Anda di halaman 1dari 13

PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP

GAMBARAN PKR YANG IDEAL DAN PRAKTIK YANG TERJADI DI LAPANGAN


MAKALAH

Disusun Oleh:
Meidi Sastrayansyah ( D0115003 )
Yeni Yulianti ( D0115005 )

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA KALIMANTAN BARAT
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaika
n banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makala
h ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih keku
rangan dalam makalah ini, Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak,08 Oktober 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KataPengantar..............................................................................................................i

Daftar isi....................................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan.................................................................................................................1

A. Latar belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan masalah....................................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................................1
BAB II Pembahasan.................................................................................................................2

A. Praktik mengajar kelas rangkap di Lapnagan.....................................................2


B. Gambaran PKR Yang Ideal/Diinginkan...............................................................4
BAB III. Penutup..................................................................................................................9

A. Kesimpulan...........................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................9
Daftar Pustaka......................................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR), merupakan salah satu bentuk
pembelajaran yang perlu dikuasai oleh guru SD. Sebagai salah satu bentuk
pembelajaran, PKR mengikuti prinsip-prinsip pembelajaran secara umum, seperti
bentuk-bentuk pembelajaran yang lain.
Pembelajaran mengandung makna yang berbeda dari kegiatan belajar-
mengajar. Pada kegiatan belajar-mengajar, mengandung makna ada guru yang
memungkinkan terjadinya belajar. Sedangkan pada pembelajaran, kegiatan belajar
dapat terjadi dengan atau tanpa guru. Artinya, murid dapat belajar dalam berbagai
situasi tanpa tergantung pada guru. Misalnya, murid dapat belajar dari buku,
berdiskusi dengan teman atau mengamati sesuatu. Tetapi perlu diingat bahwa dalam
pembelajaran peran guru sangat penting, misalnya pada awal, saat kegiatan, atau akhir
kegiatan.
Mengajar kelas rangkap sesungguhnya bukanlah praktik yang langka terhadap
sekolah-sekolah di Indonesia. Sebagaimana telah dikaji, praktik perangkapan ini
bukan monopoli sekolah dasar yang ada di desa. Juga bukan monopoli sekolah dasar
yang kekurangan guru. Di kota dan bahkan di SD yang jumlah gurunya relatif cukup,
mengajar kelas rangkap tidak jarang terjadi. Salah satu alasan biasanya adalah guru
kelasnya berhalangan. Oleh sebab itu perlunya kita pahami sebagai pengajar pendidik
untuk mengkaji gambaran PKR yang ideal dibandingkan dengan praktik yang sering
terjadi di lapangan.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dapat dirumuskan dari pemaparan di atas yaitu:
1. Bagaimana praktik mengajar kelas rangkap di lapangan saat ini?
2. Bagaimana gambaran PKR yang ideal/yang diinginkan?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari rumusan masalah yang telah dibuat yaitu:
1. Menjelaskan praktik mengajar kelas rangkap di lapangan.
2. Menjelaskan gambaran PKR yang ideal/yang diinginkan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Praktik Mengajar Kelas Rangkap di Lapangan.


PKR adalah satu bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan seorang guru
mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam saat yang sama, dan menghadapi
dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. PKR juga mengandung makna, seorang
guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih dan menghadapi murid-murid
dengan kemampuan belajar yang berbeda-beda. Hanya saja banyak permasalahan
seorang guru yang belum menerapkan pembelajaran kelas rangkap ini. Seperti contoh
kasus yang terjadi di lapangan yang mana seorang guru mengajar kelas 3 dan 5 lalu
murid-murid kelas 3 dan kelas 5 ditempatkan 2 ruang kelas yang terpisah, tetapi
masih bersebelahan. Pelajaran dimulai pukul 08.00. Kemudian guru tersebut pertama
kali masuk kelas 3. Guru tersebut mengecek absensi, berdialog ke peserta didik ,
menjelaskan materi pembelajaran yang disampaikan kelas 3 dan memberi soal kepada
peserta didik untuk menjawabnya. Setelah itu guru tersebut lanjut masuk ke kelas 5.
Di kelas 5 juga mengecek absensi peserta didik dengan cara tidak berbeda dari apa
yang dilakukan di kelas 3. Bahkan, terjadi dialog yang agak panjang. Lalu guru
tersebut memberikan materi pembelajaran kelas 5 serta memberikan soal-soal kepada
peserta didik untuk dijawab. Kemudian guru tersebut kembali lagi ke kelas 3 untuk
proses pembelajaran.
Menangapi permasalahan seperti contoh di atas, sering ditemukan di lapangan
dunia pendidikan bahwa guru masih belum menerapkan pembelajaran kelas rangkap .
Dari contoh tersebut guru hanya melakukan pembelajaran yang bergilir . Guru
tersebut mondar-mandir dari kelas yang satu ke kelas lainya. Kegiatan belajar-
mengajar tidak berlangsung secara serempak. Kegiatan pembelajaran sering
melakukan pemubaziran (pemberosan) waktu. Pemubaziran waktu itu, antara lain
tampak ketika guru tersebut melakukan absensi atau mengecek kehadiran murid.
Belum lagi jika diperhitungkn waktu yang hilang karena peristiwa mondar-mandir.
Pembubaziran waktu terbesar adalah adalah ketika murid kelas 5 menunggu,
sementara guru memulai pembelajaran di kelas 3. Lalu murid tidak tahu apa yang
akan dikerjakan, lambat laun murid kehilangan semangat belajar dan sangat boleh jadi
akan akan mengundang indisipliner. Pengajaran berlagsung seragam, dalam waktu
yang sama dan untuk semua murid. Langkah-langkah mengajar pun berlangsung

2
3
sederhana: menerangkan-memberikan soal. Oleh karena itu pula, proses pengajaran
terkesan dan terasa menonton. Pemberian balikan, khususnya balikan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan murid amat terbatas. Ini terjadi karena
guru hampir tidak mempunyai waktu untuk memonitor dan mengawasi murid secara
individual. Tidak terlihat upaya dari guru mengelilingi kelas dan mendatangi murid
yang sedang mengerjakan soal. Lemahnya balikan untuk pebaikan akan menyebabkan
lemahnya pula penguasaan murid terhadap bahan yang baru saja diberikan. Akibat
selanjutnya, akan menyulitkan mereka untuk mengusai bahan pelajaran berikutnya.
Mereka tidak mempunyai pengetahuan awal yang memadai sebagai tempat berpijak
untuk mencapai bahan pelajaran yang lebih tinggi.
Format pembelajaran hampir sepenuhnya berorientasi pada guru. Tidak
sekalipun muncul proses pembelajaran yang berlangsung dalam kelompok kecil.
Begitu pula secara berpasangan di mana murid yang lebih pintar membantu murid
yang ketinggalan. Mungkin tak pernah terlintas dalam guru tersebut bahwa murid
kelas 5 dapat membantu murid kelas 3. Absennya unsur belajar melalui kerjasama
(cooperative learning) merupakan salah satu kelemahan dari praktik perangkapan
kelas. Padahal melalui cooperative learning, kemandirian dan kreativitas anak dapat
berkembang. Yang tak kurang pentingnya adalah guru mendapatkan partner (mitra
kerja), pembelajaran melalui kerja sama akan melahirkan tidak hanya murid yang
pandai belajar, tetapi juga murid yang pandai mengajar.
Kekuatan PKR, jika dilaksanakan dengan baik, akan melahirkan kondisi yang
memungkinkan murid belajar tentang bagaimana cara belajar: "learning how to
learn". Dengan demikian, guru belum mampu memanfaatkan sumber secara efisien.
Dalam keadaan yang normal jika seorang guru mengajar banyak (baik dari segi waktu
dan materi pelajaran) maka muridnya juga belajar banyak. Sebaliknya, jika guru
mengajar sedikit maka muridnya juga belajar sedikit. Pelaksanaan mengajar kelas
rangkap yang banyak terjadi di daerah terpencil adalah keadaan normal yang kedua,
mengajar sedikit dan sudah dapat diperkirakan, muridnya juga akan belajar lebih
sedikit lagi.
Sedangkan kasus lainya juga di lapangan yang mana anak murid nya tidak bisa
membaca khusunya daerah terpencil disebabkan tidak terjadi penerapan PKR di
lapagan adalah ada seorang guru memulai pengajaranya di kelas 4, sementara itu guru
tersebut menulis di papan tulis. Guru tersebut mengingatkan ke muridnya supaya
mulai menyalin. Selanjutnya guru tersebut memerlukan waktu 15 menit. Kemudian,
4

mengingatkan lagi kepada murid kelas 4 agar menyalin yang rapi sampai selesai.
Setelah itu guru tersebut ke kelas 5 untuk memulai pelajaran di kelas tersebut. Guru
tersebut meminta kepada muridnya untuk menyalin bahan yang di tulis di papan tulis
oleh guru. Hampir sama di lakukan seperti kelas 4. Kemudian guru tersebut kembali
lagi pengajaranya di kelas 4. Alasan ada kegiatan menyalin dalam proses
pembelajaran tersebut adalah tidak adanya buku yang di pegang oleh muridnya
sehingga guru meminta untuk murid-muridnya karena tidak da buku di tambah
sekolah juga tidak mempunyai alat peraga yang memadai di sekolah tersebut.
Kebiasaan menyalin (yang mungkin sudah berlangsung lama sejak di kelas-kelas yang
lebih rendah) mengurangi, bahkan sudah cenderung menghilangkan kesempatan
membaca. Waktu yang khusus dipakai untuk melatih anak membaca sangat kurang.
Apalagi, ada kesan bahwa guru tersebut percaya ketiadaan buku harus diatasi dengan
menyalin. Guru tersebut tidak pernah memikirkan alternatif lainnya. Misalnya,
meminta murid-murid yang bagus tulisannya sebagai PR, dan keesokan harinya
membagi-bagikan kepada murid lainnya. Kemudian, meminta mereka membaca keras
secara bergilir dan/atau membaca dalam hati.
Mengajar kelas rangkap, bukanlah keadaan yang amat pantas dituding sebagai
penyebab. Ketidak mampuan guru, ditambah (lagi) enggannya guru untuk
mengeluarkan keringat, itulah yang menjadi penyebab utama. Terlebih lebih lagi
matinya hasrat guru untuk mencari inspirasi agar ia dapat menghasilkan sesuatu yang
terbaik bagi anak didiknya, amat pantas kita persoalkan. Bukankah Thomas Alpa
Edison, suatu kali pernah berujar bahwa 90% sukses penemuannya karena unsur
preparation (keringat) dan 10% lagi karena unsur inspiration (inspirasi). Itulah
gambaran singkat tentang bagaimana praktik mengajar kelas rangkap, pada umumnya
di kelas kita. Dan itu pulalah yang ingin di ubah dan perbaiki. Dalam uraian berikut,
akan melihat lebih jeli, perbedaan yang mendasar antara praktik mengajar kelas
rangkap saat ini dengan apa yang kita harapkan, yaitu pembelajaran kelas rangkap
yang telah dikembangkan oleh para ahli dan yang telah dipraktikkan di sejumlah
negara.

B. Gambaran PKR Yang Ideal/Diinginkan


PKR sebagai suatu bidang kajian strategi pembelajaran merupakan suatu hal
yang relatif baru baik para guru maupun calon guru SD. Oleh karena itu diperlukanya
PKR oleh para guru dan calon guru serta mengetahui gambaran PKR yang
5

ideal/diinginkan. Dengan demikian akan dapat memperlajari secara bermakna dari


perbedaan kasus sebelumnya yang di bahas. Unsur-unsur penting dalam PKR yang
perlu digambarkan adalah:
1. Suasana kelas hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran guru
bertanya, tetapi hampir tidak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu.
Pertanyaan seperti itu dengan tujuan agar murid termotivasi dan secara
mental siap menerima pelajaran hari itu. Sehingga terjadinya stimulus
dan respon.
2. Proses belajar betul-betul berlangsung serempak, apalagi murid yang
berbeda tingkat kelas ada dalam satu ruang. Gangguan yang muncul
tidak terlalu serius, sebab ketika guru menerangkan murid dari kelas
lain berada disudut ruang yang lain. Tidak ada pembosanan waktu
karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.
3. Guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut
sumber belajar (walaupun masih amat sederhana), Sudut sumber
belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa pengawasan guru
murid dapat mempraktikan konsep belajar menemukan sendiri dan
pemecahan masalah.
4. Murid aktif, konsep CBSA yang sebenarnya nampak. Murid tidak
hanya aktif secara individual tetapi juga kelompok dan berpasangan.
Murid yang lebih dahulu dimanfaatkan untuk membantu temannya (
tutor sebaya ) atau membantu kelas dibawahnya (tutor kakak).
5. Selain menonjolkan asas kooperatif, guru juga menyelipkan kompetitif
(persaingan) yang sehat, murid bersemangat mengerjakan tugas,
apalagi ketika guru menyanyakan siapa yang sudah selesai lebih dulu
akan mendapat nilai tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang
atau siapa yang selesai duluan boleh membaca buku-buku bacaan, dsb.

6. Belajar dengan pendekatan PKR yang benar itu menyenangkan,


Belajar sambil bermain, main sambil belajar dapat diperagakan
khususnya bila kita sedang mengajar kelas rendah. Hal itu nampak saat
anak mengambil gulungan kertas dan membaca apa yang menjadi
tugas mereka masing-masing.
6

7. Adanya perhatian khusus bagi anak yang lambat dan cepat, Pada yang
lambat guru membantu murid yang mengalami kesulitan, bahkan guru
menjelaskan lagi bagian-bagian yang tidak dipahami. Bagi murid yang
cepat guru memberikan tugas ekstra, misalnya murid diminta untuk
mengambil gulungan kertas yang berisi soal-soal baik mata pelajaran
yang baru saja dijelaskan maupun mata pelajaran lain.
8. Guru PKR percaya bahwa sumber belajar tidak hanya diperoleh dari
sumber resmi, seperti di kantor Depdiknas atau Pemerintah Daerah,
guru PKR dapat melengkapi sumber belajar yang berasal dari
lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Sudut ruangan menjadi
lengkap dengan sumber belajar. Bahkan dapat memupuk tanggung
jawab murid dan sara memiliki terhadap kelas dan sekolah mereka.
9. Prinsip perangkapan tidak hanya diterjemahkan dalam bentuk
mengajar dua tingkat kelas atau lebih dalam satu ruangan kelas atau
lebih dan dalam waktu yang bersamaan (stimulan), Tetapi perangkapan
kelas juga berarrti dalam bentuk mengajarkan dua bidang studi atau
lebih dalam satu wacana atau topik. Inilah yang disebut pengajaran
terpadu ( integrated).
10. Mampu melepaskan diri dari mitos bahwa yang mampu mengajar
adalah guru, Guru dapat memanfaatkan sumber daya yang ada
dilingkungan murid. Misalnya ketika guru menjelaskan tentang
bagaimana menangkap ikan, murid-murid menjawab dengan menyebut
beberapa alat menangkap ikan yang biasa digunakan di lingkungan
sekitar, kemudian murid diminta menggambar alat tersebut.

Sedangkan peran guru terhadap pembelajaran PKR yang ideal/yang diinginkan


adalah sebagai berikut:
1. Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang
dari kurikulum yang berlaku bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi
di daerah terpencil yang serba sulit dan serba kurang, tidak semua butir
yang tercantum dalam kurikulum mungkin dilaksanakan dengan
memadai. Seringkali mengajarkannya dengan secara berurutan pun
mengalami kesulitan. Oleh karena itu guru PKR harus memilih butir
atau bagian kurikulum yang memerlukan penekanan. Atas dasar butir-
7

butir itu guru memutuskan konsep dan fakta yang akan diajarkannya
dan mengurutkan kembali tujuan instruksional uang ingin dicapainya
berdasarkan kelas.
2. Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang
dari kurikulum yang berlaku bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi
di daerah terpencil yang serba sulit dan serba kurang, tidak semua butir
yang tercantum dalam kurikulum mungkin dilaksanakan dengan
memadai. Seringkali mengajarkannya dengan secara berurutan pun
mengalami kesulitan. Oleh karena itu guru PKR harus memilih butir
atau bagian kurikulum yang memerlukan penekanan. Atas dasar butir-
butir itu guru memutuskan konsep dan fakta yang akan diajarkannya
dan mengurutkan kembali tujuan instruksional uang ingin dicapainya
berdasarkan kelas.
3. Sebagai administrator. Agar dapat mencapai hasil yang maksimal, guru
PKR harus merencanakan dan mengatur kelasnya dan jadwal pelajaran
dengan saksama. Hasil maksimal dapat dicapai jika guru PKR dapat
melibatkan muridnya secara aktif, bukan saja untuk belajar tetapi juga
dapat membantu guru mengajar teman-temannya yang tertinggal. Guru
PKR juga harus mampu memanfaatkan segenap sumber daya yang ada
dilingkungan sekolah.
4. Sebagai seorang porofesional. Guru PKR senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kompetensinya dan meningkatkan gaya mengajarnya.
Walaupun kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan
lanjutan bagi sebagian guru yang ada didaerah terpencil sulit
diwujudkan, tepat niat professional harus tetap dipelihara dan yang
penting semangat itu selalu ada. Salah satu ciri seorang guru
professional adalah juga tidak cepat putus asa. Manusia dapat
mencapai apa saja bila tidak cepat putus asa.

5. Sebagai agen pembawa perubahan. Guru sebagai pengayon dan juga


sebagai sosok yang mewakili misi moral dan nilai dari masyarakat
tempat dimana ia bertugas. Guru harus berusaha keras untuk
mendatangkan perubahan yang positif terhadap sikap dan perilaku
anggota masyarakat melaui proses pembelajaran di sekolah dan
8

melalui interaksi dengan anggota masyarakat melalui proses


pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan anggota
masyarakat setempat. Pendek kata, guru harus mencari, mendatangkan,
dan mengajarkan perubahan yang berguna bagian anak didik, orang tua
dan masyarakat.

Praktik PKR di lapangan yang dinilai masih banyak kelebihan, kekurangan dan
karenanya memerlukan perbaikan. Dari kajian tersebut, sebagai guru maupun calon guru
sudah mempunyai bayangan bagaimana sebaiknya melakukan perubahan dan perbaikan
sehingga pelaksanaan PKR di sekolah bisa di laksanakan secara ideal.
BAB III
A. Simpulan
Praktik PKR di lapangan masih banyak yang menyimpang dari gambaran
PKR yang ideal. Pembelajaran, lebih banyak berlangsung secara bergilir sehingga
banyak waktu yang terbuang. Pemanfaatan sumber belum maksimal, supervisi guru
terhadap belajar murid masih kurang. Sebagai akibat dari semuanya ini kadar WKA
menjadi rendah, pembelajaran membosankan, dan tentu saja hasil belajar tidak sesuai
dengan harapan.
PKR yang ideal, yang secara terencana menerapkan prinsip-prinsip PKR akan
menyebabkan belajar menjadi menyenangkan dan menantang, guru menjadi kreatif
memanfaatkan sumber belajar, murid aktif, iklim kelas ceria, menyenangkan sehingga
muncul kerja sama dan persaingan yang sehat antar murid. Pembelajaran yang seperti
ini jelas meningkatkan kadar WKA sehingga hasil belajar juga meningkat.
Guru PKR yang ideal harus mampu berperan sebagai administrator, perancang
kurikulum, pembawa pembaruan, dan penasihat, di samping profesional serta kreatif.
B. Saran
Mengetahui lebih dalam materi tentang pembelajaran kelas rangkap tentu
membutuhkan beberapa sumber materi agar pengetahuan yang kita dapatkan lebih
maksimal dan mendalam. Materi ini sangatlah penting terutama untuk kita para calon
guru di Sekolah Dasar yang mungkin saja ditempat kita nanti ada pelaksanaan praktik
pembelajaran kelas rangkap sehingga kita akan lebih siap dalam bertindak.

9
DAFTAR PUSTAKA

Aria Djalil, DKK.(2012).PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP.Tangerang


Selatan: Universitas Terbuka.
Susilowati, dkk. (2009). PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP 2 SKS.------:
Depdiknas.

Winataputra, Udin.S.(1998). PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR).


Jakarta :Depdiknas.

10

Anda mungkin juga menyukai