BAB 2 PEMBAHASAN.............................................4
BAB I
PENDAHULUAN
1
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran fetus dan plasenta dari uterus, ditandai
dengan peningkatan aktifitas miometrium (frekuensi dan intensitas kontraksi) yang
menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks serta keluarnya lendir darah (show) dari
vagina. Lebih dari 80% proses persalinan berjalan normal, 15-20% dapat terjadi komplikasi
persalinan. UNICEF dan WHO menyatakan bahwa hanya 5%-10% saja yang
membutuhkan seksio sesarea.1,2,3
Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas umum otot polos miometrium
yang relatif tenang sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin
intrauterin sampai kehamilan aterm. Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai
menunjukkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi suatu periode relaksasi, dan
mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta secara berangsur menghilang pada
periode postpartum. 1
Proses persalinan ditandai oleh adanya kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi
serviks dan mendorong fetus keluar melalui jalan lahir. Kontraksi miometrium selama
persalinan akan terasa sangat menyakitkan bagi ibu. Sebelum timbulnya kontraksi yang
menyakitkan ini, uterus harus disiapkan untuk proses kelahiran. Miometrium tidak akan
berespon sampai dengan usia kehamilan 36-38 minggu, dan setelah periode memanjang ini,
fase transisional diperlukan sampai serviks mengalami penipisan dan perlunakan.4
Selama proses persalinan salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kontraksi
miometrium. Kontraksi miometrium yang tidak menyebabkan dilatasi serviks dapat
dirasakan kapanpun selama masa kehamilan. Kontraksi ini timbul dengan intensitas yang
rendah dan durasi yang singkat. Timbul rasa tidak nyaman yang terbatas di abdomen bawah
dan lipatan paha. Menjelang saat-saat akhir kehamilan, ketika uterus mulai mengalami
persiapan untuk persalinan, kontraksi ini bertambah sering hal ini sering terjadi pada
multipara dan kadang disebut persalinan palsu. Namun, pada beberapa ibu kontraksi kuat
dari uterus yang menimbulkan dilatasi serviks, penurunan janin dan pelahiran konseptus
timbul secara mendadak tanpa peringatan.4
Proses fisiologi kehamilan yang menimbulkan inisiasi partus dan awitan persalinan
belum diketahui secara pasti. Sampai sekarang, pendapat umum yang dapat diterima bahwa
2
keberhasilan kehamilan pada semua spesies mamalia, bergantung pada aktivitas
progesteron yang menimbulkan relaksasi otot-otot uterus untuk mempertahankan
ketenangan uterus sampai mendekati akhir kehamilan.2
Persalinan dianggap normal juga jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan
(setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (in partu) sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan
berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Seorang wanita belum dikatakan inpartu
jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan pada serviks. 1
BAB II
PERSALINAN NORMAL
3
Persalinan (partus = labor) adalah proses pengeluaran produk konsepsi yang viable
melalui jalan lahir biasa dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.1
Menurut sumber lain dikatakan bahwa persalinan ialah serangkaian kejadian yang
berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul
dengan pengeluaran plasenta dan selaput dari tubuh ibu. 2
Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil. Primigravida adalah seorang
wanita yang hamil untuk pertama kali. Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan
bayi yang dapat hidup (viable). Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah
melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali. Multipara atau pleuripara adalah seorang
wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk beberapa kali.1
In partu adalah seorang wanita yang sedang dalam keadaan persalinan. Partus biasa
atau partus normal atau partus spontan adalah bayi lahir dengan presentasi belakang kepala
tanpa memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi dan
umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Sedangkan, Partus luar biasa atau
partus abnormal adalah bila bayi dilahirkan pervaginam dengan cunam atau ekstraktor
vacum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi, dan sebagainya. 1
Dikenal beberapa istilah menurut umur kehamilan dan berat badan bayi yang
dilahirkan, yaitu1,2:
a. Abortus adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu atau
bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
b. Partus imaturus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 20 sampai 28 minggu
atau bayi dengan berat badan antara 500 1000 gram.
c. Partus prematurus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 28 sampai 37 minggu
atau bayi dengan berat badan antara 1000 2500 gram.
d. Partus matures atau partus aterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara 37
sampai 42 minggu atau dengan bayi dengan berat badan 2500 gram atau lebih.
e. Partus postmaturus atau partus serotinus adalah pengeluaran buah kehamilan setelah
kehamilan 42 minggu.
4
Persalinan dianggap normal jika terjadi pada usia kehamilan cukup bulan antara 37
sampai 42 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (in partu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada
serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu
belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. 1
Rongga panggul
dibagi atas dan bawah oleh
bidang apertura pelvis superior (pintu atas panggul, PAP).
Apertura pelvis superior dibentuk oleh :
- promontorium os sacrum di bagian posterior
- linea iliopectinea (linea terminalis dan pecten ossis pubis) di
5
bagian lateral
- symphisis os pubis di bagian anterior
Inklinasi panggul adalah sudut yang terbentuk antara bidang yang melalui apertura
pelvis superior dengan bidang horisontal (pada keadaan normal sebesar 60o).
Bagian di atas / kranial terhadap apertura pelvis superior disebut sebagai pelvis
spurium (pelvis major), merupakan bagian bawah / kaudal daripada rongga abdomen.
Makna obstetriknya adalah untuk menahan alat-alat dalam rongga perut dan menahan
uterus yang berisi fetus yang terus bertambah besar secara bermakna mulai usia kehamilan
bulan ketiga.
Bagian di bawah / kaudal terhadap apertura pelvis superior disebut sebagai pelvis
verum (pelvis minor), merupakan rongga panggul yang sangat menentukan kapasitas untuk
jalan lahir bayi pada waktu persalinan (verum=sebenarnya, disebut juga true pelvis).
Dinding-dinding rongga panggul
1. Dinding anterior : pendek, dibentuk oleh corpus, rami dan symphisis ossium pubis
2. Dinding posterior : dibentuk oleh permukaan ventral os sacrum dan os coccygis serta
muskulus pyriformis yang membentang pada permukaan ventral os sacrum dan diliputi
oleh fascie pelvis.
3. Dinding lateral : dibentuk oleh bagian os coxae di bawah apertura pelvis superior,
membrana obturatoria, ligamentum sacrotuberosum, ligamentum sacrospinosum, dan
muskulus obturator internus dengan fascia obturatoria.
4. Dinding inferior / dasar panggul : dibentuk oleh diaphragma pelvis (mm.levator ani, mm
coccygei, fascia diaphragmatis pelvis, trigonum urogenitale) yang berfungsi menahan alat-
alat rongga panggul. Diaphragma pelvis membagi lagi rongga panggul bagian bawah
menjadi bagian rongga panggul utama (bagian atas diaphragma pelvis) dan bagian
perineum (bagian bawah diaphragma pelvis).
PELVIS VERUM
Mempunyai pintu masuk yaitu apertura pelvis superior, dan pintu keluar apertura pelvis
inferior (pintu bawah panggul, PBP).
6
Apertura pelvis inferior merupakan dua segitiga yang bersekutu pada alasnya (pada garis
yang menghubungkan kedua tuber ischiadica), dibentuk oleh :
1. segitiga bagian dorsal, trigonum anale, dibentuk oleh kedua ligamentum sacrotuberosum
dan puncaknya terletak pada os coccygis.
2. segitiga bagian ventral, trigonum urogenitale, dibentuk oleh ramus inferior os pubis dan
ramus inferior os ischium kiri dan kanan, dan puncaknya terletak pada symphisis os pubis.
Cavum pelvis (rongga panggul) yang mempunyai kepentingan obstetrik pada proses
persalinan adalah rongga yang terletak antara pintu masuk dan pintu keluar panggul
tersebut, berupa saluran pendek yang melengkung dengan bagian cekung menghadap ke
depan.
1. tipe gynaecoid : bentuk pintu atas panggul seperti ellips melintang kiri-kanan, hampir
mirip lingkaran. Diameter transversal terbesar terletak di tengah. Dinding samping panggul
lurus. Merupakan jenis panggul tipikal wanita (female type).
2. tipe anthropoid : bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur anteroposterior.
Diameter transversal terbesar juga terletak di tengah. Dinding samping panggul juga lurus.
Merupakan jenis panggul tipikal golongan kera (ape type).
7
3. tipe android : bentuk pintu atas panggul seperti segitiga. Diameter transversal terbesar
terletak di posterior dekat sakrum. Dinding samping panggul membentuk sudut yang makin
sempit ke arah bawah. Merupakan jenis panggul tipikal pria (male type).
4. tipe platypelloid : bentuk pintu atas panggul seperti "kacang" atau "ginjal". Diameter
transversal terbesar juga terletak di tengah. Dinding samping panggul membentuk sudut
yang makin lebar ke arah bawah.
Pada banyak kasus, bentuk panggul merupakan tipe campuran.
9
Diameter anterior posterior (AP) 7.5 cm. Distansia intertuberosum 10.5 cm. Jumlah rata-
rata kedua diameter minimal 16.0 cm.
Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul tersebut kurang, maka panggul tersebut
kurang sesuai untuk proses persalinan pervaginam spontan
11
2. Presentasi Janin
Bagian terbawah janin adalah bagian tubuh janin yang berada paling depan di dalam
jalan lahir . Bagian terbawah janin menentukan presentasi. Bagian terbawah janin
dapat diraba melalui serviks pada pemeriksaan vagina. Karena itu, pada letak
memanjang, bagian terbawah janin adalah kepala janin atau bokong, masing-masing
membentuk presentasi kepala atau bokong.Jika janin terletak pada sumbu panjang
melintang, bahu merupakan bagian terbawahnya. Jadi, presentasi bahu teraba
melalui serviks pada perabaan vagina.
a. Presentasi Kepala
Presentasi kepala diklasifikasikan berdasarkan hubungan kepala dengan badan
janin.
(1). Biasanya kepala mengalami fleksi maksimal sehingga dagu menempel pada
dada. Pada keadaan ini , ubun-ubun kecil (fontanela oksipitalis) merupakan bagian
terbawah janin, disebut presentasi puncak kepala (verteks) atau oksiput.
12
(2). Leher janin juga dapat mengalami hiperekstensi sehingga oksiput dan punggung
saling menempel dan wajah menjadi bagian terdepan di jalan lahir, disebut
Presentasi muka.
(3). Kepala janin dapat mengambil suatu posisi di antara kedua keadaan ini, pada
beberapa kasus terjadi fleksi parsial dengan bagian presentasi adalah fontanel
anterior (ubun-ubun besar) atau bregma. Disebut presentasi sinsiput.
(4). Dapat juga mengalami ekstensi parsial pada kasus lainnya, dengan dahi sebagai
bagian terbawah, disebut presentasi dahi. Ketika persalinan maju, presentasi sinsiput
13
atau dahi hampir selalu berubah menjadi presentasi verteks atau muka karena
masing-masing akan mengalami fleksi atau ekstensi.
b. Presentasi Bokong
Bila janin menunjukan presentasi bokong, terdapat tiga konfigurasi umum yang
dapat terjadi.
14
o Apabila paha berada dalam posisi fleksi dan tungkai bawah ekstensi di
depan badan, hal ini disebut presentasi bokong murni (frank breech).
o Jika paha fleksi di abdomen dan tungkai bawah terletak di atas paha,
keadaan ini disebut presentasi bokong sempurna ( complete breech) .
o Bila salah satu atau kedua kaki, atau satu atau kedua lutut , merupakan
bagian terbawah, hal ini disebut presentasi bokong tidak sempurna
(incomplete breech) atau presentasi bokong kaki ( footling breech).
Gambar 6. Presentasi Bokong. (A) Complete Breech, (B) Frank Breech, (C)
Footling atau Incomplete Breech.
15
bawah. Postur khas ini terjadi akibat cara pertumbuhan janin dan akomodasinya
terhadap rongga uterus4.
4. Posisi Janin
Posisi janin adalah hubungan antara titik yang ditentukan sebagai acuan pada bagian
terbawah janin dengan sisi kanan atau kiri jalan lahir ibu. Karena itu, pada setiap
presentasi terdapat dua posisi kanan atau kiri. Oksiput, dagu (mentum), dan sakrum
janin masing-masing merupakan titik penentu pada presentasi verteks, muka, dan
bokong4.
16
sehingga fundus berada dalam posisi yang seharusnya. Kemudian tinggi fundus
diukur melalui midline ibu, dari puncak uterus hingga ke batas atas simfisis pubis.
Pemeriksaan ini dapat berguna untuk memperkirakan usia kehamilan, walau ada
keterbatasannya.
Gambar 7. Leopold I
Leopold 2
Pemeriksa memegang kedua sisi abdomen
untuk mengetahui letak fetus dengan
menggunakan jari-jarinya untuk mengetahui
lokasi tulang belakang fetus dan bagian kesil
(ekstremitas). Bagian-bagian janin dapat
diidentifikasikan dengan palpasi saat 25-26
mgg kehamilan. Perhatikan jika terdapat
gerakan janin.
Gambar 8. Leopold II
Leopold 3
Juga dikenal dengan Pawliks grip. Pemeriksa memegang
bagian teratas dan terendah janin dengan meletakan jari di
atas simfisis pubis dan di fundus uteri. Dengan cara ini
dapat diketahui presentasi janin. Janin yang sungsang
biasanya teraba lebih besar, lebih lunak, kurang berbentuk
dan kurang ballotable dibanding presentasi kepala.
17
Gambar 9. Leopold III
Leopold 4
Pemeriksa menghadap kaki pasien dan meletakkan tangannya di kedua SIAS untuk
mengetahui apakah bagian terbawah janin sudah engage ke pelvis ibu.
Palpasi abdomen dapat dikerjakan pada bulan-bulan terakhir kehamilan dan selama
serta di antara kontraksi saat persalinan. Temuan-temuan tersebut memberikan informasi
mengenai presentasi dan posisi janin, serta seberapa jauh bagian terbawah janin telah turun
ke dalam panggul.
Pemeriksaan Vagina
Sebelum persalinan. Diagnosis presentasi dan posisi janin dengan pemeriksaan
vagina sering tidak dapat ditentukan. Dengan dimulainya persalinan dan setelah dilatasi
serviks, informasi dapat diperoleh. Pada presentasi verteks, posisi dan variasi dapat
diketahui dengan membedakan berbagai sutura dan ubun-ubun. Presentasi muka dengan
membedakan bagian-bagian wajah. Presentasi bokong diidetifikasi dengan meraba sacrum
18
dan tuberostias iskhii ibu. Sebaiknya dilakukan empat perasat rutin sebelum saat dilakukan
pemeriksaan vagina untuk menentukan presentasi dan posisi janin, sebagai berikut4:
1. Kedua jari tangan dimasukkan ke dalam vagina dan diarahkan ke bagian terbawah
janin untuk membedakan presentasi janin.
2. Jika presentasi verteks, jari-jari dimasukkan ke posterior vagina kemudian
disapukan ke depan melalui kepala janin ke simfisis ibu. Saat melakukan gerakan
ini, jari-jari akan melewati sutura sagitalis, jika sutura ini teraba maka arahnya dapat
ditentukan, dengan ubun-ubun kecil dan besar pada ujung yang berlawanan.
3. Jari-jari kemudian diarahkan ke ujung anterior sutura sagitalis dan ubun-ubun
kemudian diperiksa dan diidentifikasi.
4. Station atau seberapa jauh bagian terbawah janin telah turun ke dalam panggul
dapat ditentukan.
19
Puncak kepala (verteks) adalah puncak tempurung kepala yang terletak antara UUB
dan UUK
Belakang kepala (oksiput) adalah bagian belakang kepala antara UUK sampai
foramen magnum
Dahi (sinsiput) adalah bagian depan kepala antara UUB sampai akar hidung (glabela),
dibatasi olet sutura koronalis dan lobang mata.
Glabela adalah bagian yang meninggi diantara kedua lubang mata.
Gambar 11. Kepala janin tampak atas Gambar 12. Kepala janin tampak samping
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, 23 % di
kanan depan, 11% di kanan belakang, dan 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin
disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid atau rectum.1
Dikemukakan 2 teori yang dapat menjelaskan kenapa lebih banyak letak kepala3 :
1. Teori akomodasi : bentuk rahim memungkinkan bokong dan ekstremitas yang
volumenya besar berada di atas, dan kepala di bawah di ruangan yang lebih sempit.
2. Teori gravitasi : karena kepala relatif besar dan berat, maka akan turun ke bawah.
Karena his yang kuat, teratur dan sering, maka kepala janin turun memasuki pintu
atas panggul (engagement). Karena menyesuaikan diri dengan jalan lahir, kepala
20
bertambah menekuk (fleksi maksimal), sehingga lingkar kepala yang memasuki
panggul, dengan ukuran yang terkecil :
Diameter suboccipito-bregmatika = 9,5 cm
Sirkumferensia suboccipito-bregmatika = 32 cm.
BAB III
MEKANISME PERSALINAN NORMAL
21
C. gerakan anak pada persalinan
22
Kekuatan kontraksi; menimbulkan naiknya tekanan intra uterin sampai 35
mmHg.
Interval antara dua kontraksi; pada permulaan persalinan his timbul sekali
dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit.
2. Tenaga mengejan/meneran
a. Selain his, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah, tenaga yang
mendorong anak keluar terutama adalah kontraksi otot-otot dinding perut yang
mengakibatkan peninggian tekanan intraabdominal. Tenaga mengejan hanya
dapat berhasil jika pembukaan sudah lengkap, dan paling efektif sewaktu
kontraksi rahim.
b. Tanpa tenaga mengejan anak tidak dapat lahir, misalnya pada pasien yang
lumpuh otot-otot perutnya, persalinan harus dibantu dengan forceps. Tenaga
mengejan juga melahirkan plasenta setelah plasenta lepas dari dinding rahim.
23
bawah dan serviks mengadakan relaksasi dan dilatasi serta menjadi saluran yang
tipis dan teregang yang akan dilalui bayi.
2. Sifat kontraksi otot rahim
a. Kontraksi otot rahim mempunyai dua sifat yang khas, yaitu :
Setelah kontraksi, otot tersebut tidak berelaksasi kembali ke keadaan
sebelum kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun tonusnya
seperti sebelum kontraksi. Kejadian ini disebut retraksi. Dengan retraksi,
rongga rahim mengecil dan anak berangsur di dorong ke bawah dan tidak
banyak naik lagi ke atas setelah his hilang. Akibatnya segmen atas makin
tebal seiring majunya persalinan, apalagi setelah bayi lahir.
Kontraksi tidak sama kuatnya, tetapi paling kuat di daerah fundus uteri dan
berangsur berkurang ke bawah dan paling lemah pada segmen bawah rahim.
Jika kontraksi di bagian bawah sama kuatnya dengan kontraksi di bagian
atas, tidak akan ada kemajuan dalam persalinan. Karena pada permulaan
persalinan serviks masih tertutup, isi rahim tentu tidak dapat didorong ke
dalam vagina. Jadi, pengecilan segmen atas harus diimbangi oleh relaksasi
segmen bawah rahim. Akibat hal tersebut, segmen atas makin lama semakin
mengecil, sedangkan segmen bawah semakin diregang dan makin tipis, isi
rahim sedikit demi sedikit terdorong ke luar dan pindah ke segmen bawah.
Karena segmen atas makin tebal dan segmen bawah makin tipis, batas antar
segmen atas dan segmen bawah menjadi jelas. Batas ini disebut lingkaran
retraksi fisiologis. Jika segmen bawah sangat diregang, lingkaran retraksi
lebih jelas lagi dan naik mendekati pusat, lingkaran ini disebut lingkaran
retraksi patologis atau lingkaran Bandl yang merupakan tanda ancaman
robekan rahim dan muncul jika bagian depan tidak dapat maju, misalnya
karena pangul sempit.
24
Pada tiap kontraksi, sumbu panjang rahim bertambah panjang, sedangkan ukuran
melintang maupun ukuran muka belakang berkurang. Pengaruh perubahan bentuk
ini ialah sebagai berikut :
a. Karena ukuran melintang berkurang, lengkungan tulang punggung anak
berkurang, artinya tulang punggung menjadi lebih lurus. Dengan demikian,
kutub atas anak tertekan pada fundus, sedangkan kutub bawah ditekan ke
dalam pintu atas panggul.
b. Karena rahim bertambah panjang, otot-otot memanjang diregang dan menarik
segmen bawah dan serviks.
Hal ini merupakan salah satu penyebab pembukaan serviks.
25
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis yang semula
berupa sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja
dengan pinggir yang tipis. Pendataran ini terjadi dari atas ke bawah.
Pembukaan serviks
Yang dimaksud dengan pembukaan serviks adalah pembesaran ostium
eksternum menjadi suatu lubang dengan diameter sekitar 10 cm yang data
dilalui anak.
6. Perubahan pada vagina dan dasar panggul
Setelah ketuban pecah, segala perubahan terutama pada dasar panggul ditentukan
oleh bagian depan anak. Oleh bagian depan yang maju itu, dasar panggul diregang
menjadi saluran dengan dinding yang tipis. Sewaktu kepala sampai di vulva, lubang
vulva menghadap ke depan atas. Dari luar, peregangan oleh bagian oleh bagian
depan tampak pada perineum yang menonjol dan tipis, sedangkan anus menjadi
terbuka.
26
diselesaikan bila bagian terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring
dengan itu, kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau
habitus janin, terutama setelah kepala turun ke dalam panggul.
27
Gambar 13. Gerakan-gerakan utama kepala pada persalinan
(Dikutip dari: Williams Obstetrics, hal 337)
1. Engagement
Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal-diameter transversal kepala
janin pada presentasi oksiput untuk melewati pintu atas panggul disebut sebagai
engagement. Fenomena ini terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan.
Turunnya kepala dapat dibagi menjadi masuknya kepala ke dalam pintu atas
panggul dan majunya kepala.
Sinklitisme
Peristiwa yang terjadi adalah sinklitismus. Pada presentasi belakang
kepala , engagement berlangsung apabila diameter biparietal telah melewati
pintu atas panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis
28
melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling sering
kita temukan. Apabila diameter biparietal tersebut sejajar dengan bidang
panggul, kepala berada dalam sinklitisme.
Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding panggul bagian
depan dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila uterus tegak
lurus terhadap pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika keadaan tersebut
tidak tercapai, kepala berada dalam keadaan asinklitisme.
Asinklitisme
Asinklitisme anterior, menurut Naegele ialah arah sumbu kepala membuat
sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula terjadi
asinklitismus posterior yang menurut Litzman ialah apabila keadaan sebaliknya
dari asinklitismus anterior1.
29
Gambar 16. asinklitismus anterior Gambar 17. Asinklitismus posterior
3. Fleksi
30
Ketika desens mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau
dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat
ke dada janin dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih pendek
menggantikan diameter oksipitofrontal yang lebih panjang.
Gambar 19. Empat derajat fleksi kepala (A). Fleksi buruk, (B). Fleksi sedang,
(C) Fleksi lebih lanjut, (D) Fleksi lengkap
31
4. Rotasi Interna ( Putaran Paksi Dalam)
Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam ialah pemutaran bagian depan
sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan,
ke bawah simfisis. Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah
daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan, ke
bawah simfisis. Putaran paksi dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala,
karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala
dengan bentuk jalan lahir, khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah
panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi tersendiri, tetapi selalu bersamaan
dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai ke Hodge III
kadang-kadang baru terjadi setelah kepala sampai di dasar panggul2.
32
Gambar 21. Mekanisme persalinan untuk ubun-ubun kecil kiri lintang: (A).
Asinklitismus posterior pada tepi panggul diikuti fleksi lateral, menyebabkan
(B) asinklitismus anterior, (C) Engagement, (D) Rotasi dan ekstensi.
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul terjadilah
ekstensi atau defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada
pintu bawah panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus
33
mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala
akan tertekan pada perineum dan menembusnya. Pada kepala, bekerja dua
kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah, dan yang satunya disebabkan oleh
tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultannya ialah kekuatan ke
arah depan atas2.
Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis, yang dapat maju
karena kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan
subocciput sehingga pada pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut ubun-
ubun besar, dahi hidung, mulut, dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi.
Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut hipomoklion2.
34
luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu menempatkan diri
dalam diameter anteroposterior pintu bawah panggul.
7. Ekspulsi 2
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi
hipomoklion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul
dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.
35
Gambar 26. Kelahiran bahu belakang
36
2. Fase aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi yakni:
Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4cm, menjadi 9 cm
Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi
demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.
Pendataran serviks adalah pemendekan kanalis servikalis uteri yang semula berupa
sebuah saluran dengan panjang 1-2 cm, menjadi satu lubang saja dengan pinggir yang
tipis2.
Pembukaan serviks adalah pembesaran ostium externum yang tadinya berupa suatu
lubang dengan diameter beberapa millimeter, menjadi lubang yang dapat dilalui anak
dengan diameter sekitar 10 cm. Pada pembukaan lengkap, tidak teraba lagi bibir portio,
segmen bawah rahim, serviks dan vagina telah merupakan suatu saluran2.
37
Mekanisme membukanya serviks berbeda pada primigravida dan multigravida. Pada
yang pertama, ostium uteri internum akan membuka lebih dulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Sedangkan pada
multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan
eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Kala I
selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I
berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam. 1
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap.
Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah
lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.1
38
Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan
suboksiput di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah
istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengelurakan badan dan anggota bayi. Pada
primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5
jam1.
C. Kala III (Kala Pengeluaran Uri)
Terdiri dari 2 fase, yaitu: (1) fase pelepasan uri, (2) fase pengeluaran uri.
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai
dengan pengeluaran darah.1,3
Jika telah lepas, bentuk plasenta menjadi bundar, dan tetap bundar sehingga
perubahan bentuk ini dapat dijadikan tanda pelepasan plasenta. Jika keadaan ini
dibiarkan, setelah plasenta lepas, fundus uteri naik, sedikit hingga setinggi pusat
atau lebih, bagian tali pusat diluar vulva menjadi lebih panjang3,5.
Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam segmen bawah
rahim bagian atas vagina sehingga mengangkat uterus yang berkontraksi. Seiring
lepasnya plasenta, dengan sendirinya bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih
panjang. Lamanya kala uri kurang lebih 8,5 menit, dan pelepasan plasenta hanya
memakan waktu 2-3 menit5.
Tanda-tanda pelepasan plasenta5 :
Uterus menjadi bundar
Perdarahan, terutama perdarahan sekonyong-konyong dan agak banyak
(250 cc)
Memanjangnya bagian tali pusat yang lahir
Naiknya fundus uteri karena naiknya rahim sehingga lebih mudah
digerakkan.
39
D. Kala IV (Kala Pengawasan) 6
Merupakan kala pengawasan selama 1-2 jam setelah bayi dan uri lahir untuk
mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. 7 pokok
penting yang harus diperhatikan pada kala 4 : 1) kontraksi uterus harus baik, 2)
tidak ada perdarahan pervaginam atau dari alat genital lain, 3) plasenta dan selaput
ketuban harus sudah lahir lengkap, 4) kandung kencing harus kosong, 5) luka-luka
di perineum harus dirawat dan tidak ada hematoma, 6) resume keadaan umum bayi,
dan 7) resume keadaan umum ibu.
Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada
presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun-ubun kecil terletak di kiri depan, 23% di
kanan depan, 11% di kanan belakang, dan 8% di kiri belakang. Keadaan ini mungkin
disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum.1,3
40
Menjadi pertanyaan mengapa janin dengan persentasi tinggi berada dalam uterus
dengan presentasi kepala. Keadaan ini mungkin disebabkan karena kepala relatif lebih
besar dan lebih berat. Mungkin pula bentuk uterus sedemikian rupa, sehingga volume
bokong dan ekstremitas yang lebih besar berada di atas, di ruangan yang lebih luas
sedangkan kepala berada di bawah, di ruangan yang lebih sempit. Ini dikenal sebagai teori
akomodasi.1,3
Tiga faktor penting yang memegang peranan pada persalinan adalah kekuatan-
kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengedan, keadaan jalan
lahir, dan janin tersebut.1
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan
mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan
turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. His yang sempurna akan membuat
dinding korpus uteri yang terdiri atas otot-otot menjadi lebih tebal dan lebih pendek,
sedangkan bagian bawah uterus dan serviks yang hanya mengandung sedikit jaringan
kolagen akan meudah tertarik hingga menjadi tipis dan membuka. Kontraksi yang
sempurna adalah kontraksi yang simetris dengan dominasi di fundus uteri, dan mempunyai
amplitud 40-60 mmHg yang berlangsung selama 60-90 detik dengan jangka waktu
kontraksi 2-4 menit, dan pada relaksasi tonus uterus kurang dari 12 mmHg.1,3
Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus,
yaitu bila sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula
kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan
bidang pintu atas panggul. Asinklitismus anterior menurut Naegele ialah apabila arah
sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula
asinklitismus posterior menurut Litzman adalah keadaan sebaliknya dari asinklitismus
anterior. Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme
turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena ruangan pelvis di daerah posterior
lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior. Hal asinklitismus penting
apabila daya akomodasi panggul agak terbatas.1,3
41
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih
mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan dibawahnya terhadap kepala yang akan
menurun, menyebabkan kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul menurut
hukum Koppel. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang
paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan
sirkumferensia suboksipito-bregmatikus (32 cm). Sampai di dasar panggul kepala janin
berada dalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma
pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas
diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala
yang mengadakan rotasi, disebut juga putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi
ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul
dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion,
kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his, vulva lebih
membuka dan kepala janin makin tampak. Perineum menjadi lebih lebar dan tipis, anus
membuka dinding rektum. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan,
berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala
segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah
gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan
kepala dengan punggung anak.1,2,3
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul,
bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar
panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang.
Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu baru kemudian bahu belakang.
Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu baru kemudian trokanter
belakang. Kemudian, bayi lahir seluruhnya.1,3
Dari uraian mekanisme persalinan normal di atas, dapat disimpulkan bahwa ada
tujuh gerakan kardinal yaitu:
1. Engagement
2. Descent (penurunan)
42
3. Flexion (fleksi)
4. Internal rotation (putar paksi dalam)
5. Extension (ekstensi/defleksi)
6. External rotation (putar paksi luar)
7. Expulsion (ekspulsi)
43
3.3 Pemantauan Persalinan dengan Partograf WHO
Partograf WHO adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik.4
44
45
Partograf harus digunakan :
Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting
dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik normal
maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan dalam memantau,
mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun
yang tidak disertai dengan penyulit.
Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan
swasta, rumah sakit, dan lain-lain).
Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Bidan,
Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif yang diacu pada
pembukaan serviks:
fase laten: pembukaan serviks kurang dari 4 cm
fase aktif: pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Kondisi ibu dan bayi harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
denyut jantung janin: setiap jam
frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap jam
nadi: setiap jam
pembukaan serviks: setiap 4 jam
penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
46
3.3.2 Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan pada Partograf
Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif persalinan
dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif
persalinan, yaitu:
47
Kondisi ibu:
1. nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh;
2. urin (volume, aseton atau protein).
Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang tersedia
di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin
(DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin).
48
- Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ.
- Gunakan lambang-lambang berikut ini:
U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium
D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur darah
K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak
C. Kemajuan persalinan
1. Pembukaan serviks
49
Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan
dari setiap pemeriksaan. Tanda harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan
lajur besarnya pembukaan serviks. Hubungkan tanda dari setiap pemeriksaan dengan
garis utuh (tidak terputus).
2. Penurunan bagian terbawah janin
Setiap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan
tanda-tanda penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang
menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada
persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian
terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah
pembukaan serviks mencapai 7 cm. Tulisan Turunnya kepala dan garis tidak terputus dari
0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda O yang
ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi kepala
di atas simfisi pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda O di garis angka 4. Hubungkan tanda
O dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
50
D. Kontraksi uterus
1. Periksa frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap jam selama fase laten dan setiap
30 menit selama fase aktif.
2. Nilai frekuensi dan lama kontraksi yang terjadi dalam 10 menit observasi.
3. Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai:
F. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat kotak atau ruang
untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu selama persalinan.
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih sering
jika diduga adanya penyulit). Beri tanda titik () pada kolom waktu yang sesuai.
51
Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika diduga adanya penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada kolom
waktu yang sesuai:
Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan mendadak
atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh pada kotak
yang sesuai.
2. Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih).
Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein
dalam urin.
52
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, temperatur, tinggi fundus, kontraksi
uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada Kala IV ini sangat penting,
terutama untuk menilai deteksi dini risiko atau kesiapan penolong mengantisipasi
komplikasi perdarahan pascapersalinan. Pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit
dalam 1 jam pertama setelah melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya.
53
pemeriksaan luar. Harus disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam pada waktu persalinan
selalu menimbulkan bahaya infeksi dan rasa nyeri pada penderita. Akan tetapi hal-hal
tersebut jangan sampai menghalangi untuk menjalankan pemeriksaan dalam yang
diperlukan untuk menilai vagina (terutama dindingnya, menyempit atau tidak), keadaan dan
pembukaan serviks, kapasitas panggul, ada tidaknya penghalang jalan lahir, sifat fluor
albus, dan adanya penyakit seperti Bartholinitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya, ketuban,
presentasi kepala janin, turunnya kepala dalam ruang panggul, penilaian besarnya kepala
terhadap panggul, dan menilai kelangsungan persalinan.
Pemeriksaan per rektum baik untuk menilai turunnya kepala, tetapi kurang baik
untuk menilai ketuban, keadaan serviks, serta posisi dan presentasi kepala. Pemeriksaan per
rektum dapat mengurangi infeksi eksogen (dari luar), tetapi dapat menimbulkan infeksi
endogen (dari dalam) bila pemeriksaan kurang memper-hatikan asepsis dan antisepsis dan
menggosok-gosok dengan jari dinding vagina bagian belakang yang pada umumnya
mengandung kuman-kuman ke dalam pembukaan serviks. Pada pemeriksaan per vaginam
kemungkinan infeksi eksogen dapat diperkecil bila pemeriksa memperhatikan asepsis dan
antisepsis dengan memakai sarung tangan steril dan dapat menggunakan krem dettol atau
sejenis. Mengingat adanya kemungkinan menimbulkan infeksi, maka pemeriksaan dalam
hendaknya hanya dilakukan bila ada indikasi ibu maupun janin atau bila akan diadakan
tindakan di samping perlu untuk mengetahui kemajuan persalinan.
Dalam kala I wanita dalam keadaan in partu dilarang mengedan. Sebaiknya
sebelumnya dilakukan dahulu lavement. Lazimnya dimasukkan 20 sampai 40 ml gliserin ke
dalam rektum dengan penyemprot klisma atau diberi suppositoria. Jika tidak diberi klisma,
skibala di rektum akan membuat wanita tersebut mengedan sebelum waktunya. Skibala di
rektum juga akan menghalangi rotasi kepala yang baik pada kala I.
3.4.2 Kala II
Kala II dimulai jika pembukaan serviks telah lengkap. Umumya pada akhir kala I
atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban
pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah, ketuban harus dipecahkan. Kadang-kadang pada
permulaan kala II ini wanita tersebut mau muntah atau muntah disertai timbulnya rasa
54
mengedan yang kuat. Di samping his, wanita tersebut harus dipimpin untuk mengedan pada
waktu ada his. Selain itu, denyut jantung janin juga harus sering diawasi.
Ada dua cara meneran yang baik, yaitu:6
1. Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku.
Kepala sedikit diangkat, sehingga dagunya mendekati dadanya dan ia dapat melihat
perutnya.
2. Sikap seperti diatas, tetapi badan dalam posisi miring ke kiri atau ke kanan,
tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki berada
di atas. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter
atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut.
Bila kepala janin telah sampai di dasar panggul, vulva mulai membuka. Rambut dan
kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai
lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Anus pada awalnya berbentuk bulat,
kemudian berbentuk seperti huruf D. Yang tampak dalam anus adalah dinding depan
rektum. Perineum harus ditahan dan bila tidak, dapat menyebabkan ruptura perinei,
terutama pada primigravida. Perineum ditahan dengan tangan kanan dan sebaiknya dilapisi
dengan kain steril.
Dianjurkan untuk melakukan episiotomi pada primigravida atau pada wanita dengan
perineum yang kaku. Episiotomi ini dilakukan bila perineum telah menipis dan kepala janin
tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi
dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan
bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan
demikian, ruptura perinea dapat dihindarkan. Untuk mengawasi perineum ini posisi miring
(Sims position) lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi biasa. Akan tetapi, bila
perineum jelas telah tipis dan menunjukkan akan timbul ruptura perinea, maka sebaiknya
dilakukan episiotomi. Ada beberapa teknik untuk melakukan episiotomi, antara lain
episiotomi mediana, dikerjakan pada garis tengah, episiotomi mediolateral, dikerjakan pada
garis tengah yang dekat muskulus sfingter ani yang diperluas ke sisi, episiotomi lateral
dimana sering menimbulkan perdarahan.
55
Keuntungan episiotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan banyak dan
penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per primam dan hampir tidak berbekas.
Bahaya yang dapat terjadi ialah dapat menimbulkan ruptura perinei totalis. Dalam hal ini
muskulus sfingter ani eksternus dan rektum ikut robek pula. Perawatan ruptura perinei
totalis harus dikerjakan serapi-rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia
alvi. Untuk menghindarkan robekan perineum kadang-kadang dilakukan perasat menurut
Ritgen, yaitu bila perineum meregang dan menipis, tangan kiri menahan dan menekan
bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada perineum. Dengan ujung
jari-jari tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin dan
ditekan ke arah simfisis dengan hati-hati. Dengan demikian, kepala janin dilahirkan
perlahan-lahan keluar. Setelah kepala lahir diselidiki apakah tali pusat mengadakan lilitan
pada leher janin. Bila terdapat lilitan dilonggarkan, bila sukar dapat dilepaskan dengan cara
menjepit tali pusat dengan 2 cunam Kocher, kemudian diantaranya dipotong dengan
gunting yang tumpul ujungnya. Setelah kepala lahir, kepala akan mengadakan putar paksi
luar ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya ialah melahirkan bahu janin. Mula-
mula dilahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan
kepala janin. Kepala janin ditarik perlahan-lahan ke arah anus sehingga bahu depan lahir.
Tidak dibenarkan penarikan yang terlalu keras dan kasar oleh karena dapat menimbulkan
robekan pada muskulus sternokleidomastoideus. Kemudian, kepala janin diangkat kearah
simfisis untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka
usaha selanutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior disusul oleh trokanter
posterior. Usaha ini tidak sesukar usaha melahirkan kepala dan bahu janin oleh karena
ukuran-ukurannya lebih kecil. Dengan kedua tangan dibawah ketiak janin dan sebagian di
punggung atas, berturut-turut dilahirkan badan, trokanter anterior, dan trokanter posterior.
Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal umumnya segera menarik napas dan menangis
keras. Kemudian bayi diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira membentuk sudut 30
derajat dengan bidang datar. Lendir pada jalan napas segera dibersihkan atau diisap dengan
pengisap lendir. Tali pusat digunting 5 sampai 10 cm dari umbilikus. Dengan cara, tali pusat
dijepit 2 cunam Kocher pada jarak 5 dan 10 cm dari umbilikus. Bial ada kemungkinan akan
56
diadakan transfusi pertukaran pada bayi maka pemotongan tali pusat diperpanjang sampai
antara 10-15 cm . Di antara kedua cunam tersebut tali pusat digunting dengan yang
berujung tumpul. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat dengan kuat. Hal ini
harus diperhatikan karena ikatan kurang kuat dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat
masih dapat terjadi yang dapat membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan
kandung kencing, bila penuh dilakukan pengosongan kandung kencing, jika bisa wanita
tersebut kencing sendiri. Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan
mengganggu pelepasan plasenta, yang berarti dapat menimbulkan perdarahan postpartum.
57
Pada keadaan normal menurut Caldeyro-Barcia plasenta akan lahir spontan dalam
waktu 6 menit setelah anak lahir lengkap.6 Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas
dari tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain:
1. Perasat Kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan
kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali dalam
vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya
dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan
banyak akan dapat terjadi.
2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat,
tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada getaran pada tali pusat
yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak
terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus.
3. Perasat Klein. Wanita tersebut disuruh mengedan dan tali pusat tampak turun ke
bawah. Bila pengedanannyan dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam
vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
Kombinasi dari tiga perasat ini baik dijalankan secara hati-hati setelah mengawasi
wanita yang baru melahirkan bayi selama 6 sampai 15 menit. Bila plasenta telah lepas
spontan, maka dapat dilihat bahwa uterus berkontraksi baik dan terdorong keatas kanan
oleh vagina yang berisi plasenta. Dengan tekanan ringan pada fundus uteri plasenta mudah
dapat dilahirkan, tanpa menyuruh wanita bersangkutan mengedan yaitu dengan
menggunakan perasat Crede. Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar
plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat digunakan bila terpaksa misalnya
perdarahan. Perasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. Pada
orang yang gemuk, perasat Crede sukar atau tidak dapat dikerjakan.
Setelah plasenta lahir, harus diteliti apakah kotiledon-kotiledon lengkap atau masih
ada sebagian yang tertinggal dalam kavum uteri. Begitu pula apakah pada pinggir plasenta
masih didapat hubungan dengan plasenta lain, seperti adanya plasenta suksenturiata.
Selanjutnya harus pula diperhatikan apakah korpus uteri berkontraksi baik. Harus dilakukan
masase ringan pada korpus uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila diperlukan
58
karena kontaksi uterus kurang baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin, metergin,
ermetrin, dan sebagainya, terutama pada persalinan lama, grande multipara, gemelli,
hidroamnion, dan sebagainya. Bila semuanya telah berjalan dengan lancar dan baik, maka
luka episiotomi harus diteliti, dijahit, dan diperbaiki.
Segera bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya dipastikan.
Selama uterus kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan
waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan dilakukan masase; tangan hanya
diletakkan diatas fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan
berisi darah dibelakang plasenta yang telah terlepas.
59
Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir.6
Penanganan 6
Memberikan oksitosin untuk merangsang uterus berkontraksi yang juga
mempercepat pelepasan plasenta.
Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali atau PTT dengan cara:
1. Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat di atas simfisis pubis. Selama
kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerkan dorso kranial ke
arah belakang dan ke arah kepala ibu
2. Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5 cm di depan vulva
3. Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3
menit)
4. Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus
menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi. Tangan pada uterus merasakan
kontraksi, ibu dapat juga member tahu petugas ketika ia merasakan kontraksi.
Ketika uterus tidak berkontraksi, tangan petugas dapat tetap berada pada uterus,
tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi
sampai plasenta terlepas.
Begitu plasenta terasa lepaas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem
tali pusat mendekati plasenta, keluarkan plasenta dengan gerakan ke bawah dan ke
atas sesuai denga jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan
memutar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
Segera setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan, masase fundus agar
menimbulkan kontraksi. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran darah dan
mencegah perdarahan pascapersalinan.
Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau
vagina atau perbaiki episiotomi. 6
60
3.4.4 Kala IV
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Kala
ini perlu untuk mengamat-amati apakah ada perdarahan postpartum. Rata-rata dalam batas
normal, jumlah pada umumnya adalah 100-300 cc. Bila perdarahan lebih dari 500 cc ini
sudah dianggap abnormal, harus dicari penyebabnya. Tujuh pokok penting yang harus
diperhatikan sebelum meninggalkan ibu yang baru melahirkan adalah:
1. Kontraksi rahim. Dapat diketahui denga palpasi fundus uteri. Bila perlu dilakukan
masase dan berikan uterotonika (methergin, ermetrin, pitosin).
2. Perdarahan. Apakah ada atau tidak serta jumlahnya.
3. Kandung kencing. Diharuskan kosong, jika penuh ibu diminta kencing sendiri atau
menggnakan kateter.
4. Luka-luka. Dilihat jahitan terdapat perdarahan atau tidak.
5. Uri dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap.
6. Keadaan umum ibu. Tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
7. Bayi dalam keadaan baik.
DAFTAR PUSTAKA
61
3. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Jakarta:
EGC, 1998. 94
4. Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L (2002), Obstetrics Normal and Problem
Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone,New York.
5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Ed 21. Vol 1. Jakarta
: EGC. 2006. 318-335.
6. Sofie RK, Johanes CM, Jusuf SE. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi Rumah sakit Dr. Hasan Sadikin. Bandung : Bagian Obstetri Ginekologi
FK UNPAD RSHS. 2005. 90.
7. Adenia,I., Piliang,S., Roeshadi,R.H., Tala,,M.R.Z. (1999), Kehamilan dan
Persalinan Normal, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUD dr.
Pirngadi RSUP dr. Adam Malik, Medan.
62