Anda di halaman 1dari 32

PEMANFAATAN LIMBAH KAIN DAN SISA MAKANAN UNIT

JASA BOGA PESANTREN TEBUIRENG MENJADI BIOGAS


UNTUK BAHAN BAKAR ALTERNATIF PESANTREN MANDIRI
ENERGI

(Studi Lapangan Di Pesantren Tebuireng, desa Cukir, Gondek


dan Jatirejo, kabupaten Jombang)

i
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat taufik
serta hidayah-Nya kami dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul
Pemanfaatan limbah Kain dan Sisa Makanan Unit Jasa Boga Pesantren Tebuireng
menjadi biogas sebagai bahan bakar alternatif Pesantren mandiri energi studi
lapangan di desa Cukir, Gondek, Jatirejo dan Pesantren Tebuireng, kabupaten
Jombang.
Penulisan ini kami buat dalam rangka mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah
tingkat SMA sederajat yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Syariah Institut Keislaman Hasyim Asyari Tebuireng Jombang
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan dalam penulisan selanjutnya.
Penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
terutama kepada orang tua yang sudah memberikan doa dan restunya kepada kami
baik berupa moril maupun materiil hingga terselesaikan karya tulis ini.
Akhirnya, penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Jombang, 15 Mei 2012

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................. iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. vi
DAFTAR TABEL................................................................................... vii
ABSTRAKSI ......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 3
1.5 Hipotesa......................................................................................................
............................................................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Mengenal Potensi Limbah ........................................................................... 5
2.1.1 Limbah Konveksi ................................................................... . 6
2.1.2 Limbah Sisa Nasi atau Makanan Unit Jasa Boga Pesantren . . 7
2.1.3 Kotoran Ternak ....................................................................... . 8
2.2 Teknologi Biogas. ........................................................................... . 8

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Dasar Penelitian ............................................................................. 10
3.2 Tempat dan Waktu ......................................................................... 10
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 10
3.4 Sumber Data Penelitian ................................................................. 10
3.5 Observasi ....................................................................................... 10
3.5.1 Penelitian Laboratorium ......................................................... 11
3.5.2 Alat dan Bahan ...................................................................... 11

iii
3.5.3 Perancangan Proses Biogas ................................................ 11
3.5.4 Percobaan Skala Lab ............................................................ 11
3.5.5 Pengamatan Hasil dan Pencatatan Data.............................. 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Teknik Pembuatan Biogas.............................................................. 16
4.2 Hasil Pengolahan Biogas ............................................................... 17
4.3 Manajemen Pengolahan Terintegrasi............................................. 18
4.4 Penerapan Teknologi Tepat Guna Biogas ...................................... 19

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 21
5.2 Saran-Saran ................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 22


LAMPIRAN ........................................................................................... 23

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rancangan Biodigester biogas skala lab


.................................................. 12
Gambar 2. Skema pembuatan biogas dari limbah konveksi, limbah sisa makanan,
dan kotoran ternak......................................................................................
14
Gambar 3. Skema Integrasi manajamen proses biogas ..............................................
19

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data jumlah limbah konveksi di Cukir, Jatirejo, Mojowarno, dan Konveksi
Pesantren
Tebuireng....................................................................................................6
Tabel 2. Data produksi dan limbah sisa makanan Unit Jasa Boga Pesantren
Tebuireng.......7

vi
ABSTRAKSI

Pemanfaatan limbah Kain dan Sisa Makanan Unit Jasa Boga


Pesantren Tebuireng menjadi Biogas sebagai Bahan Bakar Alternatif
Pesantren Mandiri Energi

(Studi Lapangan Di Pesantren Tebuireng, desa Cukir, Gondek dan


Jatirejo, kabupaten Jombang)
Oleh :
Iisyul Laili Fitroh

Di lingkungan pesantren Tebuireng terdapat limbah konveksi dan limbah sisa


makanan unit jasa boga pesantren. Jumlah limbah yang cukup besar memiliki
potensi untuk dikonversi menjadi bahan baku alternatif biogas, pengganti energi
LPG.
Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif sehingga memberikan
gambaran menyeluruh target yang ingin dicapai. Perlakuan awal pada limbah
konveksi (kain katun) menggunakan NaOH 12% sehingga mampu menghasilkan
selulosa. Selulosa tersebut kemudian dicampurkan dengan limbah sisa makanan
unit jasa boga dan limbah ternak sapi masyarakat sekitar. Pengujian bakar pada
biogas hasil dekomposisi limbah konveksi dan limbah sisa makanan dilakukan untuk
mengetahui keberhasilan pembuatan biogas dari limbah konveksi dan
Berdasarkan data hasil analisis dalam pembahasan, maka penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut : Pengembangan teknologi hijau ramah lingkungan
perlu disosialisasikan guna mendukung pemanfaatan limbah konveksi dan limbah
sisa makanan unit jasa boga pesantren Tebuireng sehingga pesantren secara
mandiri mampu memenuhi keperluan bahan bakar untuk aktifitas di unit jasa boga
pesantren dan masyarakat sekitar.

vii
Kata Kunci :Limbah konveksi, Limbah sisa makanan Unit jasa boga, Perlakuan awal,
Biogas

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini penyediaan energi dunia sangat tergantung pada minyak bumi
yang ketersediannya terus berkurang. Demikian juga di Indonesia, sejak
beberapa tahun terakhir ini mengalami penurunan produksi minyak bumi
nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak di Indonesia.
Cadangan minyak Indonesia saat ini hanya tinggal 18 tahun lagi setelah itu
kemungkinan besar akan habis (Departemen ESDM, 2007). Bahan bakar
minyak berasal dari minyak bumi yang merupakan sumber energi fosil yang
tidak dapat diperbaharui (unrenewable). Berdasarkan hasil penelitian,
penggunaan BBM dapat menimbulkan dampak pencemaran lingkungan serta
sebagai pemicu terjadinya fenomena pemanasan global ( global warming). Oleh
karena itu perlu penggalian sumber energi baru sebagai alternatif pengganti
BBM.
Penelitian mengenai energi terbarukan terus dikembangkan, bahkan
menjadi salah satu program pemerintah untuk mengurangi ketergantungan
terhadap bahan bakar minyak yang ketersediaanya terus berkurang. Saat ini
produk energi alternatif yang berpeluang untuk dikembangkan adalah Biogas
dan Biodiesel.
Bahan baku energi terbarukan bisa berasal dari bahan biomassa,
pangan, dan limbah pertanian dan limbah industri. Bahan baku pangan yang
mengandung nilai energi yang tinggi seperti singkong, kedelai, jagung memang
sudah dikembangkan di beberapa negara di dunia. Namun untuk di Indonesia
bahan-bahan tersebut masih diperlukan untuk kepentingan pemenuhan pangan
masyarakat. Sehingga potensi energi terbarukan yang bisa digunakan adalah
biomassa, limbah pertanian, dan limbah industri. Limbah industri seperti industri
konveksi yang memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi menjadi
perhatian dalam proposal ini mengingat keberadaan limbah sisa konveksi/tekstil
meruah dan tidak termanfaatkan. Disatu sisi sebenarnya kandungan selulosa
limbah konveksi/ tekstil (non-sintetis) memiliki potensi menjadi bahan baku
energi untuk produksi etanol dan biogas.

1
Di dunia, bahan katun (kapas) untuk tekstil diproduksi hingga 23 juta ton
per tahun menurut data FAO (2003). Katun (kapas) untuk tekstil mengandung
88-96% selulosa, sisanya adalah protein. Sehingga untuk memperoleh selulosa
murni perlu proses bleaching yang mampu menghilangkan protein dan
didapatkan selulosa hingga 99% (miranda dkk, 2007). Industri tekstil di
Indonesia berkembang pesat. Kurang lebih 1000 industri tekstil dan konveksi
dibangun di Indonesia. Limbah yang dihasilkan pun sangat banyak dan susah
diurai. Hal ini menjadi perhatian khusus agar limbah konveksi yang dihasilkan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas maupun etanol karena limbah
konveksi yang mayoritas berasal dari kapas bisa dikonversi untuk didapatkan
selulosa dan bisa digunakan sebagai bahan baku etanol maupun biogas.
Biogas dipilih dalam penelitian ini mengingat termasuk teknologi bersih (clean
technology), aplikasinya banyak bisa untuk pembakaran di mesin, memasak
dan keperluan lain, mampu mengurangi emisi CO2, merupakan salah satu
metode efektif mengurangi sampah organik dalam skala besar (Chynoweth,
2001)
Melihat realita tersebut, perlu dilakukan kegiatan pemanfaatan limbah
konveksi dan limbah sisa makanan unit jasa boga dipadu dengan limbah ternak
ruminansia dan unggas untuk menghasilkan alternatif bahan bakar biogas yang
efektif, efisien dan ramah lingkungan dengan tujuan menanggulangi problem
limbah di lingkungan Pesantren Tebuireng, desa Cukir, desa Gondek, desa
Jatirejo sebagai sampel observasi lapang.
Menurut Azam (2008) limbah konveksi/tekstil yang berbahan baku katun
(kapas) seperti jeans dan kain lainnya bisa dikonversi menjadi bioetanol dan
biogas dengan peranan bioteknologi. Peran bioteknologi dalam hal ini adalah
hidrolisis enzimatis limbah tekstil tersebut yang sebelumnya ditreatmen dengan
natrium hidroksida (NaOH) 12%. Taherzadeh dan Karimi (2007) mengatakan
dalam jurnal ilmiah pada tahun 2007 menyatakan bahwa polimer selulosa dan
hemiselulosa perlu ditreatmen awal agar bisa dihidrolisis dan menghasilkan
gula-gula sederhana. Peranan alkali NaOH adalah untuk merombak atau
mendegradasi bahan tekstil kain tersebut sehingga didapatkan selulosa hasil
degradasi. Selulosa tersebut kemudian dihidrolisis menggunakan enzim
selulosa atau asam kuat menjadi glukosa untuk kemudian difermentasi menjadi

2
etanol atau biogas. Isci dan Demirer, 2006 meneliti konversi katun (kapas)
menjadi biogas dengan fermentasi selama 23 hari, dimana 1 gram kapas
menghasilkan 65-78 ml gas metana (CH4) yang digunakan sebagai biogas.

1.2 Rumusan Masalah


Untuk menghindari penyimpangan atau kesalahan dalam
penafsiran terhadap masalah yang dibahas, maka diperlukan rumusan
masalah sebagai berikut :
- Bagaimana keadaan status limbah jasa boga di lingkungan Pesantren
Tebuireng Jombang?
- Sejauh mana aplikasi penggunaan limbah jasa boga untuk masyarakat
pesantren Tebuireng sekitar?
- Sejauh mana pemanfaatan limbah jasa boga yang diterapkan dalam
kehidupan dimasyarakat?
- Bagaimana estimasi manajemen pemanfaatan limbah jasa boga?

1.3 Tujuan Penelitian


Dalam penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
- Untuk memperoleh alternatif biogas yang lebih menguntungkan dalam
menyuplai kebutuhan bahan bakar, menekan adanya kelangkaan dan
meningkatkan kualitas produksi biogas..
- Untuk mengetahui bahwa limbah kain berbahan katun dapat dijadikan
sebagai sumber bahan gas alami (biogas) yang ramah lingkngan.
- Untuk mendapatkan cara yang tepat dalam mengelola limbah jeans
menjadi biogas yang ramah lingkungan.
- Untuk mengetahui proses-proses yang terjadi selama pengolahan limbah
berlangsung

1.4 Manfaat Penelitian


Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :

3
- Mendapatkan pengetahuan secara langsung tentang pemanfaatan
limbah konveksi dan limbah makanan unit jasa boga pondok pesantren
Tebuireng
- Memberikan pemikiran mengenai Pondok Pesantren Mandiri Energi.
- Memberikan informasi pada masyarakat agar dapat memanfaatkan
limbah secara evisien dan maksimal.
- Memberikan input atau masukan pada unit jasa boga dan industri-
industri konveksi mengenai pemanfaatan limbah makanan dan limbah
konveksi.
1.5 Hipotesa
Dalam penelitian ini diasumsikan pengolahan limbah konveksi dan
limbah sisa makanan unit jasa boga dapat digunakan sebagai bahan
baku alternatif yang ramah lingkungan dan aplikasinya mudah.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mengenal Potensi Limbah


Limbah adalah buangan hasil suatu proses produksi maupun domestik
(rumah tangga). Limbah terdiri dari limbah cair, padat, dan gas. Dampak negatif
yang ditimbulkan antara lain peningkatan kadar karbondioksida di udara, efek
rumah kaca, dan peningkaatan panas bumi (global warming), hujan asam
(Chynoweth, 2001). Dampak negatif yang melanda lingkungan juga diperparah
dengan pembakaran bahan bakar fosil hasil penggunaan produk minyak bumi.
Limbah memiliki karakteristik organik maupun anorganik yang
sebenarnya masih bisa dimanfaatkan dan dipergunakan kembali guna
mengurangi dampak negatif limbah. Biokonversi limbah baik padat, cair, dan
gas merupakan salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan oleh limbah tersebut. Banyak penelitian bagaimana mengkonversi
limbah menjadi energi mengingat kandungan organik pada suatu limbah bisa
diubah menjadi bahan bakar seperti halnya biogas, bioetanol, maupun
biodiesel. Potensi limbah menjadi bahan bakar energi terbarukan biasa berasal
dari limbah industri agro seperti limbah biomassa yang mengandung selulosa
(serat kapas, kayu, tandan kosong kelapa sawit dan lain sebagainya), limbah
cair (industri tahu, ternak, limbah pabrik pengolahan susu).
Untuk meningkatkan kualitas lingkungan, maka perlu dilakukan
pengubahan limbah menjadi bahan baku bahan bakar non fosil yang bisa
diperbaharui, memiliki keberlanjutan yang tinggi (sustainable) terkait krisis
energi global saat ini. Selain itu sistem pengelolaan sampah juga perlu

5
diperhatikan agar tercipta integrasi pengelolaan limbah yang tepat, ramah
lingkungan, dan aman bagi masyarakat.
Biokonversi limbah biomassa menjadi biogas menjadi pilihan dalam topik
penelitian ini mengingat biogas yang menghasilkan gas metan ini sangat ideal
dalam kondisi ekonomi, transport energi, serta efektifitas penggunaanya di
masyarakat. Biogas yang mengandung metan ini menghasilkan emisi
karbondioksida yang sangat rendah, rendah polutan atmosfer, efektif dalam
skala limbah yang besar dan merupakan teknologi yang ramah lingkungan.

2.1.1 Limbah Konveksi


Jenis Limbah Konveksi Jumlah (kg)/hari

Limbah konveksi di desa Cukir 25 Kg

Limbah konveksi di desa Gondek 5kg

Limbah konveksi di desa Jatirejo 25 Kg

Konveksi Pesantren Tebuireng 5 Kg

Total 60 Kg

Tabel 1. Data jumlah limbah konveksi di Cukir, Mojowarno, dan Konveksi


Pesantren Tebuireng ( Sumber : data Primer Tim KTI AWH 2012).

Berdasarkan tabel 1, Potensi limbah konveksi kain perca bahan katun


(kapas:Cotton) berasal dari hasil produksi jahitan masyarakat lokal desa Cukir,
Mojowarno berada pada jumlah 60 kg per hari. Jumlahnya yang cukup banyak
memerlukan penanganan awal agar bisa dimanfaatkan kandungan selulosanya
limbah konveksi adalah limbah yang dihasilkan oleh industri konveksi besar
maupun domestik (rumah tangga). Limbah konveksi ini berupa kain-kain perca
yang mengandung bahan organik maupun anorganik. Limbah konveksi
berbahan katun mengandung polimer selulosa yang berpotensi dikembangkan
menjadi bahan baku biogas. Banyaknya limbah konveksi dari hasil industri
rumah tangga di sekitar desa Cukir, Jatirejo, Gondek serta di unit konveksi
Pesantren Tebuireng kabupaten Jombang yang belum dipergunakan secara
maksimal, terutama dalam pengolahan limbahnya. Jenis limbah ini biasa di

6
proses dengan beberapa cara yaitu dengan dipendam, padahal limbah tersebut
sudah terpendam akan sulit terurai serta juga menurunkan unsur hara tanah.
Sedangkan cara lainnya yaitu dengan dibakar, apabila dibakar limbah konveksi
ini memang akan hancur,tapi justru menimbulkan polusi karbondioksida yang
bisa memperparah emisi karbondioksida di udara. Melihat kenyataan diatas,
maka diperlukan langkah konkrit dalam mengatur sistem pengolahan, sehingga
diharapkan limbah ini dapat lebih dimanfaatkan. Limbah konveksi yang bisa
dimanfaatkan dan dikonversi sebagai bahan baku energi adalah limbah
konveksi berbahan katun yang memerlukan treatmen terlebih dahulu untuk
mengurai polimer selulosa yang cukup rigid dan kuat pada kain.
Di Indonesia sendiri pemanfaatan limbah konveksi menjadi bahan baku
biogas belum dikenal sehingga perlu diperkenalkan kepada masyarakat akan
sumber bahan baku energi baru terbarukan dari limbah konveksi. Bahan baku
limbah untuk biogas biasa berasal dari biomassa limbah kayu, jerami padi,
bonggol jagung (Taherzadeh dan Karimi, 2008).

2.1.2 Limbah sisa nasi/ makanan unit jasa boga pesantren Tebuireng

Keterangan Jumlah per hari

Jumlah produksi nasi 45o kg

Jumlah produksi sayur dan lauk 150 Kg

Jumlah limbah sisa makanan


60 kg
(nasi+sayur+lauk)

Tabel 2. Data produksi dan limbah sisa makanan unit jasa boga pesantren
Tebuireng
( Sumber : Data Primer Tim KTI AWH 2012)

Berdasarkan tabel 2, Pesantren Tebuireng memiliki unit jasa boga


pesantren yang melayani sekitar 2 ribu santri di pesantren Tebuireng
menghasilkan limbah sisa makanan sekitar 60 kg per hari. Selain bau, limbah

7
ini mengurangi kenyamanan santri, meskipun beberapa limbah sisa makanan
diberikan kepada pengepul makanan ternak. Sebenarnya limbah sisa makanan
organik tersebut memiliki potensi energi yang cukup besar dan mampu
memberikan nilai ekonomis bila dapat dikonversi menjadi bioetanol atau biogas
. Hal ini diperkirakan mampu mengurangi limbah sisa makanan yang
menumpuk di bagian pembuangan dapur serta memberikan kontribusi energi
yang ramah lingkungan, murah, serta mengurangi ketergantungan akan gas
LPG. Sumber bahan baku energi terbarukan dari limbah sisa makanan ini
mampu memberikan nilai ekonomis karena mampu menggantikan keberadaan
LPG yang selama ini menjadi kebutuhan primer unit jasa boga pesantren
Tebuireng.
Unit jasa boga adalah unit pesantren Tebuireng yang menyediakan
konsumsi harian santri. Unit ini menghasilkan limbah sisa makanan yang cukup
besar yaitu sekitar 60 kg per hari. Limbah sisa makanan unit jasa boga
pesantren Tebuireng mengandung banyak komposisi organik baik karbohidrat,
protein, maupun lemak. Limbah sisa makanan ini biasanya hanya dibuang,
diberikan kepada pemilik ternak ayam, dan belum termanfaatkan dengan baik.
Pembuangan limbah tersebut mengakibatkan beberapa pencemaran yakni
pencemaran air tanah dan polusi bau. Jumlahnya yang cukup besar perlu
penanganan khusus dan tidak bisa hanya dibuang begitu saja. Potensi
kandungan organik yang tinggi ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku
biogas dengan degradasi anaerobik yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bakar dalam produksi di unit jasa boga pesantren Tebuireng.

2.1.3 Kotoran Ternak (ruminansia dan unggas)


Kotoran Ternak dari sapi (ruminansia) dan unggas skala rumah tangga
dan unggas tersedia di sekitar wilayah Tebuireng dan sekitarnya. Kandungan
organik dan potensi bakteri pengurainya yang cukup baik mendegradasi atau
menghancurkan kandungan organik bisa diubah menjadi gas metana yang
berguna sebagai biogas. Gas metana yang bisa dihasilkan adalah pembawa
efisiensi energi mengingat pemanfaatanya bagi skala rumah tangga cukup
efektif dan ekonomis. Kotoran ternak baik ruminansia dan unggas (ayam) bila
diubah menjadi biogas, memiliki potensi mengurangi efek gas rumah kaca

8
hingga 5 ton CO2 ekivalen per tahun (Anonim.2010) . Jumlahnya yang
melimpah bisa dimanfaatkan bersama dengan limbah konveksi dan limbah sisa
nasi/ makanan unit jasa boga pesantren Tebuireng menjadi bahan baku biogas.
Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan
kotoran sebanyak 10-30 kg. Seekor ayam meghasilkan 0,025 kg/hari, dan
seekor babi dewasa dengan berat 4,5-5,3 kg/hari. Berdasarkan hasil riset yang
pernah ada diketahui bahwa setiap 1 kg kotoran ternak sapi berpotensi
menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi dewasa bisa
menghasilkan 1,379 liter biogas.

2.2 Teknologi Biogas

Biogas merupakan suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu


proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen
(Prihandana & Hendroko 2008). Biogas juga merupakan gas yang dilepaskan
jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami,
sekam, dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses
metanisasi. Proses metanisasi menghasilkan gas yang kaya akan methane dan
slurry. Gas methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan
energi sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos ( Taherzadeh dan
Karimi, 2008 )

Sejak tahun 1975, instalasi biogas mulai diperkenalkan di Cina. Cina


memiliki biogas dengan skala rumah tangga dan telah dimanfaatkan oleh
sepertiga rumah tangga di pedesaan. Tahun 1992, sekitar lima juta rumah
tangga menggunakan instalasi biogas sehingga biogas merupakan bahan bakar
utama penduduk Cina. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model
sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah
pertanian. Tahun 1981 mulai dikembangkan instalasi biogas di India.
Pengembangan instalasi biogas dilakukan oleh Departemen Sumber Energi
non-Konvensional melalui program The National Project on Biogas
Development dengan melakukan riset terhadap pengembangan model instalasi
biogas. Reaktor biogas yang digunakan sama dengan reaktor biogas yang
dikembangkan di Cina yaitu menggunakan model sumur tembok dan dengan

9
drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Tahun
1999, sekitar tiga juta rumah tangga di India menggunakan instalasi biogas.
Menurut Kristoferon dan Bolkaders (1991) untuk 1 m3 biogas setara dengan 100
watt lampu bohlam selama 6 jam, bisa digunakan untuk memasak hingga 5-6
orang, dan menghasilkan 1.25 kwh listrik.

Teknologi biogas mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1970-an.


Pada awalnya teknik pengolahan limbah dengan instalasi biogas dikembangkan
di wilayah pedesaan, tetapi saat ini teknologi ini sudah mulai diterapkan di
wilayah perkotaan. Pada tahun 1981, pengembangan instalasi biogas di
Indonesia dikembangkan melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan
dukungan dana dari Food and Agriculture Organization (FAO) dengan dibangun
contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Mulai tahun 2000-an telah
dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah tangga) dengan konstruksi
sederhana yang terbuat dari plastik secara siap pasang dan dengan harga yang
relatif murah

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Dasar Penelitian


Penelitian ini berdasarkan pada beberapa rujukan pengolahan limbah
konveksi berbahan dasar katun (kapas) melalui metode alkali treatment dengan
menggunakan NaOH 12% b/v berdasarkan penelitian Azam (2007).
Pembuatan biogas juga merujuk pada metode pembuatan azam (2007).
Selulosa yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai bahan baku biogas
bersama dengan limbah sisa nasi/makanan unit jasa boga dan kotoran ternak.

3.2 Tempat dan Waktu


Selama penelitian berlangsung dilakukan di desa Cukir, Mojowarno, dan
Pesantren Tebuireng, kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur. Waktu
penelitian dilakukan mulai tanggal 1 Mei 15 Mei 2012.

10
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Selama Penelitian berlangsung menggunakan teknik Deskriptif
Kualitatif dengan harapan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh
mengenai hal ingin dicapai. Untuk mendapatkan data di lapang, peneliti
mengadakan wawancara dengan beberapa pihak secara langsung, untuk
mendapatkan data dilapangan juga digunakan cara: observasi, praktikum studi
pustaka dan dokumentasi.

3.4 Sumber Data Penelitian


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer
dan jenis data sekunder. Data primer yang kami gunakan dalam penelitian ini
adalah hasil wawancara yang kami lakukan baik dengan petugas jasa boga,
pemilik industri konveksi rumah tangga, dan petugas industri konveksi sekolah.
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh peneliti, melainkan
melalui dokumentasi, dan lain-lain.

3.5 Observasi
Penelitian dilakukan dengan mengadakan percobaan sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan. Adapun teknik yang ditempuh sebagai berikut :

3.5.1 Penelitian Laboratorium


Setelah bahan-bahan diambil dari lokasi penelitian, maka dilanjutkan
dengan pembuatan biogas dengan inkubasi sampai 10-20 hari.

3.5.2 Alat dan Bahan


Alat
Alat-alat yang digunakan meliputi timbangan, erlenmeyer 1000 ml,
digester reaktor, pengaduk, sendok, selang, kran, kain saring.
Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan yakni limbah kain konveksi, NaOH 12%
w/v, limbah makanan unit jasa boga pondok pesantren Tebuireng, kotoran sapi,
aquades.

11
3.5.3 Perancangan Proses Biogas

Limbah Konveksi (bahan katun)


Pertama, limbah konveksi seperti jeans dan kain perca dikecilkan
ukurannya dan dibuat seperti serabut sehingga mempermudah pretreatmen
dengan senyawa alkali NaOH. Penambahan alkali NaOH 12% berfungsi
sebagai larutan perombak jaringan polimer selulosa pada limbah kain konveksi.
Hal ini juga bertujuan untuk meluruhkan ikatan hidrogen pada polimer tersebut
sehingga bisa didapatkan selulosa yang bisa digunakan sebagai bahan baku
biogas. Pencucian dengan air aquades untuk menetralkan basa alkali hingga
pH 7 pada bahan limbah konveksi sehingga tidak mengganggu proses produksi
biogas. Kemudian dilakukan penirisan setelah pencucian hingga berkurang
airnya dan terakhir dilakukan pengeringan sehingga didapatkan bahan kering
selulosa limbah konveksi siap pakai untuk poduksi biogas.

Limbah Sisa makanan


Limbah sisa makanan diaduk rata sehingga tercampur sempurna
kemudian dilakukan penimbangan. Limbah sisa makanan unit jasa boga
Tebuireng ini memiliki fungsi sebagai substrat dalam pembuatan biogas.
Kotoran ternak sapi
Limbah dari kotoran sapi ini pertama dipilih kotoran yang masih baru
yaitu sekitar umur 24 jam. Kotoran sapi yang masih baru tersebut memiliki
kemampuan optimum untuk produksi biogas karena mengandung bakteri
thermofilik yang berguna untuk proses pembuatan biogas sehingga menjadi
starter bakteri produksi biogas. Pertama kotoran sapi untuk proses pembuatan
biogas dicampur rata terlebih dahulu kemudian ditimbang setengah dari jumlah
bahan baku limbah konveksi dan limbah sisa makanan unit jasa boga pesantren
Tebuireng.

3.5.4 Percobaan Skala Lab


Percobaan skala lab dilakukan untuk melakukan perlakuan awal
terhadap limbah konveksi yaitu dengan menambahkan larutan NaOH 12%
dengan rasio 20 ml/g bahan. Kemudian dilakukan pencampuran limbah

12
konveksi yang sudah mengalami pretreatmen dengan NaOH dengan limbah
sisa makanan dan limbah kotoran ternak sapi. Inkubasi dilakukan selama 10-20
hari untuk mendapatkan biogas yang diinginkan. Digester dijaga dalam
keadaan anaerob mengingat bakteri yang bekerja adalah bakteri anaerob.

Gambar 1. Rancangan Biodigester biogas skala lab

Keterangan :
Indikator volume biogas : menunjukkan indikasi biogas yang
dihasilkan secara sederhana.
Tempat Pemasukan bahan baku : lubang yang bisa dibuka-tutup untuk
masuknya limbah yang akan diolah menjadi
biogas sekaligus lubang untuk mengaduk

13
Proses Pembuatan Biogas
Limbah Kain jeans/konveksi

Pengecilan ukuran

Penyerabutan

Penambahan NaOH 12% b/v


. 3 jam

Pencucian dengan aquades


hingga pH netral
Limbah sisa makanan unit jasa Limbah Kotoran Sapi 1 hari
boga

Penirisan hasil pretreatment


Pencampuran/mixing
Pencampuran/mixing

Pengeringan hasil
pretreatment dengan sinar
Penimbangan 1 kg Penimbangan 0.5 kg
matahari

Homogenisasi

Inkubasi selama 10-20 hari


anaerobik

Pengecekan tiap 3 hari

Biogas siap pakai

Gambar 2. Skema pembuatan biogas dari limbah konveksi, limbah sisa


makanan dan kotoran ternak.

14
3.5.5 Pengamatan hasil dan pencatatan data
Pengamatan dilakukan tiap hari dengan mengetahui berapa
volume (ml) gas metan biogas yang dihasilkan melalui floating indikator
volume biogas. Kemudian dilakukan tes sederhana dengan pembakaran
dimana api yang dihasilkan berwarna biru dan tidak meninggalkan jelaga
(angus karbon). Kemudian hasil tersebut dicatat sebagai data hasil
penelitian.

15
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Teknik Pembuatan biogas.

Limbah kain perca hasil konveksi susah diurai oleh mikroba tanah bila
dibuang sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk bisa terurai. Oleh
karena itu limbah yang memiliki kandungan selulosa hingga 90% ini bisa
dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi biogas. Hal ini memerlukan tehnik
tertentu dalam pembuatan biogas. Azam (2007) memanfaatkan limbah
konveksi sebagai bahan baku ethanol dan bahkan biogas. Limbah kain
konveksi bahan katun (seperti halnya kain jeans) merupakan polimer selulosa
yang cukup sulit untuk didegradasi/dihancurkan untuk mendapatkan selulosa
sebagai bahan baku. Sehingga perlu perlakuan khusus untuk mendapatkan
selulosa dari limbah kain tersebut sehingga bisa dimanfaatkan menjadi bahan
baku energi alternatif, Biogas. Teknik khusus tersebut yaitu proses degradasi
kain konveksi berbahan katun dengan larutan NaOH 12% (Azam,2007) dengan
rasio penambahan NaOH dan bahan kering adalah 20 ml/g. Tingkat kristalinitas
selulosa tinggi pada limbah konveksi memerlukan basa kuat untuk mengurangi
kekuatan ikatan kristalinitas selulosa tersebut. Larutan NaOH mampu mengurai
ikatan hidrogen antara rantai glukan pada sifat kristal selulosa dan
menghasilkan selulosa amorf. Bila diolah menjadi ethanol menghasilkan sekitar
0.48 g ethanol per gram bahan baku. Menurut Isci (2006) Kapas yang
merupakan penyusun polimer kain konveksi bisa dikonversi menjadi biogas
dengan fermentasi selama 23 hari, dimana 1 g kapas menghasilkan volume
biogas 70 ml.

Kotoran ternak yang memiliki unsur hara N,P, dan K yang cukup tinggi ini
juga memiliki kemampuan menghasilkan gas methan yang bisa digunakan
sebagai biogas untuk aktifitas sehari-hari seperti memasak, bahan bakar
kendaraan, serta memiliki kontribusi mengurangi cemaran bau dilingkungan
sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah
organik menghasilkan biogas dengan komposisi metana 51,33-58,58% dan gas

16
CO2 41,82-48,67%. Percampuran sampah organik tersebut dengan kotoran
hewan dapat meningkatkan komposisi metana dalam biogas.

4.2 Hasil Pengolahan Biogas

Dari hasi fermentasi biogas limbah selama 10 hari skala lab, ternyata
mampu menghasilkan gas sebesar 40 ml per gram bahan total. Hal ini sangat
positif untuk pengembangan biogas ke arah biodigester yang lebih besar untuk
pemenuhan biogas dapur jasa boga pesantren Tebuireng dan untuk
masyarakat sekitarnya. Dalam rancangan skala lab memang belum ada saluran
pembuangan mengingat percobaan skala lab ini hanya sederhana untuk
menghasilkan biogas mentah.

Biogas yang terbentuk merupakan hasil fermentasi oleh bakteri


fermentasi yang mendegradasi limbah campuran (konveksi+sisa
makanan+kotoran ternak) menjadi metana, karbondioksida, dan air. Menurut
referensi di gambar 1, hampir 90% energi dalam biomassa terkonversi menjadi
produk akhir dan hanya 10% digunakan untuk bakteri fermentasi. Dalam tahap
akhir proses pembentukan metana, karbon (dalam biomassa) hampir
sepenuhnya diubah menjadi keadaan paling teroksidasi (CO 2) dan paling
tereduksi (CH4). Hanya 4% energi digunakan unuk mikroorganisme dan 86%
energi terkandung dalam metana.

Gambar 1. Bagan cara degradasi mikro organisme dan intermediate


(menengah) dan hasil produksi selama degredasi anaerobik dari masalah atau
organik.

17
Dalam proses fermentasi metanogenik pembuatan biogas secara umum
diperoleh perolehan metana mendekati perolehan maksimum teoretik 3 mol
CH4/mol glukosa. Tahapan proses degradasi bahan organik menjadi biogas
terdiri dari 3 tahapan :

Tahap 1

Bahan-bahan yang terkandung didalam bahan organik seperti selulosa, lemak


dan protein dihidrolisis menjadi senyawa-senyawa sederhana seperti, asam
asetat, alkohol, CO2, NH3, dan Sulfida. Bakteri yang berperan
seperti, Clostridium actenium, Bacteriodes ruminicola, Bifiodobacterium sp,
Eschericia sp, Enterobacter sp, dan Desulfio sp.

Tahap 2

Bakteri mengoksidasi asam berantai karbon panjang, seperti asam asetat dan
alkohol yang dilakukan oleh Lactobacillus sp, Streptococcus sp.

Tahap 3

Methanobacteria menggunakan H2, CO2, dan asetat untuk aktivitas


metabolismenya, dan memproduksi CH4 dan CO2. Urea dihidrolisis menjadi gas
metan (CH4) dan NH4+. Asam asetat serta asam propionat dari lemak
difermentasi menjadi gas metan dan CO2. Karbondioksida yang dihasilkan
direduksi menjadi CH4 dan H2O. Bakteri yang berperan yaitu Methanobacterium
Methanococcus sp, melianskii, danMethanosarcina sp. (Anonim,2012).

4.3 Manajemen pengolahan limbah terintegrasi

Kombinasi limbah konveksi berbahan katun, limbah sisa nasi/makanan


unit jasa boga pesantren Tebuireng, dan kotoran ternak (ruminansia dan
unggas) memerlukan pengaturan produksi mulai dari proses penyiapan bahan
baku hingga produksi biogas.

18
Manajemen proses diperlukan untuk mengatur jumlah bahan yang akan
diproses dan sirkulasi limbah setelah proses biogas. Berikut sistem manajemen
pengolahan limbah yang terintegrasi;

Limbah
konveksi
(setelah
pretreatment)
Limbah nasi/
kotoran ternak
sisa makanan

Transportasi

Penimbangan di lokasi
digester

Pencampuran rata

Fermentasi anaerob di digester

Penampungan gas hasil


fermentasi

Penyaluran biogas untuk memasak


dan kebutuhan masyarakat sekitar

Gambar 3. Skema Integrasi manajamen proses biogas

19
4.4 Penerapan Teknologi Tepat Guna Biogas

Dengan adanya proses degradasi biologis limbah konveksi kain


berbahan katun, limbah sisa makanan unit jasa boga pesantren Tebuireng, dan
dengan diberi campuran limbah kotoran ternak sapi diharapkan menjadi inovasi
energi yang ramah lingkungan dan terbarukan sehingga pesantren Tebuireng
mampu berkembang menjadi pesantren hijau yang ramah lingkungan serta
mandiri energi. Penerapan teknologi hijau ini memerlukan sarana dan
prasarana yang memadai sehingga mampu memberikan kontribusi energi yang
signifikan khususnya untuk pemenuhan produksi unit jasa boga pesantren
Tebuireng serta bisa disalurkan kepada masyarakat sekitar yang memerlukan.

20
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Potensi Pesantren Tebuireng untuk mengembangkan biogas sangat


besar karena dekat dengan sumber limbah konveksi sebagai bahan baku
biogas dan jumlah limbah sisa makanan unit jasa boga yang merupakan
sampah organik. Pengelolaannya cukup sederhana dan tidak memerlukan
banyak biaya besar. Biogas juga lebih ramah lingkungan dan bisa mengurangi
ketergantungan unit jasa boga pesantren Tebuireng terhadap sumber energi
yang tak terbarukan. Namun usaha untuk memproduksi biogas dari sampah
organik sampai saat ini belum maksimal karena kurangnya pengetahuan akan
sumber bahan baku energi biogas. Selain itu pengetahuan masyarakat
mengenai pemanfaatan limbah konveksi menjadi biogas masih kurang
sehingga pemanfaatannya di masyarakat pun menjadi kurang sehingga pada
akhirnya limbah hanya dibuang dan diabaikan. Padahal jika dikembangkan
mampu menggantikan LPG yang biasa digunakan oleh masyarakat.

5.2 Saran

Potensi Pesantren Tebuireng menjadi salah satu percontohan Pesantren


mandiri energi sangat besar untuk mengembangkan biogas berbahan baku
sampah organik dari limbah sisa makanan dan limbah konveksi bahan katun.
Namun, untuk memanfaatkan potensi yang ada dibutuhkan penanganan yang
serius, karena itu diperlukan kerja sama antara ahli teknologi biogas dan
masyarakat untuk menawarkan inovasi baru biogas dari limbah konveksi dan
limbah sisa makanan unit jasa boga pesantren Tebuireng.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Leaflet SNV www.SNV world. Org .

Anonim. 2012. Diunduh dari http://ferri.web.ugm.ac.id/?p=90 jam 14.24 12 Mei


2012

Azam Jeihanipour dan Mohammad Taherzadeh. 2008. Ethanol production from


cotton-based waste textiles. Bioresources Technology. Elsevier

Chynoweth, D. P. 2001. Renewable methane from anaerobic digestion.


Renewable energy 22,1 - 8.

FAO, 2003. Medium-term prospects for agricultural commodities (Proyeksi


tahun 2010).

Isci dan Demirer, A. I. 2007. Biogas production potential from cotton wastes.
Renewable Energy, 750-757.

Lin Yunqin, W. D. 2009. Alkali pretreatment enhances biogas production in the


anaerobic digestion of pulp and paper sludge. Journal of Hazardous
Materials , Halaman 366 - 373.

Miranda, R., Sosa-Blanco, C., Bustos-Martinez, D., Vasile, C., 2007. Pyrolysis
of textile wastes: I. Kinetics and yields. J. Anal. Appl. Pyrolysis 80, 489495

Taherzadeh, M dan Keikhosro Karimi. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic


Wastes to Improve Ethanol and Biogas Production: A Review.
International Journal of Molecular Sciences. Halaman 1621-1651.

Taherzadeh, M. d. 2007. Enzymatic-based hydrolysis processes for ethanol


from lignocellulosic materials. Bioresources , Halaman 707-738

22
LAMPIRAN

Limbah Makanan Jasa Boga


Pesantren Tebuireng

Limbah konveksi kain jeans dari


industri rumah tangga desa jatirejo

Limbah konveksi kain jeans dari


industri rumah tangga desa Cukir

23
Kotoran sapi yang digunakan
untuk media dekomposer

Kotoran sapi yang


menumpuk sebagai media
dekomposer

Kotoran ayam sebagai


campuran media dekomposer

Kotoran ayam yang masih basah


24

Anda mungkin juga menyukai