Variabel 2015 S2IKM - Prof Bhisma Murti PDF
Variabel 2015 S2IKM - Prof Bhisma Murti PDF
Program Pascasarjana,
Universitas Sebelas Maret
----------------------------------------
VARIABEL
The greatest of faults, I should say,
is to be conscious of none - Thomas Carlyle
VARIABEL
Variabel adalah entitas, atau karakteristik dari individu, kasus, atau subjek
penelitian yang memiliki variasi nilai kuantitatif atau kategori kualitatif, baik variasi
antar waktu atau antar individu (Vogt, 1993; Streiner dan Norman, 2000). Contoh,
umur merupakan variabel, sebab umur bervariasi nilai antar individu, atau antar
waktu pada individu yang sama, misalnya 1 tahun, 5 tahun, 17 tahun, 22 tahun, 35
tahun, 50 tahun, 70 tahun. Tekanan darah merupakan variabel, karena memiliki
variasi nilai dalam satuan mmHg. Tetapi variabel tidak harus memiliki nilai
kuantitatif alias numerik, bisa juga nilai kualitatif alias atribut. Atribut adalah nilai
kualitatif spesifik dari suatu variabel. Contoh, variabel seks (gender, jenis kelamin)
memiliki dua atribut, yaitu laki-laki atau perempuan. Laki-laki dan perempuan
bukan variabel, melainkan atribut dari variabel seks atau gender.
Contoh: jika data kontinu, berdistribusi normal, maka statistik deskriptif yang tepat
untuk menggambarkan (mendeskripsikan) data adalah mean dan standa deviasi
(SD). Uji statistik untuk dua kelompok data dengan karakteristik seperti itu, jika
berasal dari pengamatan yang independen, adalah uji t. Rumus yang tepat untuk
memperkirakan besar sampel dalam penelitian itu adalah rumus besar untuk
menguji hipotesis tentang perbedaan mean dari dua kelompok. Gambar 1
menyajikan diagram tentang klasifikasi variabel berdasarkan level pengukuran.
Variabel
Diskret Kontinu
Nominal (jumlah pasien
(Seks, ras) per hari)
kelompok. Penulis buku dan artikel pada jurnal internasional umumnya mengang-
gap data ordinal dengan rentang minimal 10 skor ordinal sebagai data kontinu
(Streiner dan Norman, 2000).
Sejumlah dosen dan mahasiswa gemar menggunakan istilah variabel
rasional, bukan variabel rasio. Benarkah pemakaian istilah itu? Salah. Kata rasio
dalam variabel rasio berasal dari kata Inggris ratio, yang berarti perbandingan, dan
tidak ada hubungannya dengan masalah rasionalitas maupun nalar. Penggunaan
istilah variabel rasional menyesatkan pemakainya, seolah hanya variabel rasio yang
rasional, dan semua variabel lainnya irasional, tidak masuk di akal, tidak nalar.
Kesalahan fatal lainnya adalah anggapan bahwa skala rasio lebih baik
daripada interval, interval lebih baik daripada ordinal, ordinal lebih baik daripada
nominal. Jika menuruti pemikiran sesat itu, maka pengukuran jenis kelamin
merupakan contoh pengukuran yang buruk tentang variabel, karena hanya
menghasilkan data dalam skala nominal, yakni laki-laki dan perempuan, bukan 1/8
laki-laki dan 7/8 perempuan, 1/5 laki-laki dan 4/5 perempuan, dan sebagainya.
Demikian pula andaikata skala rasio dan interval lebih baik daripada ordinal dan
nominal, maka setiap dokter yang mendiagnosis pasien berpenyakit X atau tidak
berpenyakit X, atau mendiagnosis pasien mengalami hipertensi atau normal sebelum
memutuskan untuk mengobati atau tidak mengobati tekanan darah pasien, telah
melakukan langkah keliru. Anggapan tersebut salah dan tersesat.
Variabel kontinu memiliki perbedaan esensial dengan variabel kategorikal.
Hasil pengukuran variabel kontinu dapat ditransformasi menjadi variabel
kategorikal, disebut data collapsing (Murti, 1996). Sebaliknya variabel kategori tidak
dapat diubah menjadi kontinu. Contoh, Indeks Massa Tubuh (= Body Mass Index)
mula-mula merupakan pengukuran kontinu (kg/m2). Menurut WHO (Weisell,
2002), untuk orang Asia, BMI dapat diubah menjadi kategori obese II (BMI 30
kg/m2), obese I (BMI 25-29.9 kg/m2), berisiko obesitas (23-24.9 kg/m2), normal
(BMI 19-22.9 kg/m2), dan berat badan kurang (18.9 kg/m2).
Sebaliknya variabel kategorikal seperti jenis kelamin tidak dapat diubah
menjadi kontinu. Implikasinya, peneliti hendaknya mengukur dan mencatat variabel
kontinu diukur dalam skala kontinu, bukan dalam skala kategorikal. Contoh,
tekanan darah sebaiknya diukur dan dicatat dalam unit mmHg, jangan dalam kate-
gori hipertensi versus normal. Dua alasan melatari anjuran tersebut. Pertama,
variabel yang terukur dalam kategori tidak mungkin dihitung rata-rata. Demikian
pula income sebaiknya diukur dan dicatat dalam unit Rupiah, bukan dalam kategori
Rupiah, karena jika diukur dalam kategori tidak mungkin dihitung rata-rata. Kedua,
bukti-bukti riset menunjukkan, tekanan darah memiliki hubungan dengan risiko
penyakit kardiovaskuler (CVD); hubungan tersebut bersifat langsung, bertingkat,
dan kontinu. Peningkatan risiko CVD sudah dimulai sejak tekanan darah sistolik
(TDS) 115 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) 75 mmHg (Verdecchia dan
Angeli, 2005). Artinya, apabila peneliti hanya mencatat TDS dalam kategori
hipertensi sistolik (TDS 140 mmHg) dan kategori tidak hipertensi sistolik (TDS
<140 mmHg), maka ia tidak dapat lagi mengevaluasi peningkatan risiko CVD pada
individu dengan TDS di dalam kategori itu, misalnya peningkatan risiko CVD pada
individu dengan TDS 120 mmHg dibandingkan TDS <120 mmHg.
Semua skala pengukuran variabel penting, baik kategorikal maupun kontinu.
Tetapi variabel yang paling banyak dijumpai dalam literatur, dan sangat berguna
DUMMY VARIABLE
Dummy variable, disebut juga indicator variable atau design variable, adalah sebuah
variabel kategorikal yang memiliki lebih dari dua kategori (k) yang diubah (direka)
menjadi beberapa variabel dikotomi, diberi kode 0 bila tidak menunjukkan suatu
kondisi, kode 1 bila menunjukkan kondisi tersebut (Kleinbaum et al., 1988 Hosmer
dan Lemeshow, 1989; Pagano dan Gauvreau, 2000; Last, 2001 ). Kode 0 dan 1 dalam
dummy variable tidak mengandung nilai kuantitatif yang sesungguhnya, karena itu
disebut kosong (dummy). Kondisi dengan kode 0 lazimnya berfungsi sebagai
rujukan (pembanding). Dummy variable berfungsi sebagai penunjuk, sehingga
disebut juga indicator variable (Pagano dan Gauvreau, 2000).
Dummy variable biasanya digunakan sebagai salah sebuah variabel
independen dalam analisis regresi, yaitu suatu model statistik yang dibuat untuk
menjelaskan dan memprediksi perubahan-perubahan pada variabel dependen (Y)
berdasarkan informasi sebuah atau lebih variabel independen (X1, X2,, Xk)
(Kleinbaum et al., 1988; Rosner, 1990). Dengan dummy variable dapat diketahui
seberapa besar perubahan dari satu kondisi (kode 0) ke kondisi lainnya (kode 1) dari
suatu variabel independen (Xi) membawa perubahan kepada variabel dependen (Y).
Jumlah dummy variable yang dapat dibuat dari sebuah variabel independen katego-
rikal yang memiliki k kategori adalah k 1. Contoh: Menurut WHO, Indeks Massa
Tubuh (BMI) untuk orang Asia dapat dibagi menjadi 5 kategori (Weisell, 2002).
Jumlah dummy variable adalah = 5 1 = 4, yakni D1, D2, D3, D4. Tabel 1
menyajikan dummy variable BMI.
penelitian yang memiliki nilai dummy variable D1=0, D2=0, D3=0, dan D4=0
termasuk dalam kategori underweight.
Berdasarkan kerangka hubungan kausal, variabel dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis: (1) Variabel Dependen; (2) Variabel Independen; (3) Kovariat; (4)
Faktor Perancu; (5) Pengubah efek.
1. VARIABEL DEPENDEN
Variabel dependen adalah variabel yang dihipotesiskan dipengaruhi atau tergantung
oleh variabel lain. Variabel dependen disebut juga variabel hasil (outcome variable),
variabel terpengaruh, variabel terikat, variabel respons, regresan, prediktan, variabel
endogen. Penggunaan padanan kata tergantung konteks analisis. Dalam studi epide-
miologi, variabel dependen adalah penyakit, atau indikator keadaan kesehatan
lainnya. Tabel 2 menyajikan terminologi variabel dalam studi analitik.
2. VARIABEL INDEPENDEN
Variabel independen adalah variabel yang dihipotesiskan mempengaruhi,
menentukan, atau menjelaskan terjadinya variabel lainnya. Variabel independen
dapat diubah sesuai keperluan, tetapi nilai-nilainya bukan merupakan masalah yang
ingin dijelaskan dalam analisis. Variabel independen disebut juga variabel bebas,
variabel pengaruh, variabel penjelas (explanatory variable), prediktor, regresor, dan
sebagainya. Dalam studi observasional, variabel independen adalah paparan
(exposure), disebut juga faktor penelitian (study factor). Dalam studi eksperimental,
faktor penelitian adalah perlakuan (treatment) atau intervensi, diberikan secara se-
ngaja kepada subjek penelitian. Contoh: Sebuah studi kohor meneliti dampak debu
radioaktif pabrik cat yang mengandung radium terhadap Ca paru pada pekerja.
Peneliti mengklasifikasikan subjek ke dalam kelompok terpapar dan tidak terpapar
debu radioaktif berdasarkan kategori ukuran rad (radiation absorbed dose). Paparan
dalam contoh ini merupakan variabel independen, diukur dalam skala dikotomi
(kategorikal dalam dua kategori). Lalu peneliti mengikuti kohor selama suatu peri-
ode waktu, mengamati apakah terjadi Ca paru atau tidak. Ca paru merupakan
variabel dependen, diukur dalam skala dikotomi.
3. KOVARIAT
Tujuan studi analitik adalah meneliti hubungan variabel X1 dan Y, atau pengaruh
variabel X1 terhadap variabel Y. Sesuai dengan namanya, kovariat (covariate) adalah
variabel X2, X3, ..., Xk, yang seperti halnya X1 diduga bisa mempengaruhi terjadinya
variabel Y, karena itu pengaruhnya ingin dikendalikan oleh peneliti (Vogt1993; Last,
2001). Kovariat juga disebut faktor ketiga (third factor), karena merupakan variabel
di luar variabel dependen dan variabel independen utama yang menjadi perhatian
peneliti. Kovariat bisa merupakan faktor perancu (confounding factor) atau pengu-
bah efek (effect modifier (Last, 2001). Kovariat disebut juga concomitant variable,
karena variabel itu menyertai variabel independen utama (Kothari, 1990). Kovariat
disebut juga variabel kontrol (control variable), karena pengaruhnya terhadap vari-
abel dependen akan dikendalikan.
Pengaruh kovariat dalam suatu eksperimen lazimnya dikontrol dengan teknik
randomisasi. Tetapi pengaruh kovariat bisa juga dikendalikan dalam analisis data
dengan teknik statistik tertentu, misalnya Analisis Kovarians. Analisis kovarians
(disingkat ANCOVA, atau ANACOVA, atau ANOCOVA) merupakan saudaranya
ANOVA, hanya saja terhadap model ANOVA kali ini ditambahi sebuah variabel
independen yang disebut kovariat. Baik ANOVA maupun ANCOVA merupakan
special case analisis regresi ganda. Dalam model ANCOVA, variabel dependen diu-
kur dalam skala kontinu, faktor penelitian terukur dalam skala kategorikal
(misalnya, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol), dan kovariat terukur
dalam skala kontinu (Rosner, 1990; Kothari, 1990; Kleinbaum et al., 1988).
Contoh: sebuah eksperimen berminat meneliti efikasi obat antikolesterol.
Untuk mengetahui pengaruh obat dalam menurunkan kadar kolesterol, peneliti
mengukur kadar kolesterol sebelum dan sesudah pemberian obat, menggunakan
sebuah desain eksperimen kuasi yang disebut before and after with no comparison
design. Kadar kolesterol sebelum pemberian obat tentu mempengaruhi kadar
kolesterol sesudah pemberian obat. Salah satu cara mengontrol pengaruh itu adalah
memperhitungkannya dalam analisis data dengan model ANCOVA, dengan
persamaan sebagai beikut:
Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Program Pascasarjana,
Universitas Sebelas Maret
-------------------------------------------
Y a b1 X1 b2X2
4. FAKTOR PERANCU
Sebuah konsep yang berperan sentral dalam studi epidemiologi analitik adalah
faktor perancu (confounding factor). Ketika seorang peneliti menganalisis hubung-
an/ pengaruh variabel independen (paparan) terhadap variabel dependen (penyakit),
ia harus sadar dan berupaya mengontrol variabel-variabel lain yang juga berpe-
ngaruh terhadap terjadinya variabel dependen yang diteliti, disebut faktor perancu.
Gagasan faktor perancu berasal dari disiplin epidemiologi, merupakan
faktor ketiga (third factor) yang memiliki sifat: (1) Faktor risiko (atau faktor
pencegah) penyakit, (2) Berhubungan dengan paparan, dan (3) Bukan merupakan
variabel antara dalam mekanisme kausal paparan-penyakit (Clayton dan Hills, 1998;
Hennekens dan Buring, 1987; Rothman, 2002; Last, 2001) (lihat Gambar 8.3).
Pengaruh faktor perancu harus dikendalikan. Jika peneliti tidak mengendalikan
(=mengontrol) pengaruh faktor perancu, maka pengaruh tersebut akan merancukan
(=mendistorsi, mencampuri) penilaian hubungan/ pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen yang sedang diteliti, sehingga kesimpulan peneliti
tentang hubungan variabel tersebut salah alias tidak valid dan hanya bernilai untuk
dimasukkan ke dalam keranjang sampah.
Faktor perancu merupakan special case dari kovariat, tetapi tidak semua kovariat
merupakan faktor perancu. Faktor perancu tidak sama dengan variabel luar
(extraneous variable), yaitu variabel di luar variabel dependen dan variabel
independen yang sedang diteliti. Semua faktor perancu adalah variabel luar, tetapi
tidak semua variabel luar adalah faktor perancu. Tidak semua variabel luar perlu
dikontrol. Contoh, Gambar 3 memeragakan hubungan antara paparan (paritas) dan
penyakit (sindroma Down) terancukan oleh faktor perancu (umur ibu). Hitungan
statistik dengan mudah dapat menunjukkan, ibu yang telah melahirkan beberapa
kali mempunyai risiko lebih besar untuk melahirkan anak dengan sindroma Down?
Benarkah kesimpulan bahwa paritas merupakan faktor risiko sindroma Down?
Salah. Bukan paritas merupakan faktor risiko sindroma Down, melainkan umur ibu.
Hubungan yang tampak antara paritas dan sindroma Down telah tercampur oleh
pengaruh umur ibu sebagai faktor perancu. Pengaruh faktor perancu harus
dikendalikan agar penilaian hubungan variabel independen dan dependen yang
diteliti benar.
2 1
Umur ibu
(faktor perancu)
5. PENGUBAH EFEK
Konsep lainnya tentang faktor ketiga yang perlu diketahui adalah pengubah efek.
Pengubah efek (effect modifier) merupakan faktor ketiga yang memodifikasi (=
mengubah) pengaruh paparan terhadap penyakit (Clayton dan Hills, 1998; Last,
2001; Rothman, 2002). Pengubahan efek (effect modification) disebut juga interaksi
(interaction) (Kleinbaum et al., 1982; Clayton dan Hills, 1998). Meski sama-sama
faktor ketiga, pengubah efek berbeda dengan faktor perancu. Faktor perancu
mengakibatkan distorsi penaksiran pengaruh paparan terhadap penyakit, sedang
pengubah efek tidak mengakibatkan distorsi penaksiran tersebut, melainkan
mengubah pengaruh paparan terhadap penyakit sesuai dengan level dari pengubah
efek tersebut. Implikasinya, kerancuan perlu dikontrol, sedang modifikasi efek tidak
perlu dikontrol melainkan dideskripsikan.
Contoh, Merlo et al. (2005) melakukan studi di Swedia untuk mempelajari
pengaruh lingkungan tetangga terhadap tekanan darah sistolik pada 25000 subjek
penelitian yang bertempat tinggal di 39 lingkungan tetangga. Peneliti menggunakan
multilevel regression analysis (MLRA) untuk menganalisis hubungan antara tekanan
darah sistolik dan body mass index (BMI), serta pengaruh income lingkungan
tetangga terhadap hubungan tersebut. Gambar 8.4 menunjukkan hubungan positif
antara BMI dan tekanan darah sistolik. Makin tinggi BMI, makin meningkat rata-
rata tekanan darah sistolik.
Di samping itu Gambar 4 menunjukkan interaksi, bahwa peningkatan
tekanan darah sistolik yang berkaitan dengan meningkatnya body mass index diubah
(dimodifikasi) oleh income lingkungan tetangga. Peningkatan tekanan darah yang
berkaitan dengan meningkatnya BMI makin besar pada individu-individu yang
bertempat tinggal pada lingkungan tetangga ber-income rendah dibandingkan
income tinggi. Perbedaan daya ungkit pengaruh income lingkungan tetangga
terhadap pengaruh BMI terhadap tekanan darah sistolik antara income rendah dan
income tinggi ditunjukkan oleh garis regresi yang berpotongan antara kedua
kelompok tersebut. Koefisien regresi BMI lebih besar pada kelompok lingkungan
tetangga berincome rendah daripada income tinggi. Kalau saja garis tersebut sejajar,
maka income lingkungan tetangga tidak berinteraksi dengan BMI dalam mempenga-
Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Program Pascasarjana,
Universitas Sebelas Maret
-------------------------------------------
ruhi tekanan darah sistolik, dan koefisien regresi antara kedua kelompok lingkungan
tetangga akan sama.
REFERENSI