisa bahu dan diputuskan untuk melahirkan anak pervaginam, perlu dilakukan
persiapan-persiapan sebagai berikut:
1) Dokter penolong harus sudah berpengalaman dalam mengelola distosia bahu
2) Penolong harus didampingi seorang ahli anestesi
3) Dokter anak harus hadir dan siap untuk mengatasi dampak buruk yang mungkin
terjadi pada anak akibat adanya distosia.
Hindari 4P
Panik
Pulling : menarik kepala bayi
Pusshing : dorongan fundus
Pivoting : angulasi kepala
Adapun tehnik penanganan distosia bahu yaitu sebagai berikut :
1. Teknik Penanganan Distosia Bahu
Prinsip utama dalam penanganan distosia bahu adalah melahirkan badan bayi sesegera
mungkin dengan beberapa teknik berikut :
a. Manuver Mc Robert (1983)
1) Dengan posisi ibu berbaring, minta ibu untuk menarik kedua lututnya sejauh
mungkin ke arah dadanya, minta dua asisten (boleh suami atau anggota
keluarganya) untuk membantu ibu.
2) Tekan kepala bayi secara mantap dan terus-menerus ke arah bawah (kearah anus
ibu) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis. Hindari
tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena mungkin akan
melukainya.
3) Secara bersamaan minta salah satu asisten untuk memberikan sedikit tekanan
supra pubis ke arah bawah dengan lembut. Jangan lakukan dorongan pada
pubis, karena akan mempengaruhi bahu lebih jauh dan bisa menyebabkan
ruptur uteri
b. Episiotomi
Episiotomi dilakukan dengan tujuan memperluas jalan lahir sehingga bahu
diharapkan dapat lahir
g. Posisi Merangkak
1) Minta ibu untuk berganti posisi merangkak
2) Coba ganti kelahiran bayi tersebut dalam posisi ini dengan cara melakukan
tarikan perlahan pada bahu anterior ke arah atas dengan hati-hati.
3) Segera setelah lahir bahu anterior, lahirkan bahu posterior dengan tarikan
perlahan ke arah bagian bawah dengan hati-hati.
i. Fraktur Klavikula
Mematahkan klavikula dengan cara menekan klavikula anterior terhadap ramus
pubis dapat dilakukan untuk membebaskan bahu yang terjepit.
j. Kleidotomi
Kleidotomi yaitu memotong klavikula dengan gunting atau benda tajam lain,
biasanya dilakukan pada janin mati (Schram, 1983)
k. Simfisiotomi
Simfisotomi yaitu mematahkan simfisis pubis untuk mempermudah persalinan juga
dapat diterapkan dengan sukses (Hartfield, 1986). Namun Goodwin dkk.
Melaporkan bahwa tiga kasus yang mengerjakan simfisiotomi, ketiga bayi mati dan
terdapat morbiditas ibu signifikan akibat cedera traktus urinarius.
Depkes RI. 2004. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta :Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik Kesehatan Reproduksi
Saifudin, Abdul Bari .2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo