Hari/Tanggal Selasa, 22 November 2017 Presentasi DPJP Dr. dr. Fitriyadi Kusuma, SpOG(K) Nama Pasien / Usia Ny. E/ 36 tahun No. Rekam Medis 4247706 Judul Kasus Tindakan relaparotomi histerektomi pada Ny, 36 tahun dengan paritas 4 paska seksio sesarea diluar dengan permasalahan Complicated Intra Abdominal Infection ec metritis dan dehisense segmen bawah uterus. Tempat Kejadian RS Cipto Mangunkusumo Tim Investigator dr.Nicholas Marco AH Hutauruk / Dr. dr. Fitriyadi Kusuma, SpOG(K) PPDS Investigator dr. Nicholas Marco AH Hutauruk Resume Kasus Rabu, 30 Agustus 2017 Pasien dilakukan operasi seksio sesarea di RSIA Cahaya Medika Bekasi dan dirujuk ke RSCM dengan riwayat HPP Pada saat operasi didapatkan uterus hipotoni setelah janin lahir, lalu diberikan injeksi Oksitosin 10 IM, Methergin 0.2 mg IM, dan misoprostol, kemudian didapatkan kontraksi uterus membaik. Ketika memasukkan uterus ke dinding abdomen, ditemukan hematom di ligamentum latum, diputuskan untuk melakukan ligasi arteri ovarika dan arteri uterine kanan. Pasien diterima di IGD RSCM Pukul 18.00 Pada pemeriksaan didapatkan hematuria pada selang kateter dan pada status obstetri didapatkan tinggi fundus uteri sepusat, kontraksi baik. Inspeksi vulva uretra tenang, inspekulo didapatkan, perdarahan aktif tidak ada, dari vaginal touche didapatkan portio di lateral kiri, nyeri goyang portio tidak ada, massa adneksa tidak ada, cavum douglas tidak menonjol. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus antefleksi ukuran 10x7x9 cm, endometrial line positif, tidak tampak massa intrakavum, cairan bebas negatif, tampak gambaran massa ukuran 6x5 cm, kesan hematom di intra vesika. Pasien didiagnosis dengan P4 Post Seksio Sesarea atas indikasi plasenta previa totalis 12 jam yang lalu, post tubektomi bilateral dengan permasalahan hematuria ec suspek cedera buli. Pasien diberikan uterotonika dengan oksitosin 20 IU dalam 500 cc RL / 8 jam selama 24 jam, injeksi asam traneksamat 3x500 mg, profenid 3x100 mg per rectal, pemeriksaan laboratorium, konsul bagian Urologi dan rencana USG Fetomaternal di jam kerja. Dari pemeriksaan oleh Urologi didapatkan pasien terpasang foley catheter dengan produksi 250 mL / 6 jam berwarna merah dan didiagnosis sebagai gross hematuria ec suspek ruptur buli paska seksio sesarea. Hasil USG ginjal buli didapatkan tampak fluid collection di hepatorenal dan splenorenal, ginjal kanan dan kiri, bentuk dan ukuran normal, diferensiasi korteks dan medula jelas, sistem pelvikokalisa tidak melebar, tidak tampal batu/lesi fokal. Vesika urinaria tidak terisi optimal, dinding buli sulit dinilai, tampak balon kateter intrabuli. Kesan fluid collection di hepatorenal dan splenorenal, tidak tampak kelainan pada kedua ginjal yang tervisualisasi. Dari urologi mendiagnosis pasien dengan suspek ruptur buli ec SC dan direncanakan untuk sistografi Pasien kemudian dilakukan konsultasi ke bagian anestesi dan IPD. Dilakukan sistografi pada 31 Agustus 2017 pukul 18.30. Pada pemeriksaan didapatkan dinding vesica urinaria hiperemis dan terdapat gambaran hematom pada dinding anterior. Kedua muara ureter teridentifikasi. Dilakukan insersi kontras melalui kateter uretra ke dalam buli. Kontras diisi sebanyak 400 cc, tidak tampak ekstravasasi kontras pada foto AP dan oblik. Kesan vesika urinaria intak. Paska sistografi, pasien dalam kondisi hemodinamik stabil, dan direncanakan untuk melanjutkan pemberian antibiotik cefaperazone 2x1 gr iv dan farmadol 3x1 gr iv dengan pemasangan kateter three way, 24 Fr, dan drip NaCl 60-80 cc. Pasien direncanakan untuk pindah ke ruangan rawat. Jumat, 1 September 2017 Pasien dirawat diruang perawatan Pukul 16.30 pasien mengeluh demam. Dilakukan pemeriksaan, suhu 38.2 C, lain-lain dalam batas normal. Dilakukan loading cairan 500 cc, dan drip farmadol 1000 mg. Pasien dilakukan work up sepsis, dilakukan cek DPL ulang, diff count, cek CRP dan PCT. Dilakukan kultur urin untuk dapat mendeteksi sumber infeksi dan terapi definitif. Terapi Cefoperazone masih dilanjutkan menunggu hasil DPL ulang. Sabtu, 2 September 2017 Menerima Hasil Work Up Sepsis Pasien tidak demam, tidak mengeluh nyeri perut, BAK berwarna kuning. Suhu 37 C, tanda vital lain dalam batas normal. Hasil laboratorium: - DPL 7.4/21.6/13640/132000//84.4/28.9/34.3. - LED 70, PCT 1.06, CRP 169, Albumin 2.01. - Diff count 0.1/0.4/89.1/6.3/4.1. - Urinalisis kuning keruh, leukosit 4-5/LBP, eritrosit 22-30/LPB, epitel +1, BJ 1.01, darah +3, LEA +1
Diskusi dengan DPJP dr. A. Kemal, SpOG(K), pasien dengan Hb post
transfusi menunjukkan penurunan dari 8.27 menjadi 7.40 rencana transfusi sampai dengan Hb > 10 gr/dL. Dicurigai masih ada kelanjutan proses perdarahan dari hematoma buli. Pasien dengan riwayat demam ec reaktif dd/ sepsis dengan jumlah leukosit cenderung turun, peningkatan CRP dan SOFA score 0, belum setuju didiagnosis dengan sepsis namun infeksi masih tidak dapat disingkirkan, maka antibiotik masih dilanjutkan selama 5 hari. Diberikan transfusi albumin untuk mengatasi hipoalbuminemia. Rencana pemeriksaan USG Fetomaternal hari Senin, 4 September (jam kerja) Senin, 4 September 2017 Dilakukan USG Fetomaternal Pasien tidak mengeluh adanya demam maupun nyeri perut. BAK masih menggunakan kateter, urine berwarna kuning. Pada pemeriksaan fisik, tanda vital tekanan darah 132/83 mmHg, nadi 87x/m, nafas 18x/m, suhu 37 C. Status generalis dalam batas normal. Status obstetri tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusar, kontraksi baik. Inpeksi vulva uretra tenang. Status lokalis, luka operasi tertutup verban, rembesan negatif.
Hasil USG FM tanggal 4 September 2017,
Uterus bentuk normal agak besar (150 x 60 mm), kavum uteri tidak berisi massa abnormal dengan endometrium dan endoserviks agak menebal dengan gambaran stratum basalis yang ireguler, suspek metritis. Portio normal. Di daerah plika vesikouterina terdapat massa kompleks ukuran 50x40 mm, berasal dari hematoma. Massa hematoma berhubungan dengan daerah scar sc yang agaknya mengalami peradangan (tepi ireguler dan tidak aproksimasi). Di daerah kavum douglas terdapat materi kistik berisi materi ekointernal yang tidak homogen dan mengandung endapan, kemungkinan berasal dari materi peradangan (mengandung pus). Kedua ovarium normal. Kandung kemih dipenuhi balon kateter shingga sulit dinilai adakah defek pada mukosa/dinding kandung kemih. Kesimpulan: Metritis, hematoma di daerah vesikouterina dan scar sc, materi peradangan (mengandung pus) di kavum douglas dd/ hematoperitoneum.
Dilakukan diskusi dengan DPJP dr. A. Kemal, SpOG(K), pasien
dengan permasalahan metritis setuju untuk pemeriksaan kultur lokhia dan penambahan antibiotik. Rencana pemeriksaan CRP ulang. Pasien dengan hasil USG FM dengan hematoma di vesikouterina dan scar SC serta materi peradangan (mengandung pus) di kavum douglas merupakan kasus paska SC dengan penyulit, direncanakan untuk membawa kasus ini dalam konferensi kasus sulit pada hari Rabu, 6 September 2017 setelah konferensi pagi dengan mengundang Koyanmas, Departemen Urologi, Divisi Fetomaternal dan Manajemen Gedung A (untuk masalah biaya). Untuk penambahan antibiotik empiris, setuju untuk konsultasi ke Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K) selaku PPIRS dan konsulen fetomaternal. Diskusi dengan Koyanmas, Dr. dr. J.M Seno Adjie, SpOG(K), pasien dengan permasalahan seperti ini, setuju untuk dibicarakan di konferensi kasus sulit. Diskusi dengan PPIRS, Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K), setuju untuk ditambahkan metronidazole IV 3x500 mg untuk dapat mengatasi bakteri anaerob walaupun cefoperazone juga sudah dapat mengatasi infeksi anaerob. Terapi definitif tetap menunggu hasil kultur darah, urin dan lokhia. Selasa, 5 September 2017 Diputuskan Untuk Dilakukan Relaparotomi Pasien mengeluh demam, mual dan muntah 1x. Dari pemeriksaan fisik, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 129x/m, nafas 30x/m, suhu 37.8 C. Status generalis dalam batas normal, status obstetri tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusar, kontraksi baik. Dilakukan penilaian langsung oleh DPJP dr. A. Kemal, SpOG(K), dr Rima Irwinda, SpOG(K) dari Koyanmas dan dr. Yudianto Budi S, SpOG(K) sebagai penanggung jawab Ruang Rawat Kebidanan. Memutuskan tatalaksana definitif adalah source control dari penyebab infeksi, direncanakan re-laparotomi hingga histerektomi, tanpa perlu menunggu keputusan ronde besar maupun diskusi kasus sulit. dengan operator diserahkan ke DPJP IGD pagi Dr. dr. Ali Sungkar, SpOG(K). Konsul ke Bagian Urologi IGD untuk pendampingan operasi dan konsul persiapan pre-operatif ke Bagian Anestesi. Intra operatif Setelah peritoneum dibuka, keluar cairan purulen hemoragik berbau busuk sekitar 700 cc dilakukan evakuasi. Pada eksplorasi, tampak jaringan nekrotik di korpus depan uteri, kedua tuba, dan tampak kumpulan stolsel dan jaringan nekrotik di plika vesikouterina, serta dehisen jahitan di kedua ujung SBU. Dalam evaluasi didapatkan vesika urinaria intak. Kesan tidak tampak jaringan uterus yang sehat, kedua tuba sesuai kondisi pasca tubektomi dengan jaringan nekrotik. Kedua ovarium normal. Diputuskan dilakukan histerektomi total dan sapingektomi bilateral. Setelah uterus dipancung disetinggi batas bawah portio, tunggul vagina dijahit jelujur dengan PGA No. 1. Perdarahan dirawat. Kavum abdomen dicuci dengan NaCL 0.9% 2 liter. Dipasang Spongostan 3 buah di tunggul vagina, dipasang drain abdomen pada cavum douglas. Perdarahan intraoperasi 700cc. Uterus dikirim ke histopatologi. Jaringan dikirim ke PA Hasil Utama Akar permasalahan pada insiden di atas adalah:
a. Teknik SC dan tatalaksana HPP intraoperatif yang belum
dikerjakan secara tepat
b. Belum dapat mendeteksi dini adanya dehisense pada luka SBU
Rekomendasi Evaluasi pada kasus dengan kemungkinan terjadinya cedera atau
komplikasi lainnya sebaiknya menggunakan alat yang baik sehingga perlu melengkapi alat yang baik terutama USG di IGD maternal RSCM. Situasi yang terkesan lambat karena tindakan dilakukan di RS perujuk dan saat diterima di RSCM dilakukan evaluasi ulang, apakah perlu direlaparotomi kembali atau tidak. Namun hal ini sudah merupakan tindakan yang cukup baik. Rujukan yang cepat merupakan hal yang baik, namun mengindikasikan adanya keraguan dalam tindakan intraoperative oleh perujuk. Harus terdapat awareness dalam pertimbangan (relaparotomi) terutama pada komplikasi pasca seksio sesarea: dehisens, hematoma, atau perforasi. Serta cedera organ yang dekat dengan uterus: vesika dan usus. Pada kasus seperti ini diperlukan follow up hasil PA. Dicarikan alur pemeriksaan PA dan kultur bila pasien dengan pembayaran Umum. Apakah tetap dikerjakan atau tidak. Kesimpulan Penyebab morbiditas dalam kasus ini (relaparotomi histerektomi) adalah teknik SC yang belum dikerjakan secara tepat, sehingga terjadi dehisense yang menjadi faktor risiko complicated intra abdominal infection. Morbiditas dalam kasus ini tergolong dalam Preventable Diperlukan kesadaran akan kejadian komplikasi paska seksio terutama kejadian dehisense SBU Diperlukan perbaikan kualitas alat diagnostic USG di IGD dan peningkatan kemampuan dalam mendeteksi terjadinya dehisense luka SBU Pemeriksaan PA dan kultur jaringan harus dilakukan dan dievaluasi paska dilakukan paska dilakukannya histerektomi