Anda di halaman 1dari 60

Karakteristik Sensor

Agustina Rachmawardani, ST, M.Si


Transduser: Sensor & Aktuator
Transduser = piranti yang mengonversi suatu bentuk energi ke bentuk energi lainnya (Fraden, 1996).

Dalam suatu sistem instrumentasi elektronik, transduser dapat dikatagorikan sebagai sensor ataupun
aktuator.

- Sensor merupakan transduser masukan (input transducer)yaitu transduser yang mengubah besaran fisis
menjadi besaran elektris.
Contoh: mikrofonmengubah getaran akustik mekanis menjadi sinyal listrik.

- Aktuator merupakan transduser keluaran (output transducer)yaitu transduser yang mengubah besaran
elektris menjadi besaran fisis dalam bentuk gerak (motion) atau tindakan (action).
Contoh: Temperatur, arah dan kecepatan angin dll

Sinyal masukan Pengolah Sinyal keluaran


Sensor Aktuator
(besaran fisis) sinyal (besaran fisis)

Transduser Transduser
masukan keluaran
Sensor & Sistem Instrumentasi Elektronik

Sensor merupakan ujung tombak suatu sistem instrumen elektronik (terutama pada
sistem pengukuran dan sistem kontrol).

Sensor membantu instrumen elektronik untuk mendengar, melihat, mencium


(smell), mengecap (taste), dan menyentuh (touch) dunia fisis dengan
mengubah/mengonversi sinyal fisis atau kimia suatu obyek menjadi sinyal elektris.

Catatan:
Sinyal Eksitasi
Dalam sistem instrumentasi,
eksitasi = catudaya
Dari Sensor ke Pengguna (User)

Sensor menerima rangsangan berupa besaran fisis dan kemudian mengubahnya


menjadi sinyal elektris.

Sinyal elektris ini boleh jadi sangat lemah (sehingga perlu dikuatkan) atau
mengandung noise yang cukup mengganggu (sehingga perlu ditapis). Dengan kata
lain, sinyal dari besaran fisis ini perlu dikondisikan terlebih dahulu oleh pengondisi
sinyal sebelum diproses lebih lanjut.

Jika pemerosesan sinyal dilakukan secara digital, maka sinyal elektris yang umumnya
bertipe analog ini harus diubah dulu ke bentuk digital dengan menggunakan ADC
(analog-to-digital converter).

Pengguna (user) pada diagram blok di atas adalah manusia. Oleh sebab itu, keluaran
sistem instrumen biasanya merupakan suatu tampilan visual, seperti skala meteran
ataupun pada layar monitor CRT (cathode ray tube); atau bisa juga dalam bentuk
audio seperti ucapan ataupun alarm.
Tahapan dalam Memilih Sensor
1. Identifikasi besaran fisis (stimulus) yang hendak diukur.

2. Spesifikasi besaran fisis tersebut.

3. Pastikan keakuratan yang diperlukan, lamanya pengujian/pengukuran,


dan perilaku siklik sensor atau faktor-faktor lainnya.

4. Pertimbangkan lingkungan di mana sensor akan ditempatkan.

5. Jangan lupa mengalibrasi sensor. (Perhatikan interval dan tipe


pengalibrasiannya.)
Klasifikasi Sensor
Menurut tipe energi yang dideteksinya, ada 6 (enam) bentuk energi yang dapat
dikonversi menjadi sinyal elektris, yaitu:

1. Energi Mekanik
Sinyalnya berupa gaya, tekanan, kecepatan, percepatan, dan posisi.
2. Energi Magnetik
Sinyalnya berupa intensitas medan magnetik, kerapatan fluks, dan
magnetisasi.
3. Energi Radiasi Elektromagnetik
Sinyalnya berupa besaran-besaran gelombang elektromagnetik seperti
intensitas, panjang gelombang, polarisasi, dan fasa.
4. Energi Radiasi Nuklir
Sinyalnya berupa intensitas radiasi.
5. Energi Panas (thermal)
Sinyalnya berupa temperatur, fluks kalor (heat flux), atau aliran kalor.
6. Energi Kimia
Sinyalnya berupa besaran internal zat seperti konsentrasi material tertentu,
komposisi, atau laju reaksi.
Jenis energi yang dapat dikonversi menjadi sinyal listrik (Buchla
& McLachlan)
Jenis energi Contoh Sensor Keterangan
Mekanik Strain gauge Regangan sebanding dengan perubahan
resistansi
Magnetik Sensor Efek Arus yang mengalir di dalam konduktor
Hall piranti Efek Hall menghasilkan
tegangan.
Radiasi Antena Mengubah energi elektromagnetik menjadi
Elektromagnetik energi listrik (antena penerima).
Radiasi nuklir Kamar Ionisasi Arus listrik di antara elektroda-
(Ionization elektrodanya sebanding dengan radiasi
chamber) pengionan (ionizing radiation).
Panas Termokopel Tegangan keluarannya sebanding dengan
selisih temperatur kedua kawat logam
yang digabungkan pada salah satu
ujungnya.
Kimia Sensor pH Ukuran konsentrasi ion hidrogen di dalam
suatu larutan.
Tahapan Pengonversian Sinyal
Sebelum menghasilkan sinyal elektris, sebuah sensor
boleh jadi memiliki beberapa tahap pengonversian.

Contoh:
BAROCAP adalah sensor micromechanical yang
mengunakan perubahan dimensi pada membran silikon
untuk mengukur tekanan . Apabila tekanan bertambah
atau berkurang, maka elektroda tersebut akan mengecil
taupun membesar. Kapasitansi diukur dan diubah ke
pembacaan tekanan.
Sinyal Masukan & Sinyal Keluaran
Sinyal masukan sensor = besaran fisis (variabel) yang
hendak diukur (lazim disebut measurand).
Contoh:
Tekanan di dalam aktuator hidrolik pesawat terbang.
Tekanan ini bervariasi dari 0 hingga 3000 psi.

Sinyal keluaran sensor = sinyal listrik analog yang


dihasilkan sensor.
Contoh:
Tegangan 5 V sebagai representasi tekanan 3000 psi.
Karakteristik Sensor
No. Karakteristik
Karakteristik sensor: Statik Dinamik
- Karakteristik statik 1 Akurasi Fungsi transfer
- Karakteristik dinamik 2 Presisi Tanggapan frekuensi
3 Resolusi Tanggapan impuls
Karakteristik Statik
4 Sensitivitas Tanggapan perubahan masukan
= Sifat-sifat sensor
5 Linieritas
setelah semua efek
peralihan (transient 6 Kesalahan kalibrasi
effects) mencapai 7 Histeresis
keadaan stabil (steady 8 Keluaran skala penuh
state). 9 Saturasi
10 Kemampuan pengulangan
11 Dead band
Karakteristik Dinamik
12 Span
= Sifat-sifat sensor yang
13 Drift
berubah ketika merespon
sinyal masukan. 14 Impedansi keluaran
15 Eksitasi
Rentang
Rentang sensor = nilai maksimum dan nilai minimum parameter
(bersaran) masukan yang dapat diukur.
Contoh:
NTC thermistor sensors are normally used for a temperature range of -
40C to +300C.
Kurva karakteristik sensor diperlukan untuk mengetahui di mana dan
kapan sensor tersebut bisa digunakan secara linier.

NTC THERMISTORS

(http://www.epcos.com)
Lebar-rentang
Lebar-rentang (span), disebut juga skala penuh masukan (input full scale, disingkat
FS), adalah rentang pada sumbu-x dari nol hingga nilai maksimum yang aman
digunakan.
Lebar-rentang sering dinyatakan sebagai daerah antara titik 0% dan titik 100%.
Lebar-rentang = selisih aljabar antara batas atas dan batas bawah rentang.

Lebar-rentang = Xmaks Xmin

Contoh:
Dalam rentang dua temperatur, -25oC hingga 100oC.
-25oC batas rentang bawah
100oC batas rentang atas
Lebar-rentang = 100oC (-25oC) = 125oC
Keluaran Skala Penuh

Keluaran skala penuh (full scale


output, FSO) adalah selisih aljabar
antara dua sinyal keluaran dari nilai
masukan maksimum dan nilai
masukan terendah yang diterapkan
terhadap sensor.

FSO haruslah mencakup semua


deviasi (yang diukur) dari fungsi
transfer ideal.

Fraden, J., 2004, Handbook of modern sensors :


physics, designs, and applications.
Titik Nol
Titik nol (the zero point) merupakan hal yang
penting diketahui ketika kita hendak
mengumpulkan data pengukuran.

Titik nol adalah titik awal (the starting point) di


mana suatu variabel hendak diukur.

Contoh:
Sensor tekanan (a pressure gauge) tak dapat di-
nol-kan pada tekanan atmosfer. Artinya, titik nol-
nya tidaklah nol.
Offset
y
Offset (gelinciran) = nilai
keluaran yang sudah terlebih
dahulu ada ketika nilai 100%
masukannya masih nol FSO

Keluaran
(belum ada). Kurva sesungguhnya
(actual)
Offset bukanlah suatu Kurva yang diharapkan
keadaan yang diinginkan, (ideal)
dan biasanya dipandang Offset
sebagai suatu besaran x
penyimpangan (an error 0 100% FS
quantity). Masukan

Namun, apabila offset


memang sengaja diadakan NB: Istilah bias di sini harap dibedakan
(deliberately set up), dengan pengertian bias pada istilah forward
penyimpangan ini disebut biased maupun reverse biasedyang
bias. berarti pemberian panjar alias tegangan.
Fungsi Transfer
Hal terpenting yang perlu kita ketahui ketika mengkarakterisasi sebuah sensor
adalah fungsi transfernya.

Fungsi transfer (fungsi alih) = fungsi yang memperlihatkan hubungan antara sinyal
keluaran sensor (berupa sinyal elektris) dan sinyal masukannya (stimulus/besaran
fisis).

Besaran fisis (masukan)

Sinyal elektris (keluaran)

Sinyal masukan sensor dapat berupa temperatur, intensitas cahaya,


kecepatan, gaya, dlsb.

Sinyal keluaran sensor dapat berupa tegangan, resistansi, kapasitansi,


dlsb. [Catatan: Sinyal keluaran sensor (resistansi, kapasitansi, frekuensi,)
umumnya dimodifikasi ke bentuk tegangan.]
Ragam Bentuk Fungsi Transfer
Fungsi transfer dapat berupa:
Hubungan linier sederhana: y a bx
a dan b bernilai konstan, dengan a = offset (gelinciran), yaitu sinyal keluaran
pada saat sinyal masukannya nol, dan b adalah slope (= kemiringan suatu
garis lurus), yang sering juga disebut sensitivitas (sensitivity).

Hubungan yang tak-linier, seperti:


- fungsi logaritmik:
y a b ln x
- fungsi eksponensial:
y a ekx
- fungsi pangkat:
y a0 a1xk
dengan k adalah suatu bilangan konstan.
Contoh Fungsi Transfer
Berikut ini adalah fungsi transfer sensor tekanan MPX2100DP yang digunakan sebagai sensor
tekanan darah pada rancang-bangun Tensimeter Digital (Yeni Marnis, Skripsi S1, 2009), dengan x
adalah tekanan yang diterima sensor (dalam kPa), dan y adalah sinyal keluaran sensor berupa
tegangan (dalam mV).
Fungsi transfer pada
grafik tsb
50
(y = 2,5019 x 0,1472)
45
menginformasikan
40
bahwa sensor ini
Tegangan (mV)

35
mengonversi setiap
30
perubahan tekanan
25
sebesar 1 kPa
20 y = 2.5019x - 0.1472 menjadi perubahan
15 R2 = 0.9998
tegangan sebesar
10
kira-kira 2,5 mV.
5
0 Jadi, sensitivitas
-15 10 35 60 85 110 sensor tsb adalah
2,5019 mV/kPa, dan
Tekanan (kPa)
gelincirannya adalah
-0,1472 mV.
Fungsi Transfer yang Tak-linier
Untuk fungsi transfer yang tak-linier, sensitivitas bukan
merupakan bilangan tetap sebagaimana yang berlaku pada
hubungan linier. Dalam hal ini

dy( x0 )
b
dx
Sensor yang tak-linier dapat dipandang linier dalam suatu
rentang tertentu yang terbatas. Di luar rentang tersebut,
fungsi transfer yang tak-linier itu dapat dimodelkan oleh
beberapa garis lurus. Cara ini disebut aproksimasi piece-wise.
Linieritas
Linieritas (linearity) atau kelinieran = kedekatan kurva kalibrasi terhadap
suatu garis lurus tertentu.

Istilah kelinieran pada kenyataannya berarti ketaklinieran


(nonlinearity).

Ketaklinieran = deviasi maksimum (L) suatu fungsi transfer riel dari garis
lurus hampiran (approximation straight line).

Ketaklinieran dinyatakan dalam % FSO, atau dalam bentuk nilai


terukurnya, misalnya dalam kPa atau 0C.

Cara menentukan ketaklinieran:


- Menggunakan titik-titik terminal (terminal points)
- Menggunakan metoda kuadrat terkecil (method of least squares)
- Menggunakan perangkat-lunak Microsoft Office EXCEL.
Menggunakan Titik-titik Terminal
1. Tentukan nilai-nilai keluaran pada
nilai masukan tertinggi dan nilai
masukan terendah.
2. Gambarkan suatu garis lurus yang
melalui kedua titik ini (garis 1).

Di dekat titik-titik terminal,


kesalahan ketaklinieran-nya paling
kecil, dan menjadi lebih besar
pada titik-titik yang berada di
antara kedua titik tsb.

Garis 2 adalah garis lurus


Fraden, J., 2004, Handbook of modern sensors :
paling cocok.
physics, designs, and applications.
Menggunakan Metoda Kuadrat Terkecil
Ukurlah beberapa (n) nilai
keluaran pada nilai-nilai
a y x 2
x xy
masukan dalam suatu rentang
yang lebar; lebih disukai dalam n x2 ( x)2
rentang skala penuh (FSO).

Untuk regresi linier, n xy x y


b
n x ( x)
gunakanlah rumus-rumus 2 2
berikut untuk menentukan
titik perpotongan, a, dan
kemiringan (slope), b, dari
garis lurus paling cocok tsb
(the best-fit straight line): x = nilai masukan (input)
y = nilai keluaran (output)
Menggunakan EXCEL
1. Buka Microsoft Office Excel
2. Ketikkan nilai-nilai masukan (x) pada kolom A dan nilai-nilai keluaran (y)
pada kolom B. (Boleh juga kolom-kolom lain, asalkan kolom x lebih dahulu
dari kolm y.)
3. Blok nilai-nilai tsb, lalu klik Chart Wizard pada Toolsbar.
4. Pilih XY (Scatter) yang terdapat pada Standard Types, lalu klik Next.
5. Ketik judul grafik pada Chart Title [misalnya: Karakteristik Sinyal Keluaran
Sensor], nama besaran masukan [misal: Temperatur (oC)], dan nama
besaran keluaran [misal: Tegangan (mV)], lalu klik Next, dan selanjutnya
klik Finish.
6. Arahkan kursor ke salah satu titik data pada kurva, lalu klik kanan dan pilih
Add Trendline.
7. Pilih Linear pada Type, lalu klik Options dan pilih Display equation on
chart serta Display R-squared value on chart sehingga muncul
persamaan linier dan nilai R2 pada grafik.
X (oC) Y (mV)
Hasilnya.
0 0
Karakteristik Sinyal Keluaran Sensor
1 2
2 4.3
25 y = 2.0055x + 0.0273
3 6.1 R2 = 0.9986

Tegangan (mV)
20
4 7.9
15 Series1
5 10
10 Linear (Series1)
6 11.5
5
7 14.5
8 16.2 0
0 5 10 15
9 18
Temperatur (oC) R = koefisien korelasi
10 20.1

Persamaan linier (fungsi transfer) dari karakteristik sensor tsb:


y = 2,0055 x + 0,0273
Offset : a = 0,0273 mV
Sensitivitas : b = 2,0055 mV/oC
desibel (dB)
Untuk sensor-sensor dengan karakteristik respon yang sangat
lebar dan tak-linier, rentang dinamik stimulus masukan sering
dinyatakan dalam desibel (dB), yaitu ukuran logaritmik nisbah
(ratio) daya atau pun gaya (tegangan).

Desibel = 10 kali log nisbah daya:

P2
1 dB 10 log
P1
Desibel = 20 kali log gaya (atau arus, atau tegangan):

s2
1 dB 20 log
s1
Sensitivitas
Sensitivitas sensor
= masukan minimum parameter fisis yang akan mengakibatkan perubahan
keluaran yang dapat terdeteksi, atau
= perubahan tegangan keluaran sebagai akibat perubahan nilai parameter
masukannya, atau
= kemiringan (the slope) kurva karakteristik keluaran sensor (Dy/Dx).

Sensor dengan sensitivitas tinggi (high sensitivity) lebih disukai karena


dapat menghasilkan keluaran yang besar dengan masukan sinyal yang
kecil.

Contoh:
Sensor tekanan darah bisa memiliki tingkat sensitivitas sebesar 10
mV/mmHg, yang berarti akan ada tegangan keluaran 10 mV untuk tiap volt
potensial eksitasi dan tiap mmHg tekanan yang diberikan.
+Y(x)
Kurva Sensitivitas
Ymaks
Kurva sensitivitas ideal

Kurva sensitivitas sesungguhnya


Rentang dinamik
DY DY
atau Sensitivit as : b
rentang total Dx
Dx
-x +x
(0,0)

Rentang dinamik
Ymin
= rentang total keluaran sensor
= Keluaran skala penuh (Full Scale Output, FSO)

Rdin Ymaks Ymin


-Y(x)
Terkait dengan sensitivitas, ada dua jenis kesalahan (errors) yang termasuk
karakteristik suatu sensor, yaitu: saturasi dan dead-bands.
Hampir semua sensor memiliki batas-
batas pengoperasian. Meskipun sensor
tersebut dianggap linier, namun Saturasi
linieritasnya terbatas. Sensor bersifat
responsif (menghasilkan sinyal
keluaran yang sebanding dengan nilai Keluaran
masukannya) hanya sampai pada
batas-batas tertentu. Bila stimulus
(nilai masukan) terus ditingkatkan,
sensor tidak lagi menghasilkan
keluaran yang diharapkan. Dengan kata
lain, sensitivitasnya menurun atau Masukan
bahkan tidak sensitif sama sekali (b =
0). Rentang linier Saturasi

Saturasi (saturation) = daerah kerja


sensor setelah rentang linier di mana
responnya terhadap masukan tidak
lagi menghasilkan keluaran yang
diharapkan.
Dead-bands
Daerah Mati (dead band) adalah Keluaran
ketidaksensitifan sensor dalam
suatu rentang tertentu ketika
sudah ada sinyal masukannya.
Masukan
Dalam rentang tersebut, sinyal
keluarannya masih bertahan di
dekat nilai tertentu (biasanya di
sekitar nol) dalam suatu zona
dead band keseluruhan. Dead
band

Perhatikan:
Saturasi terjadi setelah ujung rentang linier, sedangkan dead-bands
biasanya terjadi sebelum pangkal rentang linier fungsi transfer sensor.
Akurasi
Akurasi (accuracy), keakuratan, ketepatan
= ukuran seberapa dekat nilai keluaran sensor terhadap nilai sebenarnya (the true
value).
NB: Nilai sebenarnya = nilai sesungguhnya = nilai seharusnya = nilai idealnya.

Keakuratan sensor (ataupun alat ukur) dinyatakan oleh nilai ketakakuratannya. Jadi,
akurasi di sini berarti ketakakuratan (inaccuracy), yaitu selisih maksimum antara nilai
keluaran sensor dari nilai masukan ideal/sesungguhnya (actual input).
Selisih = deviasi = kesalahan (error).

Kesalahan Mutlak Nilai Sesungguhnya - Nilai Terukur

Kesalahan Mutlak
Kesalahan Relatif
Nilai Sesungguhnya
Jadi, dalam bentuk persen kesalahan, akurasi dirumuskan sebagai

Nilai Sesungguhnya - Nilai Terukur


Akurasi 100%
Nilai Sesungguhnya
Menghitung Kesalahan
Sebuah sensor perpindahan (displacement sensor) memiliki sensitivitas
ideal b = 1 mV/mm. Itu berarti, sensor ini idealnya mampu
membangkitkan 1 mV per 1 mm perpindahan. Namun, dalam praktiknya,
sensor tersebut menghasilkan tegangan keluaran sebesar, misalnya, y =
10,5 mV untuk perpindahan sejauh x = 10 mm.

Dengan mengonversi-balik nilai tegangan keluaran (y) ini menjadi


perpindahan (x) tanpa kesalahan, yaitu 1/b = 1 mm/mV, maka diperoleh
perpindahan sebesar x = 10,5 mm. Jadi, ada selisih sebesar x - x = 0,5
mm lebih besar dari nilai sebenarnya/aktualnya. Kelebihan 0,5 mm inilah
yang disebut deviasi alias simpangan alias kesalahan (error) dalam
pengukuran tersebut.

Oleh sebab itu, dalam rentang 10-mm itu, ketakakuratan atau kesalahan
mutlak sensor ini adalah 0,5 mm, dan kesalahan relatifnya adalah (0,5
mm/10 mm) x 100% = 5%.
Tingkat Keakuratan
Tingkat keakuratan (accuracy rating) meliputi efek gabungan dari variasi
bagian-per-bagian (part-to-part variations), histeresis, dead band,
kesalahan-kesalahan kalibrasi dan repeatability.

Tingkat keakuratan dapat direpresentasikan dalam beberapa bentuk:


- Langsung dalam bentuk nilai yang terukur ().
- Dalam persen lebar-rentang skala penuh (span)
- Dalam bentuk sinyal keluaran.

Contoh:
Sebuah sensor piezoresistif mempunyai skala penuh masukan 100 kPa dan
keluaran skala penuh 10 . Ketakakuratannya dapat ditentukan sebagai
0,5%, atau 500 Pa, atau 0,05 .

Pada sensor modern, spesifikasi ketakakuratan seringkali digantikan oleh


suatu nilai ketakpastian (uncertainty) yang lebih komprehensif karena
ketakpastian terdiri dari seluruh efek distorsi/gangguan, baik yang sistematik
maupun yang acak, dan tidak terbatas pada ketakakuratan suatu fungsi
transfer.
Presisi
Presisi (precision) = Kemampuan alat ukur untuk
memberikan pembacaan yang sama ketika pengukuran
besaran yang sama dilakukan secara berulang pada
kondisi yang sama.
NB: Oleh karena sensor merupakan ujung tombak alat
ukur, maka definisi di atas juga berlaku untuk sensor.

Presisi menggambarkan seberapa dekat nilai-nilai hasil


pengukuran antara satu dengan yang lain dalam suatu
pengukuran yang berulang.

Dengan kata lain, presisi menggambarkan tingkat


ketelitian alat ukur.
Presisi vs. Akurasi
Nilai yang diperoleh dari suatu .jika nilai tersebut :
eksperimen dikatakan:

akurat (accurate) dekat dengan nilai sesungguhnya,


tetapi ketakpastiannya bisa
sembarang (bisa besar atau kecil).
teliti (precise) memiliki ketakpastian yang kecil,
tetapi ini bukan berarti nilai tersebut
dekat dengan nilai sesungguhnya.
akurat dan teliti dekat dengan nilai sesungguhnya dan
sekaligus memiliki ketakpastian
yang kecil.
Presisi vs. Akurasi

Jurusan Fisika Universitas


Andalas
wildian@fmipa.unand.co.id
Presisi vs. Akurasi
Presisi Akurasi

Reproducibility Ketepatan
Diuji dengan cara pengukuran Diuji dengan menggunakan
berulang metode yang berbeda
Presisi yang rendah (poor Akurasi yang rendah berasal
precision) berasal dari dari kesalahan prosedural
cara/teknik pengukuran yang atau kerusakan alat.
kurang baik.
Presisi & Akurasi
Presisi tidak mempengaruhi akurasi.

Hasil pengukuran yang presisi belum tentu akurat, dan


sebaliknya.

Hasil pengukuran yang baik itu adalah akurat dan sekaligus


presisi.

Prioritas utama yang harus dicapai dalam pengukuran adalah


menghasilkan suatu pengukuran yang tepat (akurat), karena
ketelitian (precision) tanpa ketepatan (accuracy) hanya akan
menyesatkan (misleading).
Contoh
Berikut ini hasil pengukuran titik didih air dengan dua sensor (alat ukur)
yang berbeda (termokopel dan termometer air-raksa):
Alat ukur A (termokopel): Td air = (92,49 0,04)oC
Alat ukur B (termometer): Td air = (100,2 0,2)oC

Berdasarkan kedua hasil pengukuran tsb dapat disimpulkan:

Alat ukur A lebih presisi daripada B karena hasil pengukuran dengan


alat ukur A memiliki ketakpastian yang lebih kecil ( 0,04oC).

Alat ukur B lebih akurat daripada A karena nilai rata-rata titik didih air
yang diukur dengan alat ukur B (yaitu: 100,2oC) lebih dekat dengan
nilai sesungguhnya (100oC).
Repeatability Repeatability = Selisih antara dua
pembacaan keluaran (output
readings) dalam suatu pengukuran
berulang untuk suatu nilai masukan
Keluaran yang sama yang didekati dari arah
yang sama dan dengan kondisi kerja
y yang serupa.
100%
FSO Kurva 1 Repeatability biasanya dinyatakan
dalam % FSO.
Kurva 2
Repeatability Syarat :
1. Proses pengukurannya
sama
2. Pengamatnya sama
x
X
3. Instrumen (alat ukurnya)
100% FS
sama, dan digunakan pada
Masukan
kondisi yang serupa.
4. Lokasi pengukurannya sama
5. Pengulangan pengukuran
dilakukan dalam selang
waktu yang singkat.
John G. Webster: Measurement, Instrumentation, and
Sensors, 1999 by CRC Press LLC.
Hysteresis = Selisih antara
dua pembacaan keluaran
(output readings) dalam
suatu pengukuran berulang
untuk suatu nilai masukan
yang sama yang didekati dari
Keluaran arah yang berlawanan.
y
100% Hysteresis biasanya
FSO Kurva 1 dinyatakan dalam % FSO.

Andalas
wildian@fmipa.unand.co.id
Jurusan Fisika Universitas
Kurva 2 Penyebabnya:
Histeresis Keterlambatan aksi
elemen pengindera (Kasus
pada sensor mekanik).
Keterlambatan penjajaran
x momen-momen magnet
X 100% FS dalam dalam merespon
Masukan medan magnetik eksternal
(Kasus pada sensor
magnetik).
Gopel, W.,1989, Sensors A Comprehensive Survey, Vol. 1.
Resolusi
Pada beberapa sensor (misal: sensor
potensiometrik dan detektor inframerah tetap),
ketika masukannya berubah kontinu, sinyal
keluarannya ternyata tak-kontinu (tidak mulus
sempurna), meskipun di bawah kondisi tanpa-
noise. Sinyal keluaran ini berubah dalam bentuk
jenjang-jenjang kecil (small steps).

Resolusi = Kenaikan terkecil (the smallest


increment) pada masukan yang menghasilkan
kenaikan yang dapat terdeteksi pada keluaran
sensor.
Cara Menyatakan Resolusi
Untuk detektor tetap (the occupancy detector), resolusi dapat dinyatakan
sebagai perpindahan minimum obyek dengan jarak yang sama sebesar 20
cm pada jarak 5 m.

Untuk sensor sudut potensiometrik, resolusi dapat dinyatakan sebagai


sudut minimum sebesar 0,5o.

Terkadang, resolusi juga dinyatakan sebagai persen skala penuh (FS) alias
rentang masukan. Contoh: untuk sensor sudut (the angular sensor) yang
memiliki skala penuh 270o, maka resolusi sebesar 0.5o dapat dinyatakan
sebagai
Resolusi = (0.5o/ 270o) x 100% = 0,185%

Resolusi sensor-sensor berformat keluaran digital diberikan oleh jumlah bit


dalam data word. Contoh: resolusi dapat dinyatakan sebagai resolusi 8-bit
(8-bit resolution) Untuk lebih meyakinkan, pernyataan ini harus dilengkapi
dengan nilai skala penuhnya atau nilai LSB-nya (the value of least significant
bit).
Karakteristik Dinamik
Ketika stimulus masukan berubah-ubah terhadap waktu, respon sensor
umumnya tidak mampu mengikuti perubahan-perubahan itu dengan
sempurna.

Penyebabnya: sensor dan penggandengnya (its coupling) dengan sumber


stimulus tidak selalu dapat merespon dengan seketika (instantly).

Karakteristik sensor yang bergantung waktu disebut karakteristik dinamik


(dynamic characteristic).

Jika suatu sensor tidak dapat merespon seketika, maka nilai stimulus yang
ditunjukkan (yang keluar dari sensor itu) boleh jadi sedikit berbeda dengan
nilai stimulus yang sesungguhnya. Dikatakan bahwa sensor itu merespon
dengan suatu kesalahan dinamik (dynamic error).

Apabila sebuah sensor merupakan bagian dari suatu system kontol yang juga
memiliki karakteristik dinamik sendiri, maka kombinasi kedua karakteristik
dinamik itu dapat menyebabkan osilasi.
Menentukan Karakteristik Dinamik
Karakteristik dinamik ditentukan dengan cara menganalisis sensor
terhadap bentuk-bentuk gelombang masukan yang berubah terhadap
waktu: impulse, step, ramp, sinusoidal, white noise.

Untuk menganalisis karakteristik dinamik sensor digunakan model-


model dinamik (dynamic models).
Model Dinamik
Respon dinamik sensor biasanya dianggap linier. Oleh sebab itu, respon
dinamik ini dapat dimodelkan oleh persamaan diferensial linier
berkoefisien konstan:

Dalam praktiknya, model-model ini terbatasi untuk orde-orde


pertama, kedua, dan ketiga. Model-model berorde lebih tinggi
sangat jarang diterapkan.

Model-model dinamik ini biasanya dianalisis dengan transformasi


Laplace, yang mengonversi persamaan diferensial tersebut
menjadi pernyataan polinomial (a polynomial expression).
Transformasi Laplace
sebagai
Perluasan Trans. Fourier

Analisis Fourier terbatas hanya untuk sinyal-sinyal sinusoidal.

x(t ) sin t e jt

Analisis Laplace juga dapat digunakan untuk menganalisis perilaku


eksponensial.

x(t ) e t
sin t e ( j )t
Transformasi Laplace (review)
Transformasi Laplace suatu sinyal yang berubah terhadap waktu, y(t),
ditunjukkan oleh
L[y(t)] = Y(s)
Variabel s merupakan suatu bilangan kompleks: s = + j
- Komponen real mendefinisikan perilaku eksponensial yang real
- Komponen imajiner mendefinisikan frekuensi perilaku yang bergetar
(oscillatory behavior).
Hubungan dasarnya:

Hubungan
penting lainnya:
Transformasi Laplace (review)
Penerapan transformasi Laplace ke model sensor menghasilkan

G(s) disebut fungsi transfer sensor tersebut.

Posisi kutub-kutub fungsi transfer G(s), yaitu nol-nol penyebutnya, pada


bidang-s menentukan perilaku dinamik sensor tersebut seperti
- komponen-komponen osilasi (oscillating components)
- Peluruhan eksponensial (exponential decays)
- Ketakstabilan (instability)
Lokasi Kutub dan Perilaku Dinamik
Sensor-sensor Orde-Nol
Sinyal masukan dan keluarannya dihubungkan dengan persamaan:

Orde-nol merupakan respon yang diharapkan dari sebuah sensor karena

- Tak ada tundaan (no delays)


- Bandwidth tak-hingga
- Sensor ini hanya mengubah amplitudo sinyal masukannya.

Contoh sensor orde-nol:


Potentiometer yang digunakan untuk mengukur perpindahan linier dan
perpindahan putaran (rotary displacement).
NB: Model ini tidak cocok digunakan untuk perpindahan yang berubah
dengan cepat.
Sensor Orde-1
Sinyal masukan dan keluarannya dihubungkan dengan persamaan
diferensial orde-1:

Sensor orde-1 memiliki satu elemen yang menyimpan energi dan


satu lainnya melepaskan energi tsb.
Bentuk responnya:
Respon Sensor Orde-1

Jurusan Fisika Universitas


Andalas
wildian@fmipa.unand.co.id
Contoh Sensor Orde-1
Sensor Orde-2
Step Response Orde-2

Jurusan Fisika Universitas


Andalas
Respon Orde-2 (Lanjutan)
Contoh Sensor Orde-2
Waktu-pemanasan
Waktu-pemanasan (warm-up time) = waktu yang
diperlukan sejak penerapan daya (atau sinyal eksitasi) ke
sensor hingga saat sensor itu dapat beroperasi dalam
ketelitian tertentunya.

Banyak sensor memiliki waktu-pemanasan yang singkat,


sehingga dapat diabaikan. Tetapi, ada beberapa detektor,
khususnya yang beroperasi dalam lingkungan yang
dikontrol secara termal (seperti termostat, misalnya) bisa
memerlukan waktu-pemanasan beberapa detik atau
bahkan bermenit-menit sebelum detektor tersebut
beroperasi secara penuh dalam batas-batas ketelitian
yang ditentukan.
Respon frekuensi (frequency response) :
Respon Frekuensi
- Mencirikan seberapa cepat suatu
sensor dapat bereaksi terhadap
perubahan yang terjadi pada stimulus
masukan.

- Dinyatakan dalam Hz atau rad/sec


untuk mencirikan penurunan relatif
(relative reduction) dalam sinyal
keluaran pada frekuensi tertentu.

Bilangan penurunan (atau disebut juga


batas frekuensi) yang lazim digunakan
adalah 3 dB. Bilangan ini menunjukkan
pada frekuensi berapa frekuensi
tegangan (atau arus) keluaran turun Respon frekuensi berhubungan
sebesar kira-kira 30%. langsung dengan respon kecepatan
(speed response), yang didefinisikan
Batas respon frekuensi sering disebut dalam satuan-satuan stimulus
frekuensi-potong atas (upper cutoff masukan per satuan waktu. Respon
frequency), (fu) karena frekuensi ini mana (frekuensi ataukah kecepatan)
dianggap sebagai frekuensi tertinggi yang akan digunakan untuk memilih
yang dapat diproses oleh sensor. sensor/detektor dalam suatu kasus,
tergantung pada tipe sensor itu,
aplikasinya, dan saran/preferensi
perancang.
Waktu Respon
Waktu respon (response time) =
selang waktu antara perubahan
pada besaran yang diukur dan
waktu alat ukur membaca nilai
kesetimbangan baru.

Respon ini sering didefinisikan


dalam istilah waktu berikut:
waktu mati (dead time), waktu
naik (rise time), dan waktu
menetap (settling time).

Sayer and Mansingh, 2000, Measurement, Instrumentation and


Experiment Design in Physics and Engineering,

Anda mungkin juga menyukai