Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH FOTO DALAM DUNIA JURNALISTIK

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Pengantar Jurnalistik

oleh :

Abdul Rauf, M.Si

Disusun oleh :

Alamsyah Nur Pratama (4715155343)

Aulia Sofiatunnisa (4715151289)

Dini Giscasari (4715151528)

Program Studi Ilmu Agama Islam

Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta

2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan
nafa dan kehidupan, sehingga saya dapat menyelsaikan pembuatan makalah ini dengan judul
Foto Dalam Dunia Jurnalistik.

Tidak lupa kami ucapakan terima kasih kepada , selaku dosen pengampu Pengantar
Jurnalistik dan Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Jurnalistik.
Dalam makalah ini saya membahas tentang Foto dalam dunia jurnalistik.

Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat saya
harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas-tugas yang lain
dan pada waktu mendatang. Karena dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan saya dan tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Jika terdapat
kekeliruan kata ataupun kalimat yang terdapat dalam makalah ini, saya memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Terima kasih.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Jakarta, 20 November 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................... i

Daftar Isi .................................................... ii

BAB 1 .................................................... 1

A. Pendahuluan ....................................................
B. Tujuan Penulisan ....................................................
C. Rumusan Masalah ....................................................

BAB II ....................................................

A. Sejarah foto Jurnalistik ....................................................


B. Kriteria foto Jurnalistik ....................................................
C. Definisi dan Jenis Foto
Jurnalistik ....................................................
D. Komposisi Dasar dan
Sudut Pengambilan Gambar ....................................................
E. Penyuntingan dan
Penulisan ulang ....................................................

BAB III ....................................................

A. Kesimpulan ....................................................
B. Saran ....................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak diperkenalkannya fotografi pada tahun 1826, dimana pada saat itu fotografi
dikenal sebagai kajian ilmu yang sangat baru dan awam bagi masyarakat dunia. Seiring
berjalannya waktu dan jaman kini fotografi perkembangannya demikian pesat.
Perkembangan teknologi yang canggih pengambilan gambar saat ini bisa dilakukan setiap
hari hampir 24 jam, dengan teknik pencahayaan pengambilan gambar akan terlihat
mudah.Mata kuliah fotografi merupakan suatu bidang kajian ilmu yang dipelajari dalam
perkuliahan di jurusan Ilmu Komunikasi konsentrai Hubungan Masyarakat.
Kajian fotografi ini sebagai bagian dari kegiatan humas untuk memberikan
pengetahuan secara praktis dan teoritis bagaimana menggunakan seuatu kamera, serta
mendapatkan gambar atau potret yang memberikan makna pemberian pesan yang lebih
efektif dalam setiap informasi yang akan disampaikan oleh seorang Humas.Dalam kajian
fotografi ini akan membahas tentang sejarah awal mulanya fotografi,pengertian fotografi,
anatomi kamera, pencahayaan, serta proses dan teknik pengambilan gambar.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana Sejarah Foto Jurnalistik ?
2) Apa saja Kriteria Foto Jurnalistik ?
3) Apa saja Jenis-jenis Foto Jurnalistik ?
4) Bagaimana Komposisi dasar dan Syarat Pengambilan Foto ?

C. Tujuan Penulisan
1) Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Jurnalistik
2) Menambah pemahaman tentang Foto dan keterkaitannya dengan Jurnalistik
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH FOTO JURNALISTIK

Foto jurnalistik berasal dari fotografi dokumenter setelah teknik perekaman gambar secara
realis ditemukan. Embrio foto jurnalistik muncul pertama kali pada Senin 16 April 1877, saat
surat kabar harian The Daily Graphic di New York memuat gambar yang berisi berita kebakaran
hotel dan salon pada halaman satu. Terbitan tersebut menjadi tonggak awal hadirnya foto
jurnalistik pada media cetak yang saat itu hanya berupa sketsa.
Terbitan The Daily Graphic yang memuat gambar terpaut lebih dari setengah abad sejak
Louis J.M. Daguerre yang berkebangsaan Prancis pada 19 Agustus 1839 mengumumkan hasil
eksperimen fotografinya. Setelah muncul di koran, fotografi yang kala itu juga menjadi
pertentangan apakah sebagai produk seni terus berkembang. Kemajuan pesat fotografi tercatat
pasca tahun 1884 setelah George Eastman menciptakan film (setara ISO 24 saat ini).

Edisi The Daily Graphic 1877


Sejarah Foto Jurnalistik Di Indonesia

Di Tanah Air, fotografi ditengarai masuk tahun 1841 oleh Juriaan Munich, seorang utusan
kementerian kolonial lewat jalan laut di Batavia. Sejarah foto jurnalistik Indonesia diwakili
kantor berita Domei, surat kabar Asia Raya, dan agensi foto Indonesia Press Photo Service
(IPPHOS). Berbeda dengan Kassian Cephas yang cenderung mooi indie, ada nama juru foto H.
M. Neeb dengan karyanya yang fenomenal kurun 1904 tentang perang Aceh. Satu foto Neeb
memperlihatkan barisan tentara kolonial berdiri di atas benteng bambu dengan mayat-mayat
bergeletakan di tanah. Tanpa kehadiran Neeb tak ada kesaksian perang Aceh melawan kolonial.

Foto perang Aceh tahun 1904 karya H. M. Neeb

Bulan Agustus di tahun 1945 mencekam. Tentara Heiho bersenjata masih berpatroli di
jalanan Jakarta. Subuh di bulan Ramadhan tanggal 17 Agustus, dua bersaudara Alex dan Frans
membawa kamera menuju kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Mereka berangkat
karena mendengar informasi adanya peristiwa penting terkait perjuangan.
Akhirnya pada sekira pukul 10.00 proklamasi yang teramat penting itu terekam dalam
lembaran film. Tentara Jepang yang mengetahui pendokumentasian proklamasi berhasil
merampas kamera Alex Mendur. Kemudian menghancurkan pelat-pelat negatif. Namun Frans
lebih beruntung dan sempat menyembunyikan negatif karyanya. Ia menanam film-film itu di
bawah pohon di halaman kantor Asia Raya. Saat tentara Jepang menggeledahnya ia mengaku
filmnya telah dirampas Barisan Pelopor. Ketika keadaan berangsur aman Alex dan Frans
mencuri-curi kesempatan untuk mencetak foto itu di kamar gelap Kantor Berita Domei.
Meski berita proklamasi kemerdekaan itu tersiar di surat kabar esok harinya tapi foto
proklamasi baru dimuat pada Februari 1946 di harian Merdeka. Kelak film bersejarah ini hilang
dan hanya menyisakan lembar foto cetak.

Foto proklamasi kemerdekaan Indonesia di harian Merdeka edisi Februari 1946.

Perkembangan foto jurnalistik di tanah air semakin konsisten dan berkelanjutan setelah
kantor berita Antara mendirikan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) tahun 1992, galeri
pertama yang fokus pada foto jurnalistik.
Foto jurnalistik di Indonesia semakin maju karena masyarakat fotografi di tanah air peka
terhadap tren foto dunia. Banyak pameran, kompetisi, dan pelatihan-pelatihan foto diadakan.
Komunitas-komunitas fotografi juga bermunculan dan tumbuh. Komunitas yang dibangun
dengan semangat untuk maju. Foto jurnalistik jadi satu aliran foto yang terus menerus
diperbincangkan dan diulas oleh para pegiatnya. Kemajuan foto jurnalistik di tanah air juga
ditandai dengan makin seringnya jurnalis-jurnalis foto Indonesia yang menjuarai kontes foto
jurnalistik bergengsi tingkat internasional.

B. KRITERIA-KRITERIA FOTO JURNALISTIK

1. Jujur tanpa rekayasa


Foto yang diambil untuk dimasukan kedalam artikel atau dipublikasikan harus orisinil,
tidak boleh di edit atau di photoshop terlebih dahulu.

0p

2. Mengandung banyak informasi

Foto harus mengandung sebuah pesan atau informasi yang faktual, agar berguna bagi
masyarakat. Lebih banyak informasi yang disampaikan, lebih bagus.

3. Menarik banyak perhatian

Semua foto harus menarik, agar para pembaca mau melihatnya. Salah satu cara agar foto
menarik banyak perhatian adalah mengambil foto yang aktual (foto terbaru).
Foto pada Headline REPUBLIKA

4. Wajar dan layak dipublikasikan

Foto-foto yang dipublikasikan harus lazim, tidak senonoh. Mereka harus wajar dan layak
dipublikasikan.

Foto anak sekolah menyebrang jembatan yang rusak

C. Definisi dan Jenis Foto Jurnalistik


Foto jurnalistik merupakan produk dari jurnalisme foto, yakni kegiatan jurnalistik yang
dilakukan melalui fotografi.Foto jurnalistik merupakan foto yang mengandung nilai berita,
fungsinya adalah untuk melengkapi teks berita dalam media cetak mau pun media online.

Terkadang, foto jurnalistik hadir sebagai berita tersendiri sehingga disebut foto berita
dengan disertai keterangan foto atau caption.Foto jurnalistik dibuat oleh seorang pewarta foto
atau biasa disebut photojournalist.

Foto berita biasanya ditampilkan pada halaman utama sebuah surat kabar dengan tujuan
menarik minat pembaca. Seperti halnya karakteristik berita, foto jurnalistik atau foto berita pun
memiliki karakteristik yang hampir sama, yakni aktual, faktual, penting, dan menarik. Selain itu,
foto jurnalistik yang bertujuan untuk melengkapi teks berita tentunya harus relevan dengan isi
berita yang dilengkapinya.

Foto Berita vs Foto Feature

Mendefinisikan apa itu foto berita dan foto feature memang agak sulit. Tapi keduanya
dapat dibedakan berdasarkan bobot dan periode penyiarannya. Membedakan foto berita dengan
foto feature sama halnya dengan membedakan antara berila langsung (straight news) dengan
feature.Foto berita umumnya segera disiarkan karena dikhawatirkan foto akan basi jika disimpan
terlalu lama, sedangkan foto feature sifatnya tahan lama sehingga dapat disiarkan kapan saja.
Foto berita biasanya bertemakan kriminal, politik, olahraga, dan ekonomi. Sedangkan foto
feature umumnya bertemakan hiburan (entertainment).

Jenis Foto Jurnalistik

Berikut ini beberapa jenis foto jurnalistik berdasarkan kategori dalam lomba foto tahunan
yang diselenggarakan World Press Photo Foundation, antara lain:

Spot Photo : foto yang dibuat atau diambil dari peristiwa yang tidak terjadwal atau biasa disebut
secara spontan. Misalnya foto peristiwa kecelakaan, kebakaran , dan perang. karena dibuat dari
peristiwa yang jarang terjadi dan menampilkan konflik serta ketegangan maka foto spot harus
segera disiarkan. dalam pengambilan foto ini , dibutuhkan keberuntungan dan keberanian saat
pengambilan gambar. Memperlihatkan emosi subjek yang difotonya sehingga memancing emosi
yang melihat hasil foto tersebut.

Sport Photo : foto yang dibuat dari peristiwa olahraga. Pada pengambilan foto ini, dibutuhkan
peralatan foto yang memadai, karena objek dengan si pemotret berada pada jarak tertentu.
Contoh foto pemain sepak bola ketika menekel lawan.

People in the News Photo : merupakan foto tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita.
Yang ditampilkan adalah pribadi atau sosok yang menjadi berita itu. Contoh foto Osama bin
Laden, Mantan Presiden Soeharto, dll.

General News Photo : Merupakan foto yang diabadikan dari peristiwa yang terjadwal, rutin,
dam biasa. Temanya bisa bermacam-macam, yaitu politik, ekonomi dan humor. contoh foto
badut pertunjukan.

Potrait : foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up.

Science and Technology Photo : foto yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK).

Social and Environtment : foto-foto tentang kehidupan sosial masyarakat serta lingkungan
hidupnya. Contoh foto penduduk disekitar TPA Sampah dan kegiatannya.

Daily Life Photo : Foto tentang kehidupan sehari-hari manusia dipandang dari segi
kemanusiawiannya (human interest). Misalnya tentang foto pedagang alat musik.

Art and Culture Photo : foto yang dibuat dari peristiwa seni dan budaya. misalnya foto
perhelatan seni Reog Ponorogo.

Tips Membuat Foto Jurnalistik

Momen. Momen dalam dunia jurnalistik hanya akan terjadi sekali alias tidak dapat diulang,
berbeda dengan fotografer model yang dapat menciptakan momen sendiri.

Angle. Angle atau sudut pengambilan gambar sangat penting, karena setiap angle dalam sebuah
foto dapat menciptakan persepsi tersendiri bagi orang yang melihatnya.
Komposisi. Komposisi foto yang baik akan memudahkan orang yang melihat untuk memahami
maksud atau pesan foto yang ingin disampaikan sang fotografer.

Pencahayaan.Pencahayaan sangat penting dalam fotografi, keran fotografi adalah seni


menangkap cahaya. Seandainya poin satu sampai tiga sudah didapat, apa jadinya jika
pencahayaannya kurang atau bahkan berlebihan. Tentu foto akan terlihat gelap atau malah putih
semua, sehingga pesan dalam foto tidak tersampaikan.

Patuhi kode etik.Mengabadikan atau menyiarkan foto yang berkaitan dengan ranah pribadi
seseorang tanpa seizin orang yang bersangkutan tentu dilarang. Jika terjadi, hal ini dapat dituntut
secara hukum.Demikian ulasan mengenai definisi dan jenis foto jurnalistik, disertai dengan tips
membuat foto jurnalistik. Mohon maaf bila ada kesalahan dalam segi redaksi mau pun substansi,
karena saya memang bukan ahli.

D. Komposisi Dasar dan Sudut Pengambilan Gambar ( Camera Angle )

Dalam dunia fotografi tidak sedikit fotografer apalagi yang masih pemula, seolah terlena
pada hal-hal yang bersifat teknis saja, seperti mengatur bukaan diafragma, pengaturan kecepatan,
dan pengaturan jarak. Mungkin juga, selama ini tidak terpikirkan bahwa di dalam foto itu
terkandung nilai-nilai tertentu yang dapat membuat foto itu bagus atau sebaliknya menjadi
berantakan. Salah satunya adalah pengaturan komposisi. Mungkin belum pernah
membayangkan, bahwa dengan pengaturan komposisi sesungguhnya dapat ditonjolkan subjek
utama. Bahkan tidak jarang akan mendukung keberhasilan foto-foto yang kita buat.

a. Definisi Komposisi

Komposisi secara sederhana diartikan sebagai cara menata elemen-elemen dalam gambar,
elemen-elemen ini mencakup garis, bentuk, warna, terang dan gelap. Yang paling utama dari
aspek komposisi adalah menghasilkan visual impact (sebuah kemampuan untuk menyampaikan
perasaan yang anda inginkan untuk berekspresi dalam foto). Dengan komposisi, foto akan
tampak lebih menarik dan enak dipandang dengan pengaturan letak dan perbandaingan objek-
objek yang mendukung dalam suatu foto. Dengan demikian perlu menata sedemikian rupa agar
tujuan dapat tercapai, apakah itu untuk menyampaikan kesan statis dan diam atau sesuatu
mengejutkan. Dalam komposisi selalu ada satu titik perhatian yang pertama menarik perhatian.
b. Tujuan Mengatur Komposisi Dalam Fotografi

1. Dengan mengatur komposisi foto, kita juga dapat membangun mood suatu foto dan
keseimbangan keseluruhan objek foto.
2. Menyusun perwujudan ide menjadi sebuah penyusunan gambar yang baik sehingga
terwujud sebuah kesatuan (unity) dalam karya.
3. Melatih kepekaan mata untuk menangkap berbagai unsur dan mengasah rasa estetik
dalam pribadi pemotret.

c. Jenis-Jenis Komposisi

1. Garis

Komposisi ini terbentuk dari pengemasan garis secara dinamis baik garis lurus, melingkar /
melengkung. Biasanya komposisi ini bisa menimbulkan kesan kedalaman dan kesan gerak pada
sebuah objek foto. Ketika garis-garis itu digunakan sebagai subjek, yang terjadi adalah foto
menjadi menarik perhatian. Tidak penting apakah garis itu lurus, melingkar atau melengkung,
membawa mata keluar dari gambar. Yang penting garis-garis itu menjadi dinamis.

2. Bentuk

Komposisi ini biasanya dipakai fotografer untuk memberikan penekanan secara visual
kualitas abstrak terhadap sebuah objek foto. Biasanya bentuk yang paling sering dijadikan
sebagai komposisi adalah kotak dan lingkaran.

3. Warna

Warna memberikan sebuah kesan yang elegan dan dinamis pada sebuah foto apabila
dikomposisikan dengan baik. Kadang kala komposisi warna dapat pula memberikan kesan
anggun serta mampu dengan sempurna memunculkan mood color (keserasian warna) sebuah
foto terutama pada foto foto pictorial (Foto yang menonjolkan unsur keindahan)
4. Gelap dan Terang

Komposisi ini sebenarnya dipakai oleh fotografer pada era fotografi analog masih
berkembang pesat terutama pada pemotretan hitam putih. Namun, sekarang ini, ditengah
tengah era digital komposisi ini mulai diterapkan kembali. Kini pengkomposisian gelap dan
terang digunakan sebagai penekanan visualitas sebuah objek. Kita dapat menggunakan
komposisi ini dengan baik apabila kita mampu memperhatikan kontras sebuah objek dan harus
memperhatikan lingkungan sekitar objek yang dirasa mengganggu yang sekiranya menjadikan
permainan gelap terang sebuah foto akan hilang.

5. Tekstur

Yaitu tatanan yang memberikan kesan tentang keadaan prmukaan suatu benda (halus,
kasar, beraturan, tidak beraturan, tajam, lembut,dsb). Tekstur akan tampak dari gelap terang atau
bayangan dan kontras yang timbul dari pencahayaan pada saat pemotretan.

d. Penerapan Komposisi Dalam Pemotretan

Dalam pengemasan sebuah foto agar terkesan dinamis dan menimbulkan keserasian perlu
sebuah pemahaman tentang kaidah kaidah tentang komposisi. Yang antara lain:

Rule of Thirds (Sepertiga Bagian/Rumus Pertigaan)

Pada aturan umum fotografi, bidang foto sebenarnya dibagi menjadi 9 bagian yang sama.
Sepertiga bagian adalah teknik dimana kita menempatkan objek pada sepertiga bagian bidang
foto. Hal ini sangat berbeda dengan yang umum dilakukan dimana kita selalu menempatkan
objek di tengah-tengah bidang foto.

Sudut Pemotretan (Angle of View)

Salah satu unsur yang membangun sebuah komposisi foto adalah sudut pengambilan objek.
Sudut pengambilan objek ini sangat ditentukan oleh tujuan pemotretan. Maka dari itu jika kita
mendapatkan satu moment dan ingin mendapatkan hasil yang terbaik,
jangan pernah takut untuk memotret dari berbagai sudut pandang. Mulailah dari yang standar
(sejajar dengan objek), kemudian cobalah dengan berbagai sudut pandang dari atas, bawah,
samping sampai kepada sudut yang ekstrim.

Format : Horizontal dan Vertikal

Proposi pesrsegi panjang pada view vender pada kamera memungkinkan kita untuk
memotret dengan menggunakan format landscape(horisontal) maupun portrait (vertikal). Format
pengambilan gambar dapat menimbulkan efek berbeda pada komposisi akhir.

Dimensi

Meskipun foto bercerita dua dimensi, yang artinya semua terekam diatas satu bidang.
Namun, sebenarnya foto dapat dibuat terkesan memiliki kedalaman, seolah-olah dimensi ketiga.
Unsur utama membentuk dimensi adalah jarak, Dimensi dapat terbentuk apabila adanya jarak,
jika kita menampilkan suatu obyek dalam suatu dimensi maka akan terbentuk jarak dalam setiap
elemennya. Untuk membuat suatu dimensi diperlukan adanya permainan ruang tajam, permainan
gelap terang dan garis.

e. Sudut Pengambilan Gambar (Camera Angle)

Dalam fotografi agar foto yang kita hasilkan memiliki nilai dan terkesan indah harus
diperhatikan mengenai masalah penggunaan sudut pengambilan gambar yang baik. Dalam
fotografi dikenal 3 sudut pengambilan gambar yang mendasar, yaitu:

Bird Eye

Sudut pengambilan gambar ini, posisi objek dibawah / lebih rendah dari kita berdiri.
Biasanya sudut pengmbilan gambar ini digunakan untuk menunjukkan apa yang sedang
dilakukan objek (HI), elemen apa saja yang ada disekitar objek, dan pemberian kesan
perbandingan antara overview (keseluruhan) lingkungan dengan POI (Point Of Interest).
High Angle

Pandangan tinggi. artinya, pemotret berada pada posisi yang lebih tinggi dari objek foto.

Eye Level

Sudut pengembilan gambar yang dimana objek dan kamera sejajar / sama seperti mata
memandang. Biasanya digunakan untuk menghasilkan kesan menyeluruh dan merata terhadap
background sebuah objek, menonjolkan sisi ekspresif dari sebuah objek (HI), dan biasanya sudut
pemotretan ini juga dimaksudkan untuk memposisikan kamera sejajar dengan mata objek yang
lebih rendah dari pada kita missal, anak anak.

Low Angle

Pemotretan dilakukan dari bawah. Sudut pemotretan yang dimana objek lebih tinggi dari
posisi kamera. Sudut pengembilan gambar ini digunakan untuk memotret arsitektur sebuah
bagunan agar terkesan kokoh, megah dan menjulang. Namu, tidak menutup kemungkinan dapat
pula digunakan untuk pemotretan model agar terkesan elegan dan anggun.

Frog Eye

Sudut penglihatan sebatas mata katak. Pada posisi ini kamera berada di dasar bawah,
hampir sejajar dengan tanah dan tidak dihadapkan ke atas. Biasanya memotret seperti ini
dilakukan dalam peperangan dan untuk memotret flora dan fauna.

Field of View

Beberapa jenis komposisi yang umum digunakan dari segi ukuran (field of view) yang akan
diambil adalah sebagai berikut :

a. Extreme Close Up
Pengambilan gambar yang sangat dekat sekali dengan objek, sehingga detil objek seperti pori-
pori kulit akan jelas terlihat.

b. Head Shot

Pengambilan gambar sebatas kepala hingga dagu.

c. Close Up

Pengambilan gambar dari atas kepala hingga bahu.

d. Medium Close Up

Pengambilan gambar dari atas kepala hingga dada.

e. Mid Shot (setengah badan)

Pengambilan gambar dari atas kepala hingga pinggang.

f. Medium Shot (Tiga perempat badan)

Pengambilan gambar dari atas kepala hingga lutut.

g. Full Shot (Seluruh Badan)

Pengambilan gambar dari atas kepala hingga kaki.

h. Long Shot

Pengambilan gambar dengan memberikan porsi background atau foreground lebih banyak
sehinnga objek terlihat kecil atau jauh.
Beberapa jenis komposisi dari segi banyaknya manusia sebagai objek yang difoto adalah sebagai
berikut :

a. One Shot

Pengambilan gambar untuk satu orang sebagai objek.

b. Two Shot

Pengambilan gambar untuk dua orang sebagai objek.

c. Three Shot

Pengambilan gambar untuk tiga orang sebagai objek.

d. Group Shot

Pengambilan gambar untuk sekelompok orang sebagai objek.

f. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar

a. Headroom, merupakan ruang diatas kepala yang berfungsi membatasi bingkai dan bagian
atas kepala objek.
b. Noseroom, arah pandang atau ruang gerak objek dalam sebuah frame, bertujuan untuk
memberikan ruang pandang sehingga terkesan bahwa objek memang sedang melihat
sesuatu.
c. Foreground, segala sesuatu yang menjadi latar depan dari objek.
d. Background, segala sesuatu yang menjadi latar belakang objek.

g. Tips dalam Hunting

Persiapan Awal

1. Siapkan kamera dan peralatan lain yang di butuhkan (seperti flash, tripot, filter, dll)
2. Sebelum memulai hunting rencanankan konsep dan obyek apa yang akan diambil.
Pada Saat Hunting

1. Ambil semua obyek yang memang ada dilokasi dan pikirkan pula apa yang akan di
ceritakan pada foto yang akan diambil.
2. Untuk pemula, mulailah hunting dengan obyek yang beragam dan dasar, seperti
landscape, human interest, portrait, arsitektur,dll. Kemudian menuju jenis-jenis foto
yang lebih mengarah ke jurnalistik seperti features, spot, essay dan stories.

Pasca Hunting

1. Setelah hasil hunting jadi, lakukan evaluasi untuk mengetahui kekurangan dan
kelebihan dari hunting kita.
2. Yang terpenting, lakukan presentasi foto dan pameran untuk menunjukkan
hasilhunting kita ke banyak orang.

E. Pengertian Dan Penjelasan Penyuntingan Naskah

a. Pengertian Penyuntingan Naskah

Menurut KBBI (2007:1106) definisi penyuntingan adalah proses, cara, perbuatan


menyunting atau sunting-menyunting. Sedangkan definisi menyunting adalah
1. Menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika
penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat).
2. Merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah).
3. Menyusun atau merakit (film, pita rekaman)dengan cara memotong-motong dan memasang
kembali.

Untuk menjadi penyunting naskah ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
seseorang. Persyaratan itu meliputi penguasaan ejaan bahasa Indonesia, penguasaan tata bahasa
Indonesia, ketelitian dan kesabaran, kemampuan menulis, keluwesan, penguasaan salah satu
bidang keilmuan, pengetahuan yang luas dan kepekaan bahasa. Salah satu tugas dan kewajiban
ilmuwan (scientist) dan pandit (scholars) yang melakukan penelitian ialah melaporkan hasil
kegiatannya kepada masyarakat lingkungan yang mendukungnya.Laporan ittu harus ditulis
selengkapnya secara jelas, tepat tetapi singkat dan lugas untuk kemudian diterbitkan. Dalam
proses penyiapan penerbitan laporan itu terlibat penyunting yang akan membantu pengolahan
naskah tertulis untuk menjadi bahan tercetak yang akan disampaikan ke masyarakat luas untuk
dibaca.
Salah satu tugas pokok penerbit adalah menerbitkan naskah pengarang/penulis menjadi buku.

Definisi naskah sendiri menurut KBBI (2007:776) adalah


1. Karangan yang masih ditulis dengan tangan
2. Karangan seseorang yang belum diterbitkan
3. Bahan-bahan berita yang siap untuk diset

Perlu ditekankan sekali lagi bahwa tugas penyunting karya terbatas pada pengolahan
naskah menjadi suatu bahan yang siap , dan menawasi pelaksaan segi teknis sampai naskah tadi .
penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas masalahkeuangan,
penyebaluasan serta pengelolaan suatu penerbitan. Para penyunting bertanggung jawab atas isi
dan bukan atas produksi bahan yang diterbitkan.

b. Tujuan Penyuntingan

1. Tujuan Penyuntingan yang dilakukan oleh para penyunting adalah sebagai berikut.
2. Untuk menjadikan taipskrip sebagai karya yang sempurna yang dapat dibaca dan dihayati
dengan mudah oleh pembaca apabila diterbitkan kelak.
3. Untuk memastikan pengaliran atau penyebaran idea daripada penulis kepada pembaca dapat
disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah dan menarik.
4. Untuk menjadikan persembahan e-buku yang akan diterbitkan itu dapat menggambarkan nilai
dan identiti karya itu sendiri sehingga dapat menarik. minat pembaca.
5. Untuk memastikan pengaliran dan fakta berkenaan disampaikan dengan jelas, tepat, dan tidak
menyalahi agama, undang-undang, dan norma masyarakat.

Dalam penyuntingan, kita mengenal dua tahap penyuntingan, yaitu penyuntingan


substansif dan penyuntingan kopi. Berdasarkan tahap-tahap penyuntingan yang ada, maka ada
beberapa tujuan lain dari penyuntingan.
1. Penyuntingan Substantif

Tujuan penyuntingan subtantif dilakukan adalah untuk memastikan hasrat atau idea penulis
dapat disampaikan setepat, sepadat, dan sejelas yang mungkin. Semasa membuat penyuntingan
subtantif, editor akan membaca taipskrip sepintas lalu dengan memberikan tumpuan kepada
kandungan, pendekatan secara menyeluruh, bahasa, susunan atau konsep taipskrip berkenaan.
Berdasarkan hal diatas, editor akan membuat teguran dan cadangan kepada penulis untuk sama
ada melengkapkan taipskrip, menulis semula, menyusun semula, menggugurkan atau memotong
bahagian teks atau ilustrasi yang tidak perlu, dan membuat tambahan.

Berikut ialah perkara yang perlu diteliti semasa penyuntingan substantif:

a. Tajuk tepat dan jelas


b. Pembahagian bab dan tajuk kecil jelas
c. Adanya kesinambungan antara bahagian, bab dan paragraf.
d. Keseimbangan antara setiap bab dan paragraf.
e. Taipskrip tidak bertentangan dengan undang-undang, moral dan agama.
f. Penguasaan bahasa, keselarasan istilah dan ejaan.
g. Bahan awalan, teks dan akhir hendaklah lengkap mengikut halamankandungan.
h. Petikan bahan daripada karya lain telah mendapat keizinan.

2. Penyuntingan Copy

Tujuan penyuntingan kopi adalah untuk menghapuskan semua halangan yang wujud antara
pembaca dengan apa yang hendak disampaikan oleh penulis. Penyuntingan kopi memerlukan
perhatian yang teliti terhadap setiap butiran di dalam taip skrip. Editor perlu berpengetahuan
tentang apa yang patut disunting dan gaya yang patut diikuti di samping mempunyai kebolehan
untuk membuat keputusan dengan cepat, lojik, dan yang boleh dipertahankan.Semasa membuat
suntingan kopi, editor akan membaca taipskrip berkenaan dengan teliti, iaitu membaca perkataan
demi perkataan, ayat demi ayat, baris demi baris dan kadang-kadang melihat huruf demi huruf.
Kebanyakan daripada masa penyuntingan itu, editor akan berurusan dengan hal penyusunan,
bahasa dan kebolehbacaan taipskrip itu.

Tahapan dalam penyuntingan kopi:

Membuat penyuntingan baris demi baris.


Memberi tumpuan khusus kepada fakta dan bahasa.
Memastikan keselarasan ejaan, istilah dan gaya bahasa.
Memastikan ketepatan dan keselarasan ilustrasi dan bahan lain dalam teks tersebut.

Berikut ialah hal-hal yang perlu diteliti semasa penyuntingan kopi:

a. Fakta - Pastikan semua butiran dalam teks betul. Editor perlu menyemak dengan teliti untuk
memastikan ketepatan. Kadang-kadang kesilapan fakta boleh berlaku semasa teks
ditaip.Contohnya, papan lapis menjadi papan lapik dan tidak mahal harganya menjadi mahal
harganya.Selain itu ada sesetengah pernyataaan yang tidak tepat dan berunsur negatif
sehingga boleh membawa kepada tindakan undang-undang.
b. Bahasa, bahasa yang dimaksud mencakup.
o Diksi ialah pemilihan penggunaan kata-kata. Dalam hal ini editor kopi perlu
memastikan
o kata-kata yang dipilih berkesan dari segi maksud dan
o kata-kata yang dipilih sesuai dengan laras bahasa yang digunakan.
c. Kode Etik Penyuntingan Naskah. Dalam penyuntingan naskah, ada rambu-rambu yang perlu
diperhatikan penyunting sebelum mulai menyunting.Dengan demikian, tidak terjadi
persoalan/masalah di kemudian hari, terutama dalam kaitannya dengan
penulis/pengarang.Rambu-rambu ini merupakan pedoman/pegangan bagi penyunting dalam
menyunting naskah.Rambu-rambu inilah yang kita sebut Kode Etik Penyuntingan Naskah.

Adapun kode etik dalam penyuntingan naskah adalah


Penyunting naskah wajib mencari informasi mengenai penulis naskah sebelum mulai
menyunting naskah.
Penyunting naskah bukanlah penulis naskah.
Penyunting naskah wajib menghormati gaya penulis naskah.
Penyunting naskah wajib merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang
disuntingnya.
Penyunting naskah wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diubahnya
dalam naskah.
Penyunting naskah tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah
disuntingnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penyuntingan adalah proses, cara,
perbuatan menyunting atau sunting-menyunting yakni menyiapkan naskah siap cetak atau siap
terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan,
diksi, dan struktur kalimat).Sedangkan naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan
atau karangan seseorang yang belum diterbitkan.

B. Saran

Jurnalistik merupakan ilmu terapan yang bisa didapatkan secara otodidak, kursus, baca,
dan latihan secara intensif.Namun jika hendak mendalaminya secara keilmuan atau akademis,
tentu saja harus masuk pendidikan formal. Dalam jurnalistik penyuntingan merupakan sebuah
bagian atau proses dari terbitnya sebuah berita atau sebagainya. Dalam mendalami tentang dunia
jurnalistik terutama penyuntingan, sangat dituntut pemahaman tentang penggunaan kaidah
bahasa Indonesia. Karena hal ini akan menunjang profesionalisme seorang penyunting. Selain
itu, pemahaman tentang teori atau ilmu tentang penyuntingan akan sangat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. 1991. Bahasa Jurnalistik dan Komposisi. Pradnya Paramita. Jakarta
Mappatoto, Andi Baso. 1994. Teknik Penulisan Feature. Gramedia. Jakarta
Semi, Atar. 1995. Teknik Penulisan Berita, Feature, dan Artikel. Nusantara. Bandung
Suroso.2001. Bahasa Jurnalistik Sebagai Materi Pengajaran BIPA Tingkat
Lanjut.Makalah Seminar Jurnalisme Multimedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai