Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS


DAN DIABETIC FOOT

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan
atau mengalihkan (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang
bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan
individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis di mana pangkreas
tidak dapat memproduksi insulin secara cukup, atau di mana tubuh tidak
efektif menggunakan insulin yang diproduksi, atau pun keduanya. Hal ini
menjurus kepada peningkatan konsentrasi dari kadar gula dalam darah atau
hyperglycaemia (WHO, 2013).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan meyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati. (Yuliana
elin, 2009)
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit
metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi
dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah (ADA, 2012).
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme akibat
defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronispada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah.

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus berdasarkan etiologi (ADA, 2012) sebagai
berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus) (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabetes) terjadi karena adanya
gangguan pada pankreas, menyebabkan pankreas tidak mampu
memproduksi insulin dengan optimal. Pankres memproduksi insulin
dengan kadar yang sedikit dan dapat berkembang menjadi tidak
mampu lagi memproduksi insulin. Akibatnya, penderita diabetes tipe 1
harus mendapat injeksi insulin dari luar (Sutanto, 2013). Penyebab
diabetes tipe 1 tidak diketahui dan kejadian ini masih belum dapat
dicegah dengan ilmu yang ada pada saat ini. Gejala gejalanya meliputi
frekuensi ekskresi urin yang berlebihan (polyuria), kehausan
(polydipsia), lapar yang terus menerus, berat badan berkurang,
gangguan penglihatan, dan kelelahan. Gejala-gejala ini dapat muncul
secara tiba-tiba (WHO, 2013).
Diabetes Tipe I dapat dibagi dalam dua subtipe yaitu :
a. Autuimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel sel
beta.
b. Idiopatik, tanpa bukti adanya atutoimun dan tidak diketahui
sumbernya.
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin
Dependent Diabetes Mellitus ) (NIDDM)
Merupakan penyakit diabetes yang disebabkan karena sel-sel tubuh
tidak merespon insulin yang dilepaskan oleh pankreas (sutanto, 2013).
Secara umum penyakit ini adalah hasil dari berat badan berlebih dan
kurangnya aktifitas fisik. Hasil dari gangguan sekresi insulin yang
progresif ynag menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin.
Resistensi Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
meransang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati.
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya.
DM yang terjadi berhubungan dengan sindroma tertentu. Keadaan
yang dicurigai dapat menyebabkan Hiperglikemi adalah pankreastitis,
kelainan hormonal pada obat obat seperti glukokortikoid,
endokrinopati, kelainan reseptor insulin, ataupun sindroma genetik
tertentu. Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma
pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan
penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.

4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)


Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak
mengidap diabetes.Merupakan intoleransi glokusa pada saat
kehamilan. Biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat
yang menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan
menyusui. Menjelang aterm, kebutuhn insulin meningkat 3 kali dari
keadaan normal. Bila Ibu tidak mampu memenuhi insulin hingga
terjadi hipoinsulin maka ibu akan mengalami hiperglikemi. Resistensi
insulin juga disebabkan oleh adanya hormon estrogen, progesteron,
prolaktin, dan plasenta laktogen. Hormon ini akan mempengaruhi
reseptor insulin dalam sel sehingga menghambat aktivitas insulin.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. HLA
memberi kode pada protein protein yang berperan penting dalam
monosit-limfosit. Protein ini mengatur respon sel T. Bila terjadi
kelainan maka Limfosit T akan merusak sel sel pulau Langerhans.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai
contoh hasil penelitian menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destruksi sel
pankreas.
2. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe
II, diantaranya adalah:
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun.
b. Riwayat keluarga
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus dari
orang tuanya yang juga mengidap Diabetes Mellitus.
c. Kelompok etnik
Biasanya terjadi pada ras kulit hitam, penduduk asli Amerika dan
Asia.
d. Diabetes pada Kehamilan
Riwayat diabetes saat hamil dan juga melahirkan dengan berat
badab bayi lebih dari 4,5kg memiliki resiko terserang penyakit
Diabetes Mellitus.
Faktor resiko yang dapat diubah, yaitu :
a. Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kalori yang
diperlukan oleh tubuh akan memicu timbulnya DM tipe II.
Pankreas memiliki kapasitas untuk menskresikan insulin. Jadi,
mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi
dnegan sekresi insulin akan mengakibatkan kadar gula darah
meningkat.
b. Gaya Hidup
Makanan cepat saji dan tidak teraturnya berolahraga merupakan
slah satu pemicu terjadinya DM tipe II.
c. Obesitas
Seseorang dikatak obesitas apabila indeks masa tubuhnya diatas
25. HDL dibawah 35 mg/dl dan tingkat trigliserida lebih dari
250mg/dl dapat meingkatkan resiko diabetes mellitus tipe II.
d. Hipertensi
Tekanan darah diatas 140/90 mmHg dapat memicu DM tipe II.
e. Obat obatan/Bahan Kimia
f. Penyakit dan Infeksi pada Pankreas.
3. DM tipe lain

Tipe ini berhubungan dengan kelainan defek genetic pada sel beta
pancreas, defek genetic dari kerja insulin, penyakit eksokrin pancreas,
kelainan hormonal, obat-obatan, infeksi, sebab imunologi dan penyebab
lain.

a. Defek genetik fungsi sel beta :


1) Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1, 2, 3.
2) DNA mitokondria.
b. Defek genetik kerja insulin.
c. Penyakit eksokrin pankreas.
1) Pankreatitis.
2) Tumor/ pankreatektomi.
3) Pankreatopati fibrokalkulus.
d. Endokrinopati.
1) Akromegali.
2) Sindroma Cushing.
3) Feokromositoma.
4) Hipertiroidisme.
5) Karena obat/ zat kimia.
6) Pentamidin, asam nikotinat.
7) Glukokortikoid, hormon tiroid.
8) Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain.
9) Infeksi: rubella kongenital, sitomegalovirus.
10) Sebab imunologi yang jarang: antibodi insulin.
11) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM: Sindrom
Down,Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner dan lain-lain.

4. DM Gestasional
Merupakan intoleransi glukosa pada saat kehamilan. Biasanya terjadi pada
trimester kedua atau ketiga. Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan
makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm, kebutuhn
insulin meningkat 3 kali dari keadaan normal. Bila Ibu tidak mampu
memenuhi insulin hingga terjadi hipoinsulin maka ibu akan mengalami
hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan oleh adanya hormon
estrogen, progesteron, prolaktin, dan plasenta laktogen. Hormon ini akan
mempengaruhi reseptor insulin dalam sel sehingga menghambat aktivitas
insulin. Sekresi hormon-hormon plasenta pada usia kehamilan 24-27
minggu.

D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien DM adalah :
1. Poliuria.
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang yang sering dan dalam jumlah yang
banyak akan sangat mengganggu pasien, terutama pada waktu
malam hari.
2. Polidipsi.
Akibat volume urie yang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi ekstra sel. Dehidrasi intrasel mengikuti
dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat
pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (Anti
Diuretic Hormone) dan menimbulkan haus. Rasa haus amat sering
dialami oleh pasien karena banyaknya cairan yang keluar melalui
kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab
rasa haus adalah udara yang panas atau beban kerja yang berat.
Untuk menghilangkan rasa haus itu pasien minum banyak.
3. Polifagia.
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolismekan
menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan,
pasien selalu merasa lapar.
4. Penurunan BB dan rasa lemah.
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus
menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan
penurunan prestasi di sekolah dan lapangan olah raga juga
mencolok. Hal ini disebabkan karena glukosa dalam darah tidak bisa
masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya pasien kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga
menjadi kurus.
5. Gangguan saraf tepi / kesemutan.
Pasien mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
6. Gangguan penglihatan.
Pada fase awal penyakit DM sering dijumpai gangguan penglihatan
yang sering mendorong pasien mengganti kacamatanya, agar dapat
melihat dengan baik.
7. Gatal / bisul.
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering
pula keluhan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka
ini dapat terjadi akibat yang sepele seperti luka lecet karena sepatu
atau peniti.
8. Gangguan ereksi.
Gangguan ini menjadi masalah tersembunyi. Hal ini terkait
denganbudaya masyarakat yang tabu membicarakan masalah seks,
apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
9. Keputihan.
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan, bahkan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
yang dirasakan.

E. PATHOFISIOLOGI
Diabetes Mellitus merupakan salah satu gangguan pada organ
pankres. Dalam pankres terdapat pulau pulau langerhans yang terdiri dari
sel beta yang mengeluarkan insulin sel alpa yang memproduksi glukagon
dan sel detta yang mengeluarkan somastostatin. Berdasarkan penyebabnya
Diabetes Mellitus dibagi menjadi dua tipe yaitu: DM Tipe I : Insulin
Dependen Diabetes Mellitus (IDDM) atau tergantung insulin karena sel-sel
beta pankres telah dihancurkan oleh autoimun, Hiperkatemia terjadi akibat
glukosa yang tidak terukur oleh hati, disamping itu glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan). DM Tipe II : non insulin Diabetes Mellitus (NIDDM) atau tidak
tergantung insulin hasil produksi prankreas tidak cukup atau sel lemak dan
otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin sehingga terjadi pengiriman
glukosa ke sel tubuh. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 30 tahun
muncul berlahan lahan biasa dikontrol dengan DOA (Diit, Obat,
Activity).
Dari ke dua tipe DM tersebut apabila terjadi penurunan insulin dan
peningkatan glukagon, akibat kegagalan sel beta pankreas untuk
memproduksi insulin akan terjadi lipolisis, glikogenolisis, insufisiensi
glukosa, dan katabolisme protein. Pemecahan lemak (Lipolisis) yang
terjadi diotot secara terus-menerus akan mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton dalam darah yang mengganggu kesemimbangan
asam basa tubuh dan menyebabkan adanya keton dalam darah yang
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh dan menyebabkan adanya
keton dalam urin (keton urea). Hiperglikemia terjadi karena glikogenosis
dimana ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar,
maka timbul glukosuria. Glukosuria akan mengakibatkan pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan (Diuresis Osmotik). Peningkatan
pengeluaaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi). Pengeluaran
yang berlebihan menyebabkan dehidrasi sehingga menimbulkan masalah
kekurangan volume cairan. Karena glukosa hilang bersama kemih maka
pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dengan BB menurun. Rasa
lapar yang semakin besar timbul sebagai akibat kehilangan kalori sehingga
terjadi banyak makan (polipagia) dan dapat timbul perubahan nutrisi
kurang/lebih dari kebutuhan tubuh. Kehilangan kalori yang mengakibatkan
hipoksia, pasien mengeluh lelah dan lemah sehingga muncul masalah
intoleransi aktivitas. Komplikasi Hiperglikemi juga menyebabkan
penglihatan kabur (Retinopati diabetik), dapat terjadi katarak lebih dini
sehingga muncul masalah gangguan persepsi sensori (visual). Dieresis
osmotik dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal (Nefropati diabetik)
dengan gajala mual, lemas, pucat, serta dapat menyebabkan syok. Akibat
kurangnya oksigen ke jaringan (hipoksia) yang berlangsung lama
menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf (Neuropati diabetik), ditandai
dengan parashtesia, gelisah, rasa terbakar, rasa baal, penurunan kesadaran,
gangguan persepsi, sehingga menimbulkan masalah resiko cedera.
Peningkatan produksi badan keton dalam darah menyebabkan asidosis dan
bila berlangsung lama menyebebkan penurunan kesadaran (koma diabetik)
sehingga kebutuhan pasien harus dibantu seluruhnya dan muncul masalah
sindrom kurang perawatan diri.
Dari katabolisme protein terjadi glukoneogenesis dan peningkatan
BUN akan menumpuk di permukaan kulitsehingga kulit kering dan gatal-
gatal, terjadi kerusakan integritas kulit. Apabila terjadi peningkatan insulin
dan penurunan glucagon menyebabkan hipoglikemia yang ditandai dengan
kulit dingin, pucat, takikardi, gelisah, penurunan kesadaran, yang
mengakibatkan, tejadi masalah perubahan perfungsi jaringan perifer.
F. PATHWAY
(terlampir)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM ( mg/dl ).
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa Plasma vena < 100 100 199 > 200
darah sewaktu Darah kapiler < 90 90 199 > 200
Kadar glukosa Plasma vena < 100 100 125 > 126
darah puasa Darah kapiler < 90 90 99 > 100

2. Kriteria Diagnosis DM
a. Gejala kasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl ( 11.1 mmol/L
)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
waktu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
b. Gejala kalsik mDM
+
Kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dl ( 7.0 mmol/L )
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl ( 11.1 mmol/L )
TTGO dilakukan dengan standard WHOP, menggunakan beban
glukosa
yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam
air

3. Glycosatet Hemoglobin/Hemoglobin glkosilasi (Hb A1C). Berguna


untuk memantau kadar gula darah rata rata selama lebih dari 3 bulan.
Nilai normal < 8%. Setiap penurunan 1% menurunkan risiko gangguan
mikrovaskuler 35% dan menurunkan risiko komplikasi lain dan
kematian 21%.
4. Aseton plasma (keton) : positif.
5. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
6. Osmolaritas serum : meningkat tetapi bisanya kurang dari 330
Mosm/L.
7. Ureum/ kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal.)
8. Kadar insulin darah : biasanya menunjukan pH darah rendah dan
penurunan HCO2 (acidosis).
9. Trombosit darah : HT mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap infeksi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pilar penatalaksanaan DM adalah :
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi Farmakologis
a. Edukasi
DMT2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan
masyarakat. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan DM yang optimal
dibutuhkan perubahan perilaku. Tujuan perubahan perilaku adalah
agar penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat.
Tujuan pemberian edukasi
1) Meningkatkan pengetahuan, Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang.
2) Mengubah Sikap
3) Mengubah perilaku serta meningkatkan kepatuhan
Informasi yang diberikan kepada penyandang diabetes
mencakup pengetahuan tentang DM, pemantauan mandiri, sebab-
sebab tingginya kadar GD, OHO dan pemakaian insulin, perencanaan
makan, perawatan makan, kegiatan jasmani, tanda-tanda
hipoglikemia, dan komplikasi.
Perilaku yang diharapkan adalah :
1) Mengikuti pola makan sehat
2) Meningkatkan kegiatan jasmani
3) Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus
secara aman dan teratur
4) Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada
5) Melakukan perawatan kaki secara berkala
6) Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut
dengan tepat
7) Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes
8) Mampu memanfaatkan fasilitas yankes yang ada.
b. Terapi Gizi Medis
Tujuan : mempertahan kadar glukosa darah mendekati normal
dengan keseimbangan asupan makanan dengan insulin atau OHO dan
tingkat aktivitas, mencapai kadar serum lipid yang normal;
memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan
BB yang memadai; menghindari dan menanganni komplikasi akut;
dan meningkatkankesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
c. Latihan jasmani.
Manfaat olahraga bagi diabetisi antara lain meningkatkan
penurunan glukosa darah, mencegah kegemukan, mencegah
komplikasi, gangguan lipid, peningkatan tekanan darah, dan
hiperkoagulasi darah.
Prinsip olah raga bagi diabetisi sama saja dengan prinsip
olahraga unum, yaitu frekuensi, intensitas, time (durasi), dan tipe
(jenis) / F I T T . Pada diabetes olahraga yang dipilih sebaiknya olah
raga yang disenangi dan yang mungkin untuk dilakukan . Olahraga
yang dilakukan hendaknya melibatkan otot otot besar. Olahraga
sebaiknya dilakukan teratur dan dilakukan pada saat yang dirasa
menyenangkan. Pada DM tipe 1 sebaiknya dilakukan pada pagi hari,
hindari berolah raga pada malam hari. Secara ringkas perlu
diperhatikan F I T T yaitu :
1) Frekuensi : Jumlah olahraga perminggu. Sebaiknya
dilakukan secara teratur 3 5 kali perminggu
2) Intensitas : Ringan dan sedang 60 70% MHR
(Maximum HeartRate )
3) Time ( Durasi ) : 30 60 menit
4) Tipe ( Jenis ) : olahraga endurans ( aerobil )
untukmeningkatkankemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, joging,
berenang dan bersepeda
d. Obat
1) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 yaitu :
a) Pemicu sekresi insulin (Golongan Sulfoniluria dan Golongan
Glinid)
b) Penambah sensitif terhadap insulin (Thiazolindion / glitazon)
c) Penghambat alfa glukosidase (Acarbose)
d) Glongan Inkretin
Inkretin mimetik
Penghambat DPP IV
2) Insulin
Tipe insulin ada 4 :
a) Insulin kerja cepat sshort acting, yaitu insulin reguler (IR)
mmerupakan satu-satunya insulin jernih atau larutan insulin,
sementara lainnya adalah suspensi. IR satu-satunya produk
insulin yang cocok untuk pemberian IV. Insulin kerja singkat
yang beredar di Indonesia adalah Actrapid (2 3 jam, dan
Humulin R ( 2 3 jam)
b) Insulin kerja sangat cepat (rapid acting atau ultra-rapid
acting insulin ), cepat diabsorbsi, adalah insulin analog seperti
: Novorapid, Humalog, dan Apidra, puncak kerja : 0,5 2 jam.
c) Insulin kerja menengah (intermediate-acting insulin) yaitu
NPH termasuk Monotard, Insulatard, dan Humulin N. NPH
mengandung protamin dan sejumlah zink, yang keduanya
kadang-kadang mempunyai pengaruh sebagai penyebab reaksi
imunologik, seperti urtikaria pada lokasi suntikan. Puncak
kerjanya 4 10 jam.
Insulin kombinasi antara kerja singkat atau cepat dengan
kerja sedang , yang beredar di Indonesia adalah Mixtard
30/70 dan Humulin 30/70. Sedangkan kombinasi insulin kerja
cepat dan sedang adalah Novomix 30/70, dan Humalog
mix 25/75.
d) Insulin kerja panjang (long-acting insulin), mempunyai
kadar zink yang tinggi untuk memperpanjang waktu kerjanya.
Termasuk dalam jenis ini adalah Ultra Lente, dan PZI
(Protamine Zink Insulin).
Insulin basal seperti Glargine (Lantus) dan Detemir
(Levemir) dapat memenuhi kebutuhan basal insulin selama 24
jam tanpa adanya efek puncak. Insulin ini mulai banyak
dipakai dipakai dalam terapi kombinasi baik dengan insulin
lain maupun dengan obat oral. Puncak kerjanya 1 3 jam.

I. KOMPLIKASI
1. Komplikasi yang bersifat akut
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah
sampai berat koma disertai kejang.Penyebab tersering adalah akibat
pemakaian obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea
(klorpropamida dan glibenklamid). Hipoglikemia sering pula terjadi
pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Begitu pula
dengan penggunaan insulin drip.
1) Penyebab dari hipoglikemia antara lain : makan kurang dari aturan
yang ditentukan, berat badan turun, sesudah olah raga, sesudah
melahirkan, sembuh dari sakit, makan obat yang mempunyai sifat
serupa, pemberian suntikan insulin yang tidak tepat.
2) Tandatanda hipoglikemia : mulai muncul bila glukosa darah, 50
mg/dl, meskipun dapat pula terjadi pada kadar glukosa darah yang
lebih tinggi, berbeda pada orang seorang. Adapun tanta-tanda
hipoglikemia adalah :
a) Stadium parasimpatik : lapar, mual, dan tekanan darah turun
b) Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, dan
kesulitan menghitung sederhana
c) Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di
hidung, bibir atau tangan, dan berdebar-debar
d) Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau
tanpa kejang.
3) Pencegahan untuk pasien yang menggunakan insulin :
a) Dosis insulin tepat
b) Menyuntik di bawah kulit, jangan terlalu dalam
c) Kurangi dosis insulin bila ada perubahan seperti makan agak
kurang, olah raga, sesudah operasi, dan melahirkan.
4) Pengobatan :
a) Stadium permulaan (sadar) : pemberian gula murni 30 gram (2
sendok makan) atau sirop, permen dan makanan yang
mengandung hidrat arang.
b) Stadium lanjut (koma hipoglikemi) : Penangan keadaan gawat
darurat ini harus cepat dan tepat. Berikan glukosa 40% sebanyak
2 flakon, IV setiap 1020 menit hingga pasien sadar disertai
pemberian cairan dextrose 10% per infus, 6 jam perkolf untuk
mempertahankan nilai glukosa darah normal atau di atas normal.
Bila belum teratasi dapat diberikan antagonis insulin seperti:
adrenalin, kortison dosis tinggiatau glukagon 1 mg IV, tetapi
sebaiknya penggunaan adrenalin perlu dibatasi mengingat efek
sampingnya.
b. Hiperglikemia
Kelompok hiperglikemia, dari anamnese ditemukan masukan kalori
yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului
oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai
dehidrasi berat.Pada sub kelompok ketoasidosis diabetik (KAD)
ditemukan hiperglikemia berat dengan ketosis atau asidosis. Patogesis
keduanya berbeda hanya dalam derajat defisiensi insulin.
1) Pengobatan : pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi terutama
pada HNK. Pemberian cepat cairan NaCl normal dengan insulin
dosis kecil akan memperbaiki keadaan.
2) Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat
dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Timbulnya KAD
merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM. Faktor yang
mempengaruhi angka kematian tersebut antara lain terlambat
ditegakkan diagnosa karena biasanya penyandang DM dibawa
setelah koma; pasien belum tahu mengidap diabetes; sering
ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat,
seperti : sepsis, renjatan, infark miobard, dan CVD.
3) Pengobatan : Rehidrasi, insulin, Bikarbonas, Kalium, Antibiotika,
Pada KAD dengan infus insulin dosis rendah.
c. Hiperglikemik Non-Ketotik (HNK)
HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan
asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma.Koma ini
terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstra
selkarena banyak diekskresi lewat urine.
1) Patogenesis : mekanisme terjadinya HNK hampir sama dengan
KAD. Pada awalnya sel beta pankreas gagal atau terhambat
mensekresi insulin adekuat oleh beberapa keadaan stres, terjadi
peningkatan hormon glukagon sehingga pembentukan gula akan
meningkat dan pemakaian gula perifer akan terhambat, yang
akhirnya akan menimbulkan hiperglikemia. Perjalanan selanjutnya
terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan cairan dan elektrolit
tubuh berkurang, perfusi ginjal menurun dan akibatnya sekresi
hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
2) Pada pemeriksaan fisik ditemukan : pasien dalam keadaan apatis
sampai koma; tanda-tanda dehidrasi berat sering diikuti kelainan
neurologis, turgor kulit menurun, hipotensi postural, bibir dan lidah
kering. Gambaran laboratorium : GD . 600mg%, osmolalitas serum
350 mOsm/kg dan reaksi keton dengan nitroprusid positif lemah.
Perlu diperhatikan pula hipernatremia, hipertkalemia, azetomia,
BUN, dan kreatinin.
3) Pengobatan : Cairan NaCl, Glukosa 5%, Insulin, Kalium, (Hindari
infeksi sekunder suntikan, pemasangan infus, kateter, dll).
2. Komplikasi yang bersifat kronik
Jika kadar glukosa darahnya tetap tinggi akan dapat timbul beberapa
penyulit pada berbagai organ, seperti pada :
Organ/jaringan
No Efek Komplikasi
yang terkena
1 Pembuluh darah Plak aterosklerotik Sirkulasi yang jelek
terbentuk & menyumbat menyebabkan
arteri berukuran besar penyembuhan luka yang
atau sedang di jantung, jelek & bisa
otak, tungkai & penis. menyebabkan penyakit
Dinding pembuluh darah jantung, stroke, gangren
kecil mengalami kaki & tangan, impoten
kerusakan sehingga & infeksi
pembuluh tidak dapat
mentransfer oksigen
secara normal &
mengalami kebocoran
2 Mata Terjadi kerusakan pada Gangguan penglihatan
pembuluh darah kecil & pada akhirnya bisa
retina terjadi kebutaan
3 Ginjal 1. Penebalan Fungsi ginjal yang
pembuluh darah buruk
ginjal Gagal ginjal
2. Protein bocor ke
dalam air kemih
3. Darah tidak disaring
secara normal
4 Saraf Kerusakan saraf karena 1. Kelemahan tungkai
glukosa tidak yang terjadi secara
dimetabolisir secara tiba-tiba atau secara
normal & karena aliran perlahan
darah berkurang 2. Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri
di tangan & kaki
3. Kerusakan saraf
menahun
5 Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf 1. Tekanan darah yang
yang mengendalikan naik-turun
tekanan darah & saluran 2. Kesulitan menelan &
pencernaan perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare
6 Kulit Berkurangnya aliran 1. Luka, infeksi dalam
darah ke kulit & (ulkus diabetikum)
hilangnya rasa yang 2. Penyembuhan luka
menyebabkan cedera yang jelek
berulang
7 Darah Gangguan fungsi sel Mudah terkena infeksi,
darah putih terutama infeksi saluran
kemih & kulit

Penyulit Kronik DM :
a. Mikrovaskular : ginjal dan retina mata
b. Makrovaskular : jantung koroner, pembuluh darah kaki,
danpembuluh darah otak
c. Neuropati : mikro dan makrovaskular
d. Rentan infeksi : mikro dan makrovaskular
II. KONSEP DASAR DIABETIC FOOT
A. PENGERTIAN
Kaki diadetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes
melitus yang tidak terkendali. Kelainan ini dapat disebabkan adanya
gangguan pembuluh darah, gangguan persarafan dan adanya infeksi.
Kaki diabetik adalah infeksi, ulkus, dan atau kerusakan pada jaringan
yang berhubungan dengan gangguan pada saraf dan aliran darah pada kaki
(Adhiarta, 2011; Gitarja, 2008). Gangguan pada saraf dan aliran darah ini
disebabkan karena hiperglikemia.
Kaki diabetik adalah kelainan tungkai bawah akibat diabetes melitus
yang tidak terkontrol. Kesimpulannya, kaki diabetik adalah kerusakan
jaringan pada kaki diakibatkan karena gula darah yang tidak terkontrol.

B. ETIOLOGI
Terdapat 3 hal yang menyebabkan pasien diabetes mempunyai risiko lebih
tinggi mengalami masalah kakiantara lain: sirkulasi darah dari jantung ke
kaki dan tungkai menurun, berkurangnya indra rasa pada kaki, dan
berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi.Masala masalah umum
pada kaki :
1. Kapalan, mata ikan dan melepuh
Kapalan (callus), dan mata ikan (corn atau kultimulmul) merupakan
penebalan atau pengerasan kulit yang juga terjadi pada kaki diabetes,
akibat adanya neuropati dan penurunan sirkulasi darahdan juga gesekan
atau tekanan yang berulang ulang pada daerah tertentu di kakai. Bila
tidak ditangani dengan ntepat maka akan menimbulkan luka pada
jaringan di bawahnya, yang berlanjut infeksi dan menjadi ulkus. Kulit
melepuh atau iritasi sering disebabkan pemakaian sepatu yang sempit.
Ulkus harus segera diobati dan dirujuk kre podiatrist atau tim kesehatan.
2. Cantengan (kuku masuk ke dalam jaringan)
Cantengan merupakan luka infeksi pada jaringan sekitar kuku yang
sering disebabkan oleh pertumbuhan kuku yang salah, akibat dari
perawatan kuku yang tidak tepat, misalnya pemotongan kuku terlalu
pendek atau miring, dan kebiasaan mencungkil kuku yang kotor.
Cantengan ditandai dengan sakit pada jaringan sekitar kuku, merah dan
bengkak, serta keluar cairan nanah, yang harus segera ditanggulangi.
3. Kulit kaki retak dan luka kena kutu air
Kerusakan saraf dapat menyebabkan kulit sangat kering, bersisik, tetak,
dan pecah pecah, terutama pada sela sela jari kaki. Kulit kaki yang
pecah memudahkan berkembangnyainfeksi jamur (kutu air), yang dapat
berlanjut menjadi ulkus gangren.
4. Kutil pada telapak kaki
Kutil pada telapak kaki disebabkan oleh virus dan sangat sulit
dibersihkan. Biasanya terjadi pada telapak kaki hampir mirip dengan
kalus, periksakan ke dokter.
5. Radang ibu jari kaki
Pemakaian sepatu yang terlalu sempit dapat menimbulkan luka pada jari
jari kaki, kemudian terjadi peradangan. Adanya neuropati dan
peradangan yang lain pada ibu jari kaki menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk ibu jari kaki seperti martil (hammer toe). Hal ini dapat
pula disebabkan oleh kelainan anatomik yang menimbulkan titik tekan
abnormal pada kaki. Kadangkadang pembedahan diperlukan untuk
mencegah komplikasi ke tulang.

C. KLASIFIKASI KAKI DIABETIK


Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes Melitus terdiri dari 6
tingkat
Klasifikasi kaki Diabetik menurut Wagner Tingkat Lesi:
0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh
1 Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit
2 Ulkus menyebar ke ligament, tendon, sendi, fascia dalam
tanpa adanya abses atau osteomyelitis
3 Ulkus disertai abses, osteomyelitis atau sepsis sendi
4 Gangrene yang terlokalisir pada ibu jari, bagian depan (distal)
kaki
atau tumit
5 Gangrene yang membesar meliputi kematian semua jaringan
Kaki/seluruh kaki.

D. PATHOFISIOLOGI
Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya
proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya
tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami
beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan
luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk
mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan
closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang
abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan
sekitarnya.
Hiperglikemia yang tidak terkontrol akan menimbulkan komplikasi
kronik seperti neuropati perifer, gangguan vaskular, dan infeksi
1. Neuropati perifer
Adalah kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar dalam
darah yang bisa merusak urat saraf penderita dan menyebabkan
hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila
penderita mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa.Neuropati
akan menghambat signal, rangsangan atau terputusnya komunikasi
dalkam tubuh. Saraf dalam kaki sangat penting untuk
menyampaikan pesan ke otak, misalnya rasa sakitsaat tertusuk paku
atau rasa panas saat terkena benda-benda panas. Kaki diabetes
dengan neuropati akan mengalami gangguan:
a. sensorik(perasaan baal atau kebal parastesia), kurang berasa
(hiperstesia) terutama ujung kaki terhadap rasa panas, dingin
dan sakit, terkadang disertai rasa pegal dan nyeri di kaki )
b. motorik(ditandai dengan kelemahan sistem otot, otot
mengecil, mudah lelah, kram otot, deformitas kaki (charcot),
ibu jari seperti palu (hammer toe), dan sulit mengatur
keseimbangan tubuh)
c. otonomik (ditandai dengan kulit kering, pecah-pecah dan
tampak mengkilat karena kelenjar keringat di bawah kulit
berkurang).
Meningkatnya ulkus pada kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal,
sebagai berikut :
a. hilangnya sensibilitas yang memberikan perlindungan
terhadap rasa nyeri, tekanan dan suhu
b. neuropati motorik menyebabkan atrophi dan kelemahan
otot-otot intrinsik (interosseus, lumbrikal) yang menyebabkan
deformitas fleksi (claw toes) sehingga terjadi peningkatan
tekanan pada daerah metatarsal dan ujung jari kaki
c. neuropati otonom perifer menyebabkan produksi keringat
berkurang sehingga kulit kering dan mudah pecah. Luka pada
neuropati perifer disebabkan oleh beberapa faktor , seperti
tekanan terus menerus ( sepatu sempit ), tekanan berulang
(waktu berjalan ), luka tusuk, home surgery(memotong kuku,
mengikis kalus), antiseptik, dan trauma panas.
2. Gangguan pembuluh darah
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah
menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan
terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai maka tungkai
akan mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang
merah kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga
menyebabkan kulit sulit sembuh.Keadaan hiperglikemia yang terus
menerus akan mempunyai dampak pada ketidakmampuan pembuluh
darah berkontraksi dan relaksasi berkurang (aterosklerosis ). Hal ini
mengakibatkan sirkulasi darah tubuh menurun, terutama kaki dengan
gejalaantara lain:
a) sakit pada tungkai bila berdiri, berjalan, dan melakukan
mkegiatan fisik
b) jika diraba kaki terasa dingin, tidak hangat
c) rasa nyeri pada kaki saat istirahat dan pada malam hari
d) sakit pada telapak kaki setelah berjalan
e) jika luka sukar sembuh
f) pemeriksaan tekanan nadi menjadi kecil atau hilang
g) perubahan warna kulit, kaki tampak pucatatau kebiru-biruan.
Umumnya kelainan pembuluh darah jarang menyebabkan ulkus
tapi dapat menghambat penyembuhan luka. Gangguan
pembuluh darah dapat dideteksi dengan angiografi, perabaan
pulsasi denyut nadi, serta nilai Ankle Brachial Index yaitu
perbandingan tekanan darah sistolik kaki dan lengan.
3. Infeksi
Penurunan sirkulasi darah pada daerah kaki akan menghambat
penyembuhan luka, akibatnya kuman masuk ke dalam luka dan
terjadi infeksi. Infeksi pada diabetes diawali adanya luka pada kulit
(biasanya luka neuropatik) yang memungkinkan masuknya flora
kulit ke dalam jaringan dermis dan subkutan. Peningkatan kadar GD
akan menghambat kerja lekosit dalam mengatasi infeksi, luka
menjadi ulkus gangren dan terjadi perluasan infeksi sampai ke tulang
(osteomielitis). Kaki yang mengalami ulkus gangren luas sulit
diatasi, memerlukan tindakan amputasi.
E. MANIFESTASI KLINIS
Adapun gambaran luka padapenderita kencing manis dapat berupa:
demopati (kelainan kulit berupa bercak-bercak bitam di daerah tulang
kering), selulitis (peradangan dan infeksi kulit), nekrobiosisi lipiodika
diabetik (berupa luka oval, kronik, tepi keputihan), osteomielitis (infeksi
pada tulang) dan gangren (lika kehitaman dan berbau busuk).
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001).
F. PENATALAKSANAAN
1. Prosedur Pembedahan
Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki
diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :
a. Insisi : abses atau selullitis yang luas
b. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II
c. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan
V
d. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V
e. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V
2. Pencegahan Primer
a. Edukasi kesehatan DM, komplikasi dan perawatan kaki
b. Status gizi yang baik dan pengendalian DM
c. Pemeriksaan berkala DM dan komplikasinya
d. Pemeriksaan berkala kaki pasien DM
e. Pencegahan / perlindungan terhadap trauma (sepatu, dll.)
f. Higiene personal termasuk kaki
g. Menghilangkan faktor biomekanis yang mungkin menyebabkan ulkus.
3. Perawatan Luka
Setiap luka yang timbul pada penyandang DM sebaiknya dianggap serius
hingga terbukti tidak mengancam nyawa atau diperlukan tindakan
amputasi. Setiap luka berisiko infeksi, sehingga penatalaksanaannya
secara holistik yang melibatkan kontrol luka, dan kontrol infeksi. Tetapi
tidak semua luka pada penyandang DM harus dirawat inap. Tentu perlu
penilaian klinis dan tidak ada konsensus tertentu yang menentukan luka
jenis apa yang dirawat inap. Luka yang superfisial, tidak mencapai
subkutan tanpa disertai SIRS dan tidak ada komorbiditas yang serius,
maka dapat dilakukan perawatan di rumah, tapi bila luka lebih dan
sisertai gejala SIRS, maka sebaiknya dirawat di rumah sakit.
4. Perawatan kaki sehari hari
a. Bersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan sabun mandi dan
air bersih, termasuk sela-sela jari kaki. Gosok kaki dengan sikat
lembut atau batu apung, kemudian dikeringkan dengan handuk.
b. Berikan pelembab atau lotion apada daerah kaki yang kering, agar
kulit tidak retak, jangan berikan pada sela-sela jari kaki karena akan
menjadi sangat lembab, memudahkan tumbuh jamur.
c. Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak
terlalu pendek atau terlalu dekat dengan kulit, kemudian kikir agar
kuku tidak tajam. Bersihkan kuku setiap pada waktu mandi dan
berikan krem pelembab kuku.
d. Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki dari luka.
Jangan sandal jepit, dapat melukai sela-sela jari kaki I dan II.
e. Gunakan sepatu atau sandal yang baik sesuai ukuran dan enak untuk
dipakai, ruang dalam sepatu yang cukup untuk jari-jari. Pakailah kaos
kaki atau stocking yang bersih dan pasterbuat dari katun. Syarat
sepatu yang baik untuk diabetik : ukuran : sepatu bebih dalam;
panjang sepatu inchi lebih panjang dari jari-jari kaki terpanjang saat
berdiri; bentuk : ujung sepatu lebar, tinggi tumit sepatu < 2 inchi;
insole tidak kasar dan licin, terbuat dari busa karet, plastik dengan
tebal 10n 12 mm; ruang dalam sepatu longgar.
f. Periksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil, bendabenda
tajam seperti paku, jarum dan duri. Lepas sepatu tiap 46 jam serta
gerakan pergelangan dan jari-jari kaki.
g. Bila menggunakan sepatu baru, lepaskan sepatu tiap 2 jam kemudian
periksa keadaan kaki.
h. Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup, serta periksa apakah ada
tanda-tanda radang.
i. Segera ke dokter bila kaki terluka.
j. Periksakan kaki ke dokter secara rutin.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama
a. Kondisi hiperglikemi
Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak kencing, dehidrasi,
suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi hipoglikemi
Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar, sakit
kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional, penurunan
kesadaran.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan yang lalu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti
glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang
mengandung estrogen.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus, berat
badan berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu penyakit DM,
baru tahu setelah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tidak dapat
menghasilkan insulin dengan baik dan pada keturunan DM lebih besar
dampaknya untuk mengalami penyakit DM juga
d. Riwayat Luka
Lokasi luka; timbulnya luka; riwayat trauma sebelumnya;
kekambuhan; ada tidaknya infeksi; riwayat perawatan rumah sakit;
perawatan luka sebelumnya, perhatian keluarga (orang terdekat di
rumah) terhadap luka; riwayat trauma atau pembedahan pada kaki;
adanya udem (uni atau bilateral); kelainan bentuk kaki (charcot);
riwayat pengobatan charcot.
4. Data Bio, Psiko, Sosial, Spiritual
a. Bernafas
Pasien dapat mengalami takipnoe pada keadaan istirahat/dengan
aktifitas, sesak nafas, RR > 24 x/menit.
b. Makan dan minum
Pasien mengalami peningkatan napsu makan.
c. Eliminasi
Pasien biasanya mengalami diare dan poliuria.
d. Aktivitas
Dalam aktivitasnya, pasien yang mengalami DM akan mengalami
pembatasan dalam aktivitas untuk mengurangi resiko cidera.
e. Rekreasi
Pasien tetap dapat berekreasi tetapi rekreasi yang tidak menyebabkan
cidera.
f. Istirahat dan tidur
Pasien DM akan mengalami gangguan tidur karena terganggu oleh
poliuria dan kencing pada malam hari.
g. Kebersihan diri
Pada pasien DM diharuskan lebih menjaga dan merawat diri untuk
mencegah terjadinya ulkus.
h. Pengaturan suhu
Pasien DM tidak mengalami perubahan suhu, kecuali bagi pasien yang
mengalami komplikasi.
i. Rasa nyaman
Pasien akan merasa tidak nyaman terutama pada pasien yang sudah
mengalami ulkus pada tubuhnya.
j. Rasa aman
Pasien akan merasa tidak aman dengan makanan yang dimakan dan
aktivitas yang dilakukannya, karena banyak faktor yang menyebabkan
DM.
k. Belajar
Pasien akan belajar mengenai penyakit DM agar, anggota kelurganya
yang lain tidak mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
l. Prestasi
Dapat mengetahui cara pencegahan dari penyakit DM.
m. Hubungan sosial
Pasien biasanya susah berkomunikasi terutama pada pasien yang
sudah mengalami gangren pada bagian tubuhnya.
n. Ibadah
Pasien susah untuk melaksanakan ibadah sebagaimana mestinya
pasien beribadah.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1. Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
2. Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi
yang dialaminya. Meliputi Tekanan darah, Temperatur/ suhu,
Nadi, dan Pernafasan
3. Head to Toe
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung
kaki.
a) Kepala
Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut
rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka
Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak,
pucat atau tidak.
c) Mata
Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak. Pengkajian kontak
mata saat diajak berkomunikasi, fokus atau tidak fokus.
Simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya, terdapat
gangguan penglihatan apabila sudah mengalami retinopati
diabetik.
d) Hidung
Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau
tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak. Adanya
sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman saraf
penghidung menurun.
e) Telinga
Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret
atau tidak. Fungsi pendengaran mungkin menurun.
f) Mulut
Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau
tidak, stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak,
mukosa bibir kering.
g) Kulit
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung,
turgor jelek, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit
rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
h) Leher
Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
i) Ketiak
Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
limfe atau tidak.
j) Dada
Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak.
k) Abdomen
Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
l) Ekstermitas atas dan bawah
Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor kulit, ikterik,
sianosis, udema, dan reflek. Tonus otot menurun,
penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
m) Genitalia
Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal. Rabbas vagina (jika terjadi
infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme
pada wanita
n) Anus
Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
b. Data Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan
penyakit.
c. Diagnosa Medis
d. Pengobatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan diabetik foot
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan perubahan pemasukan oral, ketidakcukupan insulin.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan meningkatkan kebutuhan
metabolisme.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke perifer.
5. Resikocedera berhubungan dengan penurunan sensasi raba,
hipoglikemia, penurunan tajam pengelihatan.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar glukosa dalam
darah.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan, dengan destruksi jaringan
kulit, penurunan suplai darah sekunder terhadap DM, peningkatan
kadar glukosa dalam darah.
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan
sekunder terhadap amputasi.
9. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
sekunder terhadap hiperglikemia.
10. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidaksadaran.
11. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan penyakit dan
penatalaksanaannya
12. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri luka diabetik foot.

C. INTERVENSI
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut NOC: NIC:
1. Pain level Pain Manajement
2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
3. Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil : komprehensif termasuk
1. Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi, kualitas
nyeri,mampu dan faktor presipitasi.
menggunakan teknik 2. Observasi reaksi non
non farmakologi untuk verbal dan
mengurangi nyeri) ketidaknyamanan, seperti
2. Melaporkan bahwa pasien tampak meringis,
nyeri berkurang dengan dan memegangi bagian
menggunakan tubuh yang sakit.
manajemen nyeri 3. Gunakan tehnik
3. Mampu mengenali komunikasi terapeutik
nyeri untuk mengetahui
(skala,intensitas,frekue pengalaman nyeri pasien.
nsi, dan tanda nyeri) 4. Kontrol lingkungan yang
4. Menyatakan rasa dapat menpengaruhi
nyaman setelah nyeri nyeri seperti suhu
berkurang ruangan, pencahayaan
dan kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi (analgetik),
dan non farmakologi
(relaksasi nafas dalam)
7. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi.
8. Ajarkan tentang tehnik
non farmakologi.
9. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
2. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari 1. Nutritional Status Nutrision Management
kebutuhan tubuh 2. Nutritional Status : food 1. Kaji adanya alergi
and fluid intake makanan
3. Nutritional Status : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
nutrient intake untuk menentukan jumlah
4. Weight control kalori dan nutrisi yang
Kriteria Hasil : dibutuhkan pasien
1. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tujuan 4. Anjurkan pasien untuk
2. Berat badan ideal sesuai meningkatkan protein dan
dengan tinggi badan vitamin C
3. Mampu mengidentifikasi 5. Monitor jumlah nutrisi dan
kebutuhan nutrisi kandungan kalori
4. Tidak ada tanda-tanda 6. Berikan informasi tentang
malnutrisi kebutuhan nutrisi
5. Menunjukkkan 7. Kaji kemempuan pasien
peningkatan fungsi untuk mendapatkan nutrisi
pengecapan dari menelan yang dibutuhkan
Tidak terjadi penurunan Nutrition Monitoring
berat badan yang berarti 1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang bisa
dilakukan
4. Monitor lingkungan
selama makan
5. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
6. Monitor mual muntah
7. Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor kalori dan intake
nutrisi
3. Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
1. Energy Conservation Activity Therapy
2. Activity Tolerance 1. Observasi adanya
3. Self Care : ADLs pembatasan klien dalam
Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
1. Berpartisipasi dalam 2. Kaji adanya faktor yang
aktivitas fisik tanpa menyebabkan kelelahan
disertai peningkatan 3. Monitor nutrisi dan sumber
tekanan darah, nadi dan energi yang adekuat
RR 4. Monitor pasien akan adanya
2. Mampu melakukan kelelahan fisik dan emosi
aktivitas sehari hari secara berlebihan
(ADLs) secara mandiri 5. Monitor respon
3. Keseimbangan aktivitas kardivaskuler terhadap
dan istirahat aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
7. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
4. Ketidakefektifan NOC : NIC :
perfusi jaringan 1. Circulation status Peripheral Sensation
perifer 2. Tissue Prefusion : Management (Manajemen
cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daerah
1. mendemonstrasikan tertentu yang hanya peka
status sirkulasi yang terhadap
ditandai dengan : panas/dingin/tajam/tumpul
a. Tekanan systole 2. Monitor adanya paretese
dandiastole dalam 3. Instruksikan keluarga untuk
rentang yang mengobservasi kulit jika
diharapkan ada lsi atau laserasi
b. Tidak ada 4. Gunakan sarun tangan
ortostatikhipertensi untuk proteksi
c. Tidak ada tanda 5. Batasi gerakan pada kepala,
tanda peningkatan leher dan punggung
tekanan intrakranial 6. Monitor kemampuan BAB
(tidak lebih dari 15 7. Kolaborasi pemberian
mmHg) analgetik
2. mendemonstrasikan 8. Monitor adanya
kemampuan kognitif tromboplebitis
yang ditandai dengan: 9. Diskusikan menganai
penyebab perubahan sensasi
a. berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
b. menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
c. memproses informasi
d. membuat keputusan
dengan benar
e. menunjukkan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter
5. Resikocedera. NOC: NIC :
1. Risk Kontrol Enviroment Management
Kriteria Hasil: (Manajemen Lingkungan)
1. Klien terbebas dari 1. Indentifikasi kebutuhan
cidera keamanan pasien
2. Klien mampu berdasarkan level fisik
menjelaskan dan fungsi koognitif serta
cara/metode untuk riwayat kebiasaan
mencegah sebelumnya.
injury/cidera 2. Indentifikasi benda-benda
3. Klien mampu beresiko di lingkungan.
menjelaskan faktor 3. Pindahkan benda-benda
resiko dari berbahaya dari
lingkungan/perilaku lingkungan pasien.
personal 4. Modifikasi lingkungan
4. Mampu meminimalisir bahaya
menggunakan dan resiko.
fasilitas kesehatan 5. Siapkan pasien dengan
yang ada telfon emergency.
6. Beritahu pasien terhadap
resiko individual dan
kelompok mengenai
bahaya dan resiko.
7. Kolaborasikan dengan
petugas lain untuk
meningkatakan keamanan
lingkungan.
6. Resiko infeksi NOC : NIC :
1. Immune Status Infection Control
2. Knowledge : Infection 1. Pertahankan teknik
control aseptif
3. Risk control 2. Batasi pengunjung bila
Kriteria Hasil : perlu
1. Klien bebas dari tanda 3. Cuci tangan setiap
dan gejala infeksi sebelum dan sesudah
2. Menunjukkan tindakan keperawatan
kemampuan untuk 4. Gunakan baju, sarung
mencegah timbulnya tangan sebagai alat
infeksi pelindung
3. Jumlah leukosit dalam 5. Ganti letak IV perifer
batas normal dan dressing sesuai
4. Menunjukkan perilaku dengan petunjuk umum
hidup sehat 6. Gunakan kateter
v intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
7. Tingkatkan intake
nutrisi
Infection Protection
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Pertahankan teknik
isolasi k/p
3. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
4. Monitor adanya luka
5. Dorong masukan cairan
6. Dorong istirahat
7. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
8. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam

7. Kerusakan NOC: NIC :


integritas kulit
1. Tissue Integrity : Pressure Management
Skin and Mucous
1. Anjurkan pasien untuk
Membranes
menggunakan pakaian
2. Hemodyalis Akses
yang longgar
Kriteria Hasil : 2. Hindari kerutan padaa
tempat tidur
1. Integritas kulit yang 3. Jaga kebersihan kulit
baik bisa agar tetap bersih dan
dipertahankan kering
2. Melaporkan adanya 4. Mobilisasi pasien (ubah
gangguan sensasi posisi pasien) setiap dua
atau nyeri pada jam sekali
daerah kulit yang 5. Monitor kulit akan
mengalami adanya kemerahan
gangguan 6. Oleskan lotion atau
3. Menunjukkan minyak/baby oil pada
pemahaman dalam derah yang tertekan
proses perbaikan 7. Monitor aktivitas dan
kulit dan mencegah mobilisasi pasien
terjadinya sedera 8. Monitor status nutrisi
berulang pasien
4. Mampu melindungi 9. Memandikan pasien
kulit dan dengan sabun dan air
mempertahankan hangat
kelembaban kulit 10. Inspeksi kulit terutama
dan perawatan alami pada tulang-tulang yang
menonjol dan titik-titik
tekanan ketika merubah
posisi pasien.
11. Jaga kebersihan alat
tenun.

8. Gangguan citra NOC: NIC:


tubuh 1. Body Image Body Image Enhancement
2. Self esteem 1. Diskusikan dengan klien
Kriteria Hasil: tentang perubahan
1. Body image positif dirinya
2. Mampu 2. Bantu klien dalam
mengidentifikasi memutuskan tingkat
kekuatan personal actual perubahan dalam
3. Mendiskripsikan tubuh atau level fungsi
secara faktual tubuh
perubahan fungsi 3. Monitor frekuensi
tubuh pernyataan klien
4. Mempertahankan 4. Berikan dukungan dan
interaksi sosial suport mental serta
spiritual.
5. Libatkan keluarga untuk
memberikan dukungan
sacara mental dan
spiritual

9. Kekurangan NOC: NIC :


volume cairan 1. Fluid balance Fluid Management
2. Hydration 1. Pertahankan catatan
3. Nutritional Status : intake dan output yang
Food and Fluid Intake akurat
Kriteria Hasil : 2. Monitor status hidrasi
1. Mempertahankan urine (kelembaban membran
output sesuai dengan mukosa, nadi adekuat,
usia dan BB, BJ urine tekanan darah ortostatik),
normal. jika diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, 3. Monitot Vital Sign.
suhu tubuh dalam batas 4. Kolaborasi pemberian
normal cairan IV.
3. Tidak ada tanda tanda 5. Monitor status nutrisi
dehidrasi, Elastisitas 6. Dorongmasukan oral
turgor kulit baik, 7. Berikan penggantian
membran mukosa nasogatrik sesuai output
lembab, tidak ada rasa (50 100cc/jam)\
haus yang berlebihan 8. Pasang kateter jika perlu
v 9. Monitor intake dan urin
output setiap 8 jam
10. Defisit perawatan NOC: NIC:
diri 1. Activity Intolerance Self-Care Assistance:
2. Mobility: Physical Bathing/Hygiene
impaired 1. Monitor kemampuan
3. Self Care Deficit pasien terhadap perawatan
Hygiene diri
4. Sensory perpeption, 2. Monitor kebutuhan akan
Auditory disturbed personal hygiene,
Kriteria Hasil: berpakaian, toileting dan
1. Pasien dapat makan.
melakukan aktivitas 3. Beri bantuan sampai klien
sehari-hari (makan, mempunyai kemapuan
berpakaian, untuk merawat diri
kebersihan, toileting, 4. Bantu klien dalam
ambulasi) memenuhi kebutuhannya.
2. Kebersihan diri 5. Anjurkan klien untuk
pasien terpenuhi. melakukan aktivitas sehari-
3. Mengungkapkan hari sesuai kemampuannya
secara verbal 6. Pertahankan aktivitas
kepuasan tentang perawatan diri secara rutin
kebersihan tubuh 7. Evaluasi kemampuan klien
dan hygiene oral. dalam memenuhi
4. Klien terbebas dari kebutuhan sehari-hari.
bau badan 8. Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan
dalam melakukan
perawatan diri sehari hari.

11. Defisiensi NOC: NIC:


pengetahuan 1. Kowlwdge : Teaching : Disease Process
diseaseprocess 1. Kaji tingkat pengetahuan
2. Kowledge : pasien dankeluarga
healthBehavior 2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit danbagaimana
Kriteria hasil: hal ini berhubungan
1. Pasien dan dengananatomi dan
keluargamenyatakan fisiologi, dengan cara
pemahaman yangtepat.
tentangpenyakit, 3. Gambarkan tanda dan
kondisi,prognosis gejala yang biasamuncul
dan pada penyakit, dengan
programpengobatan carayang tepat
2. Pasien dan 4. Gambarkan proses
keluargamampumela penyakit, dengan cara
ksanakanprosedur yang tepat
yangdijelaskan 5. Identifikasi kemungkinan
secara benar penyebab,dengan cara
3. Pasien dan yang tepat
keluargamampu 6. Sediakan informasi pada
menjelaskankembali pasien tentangkondisi,
apa yangdijelaskan dengan cara yang tepat
perawat/timkesehata 7. Sediakan bagi keluarga
n lainnya informasitentang
kemajuan pasien dengan
carayang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi
ataupenanganan
9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasiatau
mendapatkan second
opiniondengan cara yang
tepat ataudiindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan
sumber ataudukungan,
dengan cara yang tepat
12. Gangguan pola NOC: NIC:
tidur 1. Anxiety Control Sleep Enhancement
2. Comfort Level 1. Determinasi efek-efek
3. Pain Level medikasiterhadap pola tidur
4. Rest : Extent 2. Jelaskan pentingnya tidur
andPattern yangadekuat
5. Sleep : Extent and 3. Fasilitasi untuk
Pattern mempertahankanaktivitas
Kriteria hasil: sebelum tidur (membaca)
1. Jumlah jam 4. Ciptakan lingkungan yang
tidurdalam batas nyaman
normal 5. Kolaburasi pemberian obat
2. Pola tidur
tidur,kualitasdalam
batas normal
3. Perasaan
freshsesudahtidur/ist
irahat
4.
Mampumengidentifi
kasi
halhalyangmeningka
tkan tidur
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2013. Standards of Medical Care in Diabetes
2013. Diabetes Care Volume 36 Supplement 1 : 11-66.

Anonim. 2012. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan DM. Available at:
http://askepmedia.blogspot.com/2012/06/asuhan-keperawatan-pada-
pasien-dengan.html. Opened on 24 Mei 2014

Anonim. 2011. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien dengan


DM. Available at: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/3/jtptunimus-gdl-
s1-2007-aniknimatu-101-2-bab2.pdf. Opened on 25 Mei 2014

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC,


Jakarta

Nanda NIC-NOC.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


DiagnosaMedis Edisi Revisi Jilid 1. Jakarta : ECG

Nanda NIC-NOC.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : ECG

Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Dr. Ciptomangunkusumo FKUI. 2009.


Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Perkeni. 2009. Pedoman Penatalaksanaan Kaki Diabetik. Jakarta : PB.
PERKENI

Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit.Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta.

Smeltzer & Bare, (2002). Bukuajar keperawatan medical bedah. Volume 3.


Edisi 8. EGC: Jakarta

Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, edisi keempat.
Jakarta : Internal Publishing.

Yuliana elin, Andrajati Retnosari, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI

Anda mungkin juga menyukai