i
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat taufik
serta hidayah-Nya kami dapat menyusun Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul
Pemanfaatan limbah Kain dan Sisa Makanan Unit Jasa Boga Pesantren Tebuireng
menjadi biogas sebagai bahan bakar alternatif Pesantren mandiri energi studi
lapangan di desa Cukir, Gondek, Jatirejo dan Pesantren Tebuireng, kabupaten
Jombang.
Penulisan ini kami buat dalam rangka mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah
tingkat SMA sederajat yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Syariah Institut Keislaman Hasyim Asyari Tebuireng Jombang
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan dalam penulisan selanjutnya.
Penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu
terutama kepada orang tua yang sudah memberikan doa dan restunya kepada kami
baik berupa moril maupun materiil hingga terselesaikan karya tulis ini.
Akhirnya, penulis berharap karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 3
1.5 Hipotesa......................................................................................................
............................................................................................................. 4
iii
3.5.3 Perancangan Proses Biogas ................................................ 11
3.5.4 Percobaan Skala Lab ............................................................ 11
3.5.5 Pengamatan Hasil dan Pencatatan Data.............................. 15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Teknik Pembuatan Biogas.............................................................. 16
4.2 Hasil Pengolahan Biogas ............................................................... 17
4.3 Manajemen Pengolahan Terintegrasi............................................. 18
4.4 Penerapan Teknologi Tepat Guna Biogas ...................................... 19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 21
5.2 Saran-Saran ................................................................................... 21
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data jumlah limbah konveksi di Cukir, Jatirejo, Mojowarno, dan Konveksi
Pesantren
Tebuireng....................................................................................................6
Tabel 2. Data produksi dan limbah sisa makanan Unit Jasa Boga Pesantren
Tebuireng.......7
vi
ABSTRAKSI
vii
Kata Kunci :Limbah konveksi, Limbah sisa makanan Unit jasa boga, Perlakuan awal,
Biogas
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Di dunia, bahan katun (kapas) untuk tekstil diproduksi hingga 23 juta ton
per tahun menurut data FAO (2003). Katun (kapas) untuk tekstil mengandung
88-96% selulosa, sisanya adalah protein. Sehingga untuk memperoleh selulosa
murni perlu proses bleaching yang mampu menghilangkan protein dan
didapatkan selulosa hingga 99% (miranda dkk, 2007). Industri tekstil di
Indonesia berkembang pesat. Kurang lebih 1000 industri tekstil dan konveksi
dibangun di Indonesia. Limbah yang dihasilkan pun sangat banyak dan susah
diurai. Hal ini menjadi perhatian khusus agar limbah konveksi yang dihasilkan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas maupun etanol karena limbah
konveksi yang mayoritas berasal dari kapas bisa dikonversi untuk didapatkan
selulosa dan bisa digunakan sebagai bahan baku etanol maupun biogas.
Biogas dipilih dalam penelitian ini mengingat termasuk teknologi bersih (clean
technology), aplikasinya banyak bisa untuk pembakaran di mesin, memasak
dan keperluan lain, mampu mengurangi emisi CO2, merupakan salah satu
metode efektif mengurangi sampah organik dalam skala besar (Chynoweth,
2001)
Melihat realita tersebut, perlu dilakukan kegiatan pemanfaatan limbah
konveksi dan limbah sisa makanan unit jasa boga dipadu dengan limbah ternak
ruminansia dan unggas untuk menghasilkan alternatif bahan bakar biogas yang
efektif, efisien dan ramah lingkungan dengan tujuan menanggulangi problem
limbah di lingkungan Pesantren Tebuireng, desa Cukir, desa Gondek, desa
Jatirejo sebagai sampel observasi lapang.
Menurut Azam (2008) limbah konveksi/tekstil yang berbahan baku katun
(kapas) seperti jeans dan kain lainnya bisa dikonversi menjadi bioetanol dan
biogas dengan peranan bioteknologi. Peran bioteknologi dalam hal ini adalah
hidrolisis enzimatis limbah tekstil tersebut yang sebelumnya ditreatmen dengan
natrium hidroksida (NaOH) 12%. Taherzadeh dan Karimi (2007) mengatakan
dalam jurnal ilmiah pada tahun 2007 menyatakan bahwa polimer selulosa dan
hemiselulosa perlu ditreatmen awal agar bisa dihidrolisis dan menghasilkan
gula-gula sederhana. Peranan alkali NaOH adalah untuk merombak atau
mendegradasi bahan tekstil kain tersebut sehingga didapatkan selulosa hasil
degradasi. Selulosa tersebut kemudian dihidrolisis menggunakan enzim
selulosa atau asam kuat menjadi glukosa untuk kemudian difermentasi menjadi
2
etanol atau biogas. Isci dan Demirer, 2006 meneliti konversi katun (kapas)
menjadi biogas dengan fermentasi selama 23 hari, dimana 1 gram kapas
menghasilkan 65-78 ml gas metana (CH4) yang digunakan sebagai biogas.
3
- Mendapatkan pengetahuan secara langsung tentang pemanfaatan
limbah konveksi dan limbah makanan unit jasa boga pondok pesantren
Tebuireng
- Memberikan pemikiran mengenai Pondok Pesantren Mandiri Energi.
- Memberikan informasi pada masyarakat agar dapat memanfaatkan
limbah secara evisien dan maksimal.
- Memberikan input atau masukan pada unit jasa boga dan industri-
industri konveksi mengenai pemanfaatan limbah makanan dan limbah
konveksi.
1.5 Hipotesa
Dalam penelitian ini diasumsikan pengolahan limbah konveksi dan
limbah sisa makanan unit jasa boga dapat digunakan sebagai bahan
baku alternatif yang ramah lingkungan dan aplikasinya mudah.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
diperhatikan agar tercipta integrasi pengelolaan limbah yang tepat, ramah
lingkungan, dan aman bagi masyarakat.
Biokonversi limbah biomassa menjadi biogas menjadi pilihan dalam topik
penelitian ini mengingat biogas yang menghasilkan gas metan ini sangat ideal
dalam kondisi ekonomi, transport energi, serta efektifitas penggunaanya di
masyarakat. Biogas yang mengandung metan ini menghasilkan emisi
karbondioksida yang sangat rendah, rendah polutan atmosfer, efektif dalam
skala limbah yang besar dan merupakan teknologi yang ramah lingkungan.
Total 60 Kg
6
proses dengan beberapa cara yaitu dengan dipendam, padahal limbah tersebut
sudah terpendam akan sulit terurai serta juga menurunkan unsur hara tanah.
Sedangkan cara lainnya yaitu dengan dibakar, apabila dibakar limbah konveksi
ini memang akan hancur,tapi justru menimbulkan polusi karbondioksida yang
bisa memperparah emisi karbondioksida di udara. Melihat kenyataan diatas,
maka diperlukan langkah konkrit dalam mengatur sistem pengolahan, sehingga
diharapkan limbah ini dapat lebih dimanfaatkan. Limbah konveksi yang bisa
dimanfaatkan dan dikonversi sebagai bahan baku energi adalah limbah
konveksi berbahan katun yang memerlukan treatmen terlebih dahulu untuk
mengurai polimer selulosa yang cukup rigid dan kuat pada kain.
Di Indonesia sendiri pemanfaatan limbah konveksi menjadi bahan baku
biogas belum dikenal sehingga perlu diperkenalkan kepada masyarakat akan
sumber bahan baku energi baru terbarukan dari limbah konveksi. Bahan baku
limbah untuk biogas biasa berasal dari biomassa limbah kayu, jerami padi,
bonggol jagung (Taherzadeh dan Karimi, 2008).
2.1.2 Limbah sisa nasi/ makanan unit jasa boga pesantren Tebuireng
Tabel 2. Data produksi dan limbah sisa makanan unit jasa boga pesantren
Tebuireng
( Sumber : Data Primer Tim KTI AWH 2012)
7
ini mengurangi kenyamanan santri, meskipun beberapa limbah sisa makanan
diberikan kepada pengepul makanan ternak. Sebenarnya limbah sisa makanan
organik tersebut memiliki potensi energi yang cukup besar dan mampu
memberikan nilai ekonomis bila dapat dikonversi menjadi bioetanol atau biogas
. Hal ini diperkirakan mampu mengurangi limbah sisa makanan yang
menumpuk di bagian pembuangan dapur serta memberikan kontribusi energi
yang ramah lingkungan, murah, serta mengurangi ketergantungan akan gas
LPG. Sumber bahan baku energi terbarukan dari limbah sisa makanan ini
mampu memberikan nilai ekonomis karena mampu menggantikan keberadaan
LPG yang selama ini menjadi kebutuhan primer unit jasa boga pesantren
Tebuireng.
Unit jasa boga adalah unit pesantren Tebuireng yang menyediakan
konsumsi harian santri. Unit ini menghasilkan limbah sisa makanan yang cukup
besar yaitu sekitar 60 kg per hari. Limbah sisa makanan unit jasa boga
pesantren Tebuireng mengandung banyak komposisi organik baik karbohidrat,
protein, maupun lemak. Limbah sisa makanan ini biasanya hanya dibuang,
diberikan kepada pemilik ternak ayam, dan belum termanfaatkan dengan baik.
Pembuangan limbah tersebut mengakibatkan beberapa pencemaran yakni
pencemaran air tanah dan polusi bau. Jumlahnya yang cukup besar perlu
penanganan khusus dan tidak bisa hanya dibuang begitu saja. Potensi
kandungan organik yang tinggi ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku
biogas dengan degradasi anaerobik yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan
bakar dalam produksi di unit jasa boga pesantren Tebuireng.
8
hingga 5 ton CO2 ekivalen per tahun (Anonim.2010) . Jumlahnya yang
melimpah bisa dimanfaatkan bersama dengan limbah konveksi dan limbah sisa
nasi/ makanan unit jasa boga pesantren Tebuireng menjadi bahan baku biogas.
Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat menghasilkan
kotoran sebanyak 10-30 kg. Seekor ayam meghasilkan 0,025 kg/hari, dan
seekor babi dewasa dengan berat 4,5-5,3 kg/hari. Berdasarkan hasil riset yang
pernah ada diketahui bahwa setiap 1 kg kotoran ternak sapi berpotensi
menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi dewasa bisa
menghasilkan 1,379 liter biogas.
9
drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Tahun
1999, sekitar tiga juta rumah tangga di India menggunakan instalasi biogas.
Menurut Kristoferon dan Bolkaders (1991) untuk 1 m3 biogas setara dengan 100
watt lampu bohlam selama 6 jam, bisa digunakan untuk memasak hingga 5-6
orang, dan menghasilkan 1.25 kwh listrik.
BAB III
METODE PENELITIAN
10
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Selama Penelitian berlangsung menggunakan teknik Deskriptif
Kualitatif dengan harapan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh
mengenai hal ingin dicapai. Untuk mendapatkan data di lapang, peneliti
mengadakan wawancara dengan beberapa pihak secara langsung, untuk
mendapatkan data dilapangan juga digunakan cara: observasi, praktikum studi
pustaka dan dokumentasi.
3.5 Observasi
Penelitian dilakukan dengan mengadakan percobaan sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan. Adapun teknik yang ditempuh sebagai berikut :
11
3.5.3 Perancangan Proses Biogas
12
konveksi yang sudah mengalami pretreatmen dengan NaOH dengan limbah
sisa makanan dan limbah kotoran ternak sapi. Inkubasi dilakukan selama 10-20
hari untuk mendapatkan biogas yang diinginkan. Digester dijaga dalam
keadaan anaerob mengingat bakteri yang bekerja adalah bakteri anaerob.
Keterangan :
Indikator volume biogas : menunjukkan indikasi biogas yang
dihasilkan secara sederhana.
Tempat Pemasukan bahan baku : lubang yang bisa dibuka-tutup untuk
masuknya limbah yang akan diolah menjadi
biogas sekaligus lubang untuk mengaduk
13
Proses Pembuatan Biogas
Limbah Kain jeans/konveksi
Pengecilan ukuran
Penyerabutan
Pengeringan hasil
pretreatment dengan sinar
Penimbangan 1 kg Penimbangan 0.5 kg
matahari
Homogenisasi
14
3.5.5 Pengamatan hasil dan pencatatan data
Pengamatan dilakukan tiap hari dengan mengetahui berapa
volume (ml) gas metan biogas yang dihasilkan melalui floating indikator
volume biogas. Kemudian dilakukan tes sederhana dengan pembakaran
dimana api yang dihasilkan berwarna biru dan tidak meninggalkan jelaga
(angus karbon). Kemudian hasil tersebut dicatat sebagai data hasil
penelitian.
15
BAB IV
Limbah kain perca hasil konveksi susah diurai oleh mikroba tanah bila
dibuang sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk bisa terurai. Oleh
karena itu limbah yang memiliki kandungan selulosa hingga 90% ini bisa
dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi biogas. Hal ini memerlukan tehnik
tertentu dalam pembuatan biogas. Azam (2007) memanfaatkan limbah
konveksi sebagai bahan baku ethanol dan bahkan biogas. Limbah kain
konveksi bahan katun (seperti halnya kain jeans) merupakan polimer selulosa
yang cukup sulit untuk didegradasi/dihancurkan untuk mendapatkan selulosa
sebagai bahan baku. Sehingga perlu perlakuan khusus untuk mendapatkan
selulosa dari limbah kain tersebut sehingga bisa dimanfaatkan menjadi bahan
baku energi alternatif, Biogas. Teknik khusus tersebut yaitu proses degradasi
kain konveksi berbahan katun dengan larutan NaOH 12% (Azam,2007) dengan
rasio penambahan NaOH dan bahan kering adalah 20 ml/g. Tingkat kristalinitas
selulosa tinggi pada limbah konveksi memerlukan basa kuat untuk mengurangi
kekuatan ikatan kristalinitas selulosa tersebut. Larutan NaOH mampu mengurai
ikatan hidrogen antara rantai glukan pada sifat kristal selulosa dan
menghasilkan selulosa amorf. Bila diolah menjadi ethanol menghasilkan sekitar
0.48 g ethanol per gram bahan baku. Menurut Isci (2006) Kapas yang
merupakan penyusun polimer kain konveksi bisa dikonversi menjadi biogas
dengan fermentasi selama 23 hari, dimana 1 g kapas menghasilkan volume
biogas 70 ml.
Kotoran ternak yang memiliki unsur hara N,P, dan K yang cukup tinggi ini
juga memiliki kemampuan menghasilkan gas methan yang bisa digunakan
sebagai biogas untuk aktifitas sehari-hari seperti memasak, bahan bakar
kendaraan, serta memiliki kontribusi mengurangi cemaran bau dilingkungan
sekitarnya. Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah
organik menghasilkan biogas dengan komposisi metana 51,33-58,58% dan gas
16
CO2 41,82-48,67%. Percampuran sampah organik tersebut dengan kotoran
hewan dapat meningkatkan komposisi metana dalam biogas.
Dari hasi fermentasi biogas limbah selama 10 hari skala lab, ternyata
mampu menghasilkan gas sebesar 40 ml per gram bahan total. Hal ini sangat
positif untuk pengembangan biogas ke arah biodigester yang lebih besar untuk
pemenuhan biogas dapur jasa boga pesantren Tebuireng dan untuk
masyarakat sekitarnya. Dalam rancangan skala lab memang belum ada saluran
pembuangan mengingat percobaan skala lab ini hanya sederhana untuk
menghasilkan biogas mentah.
17
Dalam proses fermentasi metanogenik pembuatan biogas secara umum
diperoleh perolehan metana mendekati perolehan maksimum teoretik 3 mol
CH4/mol glukosa. Tahapan proses degradasi bahan organik menjadi biogas
terdiri dari 3 tahapan :
Tahap 1
Tahap 2
Bakteri mengoksidasi asam berantai karbon panjang, seperti asam asetat dan
alkohol yang dilakukan oleh Lactobacillus sp, Streptococcus sp.
Tahap 3
18
Manajemen proses diperlukan untuk mengatur jumlah bahan yang akan
diproses dan sirkulasi limbah setelah proses biogas. Berikut sistem manajemen
pengolahan limbah yang terintegrasi;
Limbah
konveksi
(setelah
pretreatment)
Limbah nasi/
kotoran ternak
sisa makanan
Transportasi
Penimbangan di lokasi
digester
Pencampuran rata
19
4.4 Penerapan Teknologi Tepat Guna Biogas
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Isci dan Demirer, A. I. 2007. Biogas production potential from cotton wastes.
Renewable Energy, 750-757.
Miranda, R., Sosa-Blanco, C., Bustos-Martinez, D., Vasile, C., 2007. Pyrolysis
of textile wastes: I. Kinetics and yields. J. Anal. Appl. Pyrolysis 80, 489495
22
LAMPIRAN
23
Kotoran sapi yang digunakan
untuk media dekomposer